TWENTY-SIX
"Apa milikmu sudah basah?"
Raline menganggukkan kepala. Ketika masih menjadi stripper, ia terbiasa memancing birahi penontonnya. Sekarang, ia tak menyangka situasinya akan berbalik.
Jeffrey memang gemar memaksa. Tetapi semua perintah dari lelaki itu sama sekali tidak menyakiti Raline. Justru, membangkitkan sisi liar yang telah terpendam dalam jiwa. Jeffrey membawa Raline untuk mengeksplorasi setiap jengkal tubuhnya. Penjelajahan diri sendiri untuk memanjakan kebutuhan seksualitas.
Jemari Raline memutari pinggiran bibir kewanitaannya yang mulai lembap. Baru kali ini ia menyentuh diri sendiri. Pengalaman baru yang cukup membangkitkan gairah.
"Sentuhlah semua bagiannya, cari titik paling sensitif yang membuatmu kegelian."
Jari Raline menyusuri liang yang berkilat licin. Dari tangkapan CCTV, milik Raline semakin memerah dan merekah. Ia mengusap biji kecil menonjol yang tersembunyi dalam lipatan.
"Ah ..." Raline mendesah seraya menggeliat perlahan. Semula ia pikir hanya Jeffrey yang mampu membuatnya kepayahan. Ternyata, sentuhan dari jarinya sendiri bisa memunculkan kenikmatan erotik sedemikian rupa.
Raline memanjakan diri dengan menggesekkan jemari secara intens. Sementara tangan satunya memijat gundukan kenyal miliknya sendiri. Sesekali Raline menggelinjang menahan geli nikmat.
Jeffrey kembali berucap, "Sekarang masukkan dua jarimu ke dalam. Kamu bisa mengeluar - masukkannya atau menekan-nekannya. Lakukan yang membuatmu nyaman."
Raline mematuhi titah Dominannya. Ia beralih menusuk jemari ke dalam lorongnya yang sudah sangat licin. Kulit jarinya dapat merasakan dinding-dinding rapat miliknya yang berkedut.
"Ah ... Jeff ..." erang Raline. "Aku ingin kamu di sini."
Di tempat yang berseberangan, Jeffrey hanya bisa menelan saliva. Sejak memandangi Raline menyentuh diri, sesuatu di bawah sana menegang hebat. Netra pekatnya terpaku pada layar ponsel. Menanti kapan Raline akan berteriak karena mencapai klimaks. Ia menikmati setiap gerakan demi gerakan yang Raline suguhkan.
"Raline Lara ..." Jeffrey membisik seraya mengusap bibir bawah. Ia tersenyum tipis. Tak sabar menyetubuhi wanita itu hingga lemas.
Jeffrey juga menanti saat Raline akan bercerita panjang lebar tentang buku yang ia baca. Suara wanita itu selalu terdengar manis dan menenangkan. Belum lagi kedua bola mata besar yang selalu membulat antusias saat bicara.
Jeffrey merindukan semuanya.
Desahan Raline terasa membisik pada indera pendengaran Jeffrey. Tentu karena dipengaruhi juga oleh TWS earphone yang ia kenakan. Audiovisual penuh siksaan bagi kejantanan Jeffrey yang sudah mengeras sejak tadi.
"Pak." Gisella tiba-tiba masuk membuka pintu ruangan Jeffrey. Kepala sekretarisnya mengintip dari balik daun pintu.
Ponsel yang berada di tangan Jeffrey mendadak terjatuh. CEO itu belingsatan karena terkejut oleh kedatangan Gisella yang seperti hantu.
"Damn, Gisella! Kamu tidak bisa mengetuk dulu?" sunggut Jeffrey. Ia membungkuk untuk merengkuh ponselnya yang tergeletak di bawah meja. Jeffrey buru-buru mematikan layar dan melepas earphone.
Gisella mencebik. "Aku sudah mengetuk pintu selama satu menit, Pak Jeffrey. Dan Bapak tidak merespon."
"Hmm ..." deham Jeffrey. Ia menetralisir sisa-sisa birahi dan keterkejutan yang bercampur jadi satu. Gisella membuyarkan semua. "Ada apa?"
"Ada apa?" ulang Gisella. Ia mengerjapkan mata berkali-kali karena bingung. "Bapak lupa? Presentasi dari tim desain sudah siap. Bapak yang minta, sekarang Bapak yang lupa."
Jeffrey menggaruk pelipis yang tidak gatal. Betul juga. Malam ini, ia sendiri yang meminta tim desain untuk lembur. Gara-gara Raline Lara --- semua ambyar.
"Oke. Kita mulai rapatnya sekarang." Jeffrey bangkit dari kursi seraya menenteng ponsel. Ia menghampiri Gisella yang menunggu di depan pintu. Jeffrey lantas menempelkan ponsel ke telinga --- sambungannya dengan Raline belum berakhir. "Selesaikan semua, Raline. Sebentar lagi aku pulang."
Gisella melirik ke arah sang bos melalui sudut mata. Saat Jeffrey sudah memasukkan ponsel ke dalam saku, sekretaris berambut sebahu itu pun mulai penasaran.
"Sedang menelepon pacar rupanya," sindir Gisella.
Jeffrey menyeringai. "Pacar?" gumamnya.
"Siapa lagi? Bapak tidak pernah bicara dengan kolega sambil memasang ekspresi senyum-senyum seperti ini," ungkap Gisella.
Bibir Jeffrey makin terkembang. "Aku senyum-senyum? Masa?" sahutnya.
