♟44♟Ulang Tahun In Hyun.
In Hyun malah mengerjapkan matanya. "U-ulang tahunku?" tunjuknya pada diri sendiri.
Jeong Soon mengangguk. "Gazebo ini. Istana, bahkan seluruh tempat ini hadiah dariku untukmu," jawabnya sembari melangkah semakin mendekat.
Greepp... Tangan kirinya melingkar di pinggang In Hyun, sementara tangan kanannya masih menyodorkan sebuah kantong kain yang diikat dengan pita berwarna emas. Dengan tatapan sayu, ia menyuruh In Hyun agar menerima serta segera membukanya.
In Hyun ingin menyangkal bahwa besok bukan hari ulang tahunnya. Menurut perhitungannya, ulang tahunnya masih beberapa bulan lagi yaitu tepat setahun dia di sana. Karena ketika dia datang ke sana, dua minggu sebelum ulang tahunnya. Namun, dia menyadari kalau di sana bukanlah dirinya, melainkan orang lain.
In Hyun pun menerima kantong kain kecil yang disodorkan Jeong Soon. "Bisakah kau melepaskan dulu pelukanmu?" ia menoleh ke samping dengan sedikit mendongak menatap suaminya itu.
Jeong Soon tersenyum sembari melepaskan tangannya di pinggang In Hyun. Perlahan In Hyun membuka kantong kecil itu, dikeluarkan sebuah kalung dengan gantungan berbentuk bunga sakura, di tengah bunga terdapat dua buah giok kecil berwarna biru dan merah. "Indahnya."
"Apa kau menyukainya?"
In Hyun mengangguk cepat.
"Kalung itu khusus dibuat untukmu. Jadi, hanya kamu yang punya kalung seperti itu," ujar Jeong Soon tersenyum melihat kebahagiaan terpancar dari kedua mata istrinya. "Bolehkah aku memakaikannya untukmu?"
In Hyun menyodorkan kalung itu, lalu membalikkan tubuh membelakangi Jeong Soon sambil menyingkirkan rambutnya ke samping.
Jeong Soon mulai memakaikan kalung itu, kemudian mengecup sekilas leher In Hyun lalu kedua tangannya melingkar kembali di pinggang In Hyun. "Aku sangat senang bila melihatmu bahagia, jangan sampai senyum itu hilang dari bibirmu." Ucapnya sembari menopangkan dagunya di pundak In Hyun.
In Hyun tersenyum. Tangan kanannya memegang pipi Jeong Soon. "Laksanakan, Yang Mulia."
Jeong Soon tersenyum samar. Dia selalu ingin melihat In Hyun tersenyum. Tetapi senyumnya sendiri sudah hilang dari bibirnya ketika mengetahui siapa dan dari mana In Hyun berasal. Dia tak mau jika terus terpuruk dan senyum tulus untuk istrinya itu menghilang. Selama In Hyun tersenyum, dia pun pastinya akan selalu ikut tersenyum.
Mereka berdua memandang kekejauhan. Sekali-kali mendongak ke atas langit menatap Bintang dan Bulan sabit.
Di dalam hati Jeong Soon. Meski besok adalah hari lahirnya Putri Hwa Young, tapi bagiku hari ini kau lah yang dilahirkan kembali. Aku tak tahu kapan kau akan pulang ke zamanmu? Salahkan bila aku terlalu berharap agar kau tak kembali ke zamanmu itu? Salahkah bila aku kini ingin memilikimu selamanya? Tetapi aku sadari bahwa takdirlah yang menentukan semuanya dan aku harus selalu siap untuk menghadapi di mana datangnya hari itu.
"Kenapa kau melamun, Paduka?" pertanyaan In Hyun sontak membuyarkan lamunannya.
"Hmmm, tidak apa-apa. Aku hanya kepikiran tentang Lee Hwon. Semoga saja dia cepat sembuh dari racun mematikan itu."
In Hyun membalikkan badannya menghadap Jeong Soon. "Aku yakin hal itu, Pangeran Lee Hwon pasti akan segera sembuh. Dan aku tak sabar menantikan hari pernikahan mereka."
