KA - 28

Pintu terbuka, tampak Daru dan Aru memasuki ruang rawat inap Oma Tuti, tapi langkah Aru seketika berhenti bersamaan dengan senyumnya yang meredup, di sofa Aru mendapatkan Candra sedang duduk tenang, sementara Andin, gadis itu duduk di samping ranjang Oma Tuti.

Andin berdiri dengan tergesa-gesa, menyambut kedatangan Aru dan Daru. "Kalian udah dateng? Ayo, masuk." Andin menghampiri Aru, mengambil alih bouqet bunga dan percel buah dari tangan Aru, lalu meletakkannya di nakas.

"Oma, lihat nih, Ada bunga matahari."

Oma menerima bouqet tersebut dari tangan Andin. "Aru selalu tau apa yang Oma suka, terima kasih ya, Aru. Kamu itu memang anak yang baik. Oma berharap kamu bisa berjodoh dengan Daru."

Ucapan Oma sontak membuat Daru dan Candra tersedak secara bersamaan, sementara Andin tersenyum masam.

"Bagaimana Aru, mau gak sama Daru?"
Di tanya seperti itu, membuat Aru hanya menunduk. "Loh, kok, jadi malu-malu begitu. Daru kayaknya mau, tuh," goda Oma Tuti.

"Oma, Aru itu pacarnya Candra." Akhirnya Daru membuka suara. Oma Tuti terlihat terkejut, namun dengan cepat mengubah ekspresinya.

"Oh, tapi yang namanya jodoh gak ada yang tau. Siapa tau Candra berjodoh dengan Andin dan Daru berjodoh dengan Aru. Betul gak?" tanya Oma Tuti ada Andin yang hanya di balas dengan senyuman simpul.

"Em... Oma bagaimana keadaannya?" Aru maju, untuk mengalihkan pembicaraan, dia mulai merasa tak nyaman dengan pembicaraan Oma yang tak tau ke mana arahnya.

"Alhamdulillah, Oma baik, Aru. Ini pasti karena kamu cepat membawa Oma ke rumah sakit."

Aru tersenyum lega. "Aru gak sendiri, kok, Oma, ada Kevin juga yang bantu Aru bawa Oma ke rumah sakit."

"Oh begitu? Wah, kalian baik sekali. Sampaikan rasa terima kasih Oma pada Kevin, ya." Aru hanya mengangguk dengan senyum yang tersungging di wajahnya.

"Oma mau makan buah apa? Biar Andin siapkan buat Oma."

Oma mengalihkan pandanganya pada Andin. "Gak perlu, Nak, terima kasih." Andin terlihat kurang puas dengan jawaban Oma, namun tak mungkin dia memaksa.

"Oma mau jalan-jalan ke luar, bosan rasanya di kamar terus."

Daru mendekati Oma Tuti, tapi kata dokter Oma belum bisa keluar kamar, nanti kalau Oma sudah pulih betul, kita jalan-jalan, ya."

Oma menghela napas mengalah. "Tapi dengan Aru, ya?" Daru mengakan tubuhnya.

"Iya," sahutnya setelah menghela napas panjang.

"Oma, Candra gak bisa lama-lama, Candra pulang dulu, ya, Oma."

"Kalau gitu Andin juga pulang dulu, ya, Oma."

Oma Tuti mengerutkan dahinya. "Kalian datang bareng pulang bareng?" Andin mengangguk seraya tersenyum. "Candra, kan, pacarnya Aru, seharusnya kamu antar Aru, dong. Nanti bagaimana jadinya kalau Aru di rebut Daru, memangnya kamu ikhlas pacarmu yang berhati bidadari ini direbut sahabat sendiri?" Sindiran Oma Tuti membuat ke empat remaja di sana tak bisa berkutik.

"Oma, setelah dari sini Aru mau kerja, sedangkan arah rumah Candra dan tempat kerja Aru itu berlawanan arah, kasian kalau Candra harus antar Aru lebih dulu, dia pasti capek." Aru melirik Candra. "Tuh, dia aja masih pakai seragam sekolah, berarti belum sempat istirahat, kalau sama Andin mereka searah," tutur Aru menjelaskan dengan 1001 alasan yang di miliki.

"Kalau cinta, lembah, gunung maupun lautan yang luas pun rela di seberangi."

Aru tersenyum lebar. "Aru, kan, juga cinta Candra, jadi harus mengerti keadaan Candra yang capek juga. Nanti kalau Candra sakit, Aru juga yang sedih. Emangnya Oma mau lihat Aru sedih?" Aru mengerucutkan bibirnya memasang wajah sedih.

