KA - 16
Arunika.
Gue deg-degan banget.
Kevin.
Deg-degan kenapa?
Arunika.
Besok hari pertama gue kerja.
Menurut lo gue bisa gak ya?
Gue takut nih.
Kevin.
Kamu gak usah takut,
Aku akan temani kamu, kok.
Arunika.
Ah, masa iya?
Lo gak mungkin temanin gue dari awal sampe beres kerja, kan?
Kevin.
Enggak gitu,
Aku juga kerja di sana mulai besok...
Arunika.
Serius!!
Bercanda lo pasti.
Kevin.
Enggak, aku seriusan.
Pokoknya besok kamu liat aja sendiri.
Arunika.
Wih... Bahagia banget gue.
Ya udah, sampai besok di sekolah ya.
Gue mau tidur dulu, mau siapin diri buat kerja besok.
Good night Kekev ^^
Kevin.
Good night Arunika :)
Kevin tersenyum membaca kembali isi pesan dari Aru. Ridho datang dengan membawa segelas coklat panas. Memandang Kevin dengan tatapan aneh.
"Sehat?" tanyanya, dengan tangan terulur mengecek dahi Kevin.
"Apaan sih." Kevin menyingkirkan tangan Ridho.
Ridho terkekeh lalu duduk di sofa lainnya. Matanya masih tertuju pada Kevin yang masih tersenyum memandangi ponselnya.
"Kenapa lo gak ngaku aja sih?"
Kevin menegakkan kepalanya, menatap Ridho lekat, menunggu kelanjutan perkataan pemuda 23 tahun itu.
"Kenapa lo gak bilang aja, kalau cafe itu punya keluarga lo dan-"
"Dan bilang kalau papah udah mempercayai gue mengolah cafe itu sendiri?" Sambung Kevin. Ridho manggut-manggut membenarkan.
"Gue gak segila itu lah, Bang."
"Lo udah terlanjur berbohong? Sesuatu yang diawali dengan kebohongan itu gak akan benar ke depannya, Vin. Suatu saat nanti Aru pasti tau kebohongan lo dan saat itu dia pasti bakal kecewa banget sama lo. Lagi juga, gue heran sama lo, ngapain pakai acara bohong segala, sih? Penampilan di ubah jadi culun di sekolah. Pakai bahasa 'aku, kamu' geli gue dengarnya. Lo lagi belajar akting atau gimana sih? Gue gak habis pikir sama lo."
"Bukannya lo udah tau alasan gue, Bang? Kenapa harus tanya lagi sih?"
Ridho menghela napas panjang. "Cari teman yang tulus?" Kevin mengangguk. "Tapi gak semua orang sama kayak teman-teman lo di Bandung, Vin."
Kevin menggeleng cepat. "Gue gak mau di manfaatkan lagi, Bang. Menurut gue ini cara yang tepat untuk mendapatkan orang yang tulus berteman sama gue, tanpa harus memandang materi."
"Terserah lo aja dah...."
"Bang."
"Apa?"
"Ngegas banget lo. Besok gue izin kerja di cafe ya."
"Bodo amat, urusannya sama gue apa?"
"Cuma gue mau jadi pelayan."
Sontak Ridho membulatkan matanya. "Si Kunyuk, lo mau apa lagi sih?"
"Tenang, Bang, gue gak akan melibatkan lo, kok."
"Terserah! Terserah! Awas bawa-bawa gue lo."
"Iye... Bawel banget lo udah kayak Mak Odah tukang gado-gado depan komplek."
"Sialan lo!" Kevin terkekeh.
***
Sebuah mobil Honda Civic berhenti tepat di depan rumah berpagar hitam.
Andin menoleh pada Candra yang sudah mengantarnya.
"Mau mampir gak?" tanya Andin.
Candra diam sesaat kemudian menggeleng. "Gue mau ke rumah Daru dulu."
Andin mengernyit, lalu melirik jam tangannya. "Sudah jam delapan. Mau apa?"