Jeong Soon membelai lembut pipi In Hyun dengan punggung tangannya, mengecup keningnya, kemudian memeluknya erat membuat In Hyun mengernyitkan keningnya aneh. "Istriku,"
"Hmmm?"
"Apa kau merasakan debaran jantungku?"
In Hyun melepaskan pelukan Jeong Soon, mendongak menatap matanya. "Tanpa dipeluk pun aku sudah bisa mendengar suara detak jantungmu itu."
"Benarkah?" tanya Jeong Soon tak percaya.
In Hyun menunduk sembari mendelik kesal. Giliran dia yang mencoba sedikit romantis, keluarlah sikap menyebalkan suaminya itu.
Jeong Soon terkekeh. "Di sini mulai terasa dingin, sebaiknya kita pulang-"
"Pulang? Ke ruang seni?"
Jeong Soon menggelengkan kepalanya. "Ke istana baru kita tentunya." Jawabnya sembari menyodorkan tangannya.
In Hyun tersenyum meraih tangan Jeong Soon. Mereka berjalan menuruni tangga Gazebo yang pinggiran jalanannya itu ditumbuhi pohon-pohon bambu. Berjalan melewati Taman yang hanya diterangi cahaya-cahaya lentera, dengan tangan yang masih bertautan.
Jarak antara istana dan Gazebo itu tidak seberapa jauh, sehingga tidak lama mereka berjalan, sudah sampai di depan pintu istana baru.
In Hyun memiringkan sedikit kepalanya, lalu melihat kanan-kiri serta sekitar. Dia merasa aneh, di sana tampak sepi sekali. Tak ada satu pun pengawal yang berjaga. Berpikir, apakah tidak berbahaya tanpa pengawal di istana baru itu? Bisa jadi, Kerajaan Barje akan menyerang mereka kembali di malam hari ketika mereka tengah tidur lelap.
Jeong Soon mengerti apa yang ada di benak In Hyun. Dia merangkul tubuh In Hyun dengan sebelah tangannya agar merapat dengan tubuhnya. "Apa kau takut untuk masuk?"
In Hyun mengangguk kecil. "Kenapa di sini sepi sekali? Apa tidak ada orang yang akan menjaga istana baru ini?"
Jeong Soon menggeleng. "Ini istana khusus hanya untuk kita berdua. Masalah penjaga, mereka berjaga di luar pagar. Kau jangan khawatir, semuanya akan sering berkunjung ke sini karena istana kita berada tepat di belakang istana lama," dia tahu kekhawatiran In Hyun kalau-kalau dia akan diculik lagi oleh Jhao Feiyan atau pengkhianat istana lainnya seperti yang sudah terjadi padanya.
Jeong Soon membisikkan sesuatu pada In Hyun. "Di sini hanya dijaga oleh para leluhur kita seperti rumah kecil waktu itu, jadi kau jangan khawatir."
In Hyun menelan salivanya berat. Jika membicarakan tentang leluhur, dia sering membayangkan mereka adalah hantu. "Kalau begitu, kita segera masuk saja. Di luar sini semakin dingin." Ucapnya melepaskan tangan Jeong Soon di pinggangnya langsung melangkah duluan ke depan pintu.
Jeong Soon tersenyum tipis. Sebenarnya istana baru itu tidak ada penjaganya. Hanya saja, penghuni lembah kegelapan kini berpindah ke lembah terkutuk. Dan mereka lebih peka terhadap serangan sekecil apa pun itu dari pada para penjaga manusia. Jadi, istana baru dan istana lama kini akan aman. Dia melangkah mendekati In Hyun, lalu menggeser pintu untuk membukanya.
Ketika pintu terbuka.
In Hyun bertambah takjub dari ketika melihat Gazebo tadi. Di dalam istana baru itu begitu berbeda dengan paviliun milik Jeong Soon. Begitu Indah apalagi diterangi dengan ratusan lilin dan lentera warna-warni. Ditaburi bunga pink, white dan red rose. Ketiga warna dari jenis bunga yang sama yaitu rose, menambah suasana di sana benar-benar seperti malam pengantin.
Malam pengantin?
