SEVENTEEN

Jeffrey hanya tidur beberapa jam saja sepulangnya dari JW Marriot. Ia memilih menghabiskan Minggu pagi dengan berolahraga sebentar sebelum berangkat ke kantor. Tidak ada hari libur bagi seorang pebisnis seperti Jeffrey. Waktu adalah uang.

"Bapak Jeffrey," tegur Marni. Ia menghampiri bosnya yang sedang berolahraga di ruang gym.

Jeffrey konsisten berlari pada treadmill. "Huh?" sahutnya.

"Ada Raline mencarimu," terang Marni.

Jeffrey hampir terpeleset. Ia menekan tombol stop pada treadmill-nya sambil mengatur napas. Wanita itu benar-benar seperti anjing. Sekali diberi tulang, akan terus mengikuti ke mana pun!

"Aku tidak ingin menemuinya!" tegas Jeffrey. Ia meraih botol minum dan meneguknya secara impulsif.

Marni berbalik badan. "Baiklah, kalau begitu, aku yang akan menemuinya."

"Bi?!" Air yang Jeffrey minum muncrat karena tersedak. "Apa maksudnya?"

"Kalau Bapak tidak mau menemui Raline, biar Bibi yang bertemu dengan dia. Dia tamu Bibi," jelas Marni santai.

"Bibi mencoba melawanku?!" cegah Jeffrey menyusul Marni.

Marni menggeleng. "Melawan bagaimana? Bibi hanya menerima tamu. Apa sekarang ada larangan bagi seorang pelayan menerima tamunya di rumah ini?" Ia mendecak. "Bapak betul-betul bos yang kejam," ledeknya.

"Bibi!" seru Jeffrey.

Namun, Marni tidak mengacuhkan Jeffrey. Pengurus rumah itu melenggang pergi meninggalkan Jeffrey yang belingsatan.

***

Marni membawa nampan berisi cangkir kopi kepada Raline. Sementara itu, Raline terlihat duduk menanti pada gazebo yang terletak di samping kolam renang.

"Raline ..." sapa Marni. Ia meletakkan cangkir ke atas meja kayu.

Raline menyambut Marni dengan sumringah. "Bibi kok repot-repot segala?"

"Tidak repot. Bibi juga sekalian kepingin ngopi. Yuk, diminum," tawar Marni.

"Terima kasih banyak, Bi Marni," ucap Raline. Mata wanita itu nyalang ke sekeliling --- seolah sedang mencari sesuatu. "Jeffrey ... tidak ingin menemuiku, ya?"

"Kalian habis bertemu, ya, kemarin?" Marni berbalik tanya.

Pipi Raline mendadak merona. "Ya," sahutnya malu.

"Bagaimana ceritanya?" selidik Marni. "Seingat Bibi, Sabtu kemarin Bapak Jeffrey sedang sibuk launching koleksi terbaru the MAXIMAL."

Mata lentik Raline melotot. "Apa? The MAXIMAL? Maksud Bibi?"

"Launching edisi Valentine," jawab Marni. Ia menyesap kopinya dengan nikmat.

"Jeffrey kerja di the MAXIMAL?" cecar Raline.

Seulas tarikan kecil terpampang pada bibir Marni. "Dia yang punya the MAXIMAL."

"Hah?" Raline terperangah hingga tak mampu berkata-kata.

Jeffrey pemilik the MAXIMAL? Brand yang Raline selama ini kagumi karena rancangan produknya yang unik dan cantik.

"Pak Jeffrey membangun the MAXIMAL dari nol. Waktu masih menjadi mahasiswa, dia sudah memulai bisnisnya. Kebetulan skripsinya mewajibkan adanya rancangan strategi pemasaran, perencanaan biaya produk, dan lain-lain," terang Marni.

"Jeffrey yang ... mendirikan the MAXIMAL? Bukan orang tuanya?" tanya Raline ternganga.

Marni menggelengkan kepala. "Bukan. Pak Anwar, papa Jeffrey adalah pemilik perusahaan tekstil di Jakarta. Pabriknya tersebar di Indonesia, Turki, dan India. Mungkin karena latar belakang keluarganya pebisnis dalam industri garmen, Jeffrey jadi tertarik pada bidang fashion. Tapi, ia sendiri tidak tertarik meneruskan kerajaan bisnis papanya. Jeffrey memilih kuliah di Surabaya dan mengembangkan bisnis di sini. Sementara, ipar dan adiknyalah yang membantu Pak Anwar menjalankan perusahaan tekstil."

"Anwar? Nama ayah Jeffrey, Anwar? Apakah Anwar Bahadir?" Raline makin gamang. Anwar Bahadir adalah salah satu konglomerat Indonesia pemilik perusahaan tekstil terbesar PT Bahadir Sejahtera Tbk.

Marni membenarkan. "Betul. Anwar Bahadir, pengusaha keturunan Turki itu."

Badan Raline mendadak lemas. Ketimpangan sosial antara dirinya dan Jeffrey benar-benar tajam. Seketika nyali Raline ciut. Ia merasa tidak pantas mengejar cinta Jeffrey.

Raline berdiri dari duduk. "Bi Marni, sebaiknya aku pulang ..." pamitnya.

"Kenapa, Line? Baru sebentar kita ngobrol." Marni mencegah Raline. Pengurus rumah tangga itu menahan lengan Raline. "Habiskan dulu kopi dan biskuitnya. Lagi pula, sudah lama aku tidak mengobrol begini dengan orang baru."

