KA - 34
Sebuah taksi berhenti tepat di pekarangan kontrakan Aru, pintu mobil terbuka menampilkan Kevin kemudian di susul Aru. Gadis itu masih terlihat pucat dan lemah, namun senyuman sudah dapat terukir di wajahnya meskipun kecil.
Kevin memapah Aru masuk ke rumahnya, sementara tangan yang satunya membawa tas Aru berisi pakaian gadis itu. Jangan di tanya bagaimana Kevin mendapatkan itu semua, barang-barang tersebut dia dapatkan dari Mbak Indah, tetangga Aru yang juga mengontrak di Omah Tuti. Syukurlah saat Kevin berniat mengambil barang-barang Aru, Mbak Indah ada di depan rumahnya, hingga Kevin bisa meminta tolong meskipun sungkan.
"Sampai sini aja, Vin." Aru menghentikan langkahnya, dia duduk di kursi bambu yang tersedia di sana.
"Di luar banyak angin, Ru, kamu gak masuk aja?"
Aru menggeleng lemah. "Gak usah, mending lo pulang aja, gue tau, lo pasti capek banget, lagi pula gue udah gak apa-apa, kok."
"Em...kamu yakin?" Aru mengangguk sembari tersenyum. "Ya udah, kalau begitu aku pulang, ya, Ru. Aku juga harus kerja."
"Iya, makasih ya, Vin. Hati-hati pulangnya." Kevin tersenyum, dia melambaikan tangannya dan berlalu pergi.
Aru memandang kepergian Kevin, lelaki itu sangat baik, bahkan Aru merasa nyaman berada di sisi Kevin, namun sayangnya, Aru bukanlah seperti dulu lagi, dia terlalu kotor untuk Kevin yang baik. Kevin masih tetap ingin menjaga Aru, meskipun gadis itu tak cerita alasan dirinya ingin bunuh diri, Kevin hanya mengira semua itu akibat gosip murahan yang menerpa Aru di sekolah.
Lantas, apa dirinya masih pantas berteman dengan Kevin?
***
Candra menghentikan permainan basketnya saat Andin menghampirinya sembari membawa sebotol air mineral.
"Minum dulu," ujar Andin.
Candra menerima dengan senyum manisnya, lalu meneguknya hingga setengah. "Kok, main sendiri, yang lain ke mana?"
Candra menatap Andin lekat, kemudian melangkah ke pinggiran lapang, Andin mengekor dari belakang. "Ada yang mau gue tanya, Candra."
Setelah mereka duduk, barulah Candra menjawab. "Mau tanya apa?" Suara itu masih sama, lembut dan penuh kasih sayang.
Mendengar itu, Andin tersenyum lebar. Dia yakin, jika Candra memang mencintainya sangat besar.
"Kok, malah senyum? Mau tanya apa?" Candra mengacak rambut Andin gemas, sementara Andin mengerucutkan bibirnya.
"Jangan di berantakin rambutnya, gue udah tata rapi, tau," protes Andin dengan manja.
"Oke, oke, maaf deh. Mau tanya apa, Cantik?"
"Em... Gue dengar dari Angle, lo sama Willy berantem ya?"
Seketika Andin melihat perubahan mimik wajah Candra. "Iya," jawabnya.
"Ada apa? Kenapa bisa berantem? Kalian ribut karena apa sih?"
"Entahlah, gue kesal aja, di jelek-jelekin Aru di depan gue."
Andin tau alasan mereka bertengkar, tapi dia ingin tau, mengapa Candra begitu membela gadis itu.
"Karena itu?"
Candra mengangguk pasti. "Bagaimana pun dia cewek gue, gue gak rela aja kalau sampe ada yang hina dia."
Tak rela melihat Candra begitu membela Aru. Andin pun bertanya, "kalau gue yang di hina, lo akan lakuin hal yang sama juga gak?"
Candra menoleh pada Andin. "Kalau bisa gue bunuh, gue akan bunuh orang itu, meskipun akhirnya gue harus masuk penjara, gue gak peduli, menurut gue, harga diri lo harus di jaga."