In Hyun menjadi bertambah gugup. Nuansa istana baru seperti kamar pengantin. Dia tak menyangka kalau Jeong Soon bisa seromantis itu.
Jeong Soon mempersilakan In Hyun untuk segera masuk. Dengan langkah ragu-ragu In Hyun masuk ke dalam. Setelah dia masuk, Jeong Soon ikut masuk lalu menutup pintu dengan rapatnya.
In Hyun menghirup aroma bunga-bunga yang harum semerbak memenuhi seisi ruangan itu sambil bergumam pada diri sendiri. "Kenapa istana ini dihias sebegitu rupa? Apakah karena hari ini ulang tahunku?"
Ternyata Jeong Soon mendengar gumamannya itu lalu berjalan mendekati In Hyun yang masih terkagum-kagum menatap seluruh ruangan dengan berdiri membelakanginya. Dia mendekatkan wajahnya ke telinga In Hyun. Dengan nada pelan nyaris berbisik ia berujar. "Karena malam pertama kita tak seindah yang seharusnya. Maka, aku ingin kau merasakan bagaimana rasanya menjadi pengantin baru dan merasakan kebahagian yang selayaknya kau dapatkan."
Mendengar bisikan Jeong Soon. In Hyun tak berani membalikkan badan menghadapnya yang berdiri tepat di belakangnya. Terlintas bayangan malam pertama mereka di istana. Ketika itu, Jeong Soon tak menyentuhnya sedikit pun. Bahkan mengatakan kalau dia tak bisa mencintainya. Terlintas lagi ketika mereka melakukan ritual suami istri berada di atas sebuah Batu dan di dalam goa yang remang-remang. Semua itu memang tak bisa disebut dengan namanya malam pertama yang Indah.
In Hyun jadi serba salah, meski itu bukan pertama kalinya mereka melakukan hubungan suami istri. Akan tetapi, entah kenapa dia selalu saja merasa gugup atau bahkan sedikit takut? "Aku merasa lelah Paduka, bisakah kita menundanya untuk malam ini?" Pintanya terlihat jelas kalau dia menghindari suaminya itu. Dia berjalan memasuki sebuah ruangan lainnya, dan pastinya itu kamar mereka.
In Hyun menatap sekeliling kamar itu, lebih besar dari kamarnya di istana lama. Belum sempat dia mendekati ranjang.
Secepat kilat Jeong Soon sudah ada dihadapannya membuatnya sedikit terkejut. "Kenapa kau terus menghindar dariku?"
In Hyun memalingkan wajahnya ke samping. "Aku tidak menghindarimu Paduka, hanya saja-"
"Hanya saja kau tak pernah mencintaiku." Potong Jeong Soon menghela napasnya panjang.
Deggg... In Hyun terkejut mendengarnya.
"Aku tahu kau terus menghindariku, menjauhiku dengan sikap halusmu. Aku sadar bahwa aku terlalu memaksamu untuk menuruti semua keinginanku." Ucapan Jeong Soon kini terasa dingin, jelas sekali kalau dia terlihat kecewa.
In Hyun benar-benar kaget mendengarnya. Apakah sikapnya memang terlihat dia tidak mencintai Jeong Soon? Di dalam hatinya, dia tak bermaksud bersikap seperti itu. Hanya saja, terkadang dia benar-benar gugup dan tak tahu harus berbuat apa?
Jeong Soon membalikkan badannya. "Istirahatlah, aku akan berganti pakaian dahu-"
Tiba-tiba, In Hyun menarik tangan Jeong Soon sekuatnya membuat Jeong Soon membalikkan badan sekaligus lalu menubruk tubuhnya. "Apa kau marah padaku?" tanyanya terlihat takut kalau Jeong Soon benar-benar marah padanya.
Jeong Soon menggelengkan kepalanya sembari menunduk.
In Hyun mengangkat dagu Jeong Soon agar menatapnya. Tampak jelas sinar rasa Cinta Jeong Soon padanya. Kedua manik matanya itu menunjukkan bahwa Cinta yang dahulu tak pernah ada di kedua mata suaminya itu. Kini terpancar jelas terlihat.
