KA - 18
Aru menatap Kevin lekat dengan kerutan kecil di dahinya. Kevin terlihat gugup. Namun sedetik kemudian.
"Bang Ridho ada?" tanya Kevin.
Pelayan tersebut mengangguk sembari tersenyum lebar. "Ada di ruangannya." Kevin mengangguk, lalu menarik tangan Aru untuk segera menjauh dari pelayan itu.
"Kayaknya lo udah sering ke sini, ya? Soalnya pelayan di sini aja hafal sama lo, sampai panggil lo Kak Kevin segala."
Kevin hanya tersenyum simpul. "Kita minta seragam dulu sama Bang Ridho ya," kata Kevin. Aru hanya berdeham sebagai jawabannya.
***
Sepulang sekolah, Candra langsung berkunjung ke rumah Andin, setelah tadi Andin pulang lebih dulu tanpa mau menunggunya.
Terlihat Jihan menyambut Candra dengan senyum yang mengembang di wajahnya.
"Candra, mau ketemu Andin, ya?"
"Iya, Tan, Andin ada, kan?"
"Ada, kok, di kamarnya. Kamu masuk dulu aja, biar Tante panggilkan."
"Iya, Tante. Makasih."
Setelahnya Jihan berlalu, sementara Candra memilih duduk di sofa ruang tamu. Beberapa saat kemudian Andin datang, wajahnya sudah ditekuk ketus, menandakan dirinya sedang marah.
"Lo, kok, balik duluan? Biasanya juga bareng gue," cerocos Candra saat Andin baru saja duduk.
"Terserah gue dong."
Candra mengernyit. "Lo kenapa sih? Gak biasanya lo kayak gini."
"Lo yang kenapa, gak biasanya lo ingkar janji sama gue."
"Ingkar janji?" Candra terdiam sejenak. "Oh ... Maaf ya, tadi pagi gue gak sempat jemput lo, soalnya ada hal yang perlu gue urus."
"Apa? Jemput Arunika?" Candra mengangguk kecil, ada perasaan tak enak terhadap Andin.
"Gue janji, gak akan ingkar lagi sama lo."
"Bohong amat," kata Andin.
"Gini deh, sebagai tanda permintaan maaf gue sama lo, gimana kalau kita jalan-jalan. Gimana lo mau?" Andin tampak menimbang, lalu mengangguk setuju. Candra tersenyum lega.
***
Arina memperhatikan foto di tangannya, di sana ada potret dirinya, Arya serta Arunika. Saat itu mereka terlihat bahagia. Tak disangka kehidupan mereka sekarang jauh dari kata bahagia.
Dulu Arina kira, dirinya akan selalu menjadi putri dengan kemewahan yang ia dapatkan dari ayah dan ibunya, tapi sekarang, dirinya harus siap bekerja keras untuk menghidupi adiknya yang jauh di sana.
Arya yang baru pulang bekerja terkejut melihat Arina terduduk dengan posisi membelakangi di ruang tamu dengan pencahayaan yang redup. Belum lagi surai panjangnya tergerai, bisa tebak jadi Arina terlihat seperti apa.
"Abang kira lo hantu," cetus Arya, lalu melewati Arina, tapi diurungkan kala suara tangis Arina lolos dari bibir gadis itu. Arya mundur selangkah lalu menoleh.
"Lo menangis?" tanya Arya segera menghampiri adik keduanya.
"Gue kangen sama Arunika, Bang," lirih Arina.
Arya menghela nafas, dia menyandarkan tubuhnya di sandaran kursi. "Gue juga, De. Tapi kata lo sendiri kita bawa dia di saat udah lulus sekolah."
"Kelamaan, gue kasian sama dia, dia terusir di rumahnya sendiri. Sekarang dia mengontrak, lo tau gimana dia, dia gak sekuat kita, masih kecil aja dia yang paling sering sakit-sakitan. Gue khawatir dengan keadaannya. Kita bawa dia sekarang aja, yuk, Bang," rengek Arina.
Arya memandang Arina lekat, dirinya sedang menimbang-nimbang ucapan Arina. Jauh di lubuk hatinya yang paling dalam, sebenarnya Arya pun ingin membawa adik bungsunya ke Jogja. Tinggal bersama dengan dirinya dan Arina.
"Tapi dua bulan lagi dia akan ujian kenaikan kelas," sambung Arina.
Kalau begitu biar dia menyelesaikan ujiannya, setelahnya kita akan proses perpindahannya." Arina mengangguk cepat dengan tersenyum lega.
