♟5♟Broken Heart 2.

Hari H.

Lagi-lagi semalaman In Hyun tak bisa tidur. Dia benar-benar belum bisa percaya semua yang terjadi dan dia berharap itu semua adalah mimpi. Sebuah mimpi buruk baginya yang pastinya akan cepat dia lupakan. Tetapi sayangnya semua itu bukanlah sebuah mimpi dan semua benar-benar kenyataan.

Siangnya In Hyun keluar dengan mata sembapnya karena semalaman menangis. Dia duduk di kursi sofa dengan wajah murung.

“Kompres matamu, nanti tak bisa melihat dengan jelas,” kata In Myun menyodorkan seplastik es batu kecil-kecil lalu duduk di sebelah In Hyun.

Gomawo,” ucap In Hyun pelan nyaris berbisik menerima es batu yang disodorkan kakaknya.

“Kamu ikut kan ke acara pernikahan nanti sore?” In Myun bertanya tetapi tangannya meraih remote TV lalu memutar mencari channel untuk melihat berita bagaimana acara persiapan pernikahan sepupunya yang pastinya akan masuk ke acara televisi untuk pesta para keluarga pengusaha terkenal.

“Apa kamu gila Myun? Menyuruh dia ikut ke pesta itu.” Jawab Ibunya datang dari dapur.

“Eoh. Eomma, zaman sekarang murung terus. Harusnya kita tunjukkan padanya kalau kita itu bukan wanita lemah yang hanya bisa menangis terus dan-”

“Ya.. ya.. ya, Eonnie. Kau bisa bicara begitu karena kau belum pernah mencintai setulus hati.” In Hyun berkata ketus sembari mengerucutkan bibirnya.

In Myun mendengar jawaban In Hyun tidak marah. Dia malah langsung memeluk In Hyun. “Mian Hyun. Aku hanya mencoba menghiburmu, hanya bercanda dan aku tahu kamu saat ini benar-benar terluka.” Ia menepuk-nepuk pelan punggung adiknya itu.

“Aku tahu, hanya kalian yang mengerti perasaanku saat ini.” Menetes lagi air matanya, namun kali ini In Hyun buru-buru menyekanya dengan punggung tangannya.

Setelah berpikir lama. In Hyun tidak bisa membiarkan saudara-saudara dari ayahnya berbicara yang tidak-tidak tentang ketidakhadirannya itu dan pasti nantinya akan menimbulkan gosip yang tidak sedap terhadap ibu dan kakaknya, terutama untuk dirinya. Akhirnya dia pun akan ikut hadir di pesta pernikahan Yurika, bukan ingin menemui Nam Suuk, hanya untuk menghargai keluarga pamannya itu.

Kajja, kita siap-siap pergi ke pesta. Aku tidak mau Eomma ditanya yang macam-macam atau dibicarakan yang lain-lain di belakang kita,” kata In Hyun sedikit berapi-api. “Sampai kapan aku harus lari menghindar? Karena suatu hari nanti kami akan tetap terus bertemu. Dan aku tak mau lari lagi jika bertemu dengan mereka.”

Ibunya terkesiap mendengarnya. “Hyun, jangan dipaksakan, kalau kamu tidak bisa hadir. Itu hanya akan membuatmu terluka lebih dalam jika menghadirinya, sebaiknya-”

“Eomma, meski hari ini aku tidak datang, pasti suatu saat nanti aku akan bertemu dengannya dimanapun juga, maka dari itu aku akan hadir dan akan mengikhlaskan mereka bahagia.” In Hyun terpaksa memotong kalimat Ibunya yang terlihat cemas dan khawatir.

Kajja, sini Eonnie yang dandanin, biar mata pandanya bisa tertutupi.” Ajak In Myun bangkit dari duduknya lalu menarik tangan In Hyun menuju ke kamarnya.

Tak ada pilihan lain bagi In Hyun selain menghadiri pesta itu.

Sorenya. Setelah selesai bersiap-siap.

