Jackson.

Namanya juga cinta. Pasti ada yang harus direlakan.

***

Gadis dengan gaun satin panjang hingga menyentuh lantai itu menghentikan langkahnya ketika seorang gadis tinggi dengan balutan gaun linen putih pendek menghadang jalannya sambil menaikan dagunya sedikit.

"Namamu siapa tadi?" tanyanya dengan nada acuh tak acuh. Memandangi ujung rambut sampai kaki gadis di depannya itu tanpa ketinggalan satupun detail kemilau yang tergantung di tubuhnya, seperti berlian kecil yang menggantung cantik menghiasi sebelah kanan dan kiri lehernya, pula sebuah rantai kalung perak mengisi lehernya yang kosong. Gaun satin dengan balutan kain tile di depannya mengembang penuh pesona. Rambut gadis itu di kepang membentuk sebuah mahkota. Sangat cantik, tapi Flo tidak menyukai pemandangan itu.

"Aku Carla. Carla Smith," jawab gadis itu tetap tenang walau Flo sudah menatapnya sinis.

"Smith? Kau pribumi asli New York?"

"Tidak. Eh----sebenarnya aku tidak tahu kedua orangtuaku karena aku sudah menjadi yatim piatu sejak lahir."

"Menyedihkan," balas Flo tertawa remeh sambil berkilah mengibaskan rambut panjang ikal yang menutupi bagian punggungnya yang terbuka.

"Apa maksudmu?" balas Carla mencengkram bahu Flo, menahan tubuh gadis itu berbalik dengan berani. Dengan gerak jijik, Flo melemparkan bahunya ke belakang sampai membuat tangan Carla terlepas.

"Jangan sentuh aku, petani. Aku tahu kau memang kekasih Karry Wang, keluarga dari maha agung Asia yang sangat terkenal. Tetapi bukan artinya kau bisa sembarangan berbicara pada orang penting sepertiku."

"Orang penting apa?" putus seseorang yang muncul dari balik kerumunan di dalam ballroom. Flo menoleh cepat ke arah pria jangkung berambut cokelat yang memakai jas pesta malam dengan gagah. Seketika, ia tersenyum cerah.

"Jackson!" sapanya riang sementara Carla tertegun sejenak memandangi pria yang baru datang itu.

Jackson? Kenapa dia bisa ada di sini?

"Menyingkir, Flo. Aku tidak membelamu," sahutnya menepis gerakan sambutan Flo yang hendak memeluknya dengan gesit lalu beralih dengan cepat berdiri di sisi Carla sambil tersenyum.

Oh astaga. Kenapa senyum itu membuat tengkuknya meremang?

"Hai, Carla. Aku tahu kita belum berkenalan resmi semenjak kejadian tadi siang di sekolah. Maaf karena sikapku yang lancang. Tapi aku baru tahu kalau Karry bisa memiliki pacar sepertimu."

Carla tidak menjawab langsung, ia berpikir untuk memilih ekspresi seperti apa. Tadi siang, ketika Jackson memasuki ruang kelas A, semua murid perempuan mendesah riuh tak percaya pada kedatangannya.

Ya. Jackson. Model cilik yang sangat terkenal di Taiwan kini sedang mengambil sekolah di New York. Berita bagus, karena Manhattan Bridge sebagian terisi oleh murid keturunan Asia yang kaya, maka semua orang tahu kalau detik itu Jackson adalah sosok gosip yang akan hangat diperbincangkan entah sampai kapan.

"Jackson, kau sekelas dengannya?" tanya Flo dengan nada tak percaya.

"Ya. Aku baru saja pindah ke Manhattan Bridge. Korea Selatan bukan tempat yang baik bagi ibuku. Selain itu, masih banyak paparazi dari Taiwan yang senang menguntit. Jadi sebaiknya aku mengikuti saran ibu untuk pindah ke sini dan tinggal bersama Karry untuk sementara waktu."

"Tinggal?" tanya Carla dan Flo berbarengan. Bedanya, nada Flo menaik semakin tak percaya. Sedangkan Carla memandang heran dan berkerut.

Jackson menoleh dengan senyum tipis, memandang Carla penuh arti.

"Aku sangat senang bisa semakin dekat denganmu," katanya. Carla mengerjap cepat, terkejut. Otomatis bola matanya langsung berlari ke arah Karry yang sedang berdiri di tengah ballroom, bercakap-cakap dengan beberapa pria bule dengan antusias.

Hm, apa pedulinya. Kami kan hanya sandiwara melakukan ini.

Carla menahan napas lalu memejamkan matanya sambil berujar, "Jackson, kau tahu aku dan Karry---"

"Oh ayolah. Kalian belum ingin menikah, bukan?"