"Bang, tapi apa lo gak ada niatan buat liat keadaan dia di sana?" Arya terdiam menunggu kelanjutan ucapan Arina. "Sebenarnya, gue mau banget pulang ke Jakarta, gue kangen sama Aru, selama ini gue cuma bisa video call aja sama dia. Tapi lo sendiri tau, kan, gimana susahnya gue kalau mau ambil cuti."
"To the point aja," ujar Arya.
"Lo gak niat balik ke Jakarta liat keadaan Arunika di sana? Lo gak khawatir sama dia?"
Arya terlihat menimbang. Kemudian mengangguk. "Sabtu ini gue akan ke Jakarta," sahut Arya. Arina terlihat lega mendengarnya.
"Oke."
***
Arunika terlihat semangat menyelesaikan pekerjaannya, saat ini dia sedang membersihkan meja cafe yang baru saja ditinggalkan dengan customer.
Dari kejauhan Kevin memperhatikan Arunika yang begitu antusias. Ridho datang sembari bersedekap dada.
"Bukannya kerja malah lihati Arunika kerja," cibir Ridho.
Kevin menoleh sesaat, lalu kembali fokus pada Arunika. "Gue senang aja lihat senyum dia, semangat dia itu menular ke gue, Bang."
"Menurut gue, dia itu cewek yang mandiri. Benar gak?" Kevin membalik tubuhnya saat tertangkap basah oleh Arunika.
"Dia itu jarang mengeluh, gak manja, padahal saat ini kehidupannya lagi susah, tap-"
Prang!
Sontak semua pasang mata tertuju pada sumber suara termasuk Kevin dan Bang Ridho. Arunika berdiri kaku dengan memandang dua orang di hadapannya.
Sesaat kemudian, dia tersenyum getir dengan gugup. "Se-selamat datang, silakan duduk."
Ridho dan Kevin datang. "Ada apa?" tanya Ridho.
Pandangan Kevin beralih pada dua orang yang tak asing lagi baginya. Ya, Candra dan Andin yang saling bergenggaman. Ternyata merekalah penyebabnya.
Aru terlihat bingung. "Maaf, Kak, aku akan membereskan semuanya." Arunika berlutut, segera mengumpulkan sisa pecahan gelas.
"Aru kamu kerja di sini?" tanya Andin.
Aru mendongak menatap Candra dan Andin yang saat itu sedang memperhatikannya. "Iya- Aw!"
"Aru." Sontak Kevin ikut berlutut. Darah segar menetes dari jarinya. "Kamu gak apa-apa?"
"Sakit," lirih Arunika, matanya sudah berkaca-kaca, Kevin menatap gadis itu lekat, dia tau sakit yang Aru rasakan semata-mata bukan karena luka di jarinya, melainkan dua orang yang saat ini berdiri di depannya.
Dengan cepat Kevin mengambil sapu tangan dari saku celananya kemudian dililitkan pada jari Arunika yang terluka, Kevin merangkul Aru erat, membawa pergi dari hadapan Candra serta Andin.
"Itu belum selesai," kata Arunika menunjuk kekacauan yang dia ciptakan di hari pertamanya bekerja.
"Bukan masalah, biar teman kamu yang bereskan," ujar Ridho, lalu memanggil salah satu pekerja.
Ridho beralih pada Candra dan Andin, tampangnya yang sinis berubah tersenyum dengan paksa.
"Maaf, atas kejadian ini, kalian bisa memilih meja yang lain."
"Iya, enggak apa-apa kok, Kak. Aru juga teman saya, jadi-"
"Syukur jika begitu, saya permisi dulu, saya harus melihat keadaan Arunika, silakan nikmati tempat dan hidangan di sini." Setelah memotong ucapan Andin, Ridho berlalu dari hadapan dua orang itu.
Andin terlihat malu, namun secepatnya dia tutupi. "Kita duduk di sini aja?" Andin menoleh terlihat Candra yang masih bergeming.
"Candra," panggilnya.
"Kita ... Jangan makan di sini aja," ujar Candra dan pergi meninggalkan Andin. Andin menatap punggung Candra yang menjauh dengan kerutan kecil di dahinya.
***
Bersambung
Hallo kesayangan ... ❤️❤️
Aku kembali lagi, maaf lama up-nya.
Apa komentar kalian tentang part kali ini?
Ada manis-manisnya gak?
Atau ada gemes-gemesnya?
Komen ya yang banyak, biar aku makin semangat up-nya 😂😂
Love you all ❤️❤️❤️
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top