KA - 13
"Omah." Panggilan itu membuat Omah Tuti bergegas keluar dari kamarnya. Di tatapnya cucunya yang berdiri di depan pintu kamar.
"Ada apa? Baru pulang langsung teriak-teriak kayak gitu."
"Omah, Arunika sewa rumah kontrakan?" Dengan tersenyum lebar, Omah Tuti mengangguk.
"Kamu sudah kenal? Dia cantik, kan? Kira-kira kamu setuju gak kalau Omah jodohkan kamu dengan Arunika?" ujar Omah dengan wajah yang riang. Tapi yang terjadi, sang cucu malah mengedikan bahunya jijik.
"Sebaiknya usir dia dari sini, Omah gak tau bagaimana sikapnya, sangat buruk!"
Omah Tuti membulatkan matanya. "Jangan bicara sembarangan, memangnya sedekat apa dia sama kamu, sampai kamu bisa menilai Arunika seperti itu."
"Pokoknya sangat buruk! Udah, ah, Daru mau ke kamar aja."
Omah Tuti memandang kepergian Daru dengan berang. "Pokoknya Omah akan tetap mengizinkan Aru menyewa rumah kontrakan!"
Daru tapi peduli, dia terus berjalan menaiki undakan tangga di mana kamarnya berada.
***
Sementara Aru. Dia segera masuk ke rumahnya saat bertemu Daru di depan rumah. Seingat dia, kota Jakarta termasuk kota yang luas. Tapi bagaimana bisa dia selalu bertemu dengan orang yang sama di setiap dia pergi ke mana pun.
"Kenapa gue harus ketemu dengan salah satu jongosnya Andin, hidup gue bakal makin sial kalau kayak gini. Tapi ... Masa iya gue harus pindah? Padahal gue udah nyaman ada di sini."
Aru merenung, memikirkan kedepannya. Apa mungkin dia akan bisa bertahan di sini, sementara ada Daru di sekitar tempat tinggalnya.
Tak lama dari itu, ketukan pintu mengalihkan pandangan Aru.
Tok! Tok! Tok!
Aru bergegas membuka pintu, tampak Omah Tuti tersenyum padanya. Aru membalas senyuman ramah itu.
"Omah. Ayo, masuk dulu, Omah."
Omah Tuti menggeleng. "Enggak usah, Nak, kita mengobrol di depan saja ya."
Dengan bingung Aru mengangguk mengiyakan. Kemudian mereka duduk di bangku teras yang sudah tersedia di setiap rumah kontrakan.
"Ada apa, Omah?" tanya Aru saat mendaratkan bokongnya.
Omah Tuti menatap Aru lekat, sebenarnya dia sedang menyusun pertanyaan yang akan dia ajukan pada Aru, hanya saja dengan kata-kata yang tentunya tidak akan menyinggung Aru.
"Omah belum bicara banyak dengan Arunika. Boleh Omah kenal lebih dekat dengan Arunika?"
Aru sudah bisa menebak bahwa Omah Tuti akan membicarakan ini. Ini pasti gara-gara Daru yang bicara yang enggak-enggak.
"Boleh, Omah. Mau mulai dari mana?" tanya Aru dengan terkekeh.
"Em ... Nama panggilan, tanggal lahir, nama orang tua, alamat rumah sebelumnya, terus-?"
"Omah udah kayak lagi sensus penduduk aja,'" ujar Aru terkekeh. Omah Tuti tergelak.
"Ya, biar Omah tau, kan."
Aru manggut-manggut. "Nama aku Arunika, nama panggilan aku Aru, aku sekolah di-"
"Kamu temannya Daru, kan?" Sergah Omah, membuat Aru memandang Omah Tuti. Kemudian dia mengangguk.
"Iya, Omah, Aru teman Daru, cuma kita beda kelas aja. Daru menyewa rumah di sini juga ya, Omah? Yang belah mana?" Bukannya apa, Aru hanya ingin memastikan bahwa jarak antara rumahnya dengan Daru sangat jauh. Kalau dekat, bisa Aru pastikan dia akan mencari kontrakan hari ini juga.
Alih-alih menjawab, Omah Tuti justru tertawa. Aru menatap Omah bingung. "Kenapa, Omah?"
"Kamu segitu penasarannya dengan Daru, sampai bertanya sedetail itu."
Detail? Benarkah Aru bertanya sedetail itu? Padahal menurut Aru ini pertanyaan yang wajar. Atau memang terlihat sekali bahwa Aru ingin menghindari Daru.
"Daru itu cucunya Omah."
Deg!!
Seakan waktu berhenti, Aru sampai menahan napasnya. Apa yang di katakan dengan Omah Tuti bagaikan petir di siang bolong.
