KA -39

Aku berada dalam dilema tak berujung
Antara berakhir atau berjuang
Berakhir, namun aku yang bodoh ini masih dalam rasa yang besar padanya.
Berjuang, aku tak seyakin itu apakah aku dapat berjuang dalam keputusasaan yang panjang.
Seharusnya tak begini. Memaklumi segala perbuatannya, dan memberi sanksi pada diri sendiri.
Aku ingin sembuh, aku ingin menang. Melepasmu, mencintai diriku lebih dari mencintaimu.
Aku ingin membenci, aku ingin menghukummu, namun sebaliknya sikapmu yang selalu menghukumku, sementara aku masih duduk di tempat yang sama berharap kamu memberi sedikit senyuman kecilmu untukku.

***

"Arunika," suara lembut itu tak memberi reaksi apapun pada Aru yang masih terduduk di meja belajar sembari memandang keluar jendela.

Arina datang menghampiri adiknya yang beberapa hari ini sulit ia jumpai meskipun tinggal satu atap. Duduk di tepi ranjang Arina memperhatikan keadaan adiknya yang begitu berantakan.

"Dek, makan ya, Kakak udah masak makanan kesukaan kamu, loh."

Namun tak ada reaksi apapun, Aru masih berdiam diri dengan posisi dan tatapan kosong yang sama.

"Dek, kamu kenapa sih? Kok, kamu berubah, ada apa? Tolong cerita, Kakak akan bantu kamu."

Aru tetap mengabaikan Arina, hanya saja air mata keluar dari pelupuk matanya menandakan dirinya tak baik-baik saja.
Menyadari itu perasaan Arina terasa begitu sakit. Ia berdiri dan memeluk Arunika erat.

"Maafin Kakak ya, Dek, seharusnya Kakak jaga kamu, bukan biarkan kamu bertahan sendirian dan berjuang seorang diri. Tolong maafin Kakak, Dek."

Arunika tak mengeluarkan sepatah katapun, hanya saja tangisan itu berubah menjadi suara isak tangis yang menyayat, hingga Arina sadar jika adiknya begitu tersakiti, sayangnya Arina tak tau apa yang telah terjadi dengan Arunika.

***

"Kita bawa Arunika ke psikiater aja ya, Bang. Gue yakin dia gak baik-baik aja."

Arya menghela napas panjang. "Dari awal gue jemput dia, gue udah yakin dia gak baik-baik aja. Arunika yang sekarang amat sangat berbeda dengan Arunika yang gue temui terakhir kali di kontrakannya." Arya melirik Arina yang duduk termenung di hadapannya. "Cari tau alasannya kenapa dia sedepresi itu."

"Gue gak bisa, Bang, dia diem terus. Gue bingung harus gimana. Segala cara gue udah lakuin, ajak dia jalan-jalan, ajak dia masak bareng, gue juga udah masak makanan kesukaan dia, tapi dia gak mau bicara, gue kehilangan sosok Arunika yang ceria, Bang. Gue kangen dia yang dulu." Arina terisak di tempatnya, melihat itu Arya mendekat pada Arina, memeluk adik pertamanya dengan sayang.

"Kita pasti bisa kembalikan Arunika seceria dulu, Rin. Percaya sama Abang lo ini."

***

"Jadi ke mana lo bakal cari Aru?" Kevin datang kemudian duduk di samping Candra yang saat ini sedang duduk di  pinggir lapang.

Entah sejak kapan mereka dekat,yang jelas setelah  kepergian Aru, Candra lebih sering berinteraksi dengan Kevin. walaupun sebenarnya mereka tak  sedekat itu. tentu saja Candra masih keberatan jika harus dibilang jika Kevin kini menjadi temannya, mengingat jika pria yang semulanya berpenampilan culun itu telah menjadi orang yang membuat Aru tak mengindahkan keberadaannya.