"Sebenarnya---"

Jackson yang berdiri lebih tinggi darinya tiba-tiba membungkukkan badan hingga wajahnya bisa sejajar dengan matanya. Mendadak, Carla diserang panas yang merayap hingga ke pipinya.

"Ingat kata-kataku tadi siang? Aku sedang tidak bercanda," suara Jackson berangsur pelan, mendesir lembut hingga menyentuh dasar ingatannya pada kejadian tadi siang ketika di lorong sekolah.

"Lucu sekali. Aku jarang merasakan ini. Tetapi sepertinya aku jatuh cinta pada pandangan pertama."

Kata-kata itu terngiang-ngiang, memenuhi kepalanya. Manik cokelat Jackson seperti sedang menguncinya dalam kebekuan penuh pesona. Jackson memang model yang sangat manis. Dia tidak tampan. Tapi manis. Bibirnya tipis tapi berisi. Terlebih ketika menarik senyum hingga memunculkan giginya yang rata, senyum itu benar-benar memabukkan siapapun yang melihatnya.

"Jackson," panggil seseorang dari belakangnya. Carla beralih cepat, keluar dari pesona-pesona itu dan sedikit terkejut mendapati Karry Wang sedang berdiri di belakangnya dengan tatapan datar penuh ketenangan. Sebelah tangannya dimasukkan ke dalam saku, menunggu Jackson yang kembali menegakkan punggung lalu memandangnya tanpa senyuman.

Malah berbalik memberi tatapan kilatan dingin.

"Aneh. Aku seperti tidak mengundangmu ke sini," ujar Karry berkata pelan dan dingin. Carla mengunci mulutnya, beserta Flo yang terdiam menontoni kedua putra dari keturunan Asia kaya raya yang sedang memasang alarm gulatan.

Sepengetahuan Carla, sepupu Karry yang bernama Jackson ini bukan salah satu yang mudah diatur. Kepribadiannya sangat terbalik dengan Karry yang dingin dan jarang tersenyum. Dari kecil, walau sudah mengerti sikap dan kehidupan keluarga satu sama lain, tetapi bagi Karry, Jackson hanyalah sepupu yang selalu ingin menjadi rival mereka. Walau di hadapan publik, Jakcson selalu mengatakan Karry adalah sepupu terbaiknya. Itu pula karena ayahnya menyuruh melakukan itu supaya ayahnya bisa tetap bekerja sama dalam perusahaan properti dengan keluarga Wang.

Tetapi, untuk kali ini Carla tidak mengerti kenapa Karry lebih dulu mengatakan kalimat dingin seperti itu pada Jackson.

"Maaf, Karry. Apakah ibumu tidak memberitahumu? Beliau yang mengundangku ke pesta ulang tahunmu. Oh, selamat ulang tahun, ya sepupuku," sahut Jackson lancar sambil merangkul Karry pura-pura bersahabat. Tanpa sadar, ketika Carla beralih dari Jackson dan memandang Karry, ternyata cowok itu sudah lebih dulu menatapnya.

"Kalian sangat akrab nampaknya," sahut Karry pelan seperti kepada Carla. Tetapi Jackson tersenyum renyah dan menarik tangan Carla untuk mendekat ke sisinya.

"Kenapa? Kau cemburu kalau Carla Smith kuundang untuk dansa bersamaku ditengah ballroom?" tanya Jackson dengan nada penuh keangkuhan, menatap sedikit menunduk ke arah Karry yang lebih pendek darinya.

Dari samping, Carla mengerjap cepat, sedikit terkejut.

"Dansa?"

Jackson beralih, "ya! Ayo! Bukan masalah besar bukan jika aku meminjam kekasihmu?" tanya Jackson lagi kali ini seperti nada memancing. Carla ingin menolak, ia tidak bisa melakukan koreografi dansa yang akan dilakukan dengan Karry malam ini bersama Jackson. Koreografi ini khusus untuk Karry yang berulang tahun, bukan untuk Jackson. Karena satu malam ini mereka berdua akan berdansa, dan akan memalukan jika semua orang melihatnya berdansa dengan gerakan yang sama.

Karena Carla hanya ingat koreografi itu. Tidak ada koreografi yang lain.

Ia menoleh ke arah Karry yang bergeming, memandang lurus ke arah orang-orang yang berjalan rombongan ke lantai dansa. Lagu yang memecah malam berubah menjadi rangkaian nada klasik untuk menemani langkah-langkah setiap orang di lantai dansa.

"Terserah. Aku tidak peduli," jawab Karry dingin.