"Cu-cucu, Omah?" Omah Tuti mengangguk dengan sangat yakin.
"Orang tua Daru tinggal di luar negeri dan Daru menolak untuk tinggal bersama mereka, katanya lebih nyaman tinggal di sini bersama Omah." Ada senyum yang terlukis di wajah Omah Tuti saat mengatakan hal itu.
"Tapi Daru itu pendiam ya, Omah?" Astaga, sungguh, Aru tidak bermaksud mencaritahu tentang Daru pada Omah Tuti, hanya saja Aru hanya ingin menanggapi obrolan Omah Tuti. Aru jadi merutuki kebodohannya ini.
Omah Tuti terlihat kaget mendengar pertanyaan Aru. "Kamu tau?"
"Hah?" Ujung-ujungnya Aru hanya bisa membeo.
"Sepertinya kamu begitu memperhatikan Daru hingga dia pendiam saja kamu tau."
Gimana gue gak tau, lah ... Cucu omah terkenal manusia es di sekolah. Batin Aru, lalu dia hanya tersenyum.
"Daru itu memang dari kecil sikapnya begitu, sangat pendiam. Tapi aslinya baik, kok."
Omah berdusta.
"Dia bersikap begitu karena dari orangtuanya tidak pernah memberi perhatian pada Daru. Masih untung Daru tidak bergabung dengan anak-anak geng motor seperti kebanyakan anak, kalau sudah gabung entahlah bagaimana nasib anak itu. Omah mungkin tidak akan sanggup mengurusnya." Aru hanya manggut-manggut dengan tersenyum.
"Kalau Aru sendiri bagaimana? Orang tua Aru di mana?"
"Orang tua Aru udah meninggal, Omah," jawab Aru dengan suara sedikit parau.
Omah terlihat tak enak bertanya tentang hal ini pada Aru. "Maaf, Omah tidak tau, Nak."
Aru menggelengkan cepat, senyumnya masih terukir. "Enggak apa-apa, Omah."
"Terus selama ini kamu tinggal sama siapa?"
"Sama ibu tiri aku, Omah." Sebenarnya Aru tak ingin membicarakan hal ini dengan siapa pun, tapi dengan terpaksa dia harus berkata jujur. Aru hanya tak ingin Omah Tuti berpikir bahwa ada yang di tutup-tutupi dengan Aru, mengingat Daru, cucunya pasti akan bicara yang tidak-tidak dengan Omah Tuti.
"Terus kenapa Aru mengontrak rumah? Apa rumah Aru jauh?"
Aru menggeleng. "Aru diusir sama ibu tiri Aru. Katanya rumah kami akan dijual untuk melunasi hutang-hutang ayah aku, tapi Aru gak yakin, Omah."
"Ya ampun, dia tega sekali dengan anak yatim-piatu. Aru anak tunggal?"
"Aru punya dua kakak, kok, Omah, cuma mereka kerja di luar kota."
"Kenapa Aru gak tinggal sama mereka aja?"
"Aru masih mau lanjutkan sekolah di sini, Omah, setahun lagi Aru lulus, kayaknya sayang aja kalau Aru harus pindah."
Omah Tuti mengangguk mengerti. "Benar juga kata kamu, tapi apa mereka tau kalau kamu keluar dari rumah itu dan mengontrak di sini?"
Aru menggeleng pelan dengan menunduk. "Semalam nomor mereka gak ada yang aktif, tapi secepatnya Aru akan menghubungi mereka."
"Iya, kamu harus secepatnya hubungi mereka. Jangan sampai nanti mereka salah paham sama kamu." Aru mengangguk seraya tersenyum.
"Ya sudah, kalau begitu kamu istirahat dulu, Omah masuk dulu ke dalam, Daru pasti mencari Omah."
"Iya, Omah." Omah Tuti melenggang pergi, setelahnya Aru menghela nafas dalam-dalam.
Hidupnya harus terus berlanjut, apapun yang terjadi. Urusan Candra dan Andin, biarkan semuanya berjalan seperti ini, terkadang Aru harus bisa melupakan sementara konflik kehidupannya, bukan?
***
*Bersambung*
Halo ... Aku kembali lagi 🖐️🖐️
Ternyata banyak banget yang menebak Daru, kayaknya jalan cerita ini udah bisa ketebak ya ... Huhuhu 😣
Tapi gpp deh, yang penting kalian seneng 😁😁
Maaf ya, aku ngaret up-nya, karena ada kesibukan di dunia nyata.
Ydh deh segitu aja.
Jangan lupa tinggalkan jejak ya.
Love you all ❤️🌻
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top