KA - 32
Beberapa perawat dan dokter melangkah cepat seraya mendorong brangkar, sementara Kevin mengekor dengan raut cemas.
Entah perasaan apa yang membuat Kevin merasa begitu khawatir hari ini, dan kini semuanya terjawab.
Setelah sampai di rumah Arunika, Kevin terus menerus mengetuk rumah tersebut. Melihat pakaian yang terjemur di teras, dalam keadaan setengah kering, meyakinkan dirinya jika Arunika ada di dalam.
Ingatan tentang gosip murahan yang menerpa Arunika di sekolah seketika menghantui Kevin, rasa khawatir dan takut semakin besar, dengan keberanian penuh, Kevin mendobrak pintu itu dengan keras.
Bruk!
Pintu terbuka, persetan dia telah merusak pintu itu, bisa dia perbaiki nantinya. Dia masuk ke dalam tanpa berpikir panjang, jika ada tetangga yang melihat mereka yang hanya berdua di rumah itu, dan menuduh mereka yang tidak-tidak, Kevin siap akan bertanggungjawab, jika memang takdirnya bersama Arunika di awali dengan cara yang memalukan,
Keadaan pertama yang dia lihat saat pertama kali masuk adalah sepi dan berantakan, Kevin tau, ada yang tak beres di sini, karena dia mengenal Arunika, gadis itu rajin dan cinta kebersihan, tak mungkin baginya membiarkan rumahnya berantakan seperti ini. Hingga akhirnya ...
Dug!
Kevin sontak menoleh ke arah pintu yang dia yakini adalah kamar mandi. Ragu, dia terlihat ragu untuk masuk ke dalam, hingga Kevin memilih menunggu beberapa saat, berharap Aru keluar dari sana, tapi di dalam sana tak ada tanda-tanda kehidupan, hingga Kevin kembali memberanikan diri untuk mengetuk pintu tersebut.
"Ru," panggilnya.
Kevin kembali mengetuk, kali ini lebih keras. "Arunika, ini aku, Kevin. Kamu ada di dalam, kan?"
Mengetuk kembali, dia terlihat gusar. "Arunika, tolong jawab, kamu baik-baik aja, kan?" Menunggu jawaban, Kevin menekan knop pintu, tapi terkunci, itu menandakan jika Arunika ada di dalam.
"Arunika, jawab aku!" Kevin kembali mencoba buka pintu itu, dia mengetuknya keras. Hingga akhirnya, kembali dia memberanikan diri mendobrak pintu itu. Matanya terpejam saat pintu berhasil dia dobrak, mungkin saja saat ini Arunika dalam keadaan tak berpakaian. Tapi...hening.
Kevin membuka matanya cepat, dan menyaksikan sendiri bagaimana tubuh gadis yang selama ini dia kagumi tergeletak di lantai dalam keadaan lengan yang teriris.
"Arunika!!" Kevin mencoba membangunkannya, berharap gadis itu menjawab meskipun tak mungkin. Dengan cepat dia membawa Arunika ke dalam gendongannya, mengabaikan motornya yang terparkir, Kevin memilih mencari taksi. Bertepatan dengan itu taksi datang.
Panik, takut, cemas, marah, sedih, semua menjadi satu. Dia tak ingin Arunika pergi meninggalkannya, sungguh dia mencintai Arunika. Gadis ini berbeda dari gadis yang lainnya, dan Kevin tak ingin dia pergi meninggalkannya.
Pintu terbuka, seorang dokter keluar dari sana, menghilangkan lamunan Kevin, dia segera menghampiri dokter muda tersebut.
"Bagaimana keadaan teman saya, Dok?"
"Pasien mendapatkan transfusi darah, dia kekurangan banyak darah, syukurlah kamu segera membawanya kemari, jika terlambat sedikit saja, saya tak yakin temanmu bisa selamat. Saran saya setelah ini bawa dia ke Psikiater, agar kejadian seperti ini tidak terulang lagi."
"Baik, Dok. Apa saya boleh masuk ke dalam, Dok?"
"Silakan, pasien masih pingsan, tapi sebentar lagi dia akan sadar. Kalau begitu saya permisi dulu."
"Baik, Dok. Terima kasih." Dokter berlalu pergi, meninggalkan Kevin yang berdiri kaku di sana.
Menatap pintu ruang pemeriksaan, Kevin melangkah masuk, tampak Aru terbaring di sana, wajahnya pucat dengan mata yang sembab, meskipun begitu Aru tetap terlihat cantik. Kevin duduk di samping brangkar, tangannya terulur menguasai lembut puncak kepala Aru.
Entah masalah apa yang sedang dia alami, hingga Aru nekat melakukan percobaan bunuh diri. Setelah kejadian gosip murahan di sekolah, Aru tetap terlihat baik-baik saja, bahkan dia masih melakukan aktivitas seperti biasanya, namun kali ini Aru terlihat tertekan. Ingin rasanya Kevin melindungi Aru, menghajar siapapun yang menyakiti Aru.