Dia kini merasa bersalah pada Jeong Soon. Tanpa sadar telah menyalahkan Jeong Soon tentang kedatangannya ke zaman itu. Kini dia sadari bahwa semua itu bukan salahnya, akan tetapi semua itu adalah takdir.
Karena dirinya sudah resmi menjadi istri Jeong Soon dan tak bisa mengingkari lagi kenyataan itu. Diraihnya tangan kanan Jeong Soon lalu dilingkarkan ke pinggulnya yang ramping. Dipegangnya pergelangan tangan kiri Jeong Soon dengan tangan kanannya. Sebelah tangannya yang bebas dilingkarkan di leher Jeong Soon. Sikapnya itu membuat Jeong Soon terpaku hampir tak bisa mempercayainya. Apalagi kini In Hyun menatapnya dengan tatapan berbeda dari sebelum-sebelumnya.
Wajah mereka sungguh sangat begitu dekat, sampai napas keduanya terasa saling berembus memburu.
Cupppp... Untuk pertama kalinya, In Hyun mengecup duluan bibir Jeong Soon. Setelah mengecupnya, dia menempelkan sebelah pipinya ke pipi Jeong Soon kemudian mendekatkan bibirnya ke telinga Jeong Soon. Dengan napas tak beraturan dia berbisik. "Aku milikmu, akan tetap menjadi milikmu. Dan selamanya aku adalah milikmu."
Jeong Soon mengedipkan matanya berat. Apakah benar kalau itu adalah istrinya yang dulunya ceroboh, pemalu, dan tak pernah bisa diatur itu? Dia kini menatap sayu pada In Hyun. Kali ini dia yang mengecup bibir In Hyun dengan lembut. Tak peduli siapa wanita yang ada di hadapannya itu. Apakah itu Hwa Young atau wanita yang datang dari zaman lain. Yang pasti untuk saat ini, In Hyun adalah istrinya, miliknya, dan juga pemilik hatinya.
Mereka pun hanyut ke dalam ciuman yang lembut, semakin berubah menjadi ciuman panas. In Hyun mengakhiri ciuman itu. Dia menatap dengan tatapan berbeda. Bahkan napasnya semakin tak beraturan. Keduanya menyatukan kening mereka.
"Apa kau sudah bisa menerimaku menjadi suamimu?"
In Hyun mengangguk tertunduk malu.
"Apa kau tidak pernah merasa terpaksa untuk hal itu?"
Kali ini In Hyun menggelengkan kepalanya untuk jawaban tak ada paksaan sama sekali.
Jeong Soon menggendong tubuh In Hyun, sementara In Hyun menelusupkan wajahnya ke dada bidangnya. Perlahan Jeong Soon berjalan ke dekat ranjang. Kemudian membaringkan tubuh In Hyun. Dia pun ikut baringan di samping In Hyun. Melanjutkan kembali ciuman mereka dan melakukan apa yang seharusnya mereka lakukan ketika malam pertama, di atas tempat tidur yang hangat, berhiasan lentera-lentera dan lilin, serta bertaburan bunga-bunga.
Pagi hari yang sedikit mendung. Semilir angin sering kali berubah-ubah arah. Udara pagi yang biasanya hangat kini sudah berubah menjadi dingin. Daun-daun serta bunga Cherry blossom yang tinggal sedikit satu per satu jatuh berguguran ke atas tanah atau jatuh ke atas air kolam. Gemuruh air sungai lembah terkutuk terdengar samar-samar. Pohon bambu bergoyang-goyang saling bergesekan tertiup angin seolah melantunkan lagu di pagi hari.
Di atas ranjang.
In Hyun tertidur di dada Jeong Soon, sebelah tangannya melingkar di atas perut Jeong Soon. Tubuh keduanya tertutupi selimut sebatas dada.
Jeong Soon perlahan membuka kedua matanya. Dikerjap-kerjap untuk memperjelas penglihatannya. Setelah jelas, dia hendak bergerak. Namun, diurungkannya ketika melihat In Hyun tidur di atas dadanya itu. Tersungging senyuman renyah di bibirnya. Perlahan dikecup kening In Hyun sembari membelai pipinya lembut.
In Hyun menggeliat. Perlahan dia membuka matanya, melihat Jeong Soon sudah bangun dan kini tengah menatapnya lembut.