Begitu pun juga dengan Kevin, yang masih menyimpan dendam pada Candra, karena lelaki itulah, Aru pergi.

Tapi sekali lagi, mereka harus menyampingkan ego masing-masing, demi menemukan Arunika.

"Jangan tanya gue, gue masih bingung cari dia ke mana," jawab Candra mulai risih ketika banyak pasang mata menatap mereka penuh kagum, terutama pada Kevin yang entah kenapa tiba-tiba  penampilannya sangat berubah hari ini.

Candra memperhatikan Kevin yang duduk anteng di sampingnya, merasa diperhatikan, Kevin menoleh pada Candra. "Kenapa?" tanya Kevin dengan gaya tengilnya.

"Sok ganteng lo!" cetus Candra dan berlalu pergi.

Mendengar itu Kevin hanya tersenyum sinis. "Lah, emang gue ganteng."

"Kak Kevin? Ya ampun ganteng banget." Samar-samar Kevin mendengar bisik-bisik kelompokan adik kelas perempuan yang berdiri tak jau darinya.

"Minta nomornya gak sih? Tau kayak gini, dari dulu di deketin," celetuk salah satu dari mereka.

Kevin memutar bola matanya malas, tak ada yang setulus Arunika, pikirnya. Tak pedulikan lagi, Kevin meninggalkan lapangan.

***

Setelah melakukan pengobatan pada psikiater yang tentunya butuh bujukan yang susah payah dan waktu yang tak sebentar, akhirnya Arunika mau bicara walau hanya seperlunya, mendengar kembali suara adiknya yang beberapa bulan ini bagaikan patung bernyawa itu tentu saja membuat Arina dan Arya begitu bahagia.

"Jadi Aru mau lanjutin sekolah ke mana?" tanya Arya ketika mereka sedang makan malam bersama.

Terdiam sejenak. "Aru mau sekolah di sini aja, Bang."

"Di sekolah mana? Bilang sama Kakak, nanti Kakak daftarkan."

"Yang dekat dari rumah aja, Aru gak mau jauh-jauh," sahut Arunika lalu menyuap satu sendok berisi nasi dan lauk ke mulutnya.

"Ya sudah, besok kota daftar ya," ujar Arina, membuat gadis dengan mulut penuh di sampingnya mengangguk.

Melihat itu, Arina bernapas lega, begitupun dengan Arya, meskipun sampai saat ini, mereka tak pernah tau apa yang terjadi pada Arunika, semua terasa ditutupi. Bahkan dokter yang menangani Aru pun mencoba menutupi semuanya.

"Adik Anda mengalami trauma yang dalam."

Setelah itu mereka tak pernah tau apa yang sebenarnya terjadi pada Arunika selama ini, semua seakan menjadi misteri.

***
Candra kembali membaca ulang surat yang Aru kirim melalui Arina, bukan, sekali lagi surat itu bukan untuknya, melainkan untuk Kevin. Mengingat kenyataan itu sedikit ada rasa nyeri. Namun mungkin rasa sakit itu tak seberapa jika harus dibandingkan dengan rasa sakit Arunika.

Pelecehan yang dia lakukan dan juga sahabatnya, Daru, mungkin akan menjadi trauma yang dalam, yang mungkin sangat sulit disembuhkan. Namun semuanya hanya ada rasa penyesalan tak berujung. Bahkan untuk maaf pun sulit Candra ucapkan saat ini.

Deringan ponsel mengalihkan fokus Candra. Tangannya terulur menggapai ponselnya yang tergeletak di ranjang.

Daru calling...

Ragu. Candra ragu menjawab panggilan dari Daru, selain amarah yang belum mereda sampai saat ini, mereka pun sudah tidak lama berkomunikasi, semenjak kejadian dia yang memukul Daru di cafe pada hari itu, Daru tak lagi menunjukkan wajahnya di depan Candra, bahkan di sekolah pun, Daru sudah lama tak masuk sekolah.

