♟6♟ Cherry Blossoms.

*°Rotating Time°*

Matahari mulai terbit di ufuk Timur. Angin yang berembus menggoyangkan dedaunan. Pohon bambu saling bergesek seolah mengalunkan musik. Angin masih berembus menggugurkan bunga sakura jatuh ke atas air yang gemericik merdu. Burung-burung saling berkicau seakan mengucapkan selamat pagi. Semua orang yang bangun di pagi itu tersenyum riang menyambutnya.

Di sebuah kamar besar dengan bangunan dan ukiran-ukiran megah khas istana. Kayu yang berukiran dan di cat warna-warna emas. Pintu terbuat dari kertas atau terbuat dari kayu yang masih digeser. Di sana dua orang pelayan wanita sedang membangunkan Tuan Putri mereka dengan ragu-ragu.

“Putri.. Tuan Putri.. bangun,” sapanya lemah lembut.

“Iya Tuan Putri, saatnya Anda bangun.” Sambung satunya lagi. Keduanya berdiri di pinggir ranjang.

“Mmmmhhhh.” Gadis yang dibangunkan tampak bergerak sembari sedikit menggeliat. Dengan mata masih terpejam. “Lima menit lagi Eomma, hari ini kan libur.” Jawabnya sembari tangan kirinya meraba-raba ke atas nakas di sampingnya tampak mencari sesuatu.

“Tuan Putri, Anda mencari apa?” tanya pelayan itu mengerutkan keningnya heran.

Tuan Putri? Tanya gadis itu dalam hati. Kenapa dia dipanggil begitu? Matanya yang masih terpejam tampak bergerak-gerak sembari mengingat-ngingat suara siapa itu yang tidak dikenalinya?

“Tuan Putri.” Panggilan itu terus terulang membuat gadis itu sontak membuka matanya.

Ketika kedua matanya terbuka. Ditatapnya sebuah kain kelambu berwarna putih yang menutupi dan menghiasi di atas ranjangnya. Dia langsung tersentak bangun, digosok-gosok kedua matanya. Dilihatnya di pinggir ranjangnya tampak berdiri dua orang wanita tersenyum menyambutnya bangun.

Dibulatkan matanya. “Ka-ka-kalian siapa?” tanyanya tampak terkejut dan ketakutan.

“Tuan Putri, perkenalkan nama saya Mongyi. Mulai sekarang kami adalah dua dayang pribadi Anda dan kami siap melayani Anda dengan segenap hati dan pengabdian kami.” Jawab seorang dayang itu sambil membungkukkan sedikit punggungnya.

“Dan saya Gahee, apa pun itu katakan kepada kami jangan sungkan.” Imbuh satunya lagi masih dengan senyum seramah mungkin.

Ternyata gadis itu adalah In Hyun. Dia sekarang berada di sebuah kamar besar dengan ukiran dan lukisan-lukisan yang tidak pernah dia lihat sebelumnya.

“Tunggu dulu, ini pasti mimpi,” ucap In Hyun sembari menepuk-nepuk kedua pipinya dan tampak masih kebingungan.

“Tuan Putri, apa yang Anda lakukan?” tanya Gahee memiringkan kepalanya ke kanan sedikit karena heran.

“Aawwww!” rintih In Hyun karena mencubit pipinya sendiri dengan kerasnya.

Oh tidak. Ini bukan mimpi, di mana aku sekarang? Tanyanya dalam hati bingung dan masih ketakutan menatap sekeliling kamar.

“Tuan Putri, apa Anda baik-baik saja?” Mongyi khawatir melihat wajah In Hyun yang berubah pucat.

“Di mana eommaku? Di mana eonnieku?” In Hyun melihat sekeliling dengan perasaan aneh, rumah siapa itu? Apa dia berada di hotel Bintang lima? Tapi kenapa mereka memanggilnya dengan panggilan Tuan Putri? Sebenarnya apa yang terjadi? Pertanyaan itu terus berputar di benaknya untuk beberapa saat.

