THREE
“Malam, Lara. Apa kamu sudah membersihkan tubuhmu, seperti yang kuperintahkan?”
Jeffrey memandang sosok wanita yang duduk di atas tempat tidur. Kedua pergelangan tangannya terikat borgol dengan rantai panjang yang terhubung pada besi ranjang.
“Su-sudah ...” sahut Raline lirih. Sekuat tenaga ia menyembunyikan rasa takut yang berkecamuk.
Jeffrey mengelus pipi dan dagu Raline yang pucat pasi. Kulit wanita itu sedingin salju. Selain itu, bibir Raline yang merah sedikit bergemeletuk takut.
Raline tidak mampu membayangkan seperti apa wajah atau pun tubuh Jeffrey. Ia hanya bisa mengendus aroma woody percampuran dari bergamot dan amber yang menguar dari tubuh Jeffrey. Dan, telapak tangan lelaki bersuara dalam itu juga terasa hangat menyentuh kulit. Akibatnya, jantung Raline kian berdebar-debar tak karuan. Ia cemas, sebentar lagi Jeffrey akan melakukan hal-hal mengerikan. Raline tidak pernah membayangkan akan mengalami malam pertama sedemikian menegangkan.
Raline terkesiap saat Jeffrey tiba-tiba mengendus rambutnya. Napas lelaki itu terasa geli saat mengembus telinga.
“Kamu bohong, Lara. Kamu tidak benar-benar membersihkan tubuhmu dengan baik,” bisik Jeffrey.
"Maksudnya?" Raline memberanikan diri untuk bertanya.
"Rambutmu," jawab Jeffrey. "Kamu belum mencuci rambutmu."
Raline tidak menduga bahwa ia harus membasahi rambutnya juga. Wanita itu makin dilanda kepanikan karena telah melakukan kesalahan.
“Maaf,” ucap Raline. "Namun, rambutku bersih. Aku ..."
Jeffrey menyeringai. Ia mengusap bibir Raline yang lembab dengan jari telunjukknya.
"Aku memintamu membersihkan tubuhmu. Seluruh tubuhmu," jelas Jeffrey.
Napas Raline memburu. "Ma-maafkan aku ..." ucap Raline.
Senyum Jeffrey makin terkembang, Raline Lara berbeda. Wanita itu sesuai kriteria Jeffrey, tampak rapuh dan polos. Sebagai wanita lacur, aktingnya lumayan juga.
“Kumaafkan, tetapi kamu tetap harus dihukum,” sahut Jeffrey. Ia mengambil salah satu peralatan bermain miliknya dan kembali menghampiri Raline.
Raline tersentak ketika Jeffrey menuntun tubuhnya untuk menungging seolah hendak merangkak. Tanpa permisi, Jeffrey lantas menyingkap satin dress berwarna hitam yang Raline kenakan. Kini, Jeffrey leluasa memandang bokong Raline yang bulat. Lelaki itu mengelus area paha dalam Raline dengan flogger, sebuah cambuk berumbai berbahan kulit yang memiliki handle dari kristal.
“Berjanjilah untuk tidak nakal lagi, Lara.” Jeffrey menjalankan rumbai cambuk pada kulit Raline.
Belum sempat Raline menjawab, Jeffrey memukul bokong Raline dengan flogger. Hal tersebut membuat Raline terkejut bukan main.
“Sakit?” tanya Jeffrey.
Raline menjawab dengan gelengan kepala.
Jeffrey kembali memukul Raline, kali ini sedikit lebih kencang. “Sakit?” tanyanya lagi.
Raline mengangguk pelan.
“Jadi, kamu sudah kapok untuk melakukan kesalahan lagi?” goda Jeffrey.
“Ya. Aku akan menurutimu,” ucap Raline pelan.
Jeffrey memukul bokong Raline. "Aku tidak bisa mendengarmu."
Raline meringis. Ia merasa pantatnya mulai panas. "Aku akan menurutimu," ulangnya lebih keras.
Jeffrey mengulum senyum. Ia kemudian menuntun dagu Raline untuk mendongak.
“Apa kamu ingin aku membuka borgol pada tanganmu?”
Raline mengangguk cepat. “Ya, kumohon,” pintanya.
“Aku akan membukanya, tapi dengan satu syarat. Kamu harus diam dan menuruti apa pun kemauanku.”
