TEN

Tahun 2006 silam adalah masa keterpurukan bagi Anwar dan keluarganya. Bagaimana tidak, saat usia Jeffrey 16 tahun --- menginjak kelas dua SMP --- media massa dihebohkan oleh berita pelecehan seksual di lingkungan sekolah. Kejahatan itu terjadi di salah satu sekolah internasional kebanggaan kalangan elit di Jakarta karena telah berdiri sejak tahun 90'an. Tepatnya, tempat Jeffrey menempuh sekolah dasar dulu.

Tidak main-main, pelecehan dilakukan oleh oknum kepala sekolah dan guru.

Michael Hopkinson --- sang kepala sekolah --- akhirnya mengaku telah melecehkan ratusan murid di bangku sekolah dasar selama bertahun-tahun. Satu per satu orang tua korban muncul ke permukaan, menuntut keadilan untuk anak mereka. Pada tahun itu pula, Excellent MRF Academy of Elementary School Jakarta resmi ditutup oleh pemerintah.

Anwar duduk di depan meja kerjanya. Ia menopang dahi sembari menyembunyikan muka yang tertunduk. Sementara, Misye terisak tanpa kata pada sofa yang berada tak jauh dari Anwar.

Anwar kemudian menengadah untuk memandang Jeffrey yang berdiri di hadapannya.

"Jeff," kata Anwar. "Kamu sudah 16 tahun, sudah remaja dan pasti mengerti apa itu kekerasan seksual."

Jeffrey mematung. Raut mukanya tanpa ekspresi. Ia menatap sang ayah dengan sorot dingin.

Anwar berdeham dan kembali melanjutkan, "Katakan sama Papa, apa ..." Kalimatnya terhenti. Tenggorokan Anwar tercekat, seolah tak kuasa meneruskan kata. "Apa mereka pernah melakukan sesuatu kepadamu?"

"Sesuatu apa?" tanya Jeffrey datar.

"Sesuatu yang tidak pantas padamu," jelas Anwar.

Tatapan keras Jeffrey berubah nanar. "Seingatku, aku sempat berusaha memberitahu Papa dan Mama," jawabnya.

Anwar meremang, lelaki itu hancur. Namun, seumur hidup menjadi lelaki keras dan tegas, membuatnya bertahan dalam diam. Di lain sisi, tangis Misye makin keras. Wanita itu menghambur ke arah Jeffrey dan mencoba memeluk sang anak.

"Jeff!" pekik Misye.

Jeffrey menepis tangan Misye. Semenjak kejadian traumatis yang menimpanya, ia memang tak suka disentuh. Meski oleh orang tuanya sendiri.

"Apa pembicaraan ini sudah selesai?" Jeffrey menghindar.

Misye menyorot anak lelakinya melalui mata yang berair. "Jeff ... kita harus menuntut keadilan untukmu!"

"Aku nggak mau orang lain tahu, khususnya teman-temanku di sekolah yang sekarang," sanggah Jeffrey.

"Tapi, Jeff ... mereka ..." ucap Misye tersedu.

"Kejadian itu sudah lama terjadi. Aku nggak mau mengungkitnya." Jeffrey memandang Misye dan Anwar secara bergantian. Ia lalu melengos dan bersiap pergi. "Kalau begitu aku permisi, Pa, Ma."

Jeffrey pun pergi meninggalkan kedua orang tuanya. Ia menyembunyikan segala luka hati yang sudah mengerak.

***

Raline terbuai oleh aroma woody yang menguar dari badan Jeffrey. Lidah mereka berdua masih saling berkejaran. Cumbuan yang mengakibatkan sekujur tubuh Raline memanas.

Jeffrey mencengkram kedua pergelangan tangan Raline ke atas. Seperti yang sudah ia katakan, ia adalah seorang dominan. Jeffrey melarang Raline menyentuhnya atau berinisiatif seenaknya sendiri. Lelaki itu lalu menyudahi pagutan bibir mereka dan menegakkan badan.

Jeffrey melepaskan ikatan dasi pada kerah kemeja. Ia menarik tangan Raline dan menggunakan dasi itu sebagai pengikat.

"Ah ... Ehm ..." Raline mulai terbiasa oleh perlakuan Jeffrey. Ia tak lagi takut, justru bergairah hebat.