Mendengar In Hyun memanggil ibu dan kakak perempuannya. Mongyi menunduk sedih. “Joesonghabnida (maaf), mungkin yang Anda maksud adalah orang yang telah merawat Anda selama ini. Mereka dua hari yang lalu meninggal sebelum Anda dibawa ke sini.”

“Meninggal?! Itu tidak mungkin, eomma, kak In Myun!” teriak In Hyun histeris mengagetkan mereka berdua.

“Tuan Putri tenangkan diri Anda,” kata Gahee dan Mongyi mencoba menenangkannya.

“TIDAK, itu mustahil. Mereka di mana sekarang?” In Hyun berontak langsung turun dari ranjangnya berlari ke arah pintu.

“Tuan Putri!” panggil Gahee dan Mongyi khawatir langsung mengejarnya ke arah pintu.

Sreeekkkk..! Pintu masih dengan gaya digeser ke samping itu dibuka paksa oleh In Hyun.

Degg! Jantungnya seolah berhenti ketika melihat beberapa wanita berpakaian sama dengan dua wanita yang di belakangnya. Mereka tampak sedang beres-beres membersihkan sebuah ruangan seperti ruangan tamu.

Ketika mereka melihat In Hyun, mereka langsung berdiri berjajar rapi menyambutnya juga. “Selamat pagi Tuan Putri.” Sapa mereka bersamaan sembari menunduk sedikit padanya.

AISH, sepertinya aku benar-benar sudah gila, kata In Hyun dalam hati berlari lagi ke arah pintu yang lain.

“Tuan Putri jangan ke sana!” teriak Gahee, namun In Hyun tak menggubrisnya.

Sreekkkk..!! Pintu lain dibukanya lagi. Kali ini dia semakin tercengang melihat di luar sana banyak laki-laki yang sedang memotong, menyiram bunga dan membersihkan halaman.

Untungnya Mongyi segera menariknya masuk kembali dan Gahee buru-buru menutup pintu.

“Maaf saya lancang Tuan Putri, tapi Anda tidak boleh keluar dengan pakaian seperti itu,” kata Mongyi malah meminta maaf.

In Hyun baru tersadar setelah melihat penampilannya itu sampai ke bawah. Saat ini dia memakai gaun tidur panjang dan tipis. “Aihhh, ini pasti mimpi atau aku pasti sedang dikerjain,” gerutunya menuju pintu yang lain lagi.

Perlahan ia membuka pintu ketiga takut di sana banyak laki-laki seperti tadi. Namun, tak ada seorangpun di sana. Sebuah taman pribadi di dalam kamarnya, taman yang tertutup.

Dia berjalan menuju ke sebuah Batu lalu duduk di atas Batu itu. Terdiam mencoba mengumpulkan semua ingatannya sebelum berada di sana dan apa yang sebenarnya terjadi sebelumnya?

Mongyi dan Gahee membiarkan In Hyun tenang dulu di sana. Keduanya berdiri di ambang pintu menunggunya.

In Hyun mencoba dan terus mencoba mengingat-ingatnya. Di hari itu atau mungkin kemarin di bawah hujan deras dia menolong seseorang yang akan tertabrak sebuah mobil truk.

“Aku yakin sekali kalau kemarin aku menolong si lelaki mesum itu, aku mendorongnya sekuat tenaga. Tapi setelah itu aku tidak ingat apa-apa lagi, kenapa aku bisa ada di sini sekarang? Sebenarnya aku di mana?” dengan nada pelan, In Hyun bertanya pada diri sendiri.

Di garuk-garuk kepalanya yang tak gatal benar-benar tidak mengerti. Dia jadi bertambah terkejut, bagaimana bisa rambutnya jadi sepanjang itu? Rambut yang baru saja kemarin hanya sebahu, kini sudah panjang hampir sepinggang. “Ini pasti rambut palsu, aku yakin,” ucapnya sambil menjambak sekerasnya mencoba melepas rambut yang dikiranya hanya rambut palsu itu. “Aakkkkkhhh!” lagi-lagi ia merintih kesakitan, ternyata itu semua adalah asli.