Sementara Willy dan Andin, mereka menjaga jarak dengan Candra, meskipun terkadang Andin masih seringkali memberi mencari perhatian pada Candra, atau mencuri pandang saat mereka sedang berada di tempat yang sama.
Mereka telah asing, semua karena Arunika.

Daru
Angkat!
Gue tau Aru di mana.

Pesan singkat itu kembali menenggelamkan lamunan Candra. Tak lama Daru kembali menelpon, kali ini, tanpa menunggu waktu, Candra menjawab panggilan itu.

"Apa?"

"Aru ada di kota B, gue liat dia di rumah sakit Kasih, dia sama cewek dan cowok yang pernah gue liat di kontarakan oma waktu itu."

"Lo yakin gak salah liat?"

"Lo bisa liat foto yang gue kirim."

Candra membuka pesan Daru, dan benar dalam foto itu, Arunika sedang dipapah dengan dua orang yang Candra yakini jika itu adalah Arina dan Arya.

"Jadi selama ini lo di sana?"

"Gue cuma mau menenangkan diri, Dra. Nyokap bokap gue pisah, jadi gue memutuskan untuk ikut Oma pindah ke kota B, walaupun gue belum resmi pindah dari sekolah, tapi gue berencana keluar dari sana." Terdengar helaan napas Daru. "Dan di sini gue ketemu Aru, dia...terlihat bukan seperi Aru yang kita kenal."

"Apa mungkin dia ke rumah sakit karena hamil?"

"Kalaupun Aru hamil, gue siap tanggung jawab. Walaupun gue harus dipukul, di penjara atau mungkin gue dibunuh, gue gak masalah, gue gak mau menjadi seperti bokap gue yang brengsek. Gue akan tanggung jawab. Dan tujuan gue hubungin lo saat ini, gue cuma mau kasih tau tentang Aru dan niat gue yang mau bertanggungjawab atas kehamilan Aru. Gue tutup dulu."

Panggilan terputus, Candra terhenyak di tempatnya. Lantas apa yang harus dia lakukan saat ini? Menyusul Aru ke kota B, dan berkata sejujurnya pada keluarga Aru jika dia telah memperkosa Aru? Atau membiarkan Daru mempertanggungjawabkan semuanya, bagaimana jika Aru memang hamil, dan itu adalah anaknya? Apakah Candra rela melihat Aru dan anaknya hidup dengan sahabatnya?

Tidak! Sepertinya tidak, Candra tak pernah rela. Ya, Candra akui, semulanya dia hanya ingin bermain dengan Aru, hingga akhirnya penyesalan itu datang, kepergian Aru menyadari Candra jika cinta datang terlambat itu benar adanya.

Lalu, apa yang harus Candra lakukan saat ini? Berdiam diri menunggu kabar jika Daru sudah menikah dengan Aru? Membayangkannya saja Candra sudah sangat emosi.

Tanpa berpikir lagi, Candra bergegas berdiri, mengambil tas dan memasukan baju-bajunya secara asal, mengambil kunci mobil dan berlalu pergi meninggalkan kamarnya.

Candra harus membawa Aru kembali, bagaimana pun caranya. Aru harus kembali padanya, tak ada Kevin maupun Daru, hanya ada Candra untuk Arunika.

***

Hallo....
Apa kabar semuanya? Aku harap semuanya baik-baik aja ya.

Maaf aku updatenya kelamaan, kehidupan nyata sangat menyita waktu. 😭😭

Semoga kalian gak lupa sama jalan cerita ini. Semoga gak bosen juga tunggu aku updated.

Bagaimana pendapat kalian tentang part ini? Minta komentarnya ya, biar aku semakin semangat nulisnya.

Terima kasih banyak yang udah sabar tunggu ceritaku.

Kalian luar biasa❤️❤️

Salam sayang dari Hizria 🥰🥰

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top