Kevin melihat pergerakan pada Aru, lelaki itu sontak berdiri, dia mengusap puncak kepala Aru, meyakinkan gadis itu jika semuanya baik-baik saja.
"Arunika," panggil Kevin lembut.
Perlahan namun pasti, mata yang semula terpejam kini terbuka, Aru mengernyit terlihat bingung. "Kevin," lirih Arunika.
"Iya, ini aku, Ru."
"Gue di mana? Kenapa lo ada di sini? Gue udah mati, kan?"
Kevin terkejut mendengar pertanyaan Arunika, apakah begitu inginnya dia mati?
"Kamu di rumah sakit," jawab Kevin tenang. "Aku yang bawa kamu ke sini."
Aru menghela napas panjang. "Kenapa di bawa ke sini? Biarin gue mati."
"Kamu ngomong apa sih, Ru?" Aru terdiam, air mata mengalir pelan. Kevin menghapus air mata itu. "Aku gak akan pernah biarkan kamu melakukan hal gila kayak gini lagi, Ru. Walaupun aku gak tau alasan kenapa kamu mau bunuh diri, yang pasti mulai sekarang aku akan terus meyakinkan kamu, jika setelah ini akan ada kebahagiaan untuk kamu. Sabar ya, Ru, sekarang kamu harus istirahat, aku akan temani kamu di sini."
Aru tak mengatakan apapun, namun matanya terpejam erat, meskipun air mata terus mengalir dari pelupuk matanya.
Aku akan terus menjadi pengobat luka hatimu, meskipun hatimu bukan untukku.
***
Daru melihat motor Vespa biru metalik milik Kevin terparkir di depan rumah Arunika, kerutan kecil tercetak di dahinya.
Deringan ponsel mengalihkan perhatiannya dari motor itu.
Mamah calling...
Daru menghela napas dalam-dalam, lalu mematikan ponselnya, baginya kedua orangtuanya sama saja, selama ini hanya sibuk bekerja, sekalinya pulang hanya memberi kabar yang tak mengenakan. Jika bisa memilih, Daru tak ingin dilahirkan di keluarga ini. Cinta dan rasa sayang mereka hanya fatamorgana, yang kenyataannya tak pernah ada.
Daru kembali memperhatikan motor Vespa biru itu. Sejak kapan Kevin di sana? Apa jangan-jangan Aru akan cerita sama Kevin?
Daru bergegas keluar kamar, dia akan memastikan jika Arunika tidak bicara apapun pada Kevin. Dengan terburu-buru dia menuruni anak tangga, hingga akhirnya jarak itu hanya tersisa 2 meter dari rumah Arunika, langkah Daru terhenti. Membulatkan tekadnya, Daru kembali melangkah hingga matanya jatuh pada pintu rumah yang rusak.
"Apa harus mendobrak untuk masuk ke dalam?" Yakinlah, pertanyaan itu hanya untuk menenangkan Daru, sesungguhnya dia merasa khawatir dan takut, entah mengkhawatirkan apa, yang jelas rasa itu membawanya masuk ke dalam rumah tersebut, rumah yang semalam menjadi saksi perbuatan bejatnya pada seorang gadis yang merupakan kekasih sahabatnya. Kekasih? Bahkan Daru tak yakin jika Candra masih mengakui gadis lusuh itu sebagai kekasihnya.
Rumah terlihat berantakan, dan sebuah darah berceceran di lantai, tidak hanya di sana, tapi kini Daru sadari darah itu berceceran juga di teras rumah. Rasa takut itu semakin besar, hingga dia mengikuti jejak darah itu jatuh pada kamar mandi dengan kondisi pintu yang tak bedanya dengan pintu depan, di lantai kamar mandi, Daru mendapatkan banyak darah di sana, pecahan cermin berserakan di lantai.
Apakah Aru telah melakukan bunuh diri? Dan Kevin menolongnya?
Pertanyaan itu terngiang di kepalanya. Hingga dia segera pergi dari rumah itu setelah menutup pintu yang rusak. Setidaknya jangan biarkan orang melihat kekacauan ini.
Bahkan Daru menyempatkan untuk menghapusnya darah itu menggunakan pakaian Aru yang terjemur, setelah itu, dia membuang pakaian itu ke tempat sampah.
****
Hallo guys... Aku up lagi.
Banyak yang tanya kenapa harus Daru? Kenapa Aru harus di lecehkan Daru? Kenapa gak sama Candra aja?
Oke aku jelasin ya, dari awal cerita ini di tulis, alurnya memang akan seperti ini.
Kenapa gak di ubah sesuai keinginan pembaca? Jangan dong 🤭🤭
Tenang aja, aku gak akan sekejam itu sama Arunika, walaupun kesedihannya belum usai ya, tapi semoga endingnya buat kalian puas. So, tetap tunggu kelanjutannya ya.
Makasih untuk dukungan kalian yang udah setia baca cerita ini
Jangan lupa vote dan komen. ♥️♥️
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top