EOMMA, kak In Myun kalian di mana? Oppa Nam Suuk teman-teman kalian juga di mana? In Hyun memeluk kedua lututnya. Termenung murung, kenapa kedua pelayan itu mengatakan kalau ibu dan kakaknya sudah meninggal?

Beberapa saat kemudian. Seorang dayang lain masuk ke sana tampak membisikkan sesuatu kepada Mongyi, ia pun hanya mengangguk.

Melihat In Hyun sudah tenang. Gahee dan Mongyi menghampirinya.

“Tuan Putri, ada yang ingin menemui Anda,” kata Mongyi semakin mendekati In Hyun.

“Siapa?” tanya In Hyun sedikit bersemangat dan berpikir orang itu adalah orang yang dia kenal.

Keduanya tampak diam tak menjawab.

“Kenapa kalian jadi terdiam?” In Hyun merasa aneh melihat kedua wanita itu hanya menunduk. Pasti ada yang mereka sembunyikan darinya.

“Maaf kami tidak bisa memberi tahu, Tuan Putri.” Mongyi tampak kebingungan.

“Yang pasti. Tuan Putri harus menemuinya tanpa banyak bertanya, itu yang diperintahkannya kepada kami.” Sambung Gahee tampak tidak berani juga untuk menyebutkan siapa orang itu.

“Baiklah. Mari kita temui dia, aku yakin ini semua cuma lelucon, kan.” In Hyun beranjak dari duduknya dengan sedikit semangat.

“Tapi Tuan Putri …?” Mongyi tampak ragu-ragu mengatakannya.

“Apa lagi?”

“Apa Tuan Putri akan ke sana dengan pakaian seperti itu?” Gahee memainkan jarinya takut dimarahi oleh gadis itu.

In Hyun menunduk melihat penampilannya yang masih memakai pakaian tidur yang tipis itu. Ia pun tersenyum malu. “Maaf aku jadi pelupa, kalau begitu apa kalian bisa memberiku pakaian ganti?”

Gahee dan Mongyi langsung mengangguk.

“Tuan Putri harus mandi terdahulu.” Mongyi melangkah duluan agar menunjukkan perlengkapannya dan juga letak kamar mandinya.

Sembari melangkah mengikuti Gahee dan Mongyi. Baiklah, aku akan menuruti apa mau kalian, aku yakin kalau kalian sedang mengerjai aku kan, nanti akan muncul kamera dan berkata, aku sedang berada di candid camera. (korban kebanyakan nonton TV ^^).

In Hyun dipersilakan masuk ke sebuah kamar mandi. Ketika masuk, dilihatnya sebuah kamar mandi besar dengan sebuah kolam kecil air hangat di tengah-tengahnya.

“Tuan Putri mandilah dulu, ini pakaian Anda akan kami taruh di sini dan kami akan menunggu di luar.” Mongyi menaruh pakaian In Hyun di sebuah meja yang tersedia di pinggir kolam. Keduanya menunduk lalu pergi keluar menutup pintu.

“Uaawwaaahhh! Ini benar-benar seperti di acara televisi itu, aahhh bahkan lebih bagus. Tidak apa-apalah aku jadi Ratu sehari.” In Hyun terlihat girang sambil membuka seluruh pakaiannya dan langsung terjun ke kolam kecil air hangat itu.

Dilihatnya sekeliling kamar mandi. Mudah-mudahan semua ini cepat berakhir, meski aku bahagia mendapat pelayanan seperti ini, tapi aku ingin cepat menemui Eomma dan Eonnieku.

Setelah selesai. Dia meraih pakaian yang terletak di atas meja. Sluurr ...? Sebuah pakaian Hanbok yang begitu panjang.