In Hyun, In Myun bersama Bibi Yumi pergi naik taksi. Sesampainya di tempat pesta berlangsung. Ketiganya turun dari taksi kemudian langsung masuk ke gedung pernikahan.

Ketika masuk ke dalam. In Hyun langsung menyaksikan pernikahan Yurika dan Nam Suuk yang baru selesai mengucap janji suci di depan pendeta. In Hyun merasa dunia hari itu kiamat, sakit yang tak bisa dilihat orang itu benar-benar bagaikan ribuan pedang menusuk seluruh tubuhnya, dengan sekuat tenaga dia menahan air matanya.

Sesekali Nam Suuk mencuri-curi pandang kepada In Hyun dari Yurika. Hari itu In Hyun terlihat sangat cantik sekali. Kenapa dia baru menyadari kecantikannya di saat wanita lain kini tengah bersanding dengannya?

Yurika seolah-olah sengaja menggandeng lengket lengan Nam Suuk di hadapan In Hyun dan In Hyun selalu mencoba membuang mukanya tak berani menatap Nam Suuk dan sepupunya itu yang kini sudah resmi menjadi suami-istri. Karena itu akan membuat dia hilang kendali dan menangis lagi di depan orang banyak.

Semakin lama dia tidak tahan selalu melihat Yurika dan Nam Suuk yang sedang berfoto-foto sangat mesra. Karena sudah tak tahan, akhirnya dia berlari keluar meninggalkan acara pesta itu.

Di depan pintu keluar, In Hyun tak sengaja menabrak seorang laki-laki yang baru datang. Ia tak berhenti, tak melihat wajah pria itu atau meminta maaf malah tidak peduli dan terus berlari sekencang-kencangnya.

Tak lama In Myun dan Ibunya pun pamit pulang. Mereka berpapasan dengan Sun Hi dan Euna yang menanyakan apakah In Hyun datang atau tidak? Mereka menjawab In Hyun sudah pulang duluan dan kedua sahabatnya itupun mengerti.

Acara berlangsung dengan meriah sampai malam tiba. Para tamu yang datang adalah dari kalangan para pengusaha bahkan sampai beberapa selebriti datang juga ke pesta tersebut.

Sejak pesta pernikahan itu. In Hyun hilang keceriannya. Hilang rasa percaya dirinya dan hilang sudah semua semangatnya.

Cinta pertamanya sudah dimiliki orang lain. Dia sudah kehilangan semua Mood-nya. Meski begitu, entah kenapa dia sedikit bersemangat ketika membaca buku barunya. *DINASTY JOSEON*.

Setiap hari dia dibujuk Sun Hi dan Euna pergi bersama ke bioskop, akan tetapi selalu ditolaknya. Diajak pergi ke Mall belanja pun sudah tidak ada semangat, seolah separuh jiwanya hilang dibawa oleh Nam Suuk, sampai teman-temannya sudah merasa putus asa bagaimana mengembalikan keceriaan In Hyun seperti dulu lagi.

Malam hari.

Setiap malam selama tiga hari berturut-turut. In Hyun selalu bermimpi, mimpi yang sama terus. Dia seolah berada di sebuah istana Kerajaan Zaman dahulu, seorang laki-laki yang membelakanginya, bunga sakura yang bermekaran, pesta pernikahan, peperangan dan darah yang menetes terus, semua terulang-ulang sedikit agak samar di mimpinya itu, serentak dia langsung terbangun kaget dengan bercucuran keringat.

“Mimpi yang aneh.” Dengusnya mencoba menenangkan jantungnya yang berdetak sangat kencang sambil menyeka keringat yang membasahi wajah sampai lehernya.

Ketika sarapan. In Hyun memeluk Ibunya yang sedang menyiapkan sarapan dengan manja. “Eomma,”

“Hmmm?”

“Kenapa aku selalu bermimpi buruk akhir-akhir ini?”