Andin tersipu mendengarnya. "Kata Angel, kita lebih cocok, gue rada kesal dia ngomong gitu, padahal dia tau kalau Arunika juga sahabat gue."
"Jangan di anggap, lo tau, kan, Angel itu ratu gosip di sekolah."
Andin mengernyit. "Emang menurut lo kita gak cocok?"
Candra terkesiap mendengar pertanyaan itu. "Cocok gak cocoknya itu menurut orang, tapi yang jalaninya kan kita. Lo paham kan maksud gue?"
Andin mengangguk, walaupun tak puas dengan jawaban Candra, di berusaha untuk tak memperlihatkannya. "Andin belum ada kabar juga?"
Candra menggeleng. "Gue akan ke rumahnya nanti, gue harap dia ada."
"Iya." Candra tak menyadari jika Andin telah memasang ekspresi tak suka. Ya, dia tak suka melihat Candra begitu peduli dengan Aru.
Ponsel Candra bergetar, dia segera mengambilnya, satu pesan dari Daru, tak ada teks pesan apapun, hanya foto di mana itu adalah potret Arunika yang sedang di papah dengan Kevin.
"Andin, kayaknya gue harus pergi deh, lo bisa pulang sendiri, kan?"
"Lo mau ke mana?"
"Gue ada perlu dulu, ini penting, gue buru-buru."
"Apa sih? Masalah Arunika?" Candra terlihat gugup dan bingung. "Oh iya, jadi benar? Ya udah, lo pergi aja, gue bisa pulang sendiri, kok, lagi pula jarak taman sama rumah gue gak jauh." Jeda sesaat. "Walaupun kayaknya bentar lagi mau ujan."
"Oke, gini aja. Lo gue antar pulang dulu deh, gue gak mau lo sampai keujanan. Ayo."
Walau terlihat enggan, tapi Andin tetap mengangguk. Candra menarik tangan Andin, di menuntut gadis itu dengan erat. Andin tersenyum puas, secara diam-diam dia memfoto genggaman tangan mereka.
***
Candra memarkirkan motornya jauh dari rumah Aru, bertepatan dengan itu hujan turun tanpa terduga, Candra bergegas lari, setelah sampai di teras rumah Aru, dia segera mengetuk pintunya.
Tok! Tok! Tok!
Pintu terbuka, tampak Aru dengan rambut setengah basahnya, gadis itu sepertinya baru selesai mandi.
"Candra?"
Candra mendorongku pintu itu cepat, hingga Aru tak sempat menahannya. "Ada apa?"
"Gue kebetulan lewat aja, soalnya ujan jadi numpang neduh di sini."
"Gak di Daru aja?"
"Lagi di rumah sakit."
"Oh, omah belum pulang, ya?" Candra menggeleng.
"Ke mana aja lo? Beberapa hari ini lo ngilang, sampe omah keadaannya menurun aja lo gak tau."
"Keadaan omah menurun?"
"Lo ke mana aja beberapa hari ini?"
"Gue pulang ke rumah Kak Arya," kilah Aru.
Candra menatapnya dari atas sampai bawah, kemudian tersenyum sinis. "Pulang ke rumah Kak Arya?" Dia tertawa hambar setelahnya. "Jangan bohongi gue, Ru, lo pikir gue goblok?"
Aru mengernyit. "Lo kenapa sih?"
Candra mengambil ponselnya, dia memperlihatkan foto yang tadi Daru kirim. "Ini yang maksud lo pulang?"
Arunika terlihat terkejut. "G-gue bisa jelasin."
"Jelasin apa lagi? Selama lo gak sekolah, selama itu juga gue gak liat batang hidung Kevin, bahkan di cafe pun, kalian gak ada. Lo pergi sama dia, kan?"
Aru menggeleng, mereka tak ke mana-mana, mereka memang bersama, tapi mereka berada di rumah sakit. Kevin begitu setia menjaga dan merawatnya.
