KA - 4

Happy reading...

🌻🌻🌻

Pesan singkat itu berasal dari Candra. Cowok itu ingin bertemu dengan Arunika. Hal itu tentu saja membuatnya senang, dengan segera Arunika mengganti pakaiannya, lalu memberi polesan make up tipis di wajahnya.

Arunika menunggu ojek online pesanannya di depan rumah. Dia sudah tidak sabar ingin bertemu dengan Candra.
Tak lama dari itu ojek datang, Arunika langsung saja pergi dari sana. 

Senyum di wajahnya tidak juga surut, semua itu karena pesan singkat yang Candra kirim untuknya. Hanya info, selama delapan bulan mereka menjalin hubungan, Candra tak pernah mengirim pesan lebih dulu pada Arunika. Jangankan untuk mengirim pesan hanya untuk menanyakan aktifitas yang sedang Arunika lakukan, membalas pesan Arunika saja Candra singkat, lebih seringnya tidak di balas. Dan bodohnya, Arunika menganggap hal itu masih di batas wajar.

Padahal sudah jelas, cowok yang membalas pesanmu lama atau menjawabnya singkat, artinya kamu bukanlah orang yang penting bagi dia.

Memang terkadang Arunika sebodoh itu. Niatnya yang ingin memutuskan Candra pun pupus, terganti dengan harapan demi harapan baru.

Arunika memberi bayaran pada ojek, tidak lupa mengucapkan terima kasih, setelahnya Arunika berlari memasuki cafe, tempat Candra ingin bertemu.

Matanya menyusuri sekitar, pada akhirnya dia menemukan apa yang di cari. Tapi sayangnya Arunika harus kecewa untuk kesekian kalinya.

Ternyata Candra tidak sendiri. Ada Andin, Daru dan Willy duduk di meja yang sama dengan Candra. Arunika jadi ragu untuk menghampiri Candra.

Akhirnya Arunika berniat untuk pergi saja, namun sayangnya dia telat, karena Andin lebih dulu memanggilnya.

"Aru!!"

Arunika mengumpat Andin dalam hati. Kalau sudah begini, mau tidak mau, Arunika harus menghampiri mereka juga, kan.

Dengan berat hati, Arunika melangkah mendekat. Andin terlihat senang dengan kedatangan Arunika. Lain halnya dengan Candra dan kedua temannya.

"Akhirnya lo datang juga, gue tunggu dari tadi," ujar Andin.

Arunika mengernyit. "Lo panggil Arunika ke sini?" tanya Candra.

"Iya, soalnya perempuannya cuma aku sendiri. Jenuh tau dengar kalian ngobrolin game dan eskul terus. Kalau ada Arunika aku gak terlalu bosan-bosan amat," aku Andin.

Deg!

Jadi yang chatting gue barusan bukan Candra.

"Kenapa lo gak chatting gue pake hp lo? Kenapa harus pakai yang Candra?"

"Soalnya kalau pakai hp Candra lo pasti dateng," jawab Andin lantang.

"Tapi seharusnya jangan kayak gitu, gue juga bakal tetap datang, kok, walaupun lo yang chatting gue."

Langsung saja Andin merenung sedih. "Maaf, Arunika, gue gak tau." Andin menoleh pada Candra. "Gue salah, ya?" tanyanya dengan sedih.

Candra menatap Andin dengan penuh kasih sayang. "Enggak, lo gak salah kok." Lalu menoleh pada Arunika. "Jangan berlebihan kayak gitu deh, Ru."

"Iya, Aru, emang benar, kan, kata Andin, lo itu grecep banget kalau di suruh sama Candra, buktinya, lo udah ada di sini." Kata-kata Willy seakan menyudutkan Arunika.

"Kelihatan, lo bucin banget sama Candra," tambah Daru.

Lihat, kan? Bagaimana Candra dan teman-temannya membela Andin dan menyudutkan Arunika. Arunika sudah biasa mendapat perlakuan seperti ini.

Andin selalu saja mendapatkan pujian. Sedangkan Arunika, selalu mendapatkan celaan.

Memang, Arunika akui, Andin terbilang gadis yang sempurna. Selain cantik, Andin memiliki otak yang cerdas. Dan sangat di sayangkan, karena Andin memiliki tubuh yang lemah, sehingga mudah sakit.