"Nah, ini apa? Malah makin lebar. Pemandangan yang jarang aku jumpai setelah empat tahun bekerja dengan Bapak," sergah Gisella.
Jeffrey menepuk lembut puncak kepala Gisella. "Sudahlah. Jangan cerewet." Lelaki itu lalu melenggang mendahului langkah sekretarisnya. Sesekali Jeffrey menganggukkan kepala saat staf lain tersenyum menyapa.
Gisella mendecih. Sentuhan Jeffrey tadi hampir membuat jantungnya meledak. Meski teramat berarti bagi Gisella, tentu saja itu bukan apa-apa bagi Jeffrey. Gisella tahu diri. Sebisa mungkin jangan sampai rasa sukanya pada si bos kentara.
***
Raline berbaring menyamping dengan mata terpejam. Setelah puas menyentuh diri, ia merasa lebih kantuk dari sebelumnya. Jeffrey bohong. Katanya, mastrubasi menghilangkan ngantuk, yang ada Raline malah semakin letih.
Raline begitu pulas sampai-sampai tak mendengar Jeffrey membuka pintu perpustakaan.
Netra Jeffrey menyorot Raline dengan penuh kasih. Sosok Raline meringkuk di atas sofa dengan nyaman. Wanita itu tidur dengan posisi miring. Entah sadar atau tidak, rok mini yang Raline kenakan tersingkap ke atas. Bokong bulat milik wanita berambut perak itu mengintip dari balik skirt. String hitam tipis menampilkan bokong yang nyaris tak tertutup sama sekali.
Telapak Jeffrey mengusap helai rambut Raline. Akibat ulahnya, pelupuk Raline terbuka perlahan-lahan.
"Jeff ..." bisik Raline pelan. Matanya masih sangat lengket.
Jeffrey berlutut di depan sofa dan mengecup pipi Raline. Bakal janggutnya menggesek wajah Raline yang kegelian. Bulu kuduknya meremang karena kecupan dan sentuhan sang dominan.
"Kamu mengantuk?" tanya Jeffrey. Lelaki itu kembali mencumbu telinga dan leher Raline yang beraroma citrus.
Embusan napas hangat Jeffrey membuat darah Raline berdesir. "Sudah tidak," jawabnya.
"Kamu boleh melanjutkan tidurmu kalau mau," ucap Jeffrey. Telapaknya menggerayangi paha Raline yang terekspos.
Bagaimana aku bisa tidur kalau kamu menyentuhku seperti ini. Raline menelan saliva. Ia memejamkan mata dan memasrahkan diri kepada Jeffrey. Wanita itu menggeliat saat jari Jeffrey tiba di atas bokongnya.
Jeffrey lagi-lagi membisik, "Bagaimana rasanya menyentuh diri sendiri? Kamu suka?"
"Aku lebih suka kalau kamu yang menyentuhku," sahut Raline.
Jeffrey menarik sudut bibir ke atas. "Aku ingin kamu lebih sering menyentuh diri sendiri. Kamu harus memahami bagian tubuhmu, Raline."
"Ehm, baiklah." Pipi Raline merona karena malu.
Jeffrey menuntun Raline untuk menegakkan badan. Ia mengatur punggung Raline untuk bersandar pada sofa. "Baiklah. Kalau begitu aku ingin bertanya tentang yang kamu pelajari hari ini."
"Ah, Jeff?" pekik Raline. Ia begitu terkejut karena Jeffrey tiba-tiba melebarkan pahanya. Lelaki itu juga melucuti celana dalam yang Raline kenakan.
Jeffrey membelai milik Raline yang bersih tanpa rambut. "Kalau aku sentuh ini, apa kamu suka?" godanya.
"Ya ..." Raline mengejan. Gelenyar memabukkan menyerang tubuhnya tanpa aba-aba.
"Mana yang paling kamu suka?" tanya Jeffrey. Ia meraih jemari Raline untuk menunjukkan jawabannya.
Raline mengusap titik paling sensitif dari area bawah tubuh. Telunjuknya memutari klitoris kecil yang sudah licin oleh cairan. "Aku suka memainkan bagian ini," desahnya.
Nafsu Jeffrey memuncak. Netranya menonton Raline memuaskan diri secara langsung. Kewanitaan di hadapannya itu sudah sangat memerah dan tampak berdenyut.
Pinggul Raline menggelinjang mengikuti pergerakan jari-jarinya sendiri. Ia sudah berani menunjukkan birahinya di depan Jeffrey. Hal itu merupakan pemandangan baru untuk Jeffrey. Ternyata, Raline memiliki hasrat nakal yang tidak kalah liar.
"Kamu membuatku tidak sabar!" Jeffrey pun menurunkan celana dan celana dalamnya. Kejantanannya akhirnya terbebas dari kungkungan. Batang keras itu mengacung seakan-akan menyapa Raline.
Raline mengerang. Bagian bawah miliknya berkedut hebat akibat melihat kejantanan Jeffrey yang sudah siap. Ia benar-benar ingin menyentuh kulit berurat itu melalui jemarinya. Namun Raline sadar, Jeffrey tak akan memperbolehkannya.
"Oh, Tuhan!" Raline mengejan.
Jeffrey memasukkan miliknya dalam liang Raline yang hangat. "Aku tidak akan berhenti meski kamu memohon," bisiknya.
Hola, DARLS!
KINKY sudah tamat di Bestory, silakan kunjungi akun Ayana Ann untuk baca jalur cepat. Part utuh tanpa potongan dan cukup 2K saja, bab tsb menjadi milikmu seumur hidup.
Link bisa kalian temukan di papan percakapan Ay, ya!
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top