Bibi Yumi tersenyum sambil mengiris wortel kecil-kecil karena dia akan membuat bubur nasi dicampur dengan wortel kesukaan In Hyun. “Itu hanya mimpi sayang. Memangnya bermimpi apa?” tanyanya penasaran.

“Mimpi kalau aku berada di istana aneh dan megah. Peperangan, darah dan juga taman yang sangat indah.” Jawab In Hyun masih bergelayut manja.

“Mungkin kau akan menjadi Ratu sebuah Kerajaan sayang.” Jawab Ibunya asal.

“Benarkah?” In Hyun tak langsung percaya.

Bibi Yumi menyingkirkan kedua lengan In Hyun. Memasukkan telur ke dalam wajan. “Eomma yakin kalau sebentar lagi kau pasti akan dilamar seorang Pangeran.”

“Eommaaa?!” In Hyun menjadi cemberut. “Zaman sekarang mana ada Pangeran.” Tangannya mengambil irisan wortel kemudian memakannya.

“Hyun, siapa tahu kalau kau bertemu dengan seorang produser kemudian diajak main film kolosal, setelah itu kau bertemu dengan Pangeran dan dilamar akhirnya.” Bibi Yumi tersenyum membayangkan kalau In Hyun menjadi Bintang film dan muncul di layar televisi.

“Aishh, Eomma terlalu tinggi mengkhayalnya.” Dengus In Hyun sembari tersenyum.

“Aigoo, siapa tahu kau suatu hari nanti akan menjadi terkenal dan akan membuat Eomma bangga.” Kata Bibi Yumi masih senyam-senyum.

“Ahaha, lucu sekali jika aku menjadi artis.” In Hyun jadi tergelak tak bisa membayangkannya.

“Hyun. Jika kau menjadi artis terkenal. Eomma yang akan menjadi manajernya. Ok.” Canda Bibi Yumi lagi.

“Ok. Ok.” Jawab In Hyun mengacungkan kedua jempolnya. “Apakah sarapan sudah siap? Aku lapar Eomma.”

“Duduklah, sebentar lagi siap.” Dengan semangatnya. Bibi Yumi menyiapkan sarapan. Hatinya sangat senang sekali karena keadaan In Hyun sedikit demi sedikit membaik dan tidak terlalu murung seperti kemarin-kemarin.

Dia tidak tahu jika In Hyun masih membatin dan tak bisa percaya kalau Nak Suuk kini sudah mempunyai istri. Hanya saja dia tak mau membuat ibu dan kakaknya terus cemas dan khawatir kepadanya. Maka dari itu dia harus berpura-pura baik-baik saja dan kembali ceria di depan keduanya.

Siangnya. Karena libur kuliah dan In Hyun sudah merasa jenuh di rumah terus. Ia memutuskan berjalan-jalan sendiri ke taman pusat kota dengan membawa buku 'Dinasty Joseon'.

Ketika In Hyun membuka pintu. Bibi Yumi berteriak dari dapur. “Hyun, jangan lupa membawa payung. Ramalan cuaca mengatakan hari ini akan hujan!”

“Hujan?” In Hyun mendongak ke atas melihat dari ambang pintu kalau langit hari itu tampak cerah.

“Hyun?” Bibi Yumi masih berteriak karena tak ada jawaban dari anaknya itu.

“Ya Eomma. Aku akan membawa payung!” jawab In Hyun segera keluar lalu menutup pintu sebelum ibunya menyusulnya lalu memberinya payung.

Merasa hari cerah. Buat apa membawa payung? In Hyun sampai di halte bus tak jauh dari rumahnya. Tak berapa lama bus datang dan ia pun segera naik bus tersebut. Di dalam bus dia menyandarkan kepalanya ke kaca jendela bus melihat luar sambil membayangkan kenangan bersama dengan Nam Suuk.

Sesampainya di taman. Duduk di sebuah bangku di mana Nam Suuk memutuskannya waktu itu.

Dengan tatapan kosong ke depan. Dia menghirup udara dalam-dalam lalu mengembuskannya keras-keras. Entah kenapa meski di tempat itu ada kenangan buruknya, namun banyak juga kenangan indah yang masih tak bisa dia lupakan begitu saja.

