KA - 20
Candra memperhatikan Aru dari kejauhan yang sedang berbincang ria dengan Kevin. Candra mulai risi melihat kedekatan dua orang itu.
Willy datang dengan menepuk pundak cowok itu, membuat Candra mendelik sinis. "Buset, galak amat," celetuk Willy.
"Diam lo," ketus Candra. Willy mengangkat kedua tangannya, enggan mengganggu Candra lagi.
Tak lama dari itu Daru datang dengan tampang sok cool-nya. "Masih di tatap aja, kalau gak suka, tinggal ngomong," celetuk Daru sembari melewatinya.
Willy tergelak mendengar sindirian Daru, lalu pergi menyusul Daru. "Sialan," umpat Candra.
***
Rasanya ingin sekali Aru mengumpat pada detik ini juga, bagaimana tidak, jumlah kaum adam di kelasnya jauh lebih banyak dibandingkan dengan kaum hawa. Namun, kenapa hanya dirinya yang selalu di titah mengambil buku-buku di perpustakaan?
Memang tidak begitu banyak bawaannya, hanya ada lima buku, tapi jangan ditanyakan ketebalannya.
Aru sampai harus berhati-hati untuk menaiki tangga, benar-benar sangat merepotkan. Bersamaan dengan itu dua orang cowok berlari menuruni tangga sembari bergurau, salah satu dari mereka menubruk Aru, hingga menyebabkan buku-buku yang Aru bawa terjatuh.
Dengan menghela napas dalam, Aru berlutut memunguti satu persatu buku-buku yang terjatuh.
"Lo lagi." Aru mendongak, tampak Daru berdiri di hadapannya sembari memasukkan kedua tangannya ke dalam saku celana.
Aru memutar kedua bola matanya. Dia segera berdiri dan berniat untuk pergi. "Gue harap, lo bisa secepatnya pergi dari kontrakan nenek gue."
Langkah Aru terhenti, dia membalik tubuhnya, menatap Daru dengan sinis. "Gue sewa rumah itu sama nenek lo, bukan sama lo." Setelahnya Aru berlalu pergi.
Daru mengepalkan kedua tangannya, namun tetap terlihat tenang.
***
Candra duduk di atas motornya sembari mengedarkan pandangannya ke sekitar. Senyumnya melebar kala menemukan sosok yang dia cari.
"Maaf, tunggu lama ya?" tanya Andin.
"Enggak, kok, pulang sekarang ya, gue cape banget."
Andin mengernyit. "Bukannya mau ke perpustakaan?"
Candra menggeleng. "Besok aja." Andin mencebikkan bibirnya, namun mengiyakan ucapan Candra. Kemudian dia naik ke motor Candra, tak berapa lama mereka meninggalkan parkiran sekolah.
Dalam perjalanan, Andin lebih sering bercerita tentang keadaan kelasnya yang membosankan. Bahkan Andin mengatakan jika sikap Aru padanya sedikit berubah. Mendengar nama Aru, membuat Candra cukup penasaran, bagaimana pun gadis itu masih memiliki status pacar dengannya.
"Ada apa sama Aru?" tanya Candra.
Andin menautkan kedua alisnya ketika Candra merespon ceritanya saat dia mendengar nama Aru. "Dia lebih sering menghabiskan waktunya berbincang sama yang lain dibandingkan gue. Gue di cuekin sama dia," keluh Andin.
"Lo gak niat berbaur sama teman-teman kelas lo?" Jawaban Candra benar-benar diluar dugaan. "Kalau Aru lagi mengobrol sama yang lain, lo nimbrung aja. Lo juga anak yang asyik, kok. Masa kalah sama Aru."
Andin terdiam sejenak, kurang suka mendengar jawaban Candra, terkesan menyalahkan dirinya yang memang kurang pintar berinteraksi pada orang lain. "Aru kayak kurang suka kalau gue ikut gabung sama teman-temannya," kilahnya.
Candra tak menyahut lagi, toh, baginya apa yang di katakan Andin mungkin benar adanya, apa yang di katakan gadis itu tak pernah dia ragukan lagi. Karena Candra percaya dengan Andin.
Pada saat lampu merah, terdengar suara tawa familiar dari seorang gadis, membuat Candra menoleh cepat ke sumbernya, ternyata benar saja dugaannya, Aru dan Kevin sedang bergurau, tawa ciri khas Aru menjadi pusat perhatian Candra saat ini, meskipun jarak mereka cukup jauh, namun tawa itu terdengar jelas.
Menyadari itu, Andin ikut menoleh, namun kini fokusnya beralih pada Candra yang masih memperhatikan kedekatan Aru dan Kevin.
"Siap-siap, sebentar lagi lampu hijau," ujar Andin. Candra tersentak, dia kembali memandang ke depan, meskipun begitu dia masih saja mencuri pandang pada kekasihnya, hingga Aru dan Kevin melaju lebih dulu.
Setelah melihat Aru tadi, sepanjang perjalanan Candra hanya diam saja, hal itu membuat Andin sedikit kesal, meskipun dia sudah mencoba untuk memancing agar Candra bicara, namun lelaki itu seakan tak mendengarkannya. Sebesar itukah dampaknya?
"Candra berhenti!" pekik Andin, hal itu mengejutkan Candra hingga membuatnya mengerem mendadak, syukurlah jalanan komplek sedang sepi hingga mereka tak menjadi umpatan para pengendara yang lain.
"Ada apa, Din?" tanya Candra masih berusaha tetap sabar.
"Gue turun aja di sini." Andin segera turun dari motor Candra. Dengan cepat Candra mencegahnya dengan menarik tangan Andin.
"Loh, kenapa Din?"
"Lo diam aja, lo anggap gue ada gak sih?"
Candra menghela napas pelan. "Maaf, gue lagi gak konsen, Din, ya udah lo naik lagi ya, gue antar pulang."
"Enggak, gue gak mau, lo balik aja, gue pulang sendiri. Gue gak mau pulang sama orang yang gak bisa menghargai gue." Andin memasang wajah cemberut. Biasanya jika Andin sudah memasang raut seperti ini Candra akan gemas sendiri dan menarik hidungnya, tapi sepertinya tidak selalu sama, karena kini lelaki itu sudah menghidupkan motornya.
"Ya udah, kalau itu mau lo, gue duluan ya, hati-hati di jalan." Candra melajukan motornya, Andin tidak percaya dengan itu, namun sebelum Candra benar-benar jauh, Andin menjatuhkan dirinya. Karena Andin tau Candra masih memantaunya melalui kaca spion.
Dan benar saja, Candra memutar balik motornya, menghampiri Andin dengan terburu-buru, wajahnya terlihat panik.
"Andin lo kenapa?"
Andin menggeleng lemah. "Gue gak tau, tiba-tiba aja kaki gue lemas."
"Kita ke rumah sakit ya?" Andin menggeleng cepat.
"Jangan, gue mau pulang aja."
"Gue panggil taksi ya?" Andin kembali menggeleng.
"Ya sudah, gue antar, lo masih kuat, kan?"
"Masih, kok."
"Ya udah, gue bantu ya." Candra membantu Andin berdiri. "Lo bisa naik ke motornya?"
Andin mengangguk sebagai jawaban, kemudian gadis itu naik dengan perlahan, beberapa detik kemudian, mereka pergi dari sana, dengan senyum Andin yang mengembang.
****
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top