KA - 6

Pagi ini seperti biasanya, Arunika bangun dengan suasana rumah yang sepi. Diana tidak pulang lagi, dan kedua kakaknya pun belum kembali.

Arunika bergegas ke kamar mandi untuk membersihkan diri, beberapa menit kemudian, dia sudah selesai dan langsung berpakaian. Memesan ojek online dan menunggu di depan rumah.

Seperti itulah paginya Arunika, tidak berkesan. Tidak ada sarapan bersama di ruang makan sembari bercerita atau bersenda gurau, tidak ada ciuman hangat saat Arunika hendak pergi ke sekolah. Bahkan Arunika sudah lupa bagaimana rasanya kehangatan itu.

Semua hilang setelah ibu kandungnya meninggal, dan ayahnya menikah lagi, hal itu pula yang membuat kedua kakaknya pergi dari rumah meninggalkan Arunika.

Setelah ayahnya menyusul ibundanya Arunika semakin hidup dalam kesepian. Tak ada lagi kasih sayang yang dia dapatkan. Diana pun menganggap Arunika bak pajangan di rumah saja.

Meskipun begitu, Arunika masih bersyukur walaupun kedua kakaknya tidak pernah pulang, tapi mereka masih mau memenuhi kebutuhan Arunika, setidaknya dia tidak harus kerja keras atau sampai putus sekolah, kedua kakaknya masih berbaik hati untuk menanggung biaya kehidupannya.

***

Arunika melangkah melewati koridor lantai dasar, sebagian dari mereka yang berpapasan dengan Arunika menyapa, atau sesekali Arunika yang menyapa. Arunika memang terkenal ramah.

Dari sekian banyaknya orang, ada tiga orang yang memperhatikan sikap ramahnya Arunika. Mereka adalah Candra, Willy dan Daru.

Ketiga cowok itu memperhatikan Arunika dari balkon lantai 2.

"Gue akuin, Arunika itu emang humble, beda sama Andin yang lebih terkesan pendiam," ucap Daru membuka suara.

Willy mengangguk membenarkan. "Dia cuma pandang supel doang, kalau dari tampang, Andin jauh lebih cantik di banding dia."

"Sayangnya, sebagian orang lebih suka orang yang supel dari pada orang yang cantik tapi pendiam."

"Dan gue lebih suka sama orang cantik dibanding yang pendiam," celetuk Willy.

"Kenapa kalian malah banding-bandingin Arunika sama Andin sih? Jelas mereka memiliki karakter yang berbeda. Gak perlu di jabarkan semua orang tau kebalikan sikap mereka," ujar Candra.

"Terus gimana?" Willy menoleh pada Candra singkat, lalu memfokuskan pandangannya pada Arunika yang kini sedang mengobrol pada Kevin si Kutu Buku.

"Apanya yang gimana?"

"Lo jadi putusin Arunika?" Candra terdiam sesaat, kemudian menggeleng. Willy serta Daru saling bertukar pandang.

"Kenapa?" tanya Daru.

"Gue udah pikirin, gue akan bertahan sama Arunika sampai kita lulus. Setelah itu, gue bakal putusin dia."

Willy memutar kedua bola matanya. "Yaelah... Masih lama banget, masih 1 tahun setengah lagi. Keburu lo lupa sama niat lo ini."

"Gak, gue gak akan lupa."

"Lo yakin gak akan jatuh cinta sama Arunika?" celetuk Daru sukses membuat Candra dan Willy menoleh cepat ke arahnya.

"Mana mungkin? Arunika bukan tipe gue!" seru Candra.

"Tipe lo kayak Andin? Tapi kenapa enggak lo tembak Andin? Kenapa malah Arunika?"

Pertanyaan Daru sangat menyebalkan bagi Candra. Sampai-sampai cowok itu merasa risih.

"Gue, kan, udah bilang berkali-kali, kalau gue tembak Andin, dia gak akan terima gue, dia udah anggap gue sebagai sahabatnya. Dan gue gak mau karena kenekatan gue, gue sama Andin jadi jauh."

"Tapi gue harap lo gak perlu korbankan perasaan lo." Daru berkata sembari menepuk pundak Candra. Candra hanya melirik sekilas. Lalu menatap lurus ke depan. Arunika sudah tidak ada.