Mendadak, kaki Carla terjepit di antara ruang waktu. Ia memandang Karry dari bahu Jackson, berharap cowok itu melihat sinar mata kesungguhannya. Tetapi sayangnya, cowok itu sama sekali tidak memandangnya, malah pergi sambil berujar, "bersenang-senanglah. Aku akan menyapa para tamuku," Karry menoleh ke arahnya, mendadak guncangan dalam dadanya bergemuruh hebat.

"Malam ini kuserahkan kau pada Jackson. Sampai bertemu nanti."

Carla ingin mengatakan sesuatu tapi tak ada suara yang keluar. Malah teriakan Flo dari belakangnya yang menyusul langkah Karry menciutkan hatinya makin kecil.

Ia cemburu.

Pada majikannya.

"Aku tahu kau kecewa," kata Jackson pelan sambil menoleh setelah keduanya menjauh pergi, "tapi maukah kau menjadi Cinderellaku untuk satu malam ini?"

Butuh beberapa detik untuk mencerna kalimat Jackson. Ia mendongak, menatap manik cokelat penuh pesona itu sekali lagi dan berkata dengan keras dalam hatinya.

Kami hanya sandiwara. Seharusnya Karry bukan orang yang kusuka.

Lalu ketika Jackson mengulurkan tangan setengah membungkuk dengan anggun, Carla tidak ingin menyambut tangan kosong itu lama-lama. Dengan hangat tubuhnya ditarik lembut ke lantai dansa bersamaan senyum menawan Jackson yang mulai memposisikan tubuhnya di depannya dan menarik pinggang Carla semakin dekat.

Carla bisa mendengar debaran jantungnya yang menggema keras hingga membuat telinganya panas. Tetapi ketika Jackson mengajaknya berputar, ia melihat satu pasang mata sedang memandangnya dingin.
Dari pojok ballroom yang tidak tersorot lampu, tatapan itu tenggelam pada langkah-langkah indah pesta dansa malam itu.

***

"Sebenarnya aku tahu apa yang kalian rahasiakan dari keluarga besar."

Jackson berdiri di sampingnya beberapa meter, menghadap ke dalam ballroom yang masih ramai alunan lagu untuk pesta dansa setelah keduanya puas membuat ricuh tepuk tangan semua orang ketika berdansa tadi. Carla menyanggah kedua tangannya ke pagar beton balkon yang terbuat dari semen-semen dengan gaya Inggris kuno.

Carla menoleh ke arah cowok itu sedikit mengernyit, "rahasia? Apa maksudmu?"

Jackson tersenyum, memandangnya beberapa detik tanpa suara hingga menimbulkan ledakan kecil dalam dadanya.

"Kau bukan Carla Smith. Tetapi Charlotta Smith yang pernah menggemparkan keluarga Wang dengan gosip kehidupanmu dulu, benar begitu bukan?"

Mulut Carla mendadak terasa pahit.

Angin malam yang sedang bersemilir lembut berubah menjadi dingin dan menyakiti kulitnya. Pikiran Charlotta seketika membeku. Senyum Jackson masih di sana, tetapi tidak lagi membakar pipinya, malah berubah menakutkan.

Dari mana ia tahu?

"Tak masalah. Aku tidak akan membocorkannya." Jackson berjalan mendekat ke arahnya yang tercenung. Melepas jas hitamnya dengan cekatan lalu membungkus tubuh Charlotta yang masih bergeming. Pundak Charlotta yang tadinya membeku kini sedikit hangat ketika kain itu menutupi sebagian punggungnya.

"Karena aku hadir di sini karena itu," katanya lagi semakin membuatnya bingung.

Sekarang cowok itu hanya memakai kemeja putih linen sambil bersandar setengah ke pagar beton. Menoleh sekilas ke arahnya lalu berpaling ke dalam ballroom di mana orang-orang sedang berdansa. Begitu pula Karry yang sedang berdansa dengan Flo dibawah sinar yang menjatuhkan tiap cahayanya dengan eksotis. Poni rambut cowok itu sedikit bergerak ketika angin malam bersemilir.

"Apa maksudmu, Jackson?"

Jackson menoleh seakan ingin memberi kesan dramatis pada tatapannya.

"Kau tahu, beberapa orang dipilih untuk tidak menjadi pasangan seseorang. Ia hanya ditakdirkan mencintainya saja. Tidak memilikinya seutuhnya."

Charlotta mengerutkan alis, memandang Jackson heran.

"Aku tidak mengerti," kata Charlotta.

"Apa yang kulakukan sepanjang hari tadi adalah hanya untuk melihat sepupuku cemburu. Dan ia, benar-benar melakukannya," Jackson tertawa renyah, "aku yakin dia hanya tidak menyadarinya."