Raline menelan saliva saat mendengar perkataan Jeffrey. “Ba-baiklah,” jawabnya.
Jeffrey pun memegang tangan Raline dengan lembut, lelaki itu membuka handcuff yang membelenggu si submisif. Raline mengembuskan napas lega, paling tidak, ia tidak lagi terikat tak berdaya. Wanita itu kemudian berinisiatif membuka penutup mata yang ia kenakan.
“Tetaplah memakainya,” cegah Jeffrey.
Raline mengangguk. Urung melihat sosok lelaki bernama Jeffrey yang akan segera mendapatkan miliknya yang paling berharga. Tapi, Raline pikir, mungkin itulah yang terbaik. Ia takut Jeffrey adalah lelaki berwajah mengerikan yang justru akan membuatnya trauma seumur hidup.
Setelah membebaskan tangan Raline dari borgol, Jeffrey pun melucuti satin dress yang wanita itu kenakan. Kedua bola mata Jeffrey tertegun saat melihat tubuh molek Raline yang berkulit seputih kapas.
Tidak mendengar suara Jeffrey, Raline makin salah tingkah. Ia menutup payudaranya dengan lengan, sementara tangan yang satu lagi merapat di sela-sela paha. Sekujur tubuh polos Raline tereskpos. Suguhan menarik bagi Jeffrey.
"Berapa usiamu?" tanya Jeffrey.
"Dua pu-puluh lima," sahut Raline.
Bahu Raline tiba-tiba tersentak ketika Jeffrey membelai putingnya dengan sebuah bulu penggelitik.
"Usia yang masih cukup muda," kata Jeffrey.
"Ehm," desah Raline. Ia mulai salah tingkah karena kegelian.
"Singkirkan tanganmu, Lara. Aku ingin melihat tubuhmu lebih jelas," titah Jeffrey.
Raline bergeming. Patuh seperti boneka saat Jeffrey memberi perintah. Meski ragu, ia membiarkan badan telanjangnya menjadi tontonan. Penuturan Marni terngiang dalam benak, tentang sosok Jeffrey yang merupakan sadomasokis. Bagaimana jika ia berniat melukai tubuh atau kulitnya?
Sementara itu, Jeffrey makin terpesona dengan pemandangan di hadapannya. Tubuh Raline tergolong sempurna, buah dada padat berisi dan perut ramping yang nyaris tanpa lemak. Otak letih akibat pekerjaan seketika sirna oleh keindahan di depan mata.
Gairah Jeffrey membumbung. Ia mendorong tubuh Raline agar terlentang di atas ranjang. Napas Raline kian memburu, keresahannya tertangkap jelas oleh mata elang Jeffrey. Salah tingkah yang tersirat dari Raline semakin membuat si lelaki penasaran. Wanita yang tampak begitu polos, seolah ini merupakan pengalaman pertama baginya.
Jeffrey membungkuk dan mengendus leher Raline yang jenjang.
"Aku suka aroma lavender yang menempel padamu," bisik Jeffrey.
Pipi Raline memanas, ia tidak sangka, suara dan sentuhan Jeffrey bisa membuatnya bergairah sedemikian hebat.
"Ehm ..." Raline menahan napas ketika Jeffrey mencumbu area telinganya. Rasa geli yang menggelitik, memancing birahi pada sekujur otot.
Sentuhan Jeffrey makin intim begitu bibirnya tiba pada puncak dada Raline yang menegang. Puting merah muda itu menegang, pertanda si pemilik tubuh sudah mulai terangsang.
Raline mencengkeram kain seprei kuat-kuat dengan jemari. Ia merasa berdosa karena menikmati jamahan dari Jeffrey, lelaki hidung belang yang telah membelinya.
Jeffrey memilin puting Raline dengan kasar. Bukannya kesakitan, wanita itu justru menggeliat menahan gelenyar memabukkan. Diam-diam menahan denyut pada bagian bawah yang mulai basah.
Otak Raline mulai berimajinasi, memvisualisasikan bagaimana rupa Jeffrey yang sesungguhnya. Bisa saja ia merupakan lelaki tua bangka dengan rambut dipenuhi uban. Meski begitu, tetap saja tubuh Raline berontak melawan logika. Tiap sentuhan Jeffrey menyulut nafsunya.
"Ah!" Raline memekik saat jemari Jeffrey berpindah menyentuh area intimnya.