"Kemarin kenapa bisa Andin balik sama Willy? Bukannya lo yang antar Andin?" Pertanyaan Candra membuat kedua temannya menoleh.

"Motor gue kempes," tutur Daru singkat.

Candra manggut-manggut. "Kemarin Andin chat gue, dia bilang baliknya di antar sama Willy. Mulai hari ini, lo pastikan motor lo aman untuk di kendarai Andin, setidaknya kalau gue lagi gak bisa, kalian masih bisa antar jemput dia. Andin gak bisa pakai angkutan umum, bahkan dia gak mengerti cara menghentikan dan bayarnya."

"Siap!" seru Willy. Sedangkan Daru hanya melirik singkat pada Candra.

***

Arunika memasuki kelasnya, tampak Andin sudah duduk anteng di kursinya. Dengan tersenyum lebar, Andin menyambut Arunika.

"Kemarin ada masalah apa? Sampai lo balik duluan."

Arunika menyimpan tasnya di meja, lalu mendaratkan bokongnya di kursi. "Anak kucing gue belum makan." Jawaban Arunika terdengar tak acuh ditelinga Andin.

Akhirnya Andin hanya manggut-manggut sembari tersenyum simpul.

"Oh iya, kemarin Candra ke rumah lo, kan? Dia khawatir banget sama lo. Dia sampai cari lo ke luar cafe segala." Andin bicara dengan riangnya, seakan ucapannya itu adalah benar.

Sedangkan Arunika yang tau kenyataannya, hanya memperhatikan Andin saja tanpa niat untuk merespon Andin.

"Bel udah bunyi, ngobrolnya nanti aja ya."

"O-oh, oke."

Arunika segera membuka tas dan mengeluarkan buku pelajaran pertama. Sedangkan Andin tampak sedih dengan perubahan sikap Arunika.

***

Dengan lahap, Arunika memakan roti yang dia beli dari kantin. Saat belajar tadi, perut Arunika terus berbunyi. Sepertinya cacing di perutnya sedang mengadakan carnaval.

Karena tidak makan dengan hati-hati akhirnya Arunika tersedak, parahnya lagi Arunika lupa tidak membeli air minum.

Arunika terus batuk, sembari menepuk-nepuk dadanya.

"Minum dulu." Seseorang menyodorkan sebotol air minum, Arunika segera merampas botol tersebut tanpa melihat siapa pemberinya.

Setengah botol air sudah berhasil dia habiskan, Arunika mendesah lega. Dia mendongak dan tersenyum pada Kevin -- si pemberi air minum.

"Makasih, Kevin."

"Sama-sama. Makanya kamu kalau makan itu di kunyah dulu."

"Lapar gue," aku Arunika.

"Makan di kantin, yuk. Aku gak ada teman," pinta Kevin.

"Gak bawa duit lagi gue, sisa buat ongkos doang." Arunika itu tipe cewek yang terbilang jujur.

"Gak apa-apa, sama Kevin aja di traktir. Ayok, Arunika."

"Seriusan?" Mata Arunika berbinar bahagia.

"Iya."

"Asyik... Demen nih gue kayak gini. Ayok, dah." Kevin terkekeh. Akhirnya mereka pergi ke kantin.

Tapi seperti yang kalian tau, bagaimana kondisi kantin saat sedang jam istirahat. Kantin akan berubah seperti pasar malam, yang padat merayap. Arunika dan Kevin sampai kesulitan mencari tepat duduk.

"Duduk di sana aja." Tunjuk Kevin pada meja di sudut kantin. Arunika menoleh dan mengangguk.

"Kamu mau apa? Biar aku yang pesan."

"Samain aja." Arunika masih tau diri. Dia, kan, yang ditraktir. Kevin mengangguk dan pergi.

Sedangkan Arunika bergegas ke meja yang tadi Kevin tunjuk. Tapi sayang, baru tiga langkah, meja itu sudah terisi dengan kakak kelas. Arunika mendesah pasrah. Memperhatikan sekitar mencari meja kosong. Tapi hasilnya nihil.