Jeffrey menuntun tubuh Raline untuk tengkurap. Dua gundukan menonjol dari tubuh bagian belakang Raline tampak jelas. Lelaki itu kemudian menampar bokong bulat itu dengan keras.

"Mengakulah kalau kamu adalah gadis nakal!" bentak Jeffrey.

Raline menggigit bibir. Ia mengerang pelan, nyaris tak terdengar.

"Kamu yang menghubungi istri Ko Daniel?" tanya Raline disela rintihnya.

PLAK. Jeffrey kembali menampar bokong Raline. "Kamu tidak ada hak untuk bertanya!" sentaknya.

"Aku benar bukan?" Raline bersikukuh. "Kamu yang menyabotase Daniel."

Jeffrey menusukkan batang kerasnya ke dalam liang sempit Raline. Sentakkan yang keras dan kasar. "Ini hukuman karena kamu sudah cerewet!"

Raline mendesah keras. Milik Jeffrey menusuk dengan ritme cepat. Seolah tak mengizinkan tubuh Raline untuk beradaptasi terlebih dahulu.

"Jadi ... memang kamu ... orangnya." Raline mengerang. "Tapi, kenapa? Apa pedulimu ...? selidiknya.

Jeffrey mendengkus. Tangan kekarnya menarik pinggul Raline ke belakang, mengakibatkan kejantanannya menusuk makin dalam.

"Kamu benar-benar pantas dihukum, Lara! Gadis nakal!"

Raline tersentak. Milik wanita itu terasa sangat penuh dan berkedut.  Kalau ini adalah hukuman, maka ini merupakan hukuman ternikmat dalam hidup Raline. Tubuh Raline menggelinjang akibat tusukan tajam dari kejantanan Jeffrey yang beringas.

"Oh ... Tuhan ..." Raline meracau seraya terpejam. Ia mengejan sambil meresapi gelenyar manis dari persetubuhan terlarang.

Ya, itu Jeffrey. Jeffreylah yang memanggil istri Daniel. Jeffrey yang menggagalkan Daniel menggagahinya. Jeffrey adalah Ksatria Penyelamat Raline. Pikiran Raline mulai dipenuhi oleh imajinasi dari romansa klise tentang cinta sejati. Mungkinkah Jeffrey, menyukainya?

Hati Raline kini dipenuhi bunga-bunga kebahagiaan. Fatamorgana semu akan kesimpulan sepihak yang ia buat sendiri.

Raline ... jatuh cinta kepada Jeffrey.

Lelaki itu yang mengambil keperawanannya. Dia juga yang merenggut hati Raline.

Birahi membakar kedua tubuh yang saling bersatu dalam keintiman. Tanpa aba-aba, Jeffrey menarik kejantanannya dan membalikkan tubuh Raline. Wanita itu terlentang pasrah dengan paha terbuka lebar.

Raline merona malu, lagi-lagi menggigit bibir bawahnya. Ia tak berani bertatap dengan si pemilik mata pekat memesona di depannya. Namun, netra Raline justru melirik milik Jeffrey yang teracung.

Sekali lagi, ia mampu menyaksikan kejantanan Jeffrey dengan jelas. Puncak batang panjang dan besar itu berkilat penuh cairan licin dari liang Raline yang basah. Pemandangan yang berhasil membuat bagian bawah dirinya berkedut minta diisi.

Andaikan tangan Raline tidak terikat, ia ingin sekali menyentuh kejantanan itu. Memijat batang liat itu menggunakan jemari lentiknya. Merasakan urat menyembul dengan kulit telapaknya.

Jeffrey menyeringai. Ia menyaksikan Raline yang menggerakkan pinggulnya pelan. Wanita itu pasti sudah terangsang hebat. Jeffrey senang menyiksa Raline lebih lama. Lelaki itu tak lagi memasukkan miliknya ke dalam. Sebaliknya, ia hanya menggesekkan puncak kepala kejantanannya pada ambang liang basah Raline.

Raline menatap penuh penantian. "Kumohon ..." bisiknya.

"Kumohon, apa?" goda Jeffrey.

Raline mendesah. Mata wanita itu menatap sayu. "Kumohon, Jeff ... masukkan milikmu," pintanya.

"Kamu tidak bisa memerintahku," jawab Jeffrey --- sang Dominan.

Sudah tamat di BESTORY

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top