Jeong Soon tersenyum. "Selamat pagi."
"Selamat pagi." Jawab In Hyun pelan sembari tersipu malu. Ia bangkit dari atas dada Jeong Soon lalu duduk di kasur sembari mengusap wajahnya dengan kedua telapak tangannya lalu menatap kosong ke depan.
Jeong Soon duduk terpaku sejenak, menoleh menatap In Hyun. "Istriku,"
"Hmm?" In Hyun menoleh.
Cuppp... Baru saja ia menoleh, Jeong Soon sudah mengecup bibirnya sekilas kemudian beranjak dari ranjang menuju ke kolam air panas di samping sungai lembah terkutuk.
In Hyun masih termenung di tempat. Mengingat-ingat kejadian semalam. Kedua pipinya menjadi merona karena kelakuannya itu. "Sungguh memalukan. Apa ini benar-benar aku?" Gumamnya pelan. Dijatuhkan kepalanya ke atas bantal. Dengan tatapan kosong ia menatap langit-langit kamarnya itu. Masih terbayang kejadian semalam, dan itu adalah malam termanis yang pernah dia alami selama hidupnya.
Dia suamiku, dan aku tak boleh mengecewakannya lagi. Aku bersyukur karena Cinta kini tumbuh di hatinya itu. Terlintas kembali diingatannya sikap Jeong Soon yang dingin sewaktu pertama kali dia datang ke istana. Bahkan sikap manisnya begitu terlihat dipaksakan. Dulu untuk tersenyum pun sangatlah jarang.
Tetapi Jeong Soon yang sekarang. Berbeda jauh dengan yang waktu itu. Menjadi seorang pria yang hangat, ramah dan juga bisa dibilang romantis. Dia bahkan tahu apa yang ada di benaknya. Apa yang disukainya, dan apa yang membuatnya terbang melayang dengan sebuah kejutan-kejutan yang tak terduga sebelumnya, semua yang menimpanya jauh lebih Indah dari apa yang terjadi di drama-drama korea yang sering dia tonton di zamannya.
Dia pun beranjak dari kasur, menuju kamar mandi khusus untuknya di istana baru itu.
☆☆☆☆
Jeong Soon dan In Hyun sudah berpakaian rapi. In Hyun tidak mengerti kenapa Jeong Soon menyuruhnya untuk berpakaian resmi hari itu?
Jeong Soon mendekat pada In Hyun yang berdiri membelakanginya sedang membenarkan Hanbok-nya. Dia mengecup pipi In Hyun sekilas dari belakang membuat In Hyun kaget. "Aku akan menunggumu di sana." Setelah itu dia bergegas keluar dari kamar.
In Hyun memegang pipi yang dikecup oleh Jeong Soon barusan sembari mengerucutkan bibirnya. "Selalu saja mencuri-curi kesempatan." Ketika dia keluar, Mongyi dan Gahee tengah menunggunya di depan pintu. Mereka langsung merundukan tubuh memberi hormat.
"Selamat pagi Yang Mulia Ratu. Chukahaeyo juga atas istana barunya yang benar-benar Indah." Kata Mongyi tersenyum kagum menatap sekitar istana.
"Ne, Chukahaeyo Yang Mulia Ratu." Tambah Gahee tersenyum.
"Gomasseumnida." Ucap In Hyun mengucapkan rasa terima kasihnya pada Gahee dan Mongyi dengan senyuman yang hangat dan tulus. "Kita akan mengadakan pertemuan di mana?" tanyanya mengira kalau dia akan kedatangan tamu-tamu untuk membicarakan masalah pesta pernikahan.
Mongyi dan Gahee saling melirik. "Sekarang Anda harus ikut ke paviliun baru yang berada di arah Utara istana ini, Ratu." Jawab Mongyi.
In Hyun sedikit mengernyit heran. Kenapa mereka harus ke sana? Apakah pertemuan itu diadakan di istana barunya? Tanpa banyak bertanya lagi, In Hyun berjalan duluan menuju ke arah Utara istana di mana paviliun baru ada di dekat jurang lembah terkutuk.