Dibuka buku DINASTY JOSEON-nya itu, dibaca pelan-pelan dari satu baris ke baris lainnya. Dibukanya selembar demi lembar, namun entah kenapa tiba-tiba hatinya terasa sakit kembali mengingat Nam Suuk memutuskannya dan ketika dia menampar pipi Nam Suuk di tempat itu, kenangan menyakitkan itu belum bisa dilupakannya sehingga ia mengeluarkan air mata yang menetes sedikit membasahi buku yang saat itu tengah dibacanya.

“Apa aku memang tidak pantas untuk dicintai, bahkan dicintai orang tampan dan kaya sepertinya? Kenapa Tuhan?! Kenapa di saat aku ingin melabuhkan hatiku dan menikah dengan Nam Suuk, dia tega mengkhianatiku dan malah menikahi sepupuku? Apa aku memang sudah ditakdirkan terus menderita?” gumam In Hyun pelan, ia masih menunduk bercucuran air mata.

“Tuhan. Engkau telah mengambil Appa tercintaku kembali ke sisimu dan kini kau telah memisahkanku dengan orang yang sangat aku kasihi dan sangat aku cintai itu.” Rintihnya perih.

Tiba-tiba. Pluuukk! Sebuah saputangan jatuh ke pangkuannya. In Hyun sontak kaget lalu menengok kanan dan kiri, dilihatnya seorang laki-laki berlari sudah jauh darinya. Dia hanya bisa menatap punggung laki-laki tersebut yang sudah sangat jauh dan hampir hilang dari pandangan.

In Hyun baru sadar kalau dia menangis di pinggir taman tempat orang lewat. “Bodohnya aku, orang pasti mengira aku sudah sinting, menangis di saat membaca buku,” ia segera mengelap air matanya dengan saputangan yang diberikan oleh lelaki asing tadi.

“Omo, jangan-jangan saputangan ini kotor.” Ia malah berpikiran konyol kalau-kalau lelaki tadi jail padanya, dibolak-balik saputangan itu namun putih bersih dan wangi parfum yang berbeda dari yang lain.

Dipandangnya sekeliling yang tampak sudah sepi, kemudian menengadah ke atas. Dilihatnya langit mulai mendung dan hari sebentar lagi akan gelap.

“Aissh, sepertinya bakalan hujan besar, aku harus buru-buru pulang,” ucapnya bergegas bangkit dari duduknya. Ia langsung berlari karena air hujan sudah mulai menetes turun jatuh ke atas puncak kepalanya.

Ketika hujan semakin deras, dia sudah sampai di halte bus dan saat ini berteduh dulu di sana sambil menunggu bus arah ke rumahnya, ada beberapa orang juga yang berteduh dan menunggu bus bersamanya.

Sambil menatap air hujan yang semakin deras. In Hyun bergumam dalam hati. Kenapa aku sampai lupa pesan Eomma? Katanya akan turun hujan setiap hari dan aku harus selalu sedia payung di dalam tas, namun bagaimana aku bawa payung? Tasnya saja aku lupa membawanya. Ia menjadi tersenyum sendiri.

Ditatapnya hujan. Maju sedikit ke dekat jalan. Direntangkan telapak tangannya ke cucuran air hujan. Begitu dingin sampai mendinginkan hatinya. Kini pandangannya ke arah halte yang lain yang berada tepat di seberangnya. Dipicingkan kedua matanya mencoba menembus air hujan yang turun sangat deras, dia melihat seorang pria yang tampak asyik memasang earphone di telinganya, mendengarkan musik dari ponsel-nya. Masih bermasker dan memakai topi tetapi kali ini pria itu tak menutup kepalanya dengan tudung jaketnya.