"Gak gitu, Dra, gue bisa jelasin." Arunika maju, dia memegang tangan Candra, Candra mengibaskan tangan itu hingga terlepas.
"Jelasin apa? Jelasin kalau lo pergi berdua sama dia? Lo perkenalkan dia ke kakak lo? Iya? Atau jangan-jangan lo bukan ke kakak lo kali, tapi kalian sengaja pergi berdua. Ke mana? Liburan? Staycation? Satu kamar berdua gak? Apa aja yang udah kalian lakuin berdua? Tidur bareng? Atau lebih dari tidur bareng?"
Aru menatap Candra dengan mata berkaca-kaca. "Lo ngomong apa sih, Dra?"
"Gue ngomong apa? Gue lagi tanya, lo masih perawan gak? Atau jangan-jangan lo udah kasih tubuh lo ini buat Kevin, iya? Gimana mainnya dia? Bagus gak? Lo puas gak? Atau kalau lo gak puas, gue bisa, kok, puasin lo."
Plak!
"Candra kali ini omongan lo keterlaluan ya!"
"Apa?! Gue keterlaluan? Siapa yang keterlaluan? Gue atau lo!" Candra menyeringai. "Sekarang di mana aja Kevin menjamah lo? Biar gue hapus jejak dia dari tubuh lo."
Candra melangkah mendekat, semenjak Aru mundur dengan ketakutan. "Candra lo mau apa?"
"Gue mau melakukan apa yang Kevin lakukan."
"Candra lo jangan macam-macam ya." Aru menangis, namun Candra tak peduli.
Dia menarik tangan Aru, kemudian mendorong gadis itu ke sofa, Candra mendekat. "Kita liat. Permainan siapa yang lebih baik."
"Candra lepasin!"
Aru terus memberontak, dia takut, sangat takut, kilas balik kejadian saat dengan Daru kembali terngiang, dia takut saat itu, dan rasa takut itu kembali hadir.
Ini seperti mimpi buruk yang terulang lagi, dan sungguh jika ini adalah mimpi, Aru ingin segera terbangun dari tidurnya.
***
Candra melakukan itu dengan sadar, ya. Bahkan saat ini dia sedang menatap langit-langit kamar, sementara Arunika menangis di sisinya sembari menyelimuti tubuhnya.
"Ini bukan yang pertama buat lo, kan?" Candra bertanya dengan pelan namun tajam, hal itu membuat Aru meras terancam dan ketakutan.
"Jawab, Sialan!" Aru terlonjak, dia menundukkan kepalanya, menghindari tatapan Candra yang tajam.
"Siapa yang pertama? Siapa?! Kevin? Iya, dia kan?"
Aru menggeleng cepat. "Bukan, Dra, bukan Kevin." Aru berkata dengan menangis pilu.
"Terus siapa? Lo pergi berhari-hari sama dia, terus siapa lagi kalau bukan dia!" Candra berteriak di samping Aru, membuat gadis itu merapatkan tangannya memeluk tubuhnya. "Oh, atau jangan-jangan om-om, iya? Lo udah jual diri lo ke om-om ya?"
Aru menggeleng cepat. "Enggak, Dra, gue gak kayak gitu."
"Terus siapa?! Siapa, Arunika, siapa?!" Candra menarik rambut Arunika kencang, Aru menggeleng ragu, dia ingin mengatakan yang sebenarnya, namun di takut jika dia mengatakannya, apakah Candra akan percaya?
"Sialan!" Candra melepaskan jambakan rambut Arunika, setelah itu dia bergegas pergi.
Namun sebelum dia pergi, Candra melihat sesuatu di bawah sofa. Dia mengambil barang tersebut. Gantungan kunci dengan huruf D, Candra tak asing dengan benda ini, namun dia lupa pernah melihatnya di mana, pada akhirnya dia memilih membawa benda itu dan berlalu pergi meninggalkan Arunika yang masih menangis terisak.
***
Jangan lupa vote dan komen. ♥️💕
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top