Sesampainya di sana, In Hyun berhenti di depan pintu. Mongyi membukakan pintu untuknya.
Ketika pintu terbuka. Ternyata semua sudah menunggunya di sana. Para Pangeran, Putri dan Kaisar Goryeo.
"Saengil chukahamnida (Selamat ulang tahun)!" Ucap mereka bersamaan.
In Hyun terpaku menatap semuanya yang berada di sana. Kedua matanya berkaca-kaca. Terlintas ingatan ketika semua teman-temannya menyiapkan kejutan untuknya di hari ulang tahunnya. Apalagi ketika melihat Jeong Soon duduk di sudut ruangan dengan beberapa hidangan spesial di atas meja. Terasa terulang kembali perayaan ulang tahunnya bersama Nam Suuk.
Hie Jung mendekatinya, lalu membawanya untuk masuk ke dalam. Dia menyuruh In Hyun duduk di sebelah Jeong Soon.
In Hyun pun menurut duduk di sebelah Jeong Soon. Ia menatap suaminya itu. "Apa ini juga kejutan darimu, Paduka?"
Jeong Soon menggelengkan kepalanya. "Kejutanku hanya tadi malam. Semua ini adalah rencana dari para Putri." Jawabnya datar dan seperti biasa tak menatap In Hyun.
In Hyun sudah mengerti, itulah Jeong Soon. Jika di sekitarnya terdapat banyak orang. Sikapnya itu terlihat dingin, santai dan tenang sekali. Lain lagi ketika hanya berduaan dengannya. Sungguh berbeda dan cepat berubah-ubah tanpa bisa diduganya.
In Hyun menoleh menatap para Putri yang tersenyum menatapnya. Mereka berkumpul di dekat Jeong Soon dan In Hyun. Dan saat itu mereka duduk berpasangan.
Lii Shishi menyodorkan dua cawan yang sangat antik dan juga spesial. "Kalian berdua harus saling menyuapi dan juga bersulang untuk kelanggengan hubungan kalian selamanya."
In Hyun terlihat kebingungan dan tidak mengerti. Waktu ulang tahun Jeong Soon tidak seperti itu. Kenapa giliran ulang tahunnya begitu banyak hal yang harus dilakukannya?
"Ayolah Paduka, Ratu, kenapa kalian menjadi pemalu begitu?" Goda Luo Guanjong.
"Itu semua adalah adat istana ini ketika seorang Ratu atau Putri istana berulang tahun." Jelas Hie Jung mengerti kebingungan In Hyun.
"Begitu ya." In Hyun baru mengerti.
Hampir semuanya mengangguk mengiyakan. Mereka berpikir, mungkin karena Hwa Young atau kini dipanggil In Hyun itu lama tinggal di Desa. Jadi, dia tidak mengerti adat istana Goguryeo ketika para Ratu atau Putri berulang tahun. Mereka menatap In Hyun dan Jeong Soon dengan tatapan aneh atas sikap kaku keduanya.
Jeong Soon memutar tubuhnya namun masih dalam keadaan duduk di atas bantalan. In Hyun hanya bisa tersenyum canggung sambil memutar tubuhnya juga. Kini keduanya duduk saling berhadap-hadapan.
"Ratu, Anda tak usah gugup. Kalian hanya saling menyuapi makanan, bukan saling memukul." Goda Lee Hwon.
"Lee, kau jangan ganggu mereka. Nanti mereka salah mengambil makanan." Kata Wang Jhaojun.
Kaisar Goryeo hanya tersenyum melihat kelakuan mereka. "Kalian lanjutkanlah acaranya. Ada sesuatu yang harus kulakukan di istana lama." Beliau bangkit berdiri, melangkah meninggalkan semuanya di sana.
In Hyun mengambil sebuah kue beras kukus berbentuk bulat. Dia menyodorkannya pada Jeong Soon sembari menatapnya hangat. Jeong Soon memakannya.
Kini giliran dia yang menyuapi In Hyun. Diambilnya kue kesukaan In Hyun terbuat dari tepung isi daging yang digoreng. Dengan malu-malu In Hyun memakannya.
"Wuuu!" Semuanya bersorak serta bertepuk tangan.