“Aaaakkhhh, apa-apaan lagi ini? Kenapa aku harus memakai baju seperti ini juga? Menyusahkan sekali.” In Hyun garuk-garuk kepalanya frustrasi.

Dia tidak tahu bagaimana cara memakainya. Akhirnya dia mencoba memanggil Gahee dan Mongyi dari balik pintu, karena saat ini dia hanya memakai pakaian dalam saja.

In Hyun hanya menyembulkan kepalanya saja dari ambang pintu, dilihatnya keduanya sedang duduk menunggu. Mongyi asyik membaca, sementara Gahee tampak terngantuk-ngantuk.

“Ppsstt.. Ppsstt.” In Hyun berdesis memanggil keduanya.

Mereka terkesiap mendengarnya. “Apa kamu mendengar sesuatu?” tanya Gahee menatap nanar Mongyi.

Mongyi hanya mengangguk.

“Jangan-jangan?” Pikiran Gahee jadi parno menatap sekeliling sambil merinding.

In Hyun mengerti apa yang sedang mereka pikirkan. “Yah.. yah.. ini aku bukan hantu.”

Mereka terkejut kembali melihat In Hyun yang hanya terlihat kepalanya saja. Keduanya pun beranjak dari kursi mendekati In Hyun.

“Iya Tuan Putri, maaf, apakah ada masalah?” tanya Mongyi selalu penuh dengan tata krama.

Dengan nyengir kuda. “Bisa kalian tolong bantu aku memakai pakaian ini, aku tidak tahu bagaimana cara memakainya?”

Gahee dan Mongyi hanya tersenyum mengangguk. Keduanya masuk ke kamar mandi lalu membantunya memakai pakaian hanbok ala Kerajaan zaman dahulu itu.

Setelah dibantu mereka. In Hyun mencoba melangkah keluar dari kamar mandi, biasanya dia hanya memakai celana jeans atau lainnya yang simple. Namun, kali ini dia harus berpakaian berat dan juga panjang.

Baru saja melangkah. BRUUKKK!! In Hyun menginjak ujung pakaiannya dan akhirnya terjatuh ke lantai.

“Tuan Putri, apa Anda tidak apa-apa?” Gahee dan Mongyi memburunya lalu membantunya berdiri kembali.

“Haha maaf, aku baru pertama kali memakai pakaian seperti ini.” In Hyun tertawa geli.

Gahee dan Mongyi pun ikut tertawa kecil, mereka mengira akan dimarahi oleh In Hyun. Namun, In Hyun malah tertawa membuat hati mereka sedikit lega.

“Kalau begitu, maka kami akan mendandani Anda dulu.” Mongyi membantu In Hyun berjalan lalu didudukkan di atas kursi terbuat dari batangan kayu besar yang diukir serta diberi bantalan agar empuk dan nyaman.

Dia didandani oleh keduanya. Dilihatnya make-up yang tidak bermerk itu terasa lembut di kulitnya. Sebuah cream alami yang masih di dalam sebuah wadah terbuat dari kayu dan terasa dingin di wajah. Setelah itu diberi bedak cair lalu seulas bedak tabur berwarna natural. Sentuhan terakhir adalah sebuah kertas berwarna merah ditempelkan di bibir atas dan bawah dan kalau di zaman modern itu adalah sebuah lipstik.

Apa harus begini juga? Memakai make-up tak bermerk agar seperti di Kerajaan kuno zaman dulu. Kata In Hyun dalam hati tersenyum sambil membolak-balik sebuah kotak bedak tabur.

Setelah selesai.

“Waahhh, Tuan Putri memang yang tercantik saat ini dari semua Putri yang lainnya,” ujar Gahee tersenyum senang.

“Apa benar?” In Hyun meraih sebuah kaca cermin kecil di dekatnya karena belum ada kaca besar tersedia di sana. “Haaa, apa ini benar aku, bukan orang lain?” Ia tak menyangka akan berubah secantik itu.