"Arunika!" Panggilan itu membuatnya beralih menoleh ke samping kiri. Tampak Andin melambaikan tangannya. Tangannya mengibas menitah Arunika untuk bergabung.

Sebenarnya Arunika enggan, tapi Kevin sudah tiba. "Udah di isi, ya, mejanya?" tanya Kevin. Arunika mengangguk.

"Mau ikut gabung sama mereka?" tanya Arunika sembari mengedikan dagunya ke arah Andin dan ketiga kacungnya. Siapa lagi kalau bukan Candra, Willy dan Daru.

Arunika bisa melihat perubahan sikap Kevin. Kevin tipe cowok pendiam dan kutu buku, dia tidak pandai bergaul, sikapnya itulah membuat banyak orang juga tidak memandang dan tak ingin menganggapnya teman, ditambah penampilannya yang terbilang kuno.
Seragamnya yang rapi dan licin, seperti di setrika berjam-jam, rambut di belah pinggir sampai klimis, kacamata bulat yang selalu dikenakan.  Setiap harinya Kevin hanya sendiri. Teman satu-satunya hanyalah Arunika.

"Ya udah, kita makannya di taman aja, gimana?" Usul Arunika dengan ceria.

Kevin menggeleng. "Enggak usah, kita kumpul sama mereka aja," jawab Kevin dengan suara bergetar.

Arunika jadi ragu. Apa Kevin bisa makan dengan benar kalau bergabung dengan mereka. Arunika membatin.

"Lo yakin?" Kevin mengangguk yakin.

"Okelah." Arunika merangkul tangan Kevin. Membawa cowok berkacamata itu untuk gabung dengan Andin dan ketiga cowok most wanted di sekolah itu.

"Kami gabung di sini ya, soalnya meja pada penuh," kata Arunika setelah mereka telah sampai di meja Andin. Andin mengangguk mengizinkan. Beda halnya dengan ketiga cowok itu, mereka tampak setengah hati.

Akhirnya Arunika dan Kevin ikut bergabung, mereka duduk saling berhadapan. Sementara di samping Arunika ada Andin, dan samping Andin ada Candra. Sedangkan di samping Kevin ada Willy dan Daru yang duduk di samping Willy.

Mengabaikan tatapan Andin dan ketiga jongosnya, Arunika malah asyik sendiri mengobrol dengan Kevin, sesekali menyantap makanannya. Tentunya apa yang mereka bicarakan tidak akan dapat di mengerti dengan keempat orang itu. Karena Arunika dan Kevin sedang membicarakan tentang dunia literasi.
Karena itulah mereka dekat, Arunika dan Kevin sama-sama memiliki hobi yang sama.

"Kamu tau puisi karya Adul Syakur Yasin yang berjudul Ada Niat Baik?" Pertanyaan Kevin membuat orang-orang di meja itu diam.

Arunika menautkan kedua alisnya. Kemudian menggeleng. "Enggak, seperti apa?"

Kevin berdeham. "Katakanlah kepada temanmu yang telah menyatakan cinta kepadamu, wahai kekasihku, bahwa cinta tidak terlalu penting untuk diucapkan, tetapi buktikan saja dengan perbuatan yang dapat memastikan.

Dari sikapnya saja yang tidak peduli terhadap dirimu, sudah dapat engkau tafsirkan sendiri. Untuk itu tidak usah kau pikirkan orang yang bersikap tidak mau mengerti terlalu berlarut-larut. Terlalu banyak orang yang kau duga sebagai teman sejati, ternyata setelah kepentingan tercapai, lalu setelah itu tidak terdengar kabar beritanya...." Kevin berhenti. "Aku lupa lagi ke sananya, puisinya panjang," sambungnya.

Arunika termangu, begitu pun yang lainnya. Kevin bicara hanya pada Arunika. Tapi Candra merasakan sedikit cubitan di hatinya saat Kevin mengucapkan kata demi kata di puisi itu.

Candra berdiri dari duduknya. "Gue ke kelas duluan." Candra pergi. Willy dan Daru tau puisi yang di bacakan Kevin bagaikan sindiran untuknya.

***

*Bersambung*

Selamat pagi, selamat beraktivitas









Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top