Raline merasa segan terhadap Marni. Mau tidak mau, ia kembali duduk dan meneguk kopinya. Meski dalam hati ia sangat gelisah dan ingin segera pulang.

Marni mengulum senyum. "Line, kamu belum cerita sama Bibi, bagaimana kamu bisa bertemu dengan Pak Jeffrey."

"Oh ... soal itu ..." gumam Raline.

"Bibi penasaran. Pak Jeffrey belum pernah mengajak wanita bertemu di luar rumah. Kalau pun ada, hanya untuk urusan pekerjaan, tidak lebih. Kalian janjian ketemu?" pancing Marni.

Raline menggeleng. "Tidak. Sebenarnya, kemarin aku harus melayani pelanggan di Marriot. Tapi, Jeffrey tiba-tiba muncul dan menggagalkan pekerjaanku. Lalu, kami ..." Kalimatnya menggantung karena malu.

"Menggagalkan ...?" Mata Marni membulat. Ia tahu Jeffrey dan Raline pasti sudah bercinta. Ia hanya penasaran akan satu hal. Mengapa Jeffrey melakukan hal di luar kebiasaannya? Menggagalkan pekerjaan Raline merupakan ikut campur, sesuatu yang dihindari seorang Jeffrey.

"Ya. Istri pelangganku tiba-tiba muncul. Kebetulan, Jeffrey mengenal pelangganku. Ia juga tahu di kamar berapa aku menginap. Kurasa, Jeffrey yang menghubungi istri pelangganku," terang Raline.

Bibir Marni mengulas senyum penuh makna. Namun, ia belum berani berspekulasi. Marni mengambil sepotong biskuit dan memakannya dengan nikmat. Hatinya berbinar karena menduga bahwa hati Jeffrey yang sedingin es akan segera meleleh. Dan, itu karena Raline.

Saat Marni dan Raline sedang berbincang di gazebo, sosok Jeffrey mendadak muncul. Lelaki itu keluar bertelanjang dada dan hanya memakai celana pendek untuk berenang. Jeffrey berjalan penuh percaya diri --- seakan memamerkan barisan abdominal yang berjajar. Kulit kecokelatannya terekspos eksotis oleh tempaan sinar matahari.

"Je-Jeffrey ..." Raline bergegas berdiri.

Marni buru-buru menarik tangan Raline. "Duduklah, Line. Jangan pedulikan dia. Anggap Bapak Jeffrey tidak ada," bisiknya tenang.

Raline terkesiap. "Tapi ..."

"Dia tadi bilang tidak mau menemuimu. Tapi lihatlah dia sekarang, show off memamerkan badan. Acuhkan saja dia," tutur Marni.

"Show off? Maksud Bibi, Jeffrey mencari perhatianku?" tanya Raline tidak percaya.

Marni mengangguk. "Tentu. Kalau tidak, untuk apa lagi dia tiba-tiba keluar dan berenang."

Raline kembali duduk dengan muka merona. Apa benar Jeffrey hanya sedang jual mahal?

Di lain sisi, Jeffrey melirik Raline yang berada di seberang. Wanita itu mengobrol di gazebo bersama Marni. Entah apa yang mereka berdua bicarakan sampai Raline mengabaikan kedatangannya.

Jeffrey mendengkus. Ia melempar handuk ke atas kursi panjang yang terletak pada sisi kolam. Lelaki itu mulai merenggangkan tubuh --- melakukan gerakan pemanasan. Ia sengaja menjulurkan tangan untuk mempertontonkan otot-otot maskulinnya. Berharap Raline terpancing, justru para pembantu yang sedang membersihkan kaca rumah yang cekikikan. Gadis-gadis muda itu keranjingan akan visual bosnya yang super seksi. Jeffrey salah sasaran.

Jeffrey mulai kesal. Kemarin Raline memohon padanya seperti anak anjing. Sekarang, wanita itu sama sekali tidak memandangnya.

Lelaki itu akhirnya menceburkan diri ke dalam kolam yang jernih kebiruan. Ia menyelami air menggunakan gaya bebas, kedua belah tangannya bergantian membelah air. Jeffrey berenang bolak-balik seperti ikan. Gerakannya lancar layaknya atlet renang.

Merasa puas menyombongkan badan dan kebolehannya, lelaki berkulit tanned itu keluar dari air dan menyugar rambutnya. Jeffrey menyeringai saat para pembantu mudanya semakin terkagum-kagum. Lelaki itu menaiki tangga kolam dengan tubuh kuyup. Postur tubuh Jeffrey yang kokoh dan enak dipandang, terbingkai sempurna karena basah.

Ia menyambar handuk untuk menyeka kulitnya yang basah. Mata Jeffrey diam-diam melirik ke arah gazebo. Lelaki itu mendadak melotot karena menemukan Marni sedang membereskan cangkir beserta piring kue.

Jeffrey melempar handuk sembarangan dan menghampiri Marni.

"Mana Raline?" tanya Jeffrey gusar.

"Sudah pulang dari tadi," jawab Marni kalem.

Jeffrey semakin terbelalak. Rahang lelaki itu mengeras dengan hidung yang berkerut. "Pulang?!"

Eaaa Mas Jeff, kasihan deh kamu. Sudah show off ternyata dikacangin. 😬

Hola, DARLS!

KINKY sudah tamat di Bestory, silakan kunjungi akun Ayana Ann untuk baca jalur cepat. Part utuh tanpa potongan dan cukup 2K saja, bab tsb menjadi milikmu seumur hidup.

Link bisa kalian temukan di papan percakapan Ay, ya!


Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top