"Ya, enggak dong, Nak. Oma itu sayang sekali sama Aru, sudah anggap Aru sebagai cucu Oma sendiri."

"Aru juga sayang sama Oma." Aru memeluk Oma Tuti dengan penuh sayang, begitupun dengan Oma Tuti.

"Kalau gitu biar Daru yang antar Aru, Oma." Aru melepas pelukannya.

"Gak perlu, gue balik sendiri aja."

"Biar Aru gue yang antar, tolong antar Andin, ya." Candra membuka suara. Mendengar itu Andin terlihat tidak suka, tapi tetap saja dia harus bersikap dengan baik selama ada Oma di hadapannya.

***

Sepanjang perjalanan, tak ada obrolan yang keluar dari pasangan tersebut, mereka sibuk dengan pikiran mereka masing-masing, hingga akhirnya motor Candra berhenti di parkiran tempat kerja Aru.

Aru turun dengan kesulitan, jangan lupakan tinggi tubuhnya yang tak seberapa, sementara motor Candra yang tinggi. Setelah harus berjinjit agar kakinya sampai menapak di aspal barulah Aru melepas pegangan tangannya pada jaket Candra.

"Thanks, ya." Aru hendak membalik tubuhnya, namun lengannya di tahan dengan Candra.

"Gue mau ngomong sebentar." Aru terdiam, menunggu Candra dengan enggan. "Bukan gue yang tempel foto-foto itu di mading. Gue gak sekurang kerjaan itu tempel foto lo di sana."

Aru hanya menyimak tanpa banyak bicara. Entah dia harus percaya atau tidak, yang jelas Candra salah satu orang yang harus dia curigai.

"Kalau lo mau, gue bakal bantu lo cari pelakunya."

Aru menghela napas panjang, melepas genggaman tangan Candra di lengannya. "Gak perlu, gue bisa cari sendiri, kok, makasih lo udah niat bantu gue, tapi gue rasa itu gak perlu. Lo pasti punya banyak hal yang harus lo kerjain, gue gak mau buat kesibukan lo itu bertambah."

"Tapi gue niat, kok, bantu lo. Gimana pun juga lo itu masih cewek gue." Ada nada penekanan di akhir kalimat Candra.

Aru tersenyum sinis. "Gue bahkan lupa kalau gue itu pacar lo. Gue merasa gak terikat hubungan sama siapa pun."

"Niat gue baik, tapi lo balas kayak gini." Nada bicara Candra mulai meninggi.

"Sekali lagi gue ulangi. GUE GAK BUTUH BANTUAN LO! Gue akan cari tau sendiri. Gue udah kesiangan, gue masuk dulu, makasih udah antar gue." Aru berlalu pergi, sementara Candra memandang kepergian Aru dengan emosi yang mulai memuncak.

Sial, di mana Aru yang dulu sangat memujanya?

***

Andin turun dari motor Daru. "Makasih ya, Daru, udah antar Andin sampai rumah."

"Sama-sama, kalau gitu gue balik ya, gue gak bisa lama-lama, kasian Oma sendirian di rumah sakit."

"Hm... gue kira lo bakal mampir dulu." Andin memasang wajah sedih.

"Lain kali aja ya, kalau gitu gue pulang dulu. Buruan lo masuk, udah mendung bentar lagi turun hujan." Andin mengangguk seperti anak kecil yang patuh, lalu melambaikan tangannya ketika Daru mulai melajukan motornya.

"Daru perhatian banget, apa jangan-jangan Daru punya rasa sama aku ya?" Andin tersenyum malu-malu ketika membayangkan jika kedua sahabat lelakinya memiliki perasaan terhadapnya. Kemudian dia segera masuk setelah meyakinkan dirinya jika Daru memiliki rasa padanya.

***

Hallo semuanya, aku kembali lagi 🥳🥳
Maaf ya baru up 😭😭😭

Makasih banget yang udah mau komen dan dukung cerita ini, walaupun aku gak bales satu-satu, tapi aku seneng banget sama respon positif kalian dan yang udah sabar banget tunggu cerita ini.

Akhir-akhir ini fokus aku teralihkan sama dunia nyata. Tapi kalian tenang aja, aku gak akan lupa untuk lanjut cerita ini, walaupun aku gak tau kapan up nya. Semoga secepatnya urusan aku selesai biar aku bisa lanjutin lagi cerita ini sampai tamat.

Jangan lupa vote dan komen ya. Biar makin semangat lagi up nya.
Terima kasih kesayanganku.

🥰🥰🥰🥰

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top