"Udah, udah, kenapa jadi salahin Arunika sih? Arunika, sini duduk samping gue."

Dengan berat hati, Arunika duduk di samping Andin. Sementara Candra, Willy dan Daru kembali dengan obrolannya.

Sesekali Andin ikut membuka suara, sedangkan Arunika hanya menyimak saja. Terkadang Arunika merasa insecure kumpul bersama mereka.
Karena mereka semua adalah murid-murid yang berpengaruh di SMA Pertiwi.

Candra, selain ketua PMR, Candra juga ketua Volly. Daru ketua tim basket, dan Willy adalah wakil ketua osis. Dan Andin... Ya, seperti yang di bilang tadi, dia gadis yang pintar dan cerdas. Banyak prestasi yang dia dapat.

Tapi Arunika?? Dia hanya butiran debu, yang bahkan keberadaannya pun tak pernah di anggap, kehadirannya tak pernah diharapkan. Karen debu tidak pernah di inginkan oleh siapa pun.

Akhirnya Arunika hanya bisa menyimak. Bahkan Candra tak berinisiatif memesankan-nya makanan atau minuman.

Ucapan Candra berhenti kala melihat Andin dengan mulut yang berantakan karena ice crem.

Dengan tersenyum lembut, Candra mengambil tisu dan membersihkan sisa ice crem tersebut. Semua mata penghuni meja itu terfokus pada kedua orang itu, begitupun dengan Arunika. Walaupun merasa sesak, tapi Arunika masih saja bertahan menonton keromantisan dua orang di sampingnya.

"Makannya hati-hati, jadi belepotan gitu, kan." Candra bicara begitu lembut bagaikan lagu mengantar tidur. Sedangkan Andin jadi merasa tidak enak dengan Arunika.

"Biar gue yang bersihin sendiri," katanya sembari merebut tisu di tangan Candra. Tapi Candra malah menahannya dan menggoda Andin.

"Dasar anak kecil."

"Ihh.. Candra, Andin bukan anak kecil!" Rengek Andin. Candra tergelak.

Sedangkan Willy dan Daru bersorak bak penonton bayaran. "Udahlah, nikah aja kalian berdua. Cocok gitu," celetuk Willy.

"Iya, kalian serasi banget," sambung Daru sembari melirik Arunika.

Sementara Arunika, di merasakan gejolak api yang sudah membakar hatinya.

"Gue ke toilet dulu," pamitnya. Arunika segera pergi.

Andin yang menyadari perubahan sikap Arunika jadi tidak enak. "Tuh, kan, Arunika jadi sedih. Kalian jangan gitu lagi, ya. Gue sama Candra itu cuma sahabatan dari kecil."

"Emang kita kenapa sih, Din? Perasaan kita gak ngomongin hal sensitif yang menyinggung Arunika."

"Lagi juga apa yang gue dan Willy katakan itu benar, lo cocok sama Candra."

"Ih, apaan sih, pokoknya kalian harus bisa jaga perasaan Arunika. Bagaimana pun, dia sahabat gue."

"Serah lo dah... Gue ikut aja."

****

Arunika menatap dirinya di cermin, kalau di bandingkan dengan Andin, dia memang tidak ada apa-apanya.

Arunika tumbuh dengan tubuh yang pendek, sedangkan Andin tinggi, Arunika tumbuh dengan hidung yang bulat, sedangkan Andin mancung bangir, Arunika tumbuh dengan dengan kulit yang tidak begitu putih, sedangkan Andin bagaikan putri salju. Ini memang berlebihan, tapi itu adalah kenyataan.

Pada akhirnya, Arunika tidak akan pernah di pandang dengan Candra.

Setelah selesai mencuci tangan, Arunika keluar, langkahnya terhenti kala melihat meja di sudut cafe, Andin, Candra dan kedua teman mereka sedang tertawa bersama. Mereka memang terlihat pantas berteman, perempuannya cantik, dan laki-lakinya tampan-tampan. Bukannya kalau ada Arunika gabung di sana, sama saja seperti noda hitam di kain putih?

Akhirnya, Arunika memutuskan untuk pulang, tanpa memberitahu Andin. Dia berniat untuk memberitahunya nanti saja saat sudah sampai di rumah.

Itu keputusannya saat ini.

***

*Bersambung*

Jangan lupa tinggalkan jejak 🌻♥️


Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top