"Mau bicarakan tugas," sahut Candra dengan lembut.
"Oh ... Ya udah, pulangnya jangan malem-malem ya."
"Besok gue jemput."
"Oke, jangan telat." Candra mengangguk dengan senyumnya yang menawan.
Setelah sedikit berbincang, Andin keluar, beberapa saat kemudian Candra kembali melajukan mobilnya setelah memastikan Andin sudah masuk.
***
Sementara itu di lain tempat. Daru berdiri di balkon kamarnya, sesekali menghembuskan asap rokoknya, matanya tertuju pada langit malam bertabur bintang dengan cahaya bulan
Kegaduhan di deretan kontrakan mengalihkan pandangan Daru. Dahinya mengerut saat melihat sosok gadis yang tak asing baginya sedang sibuk memberi makan beberapa ekor kucing liar.
"Dasar cewek lusuh, udah tau gak ada duit, sok-sokan kasih makan kucing," cibir Daru.
Tak lama dari itu, sebuah mobil terparkir di depan pintu pagar rumah Daru. Daru menghela nafas kasar. Mematikan rokoknya kemudian berlalu keluar.
Candra turun dari mobil, mengeluarkan ponselnya berniat menghubungi Daru. Belum sempat melakukannya, Daru sudah terlanjur keluar dengan setelan rumahnya.
"Mau ngapain lo?" tanya Daru dengan satu tangan yang di masukan ke saku celana.
"Main." Candra segera masuk, melewati Daru mengabaikan tatapannya yang aneh.
Sebenarnya sudah tidak aneh bagi Daru jika Candra atau Willy bersikap semaunya di rumahnya. Mereka sering berkunjung, bahkan tak jarang pula jika mereka menginap di sana, selain itu mereka itu tidak punya malu, tidak pandang waktu sudah menunjukkan tengah malam, jika mereka sudah memiliki niat untuk datang, pasti datang.
Sementara Omah Tuti tidak merasa keberatan atas kunjungan mereka. Mengingat Omah Tuti hanya tinggal bersama Daru.
Kembali pada Candra dan Daru. Daru mengikuti Candra yang naik ke lantai atas, masuk ke dalam kamarnya lalu berjalan menuju balkon, mengambil sebatang rokok dari bungkus rokok dan menyalakannya.
Daru hanya memandangi Candra tak berniat bertanya. Dia tau betul, sahabatnya sedang tidak baik-baik saja.
Candra bukan cowok perokok. Tetapi cowok itu tidak segan menghabiskan berbungkus-bungkus rokok jika dirinya sedang ada masalah.
Setelah menghabiskan rokoknya, Candra menegak air minum milik Daru di atas meja.
"Minum gue, woii!" Candra mengabaikan Daru. Matanya tertuju pada deretan kontrakan yang tak jauh dari rumah Daru.
"Aru tinggal di kontrakan yang mana?" tanya Candra tiba-tiba.
Daru terdiam sesaat menatap Candra lekat. Kemudian menunjuk pada deretan rumah tersebut. "Pinggir sini."
Candra mengangguk mengerti. "Selama ini siapa aja yang datang ke rumahnya?"
"Mana gue tau, lo kira gue satpam dia." Candra tersenyum kecil. "Kenapa lo?"
Candra menoleh sekilas pada Daru, lalu menarik nafas dalam-dalam. "Gue bingung," ujarnya lalu mengambil rokok lagi dan menyalakannya. Mengisapnya kemudian mengembuskan asap. "Gue semakin berat sama Andin, tapi gue gak bisa memiliki dia. Menurut lo apa perlu gue mencoba mengalihkan perasaan gue ke Aru?"
"Maksud lo, lo jadikan Aru sebagai pelarian, gitu?" Candra mengangguk. "Bukannya lo bilang, lo cuma memanfaatkan dia?"