"Jackson, aku dan Karry tidak akan menyukai satu sama lain. Kami sudah terikat kontrak hanya pada perjanjian itu. Karry demi status supaya tidak dijodohkan oleh Cindy Young dan aku----"

"Karena uang?" potong Jackson cepat.
Charlotta buru-buru bungkam. Sedikit tak menyangka cowok ini tahu banyak. Tetapi anehnya, ia sama sekali tidak takut akan bocor. Ia seperti percaya pada Jackson.

"Tapi menurutku, tidak." Jackson menegakkan punggung berputar dan memandang lautan kota di bawah sana dengan lampu-lampu gedung yang menghiasi pemandangan seperti lautan bintang di cakrawala malam. Lesung pipitnya muncul kala bibirnya mengembangkan senyum, membiarkan wajahnya disapu angin dingin itu.

"Cinta itu tidak di sadari, Carla. Kau harus tahu tentang itu. Cinta itu pembunuh yang sangat hebat. Dia bisa menyusup tanpa pikiranmu ketahui lalu ketika kau menyadari itu, kau terlambat kalau kau ternyata sudah merasakan itu sejak lama."

"Atau, bisa jadi kau hanya tidak ingin menyadari perasaan itu?" sambungnya dengan nada menyindir.

"Jadi kau datang hanya untuk memastikan apakah aku menyukai Karry dalam artian yang sesungguhnya, begitu?" Charlotta mengalihkan topik, tapi Jackson membalas dengan senyum pendek.

"Kurasa."

Charlotta menatap tak percaya pada cowok yang kali ini tersenyum lebar, seakan menikmati ekspresinya ditiap detik.

"Kau tahu, kurasa Karry merasakan hal yang sama."

Charlotta mendesah, "oh. Aku baru tahu ternyata kau begitu percaya diri mengenai hal-hal seperti ini."

"Aku sudah mengenal Karry dari kecil. Aku tahu sifat anak itu. Kau ini perempuan, seharusnya bisa merasakan itu lebih dulu karena perempuan lebih sensitif, bukan?"

Charlotta memutar bola mata dengan jengah lalu beralih memandang ke dalam ballroom. Yang dilihatnya sekarang adalah Karry yang sedang menggenggam tangan Flo dengan erat, mengangkat tubuh gadis itu ke udara dengan anggun hingga menjadi tontonan semua orang. Hati Charlotta meringis perih.

Harusnya ia yang ada di sana. Harusnya malam ini ia membuat Karry benar-benar jatuh cinta padanya.

"Perempuan memang lebih sensitif. Tetapi untuk hal seperti ini, karena takut terluka mereka memilih diam dan berpura-pura lalu mengoreksi apakah mereka sudah pantas berada di sisinya atau belum. Karena pada kenyataannya. . ." Charlotta menatap kosong, kembali berujar, "mereka hanya status bohongan. Bukan seseorang yang benar-benar ada di dalam hatinya."

"Apakah kau adalah salah satu dari 'mereka'?" tanya Jackson pelan. Mengunci hati Charlotta pada jawaban yang tidak ingin ia akui.

Dengan lembut, Jackson merengkuh jemari mungilnya, "Carla, kuberitahu. Tentang cinta semuanya adalah misteri. Jawaban yang bisa kau cari hanya ada dihatimu. Percayalah."

Hati Carla mendesir hangat. Ia menoleh, menatap wajah Jackson dibawah langit malam New York ketika ia mengerjap sekali. Seulas senyum memesona itu menularkan kehangatannya hingga menjalar ke dasar hatinya. Pula ketika ia sadar, kalau sekarang, tangannya balik menggenggam tangan besar cowok itu.

Kenapa aku tidak jatuh cinta pada cowok yang selalu bisa membuatku tumbuh kembali seperti Jackson? Kenapa aku malah memilih seseorang yang sama sekali tidak peduli pada perasaan ini?

"Bagiku, mencintai seseorang saja sudah cukup, bahkan tanpa memilikinya. Aku pasti sudah bahagia," sahut Jackson pelan menatap matanya dalam-dalam.

Jackson, maaf. Hati ini tentang Karry, bukan kau.

***

Heyhoo. Salah satu cerpen yang saya ikut sertakan untuk meramaikan lomba cerpen Jackson dari Penerbit Inari. Tahu Jackson karya kak Lia yang sudah terbit itu? Nah, ini adalah salah satu cerita lain tentang seorang pria bernama Jackson juga tetapi dari penulis yang lain. Hehe.

Tokoh kuambil dari salah satu ceritaku yang berjudul The Prince's Girlfriend. Jadi selain jadi Jackson, cerpen ini bisa jadi side story dari ceritaku tersebut.

Hehe, maklum, ujung-ujungnya promo😂

Untuk PenerbitHaru semoga ke tag dan masuk list ya. Terima kasih^^

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top