Ne, dan kami akui bahwa Tuan Putri memang yang paling cantik sekali dari semua Putri yang pernah kami temui selama ini.” Jawab Mongyi penuh kejujuran.

Jantung In Hyun jadi berdetak kencang. Dia merasa jadi orang lain hari itu, membayangkan dia dulu yang semrawut, sedikit tomboy dan tidak pernah berdandan sekali pun layaknya gadis-gadis yang lain.

“Baiklah, terima kasih untuk kalian. Jadi sekarang kita akan ke mana untuk bertemu dengan orang yang ingin menemuiku itu?” In Hyun tampak sudah tidak sabar untuk menemui orang yang mungkin akan dikenalnya.

Gahee dan Mongyi membawa In Hyun keluar. Ketika melihat pemandangan sekitar. Ia benar-benar terpesona dengan keindahan tempat itu.

“Indahnya, apa kita sekarang berada di surga?” ucapan In Hyun membuat Gahee dan Mongyi tersenyum tipis.

Sesekali In Hyun berputar-putar melewati taman bunga yang sedang bermekaran, di sebelahnya kolam ikan yang besar, tempat itu di kelilingi oleh pohon bunga sakura yang sedang bermekaran juga.

“Aku pasti sedang di dalam mimpi.” In Hyun tampak menikmati keindahan itu sembari masih berjalan mengikuti Gahee dan Mongyi.

Tidak lama setelah menelusuri taman bunga dan kolam utama. Keduanya tiba-tiba berhenti di dekat jembatan kecil penghubung antar dua kolam membuat In Hyun juga ikut berhenti.

“Kenapa?”

“Maaf, hanya sampai di sini kami mengantarkan. Tuan Putri berjalanlah terus, masuklah ke taman itu. Di sana seseorang sedang menunggu Anda.” Jelas Mongyi menunjuk sebuah taman terpenggal hanya oleh anak sungai kolam itu dan terhubung sebuah jembatan.

“Tapi kenapa kalian tidak ikut denganku saja?” In Hyun jadi takut kalau berjalan sendirian.

“Kalau kami ikut masuk, maka kami akan dipenggal.” Jawab Gahee tampak ketakutan.

“Sudah baiklah, aku akan menurut.” In Hyun menahan tawanya mendengar mereka akan dipenggal kalau ikut masuk ke taman seberangnya itu. Sungguh sebuah naskah drama yang sempurna dan dia yakin kalau dalang semua itu pasti kedua sahabatnya atau kakak dan ibunya mengingat perkataan ibunya yang mengatakan dia akan dilamar seorang Pangeran ketika bermimpi aneh selama tiga hari berturut-turut.

Tanpa banyak bertanya lagi. In Hyun terus berjalan melewati jembatan, berjalan di bawah pohon-pohon bunga sakura, menelusuri taman, dia terus melihat sekeliling berharap pasti ada camera atau orang yang sedang menyutingnya dari candid camera.

Terdengar dari kejauhan alunan suara suling sangat merdu membuatnya sedikit merinding.

Tak lama langkahnya terhenti. Kini tak jauh darinya seorang laki-laki berdiri membelakanginya. Pria itu memakai hanbok sama sepertinya. Rambutnya hitam pekat panjang hampir sepinggang juga. Hanya ditatapnya dan tak berani untuk memanggilnya. Dia merasa sudah pernah melihat punggung itu, tapi di mana? Lelaki itu berdiri di pinggir kolam dengan kedua tangan yang sedang memainkan seruling.

Alunan seruling itu membuat jantung In Hyun berdenyut sakit tetapi sangat nyaman dan merdu terdengar di telinganya. Ia tampak mengingat-ingat siapa pria yang sangat tinggi itu?

Ӝ----TBC----Ӝ

Revisi ulang*
18 Januari 2020

By~ Rhanesya_grapes 🍇

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top