Berkejaran Dengan Maut | 2024
"Kau pernah tahu tentang hewan buas?" tanya Derek mengalihkan pembicaraan membuatku mengerutkan alis.
Dia dan kesukaannya menggunakan analogi tentang hewan. Setelah babi dan dinosaurus, aku bertanya-tanya hewan apa yang akan dia pakai kali ini.
Melihat aku tidak menjawab dan hanya memandangnya, Derek melanjutkan, "Di Terra, sejak bencana iklim yang mengubah komposisi udara, terjadi banyak mutasi pada hewan yang ada."
Huh? Kali ini bukan analogi?
"Dua belas tahun lalu saat aku masih berusia sepuluh tahun, aku terpisah dengan keluarga yang hendak mengungsi ke salah satu koloni yang didirikan secara darurat ketika bencana menghancurkan kota-kota besar. Kami putus asa mencari makanan dan perlindungan dari cuaca."
Dia terdiam sejenak. Matanya menerawang, mengingat masa lalu. Aku berharap aku memiliki ingatan yang lebih kaya tentang zaman ini, tapi apa boleh buat.
"Saat mobil pengangkut berangkat, aku terlambat. Akibatnya aku berjalan tanpa arah di padang tandus, di antara reruntuhan bangunan dan pasir dan pada saat itu ...." Derek kemudian memelankan suaranya, membuatku ikut mencondongkan badan untuk mendengarkannya. "Ada seekor cacing raksasa setinggi bangunan berlantai tiga muncul dari dalam tanah. Mulutnya menganga hendak memakanku, beruntung saat itu aku berdiri di atas reruntuhan gedung bertingkat. Selagi dia menghancurkan bebatuan, aku melompat dan lari."
Aku menahan napas. Kuakui, pemuda itu memiliki keterampilan menyampaikan cerita. Perubahan tonasi suaranya membuatku merasa seakan-akan ikut dalam petualangan Derek kecil.
"Kaki kecilku membawaku berlari di antara sisa-sisa kota sementara mulut bergigi ribuan membuka dan berputar di belakangku. Makhluk itu menggiling setiap bangunan yang menghalangi jalannya. Beberapa kali aku nyaris tersandung dan nyaris pula ditelan untuk dihancurkan olehnya. Hingga akhirnya aku merasa menemukan perlindunganku di sebuah bangunan berlantai lima yang masih berdiri tegak."
Dia berdiri dari kursinya dan bergerak seakan dia mengendap-endap naik tangga.
"Aku naik ke lantai teratas, berharap si cacing tidak berhasil mengejarku tapi BOOM! Giginya yang tajam membuat lobang di lantai teratas dan menghancurkan bangunan tersebut. Aku terpojok dan lantai yang miring membuatku bergerak ke arah mulut dengan ribuan gigi itu, tak peduli sekuat apa pun aku berpegangan kusen jendela."
Aku menelan ludah, tegang menunggu lanjutannya. Derek sedang melakukan gerakan pantomim menahan tubuh agar tidak jatuh.
"Tepat saat aku tinggal semeter lagi jatuh ke dalam mulut cacing raksasa itu, terdengar tembakan beruntun dari luar yang membuat cacing itu menggeliat dan kabur. Aku sendirian di tengah ruangan yang bisa rubuh sewaktu-waktu, mengambil napas dan mensyukuri nyawaku yang tidak jadi melayang. Keluargaku berhasil meminta prajurit untuk menyusul dan mereka menyelamatkan hidupku."
Derek mengakhiri ceritanya dengan senyum lebar yang membuat matanya berbinar, menularkan semangatnya padaku.
"Sejak saat itu, aku bertekad menjadi seorang prajurit yang akan menolong orang." Dia kembali duduk di kursinya dan menatapku. Senyumnya perlahan-lahan lenyap, membuatku kembali ingat apa tujuannya di sana.
"Lalu, apa hubungannya dengan siapa aku?" tanyaku serius.
Derek menggosok leher bagian belakangnya dengan gelisah. "Menurut para petinggi, kau sama dengan cacing pasir itu."
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top