"Kenapa kamu setakut itu?" selidik Jeffrey.
Raline menggeleng. "Aku memang takut," sahutnya. Ia menutup kawanitaannya dengan tangan.
"Perlu kupasang handcuff lagi, agar kamu berhenti melawan?" ancam Jeffrey.
Raline mengiba. "Kumohon jangan!"
“Kamu wanita nakal, Lara. Sepertinya hukuman tadi tak membuatmu jera.” Jeffrey beringsut untuk meraih borgol yang tergeletak di atas nakas.
“Kumohon ...” pinta Raline lirih.
“Aku tidak bisa mempercayaimu, Lara.” Jeffrey menarik kedua pergelangan tangan Raline dan kembali memasangkannya pengikat tangan.
"Aku tidak nyaman terikat seperti ini. Kumohon, lepaskanlah," bujuk Raline.
"Aku akan melepaskannya," kata Jeffrey. "Tapi nanti ..." Ia lantas kembali menjamah bagian intim Raline dengan jemari. Wanita itu menggelinjang seraya menggigit bibir untuk menahan nikmat bercampur nyeri.
Jari Jeffrey memijat klitoris Raline dengan gerakan memutar, area itu mulai licin oleh pelumas alami yang keluar dari dalam tubuh.
"Kamu sudah basah," bisik Jeffrey.
Raline merintih merasakan kewanitaan yang berkedut-kedut. Sungguh, kali ini Raline membenci dirinya. Jemari Jeffrey pasti telah menyentuh banyak tubuh selain tubuhnya. Harusnya Raline tidak menikmati permainan mereka. Ini sungguh salah!
“Lara, aku ingin melihat milikmu lebih jelas.” Jeffrey membuka paha Raline lebar-lebar. Sebenarnya, ia ingin lebih lama menggoda dan bermain-main dengan Raline, memasukkan bermacam toys ke dalam liang wanita itu. Namun, entah mengapa, tubuh Jeffrey seolah enggan menunggu lebih lama. Lelaki itu pun membuka pakaian dan celana, menampakkan batang kejantanan yang sudah berdiri mengacung.
Dalam mata yang tertutup, Raline merasakan milik Jeffrey yang menggesek-gesek kewanitaannya. Wanita itu akhirnya memekik saat batang keras itu menembus selaput daranya.
Perih dan nyeri bercampur jadi satu. Mengobrak-abrik bagian bawah Raline yang belum pernah terjamah. Tusukan demi tusukan kian intens dan cepat. Jeffrey tidak berniat bermain dengan lembut.
Sementara itu, Jeffrey yang menggenjot tubuh Raline dari atas, mendesis dengan rahang mengeras. Milik wanita lacur ini begitu sempit dan rapat. Kelelakiannya terasa terjepit kencang di dalam sana. Jeffrey telah dimabukkan oleh sensasi yang luar biasa.
Raline hanya terdiam, menahan sakitnya pengalaman pertama. Ia pasrah menunggu Jeffrey selesai menuntaskan segala urusan.
Namun, nyeri dan perih yang semula Raline rasa, mendadak hilang. Mungkin, liangnya mulai terbiasa oleh kejantanan Jeffrey. Segala ketidak-nyamanan di awal berubah menjadi kenikmatan erotis.
Ternyata, bercinta tidak semenakutkan itu.
Raline mengelinjang, aliran darahnya memanas. Ia mulai ketagihan, hingga ikut menggoyangkan pinggul untuk menyamai gerakan Jeffrey. Rahim Raline berkedut, menyedot milik lelaki itu agar makin masuk lebih dalam lagi. Dan lagi ... Dan lagi. Namun, saat Raline hampir mencapai klimaks, sodokan dari batang kejantanan Jeffrey mendadak berhenti.
"Apa?" Jeffrey berkernyit ketika melihat cairan merah membasahi seprei, begitupun miliknya. Ia kemudian mencabut batang mengacungnya untuk memeriksa secara saksama. “Ini darah? Apa kamu masih perawan?”
Hola, Darls.
Thank you karena telah memasukkan KINKY dalam list bacaanmu. Kuharap kalian berbaik hati follow dan vote/ komen sebelum menggulir bab berikutnya. Supaya kalian enggak ketinggalan update selanjutnya, ya. Dan semua agar aku bisa mencintai kalian dengan benar 🫶 ihirr.
Salam sayang. Ayana.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top