"Iya, memang gue sedang memanfaatkan dia, gue cuma butuh pengalihan aja, setelah perasaan gue ke Andin hilang, gue akan putusin Aru."
"Gimana kalau nanti lo jatuh cinta benaran sama Aru?"
Candra tertawa hambar. "Gak mungkin. Gue tau diri gue, gue gak mungkin jatuh cinta sama cewek kayak Aru. Lo tau tipe gue bukan cewek kayak Aru."
"Gak ada yang gak mungkin."
"Lo cukup ingatkan gue, itulah kenapa gue cerita sama lo. Gue mau lo menjadi alarm gue, ingatkan gue di saat gue udah mulai luluh dengan Aru."
"Kenapa harus diingatkan? Bukannya bagus kalau akhirnya lo jatuh cinta benaran sama Aru? Jadi cewek itu gak cinta bertepuk sebelah tangan lagi."
"Lo tau jawabannya. Gue dan Aru memiliki derajat yang berbeda."
Daru terdiam. Matanya beralih pada gadis yang menjadi tema pembicaraan mereka kali itu. Arunika keluar dengan membawa kotak putih, tak lama dari itu dia mengambil kucing yang tertidur di depan rumahnya. Tampak Aru mengobati kucing tersebut.
Sesaat Daru tersenyum kecil. Candra yang merasakan kediaman Daru menoleh, kemudian mengikuti arah pandang Daru. Terlihat Arunika begitu telaten mengobati kucing yang terluka itu.
"Lo tertarik sama dia?" tanya Candra masih dengan memperhatikan Arunika. Daru tersadar, dia menoleh pada Candra kemudian menggeleng cepat.
"Enggak, cuma lucu aja, kucing aja di ajak ngobrol, kayaknya lo harus periksa kejiwaannya." Candra hanya tersenyum miring tapi tak urung beralih.
Dalam keheningan mereka masih setia memandanginya gadis yang mereka juluki 'Cewek Lusuh' itu, hingga akhirnya Aru selesai mengobati kucing tersebut dan berlalu masuk.
***
Keesokan paginya, Aru sudah bersiap untuk pergi ke sekolah, sebelum berangkat, dia menyempatkan untuk memeriksa penampilannya di cermin.
Kruuukkkk!!
Aru meringis, tangannya menyentuh perutnya yang terasa perih. "Aduh ... Gak paham banget ini cacing perut, bisa-bisanya minta di isi jam segini," keluhnya.
Tok! Tok! Tok!
Aru lekas berlari untuk membuka pintu, setelah pintu terbuka, tampak Kevin berdiri di sana.
"Pagi, Aru."
"Kevin, lo ngapain ke sini?"
"Aku mau jemput kamu. Ayo, kita ke sekolah bareng."
Aru tersenyum. "Tau banget lo, kalau gue lagi irit." Kevin tersenyum. "Ya udah sebentar gue ambil tas dulu." Tak lama Aru kembali dengan tas di tangannya.
"Yuk!" Kevin mengangguk, melangkah menuju motornya. Sementara Aru mengunci pintunya terlebih dahulu.
Setelahnya, Aru mengambil helm yang Kevin berikan.
Bersamaan dengan itu, sebuah motor ninja berwarna biru datang, mengurungkan niat Aru yang hendak memakai helm pemberian Kevin.
"Aru!" Aru tampak terkejut, begitupun dengan Kevin. Karena sosok yang ada dihadapannya saat ini, seakan mustahil berada di sini.
"Bareng gue," ujar Candra sembari mengulurkan helmnya.
Aru hanya terdiam, menatap penuh tanya pada Candra yang saat itu saling bertatapan dengan Kevin.
***
*Bersambung*
Akhirnya, aku bisa up lagi. Akhir-akhir ini aku susah banget dapat waktu buat menulis. Maaf ya buat semuanya.
Semoga part kali ini bisa menghilangkan rasa penasaran kalian ya ...
Love you all❤️❤️❤️🌻🌻🌻
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top