Apakah itu si pria misterius? Tanyanya dalam hati masih teringat jelas penampilan yang seperti teroris itu. “Sepertinya aku harus buru-buru pergi sebelum dia mendekat ke sini.” Niat In Hyun adalah segera pulang meski harus hujan-hujanan dan mencari taksi di terminal yang letaknya tak jauh dari halte bus tersebut.

Lelaki itu memang Jae Woon. Ia berdiri tegak dari sandaran dinding halte. Kemudian ia terlihat berjalan berniat menyeberang untuk menyetop bus menuju rumahnya dari halte arah sebaliknya di mana di situ ada In Hyun.

Ketika dia sudah mulai melangkah untuk menyeberang. In Hyun yang tadinya hendak pergi. Menoleh sekilas ke arah lelaki bermasker itu. Dilihatnya dari arah lain sebuah truk yang berjalan cepat ke arah Jae Woon. Tadinya In Hyun tak mau peduli, dipikir lagi lelaki itu juga manusia, jadi dia harus segera menolongnya. Setidaknya meneriakinya agar buru-buru menyeberang dengan cepat. In Hyun akhirnya menghentikan langkahnya dan kembali lagi ke tengah-tengah halte bus.

Dia berdiri terpaku menatap Jae Woon. Masih menoleh menatap laju truk yang seolah sudah kehilangan kendali karena licinnya jalanan akibat air hujan. Ia pun terpaksa berseru. “YAAAK, LELAKI MESUM. CEPAT LARI! ADA MOBIL MELAJU KE ARAHMU!” teriak In Hyun dan beberapa orang di halte itu pada Jae Woon.

Karena Jae Woon tengah asyik mendengarkan musik sambil berjalan di bawah hujan itu. Dia tidak sadar kalau dia sedang berada dalam bahaya dan ia berjalan sudah sampai di tengah-tengah jalan.

“YAAAK! PALLI!! CEPAT MINGGIR, LARII!!” teriak In Hyun lagi. Bahkan orang-orang yang berada di sana juga terus meneriaki Jae Woon.

Namun, Jae Woon benar-benar tak mendengarnya.

Ketika melihat mobil truk semakin mendekat pada Jae Woon dan semua orang di sana sudah terlihat tegang. Tak ada pilihan lain untuk In Hyun, dia menaruh bukunya di bangku halte dan terpaksa berlari untuk menariknya atau mungkin mendorongnya.

Cckiiiiiiiitttttt... braakkkk...!!

Jae Woon terpental ke belakang, dia merintih kesakitan karena kepala dan sikut tangannya terbentur sedikit ke aspal dan pinggir trotoar.

“AISSH, sial hampir saja,” umpat Jae Woon langsung bangkit berdiri sembari merintih kesakitan, semua pakaiannya kotor dan sudah pastinya basah, termasuk ponsel-nya hancur dan earphone-nya putus serta rusak. Dilihatnya tak jauh darinya orang-orang tengah ramai berkerumun. Sementara truk tadi menabrak lampu merah tak jauh darinya.

Jae Woon menurunkan kedua alisnya baru sadar. Dia berpikir sejenak, kalau dia selamat berarti ada yang menolongnya. Dia pun baru teringat kalau barusan ada seseorang yang mendorongnya dengan kuat. Akhirnya dia berlari ke arah kerumunan itu ingin memastikannya.

Dia mencoba menyelusup ke dalam kerumunan itu, ketika sampai di tengah-tengah kerumunan. Dibulatkan matanya lebar-lebar melihat seorang gadis tergeletak dengan darah yang bercampur dengan air hujan, dia adalah In Hyun yang berlari mendorongnya tadi. Setelah mendorong Jae Woon, dia sendiri yang tak sempat menghindar atau melompat ke pinggiran dan pada akhirnya dialah yang tertabrak.

Kini di jalanan itu penuh dengan darah bercampur dengan air hujan, seolah di sana hujan darah.

“CEPAT TELEPHONE AMBULANS!” teriak Jae Woon panik.

Ӝ----TBC----Ӝ

Revisi ulang*
18 Januari 2020

By~ Rhanesya_grapes 🍇

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top