"Mereka benar-benar cocok sekali." Gumam Hie Jung pelan namun terdengar oleh Luo Guanjong.
"Apakah kita juga nanti akan seperti itu?" tanya Luo menatap Hie Jung.
Kedua pipi Hie Jung merona. Dia membalas tatapan calon suaminya itu dan hanya mengedipkan matanya pelan.
Nouran chan menuangkan anggur ke dalam dua cawan antik yang tadi disodorkan oleh Lii Shishi.
Seharusnya mereka meminumnya dengan menyilangkan tangan dan meminum dari tangan masing-masing. Namun, kali ini Jeong Soon tak mau melakukannya. Dia mengambil cawan itu, lalu menyodorkan pada In Hyun agar minum dari tangannya.
Semuanya tak ada yang berani protes ketika adat dirubah seketika oleh Jeong Soon. Mereka malah tersenyum melihatnya.
In Hyun menjadi ragu kembali. "Bukankah seharusnya kita menyilangkan tangan lalu meminumnya?" tanyanya heran.
"Minumlah," Jawab Jeong Soon singkat.
"Minumlah Ratu Hyun, tak usah khawatir." Sambung Lii Shishi.
In Hyun memegang tangan Jeong Soon hendak meminum anggur itu.
Namun, Luo keburu berseru pada keduanya. "Jeong, jangan terlalu memberinya banyak minuman. Nanti istrimu bisa mabuk dan pingsan lagi." Ujarnya mengingatkan Jeong Soon.
"Itu benar. Waktu itu saja, Ratu Hyun tak kuat minum-minum." Sambung Nouran Chan masih mengingatnya.
Jeong Soon tersenyum tipis. "Aku takkan membiarkannya minum banyak. Untuk itu, kalian harus menghadap ke belakang." Ucapnya memerintah semuanya untuk membalikkan tubuh membelakangi mereka.
"Kenapa kita harus membelakangi kalian?" tanya Hie Jung polos.
"Sudahlah Putri Hie Jung, turuti apa yang diperintahkan oleh Kaisar kita." Wang Jhaojun yang menjawabnya sembari tersenyum tipis.
Tanpa banyak tanya lagi, keenamnya memutar tubuh membelakangi Jeong Soon dan In Hyun.
In Hyun mengeryit tidak mengerti. Kenapa minum saja mereka harus duduk membelakangi? "Paduka, kena-" kalimat In Hyun terhenti ketika telunjuk jari Jeong Soon menempel di bibirnya.
Jeong Soon meminum duluan anggur di cawan itu. Kemudian mencondongkan tubuhnya mendekati In Hyun. Sementara In Hyun malah menjauhkan wajahnya ke belakang. Jadi, terpaksa Jeong Soon memegang kedua pinggir pundak In Hyun, sedikit menariknya ke depan lalu mengecupnya.
Perlahan anggur di mulut Jeong Soon mengalir masuk ke dalam mulut In Hyun dan itu pun hanya sedikit.
Setelah selesai. Blussss.. kedua pipi In Hyun benar-benar merah. Bagaimana kalau ada yang membalikkan tubuhnya, terus memergoki mereka tengah berciuman? Itu benar-benar sangat memalukan dan dia tak pernah berciuman di depan umum seperti itu.
"Kalian sudah boleh menghadap ke sini." Kata Jeong Soon mengusap sudut bibir dengan ibu jarinya. Semuanya menurut saja apa yang diperintahkan oleh Jeong Soon.
Mereka tersenyum-senyum sendiri melihat kedua pipi In Hyun yang merah. Menjadi penasaran apa yang baru saja keduanya lakukan dan dengan cara apa meminumnya?
In Hyun menjadi malu sendiri. Ia pun hanya bisa tersenyum ringan pada semuanya. Entah apa yang ada di benak masing-masing tentang kelakuannya dan juga Jeong Soon yang menjadi aneh itu? Dari saat itu sampai malam tiba. Mereka merayakan ulang tahun In Hyun dengan makan-makan serta mengobrol. Kebersamaan itu jelas mustahil bisa dilupakan In Hyun seumur hidupnya. Bahkan, terkadang dirinya lupa kalau itu bukanlah di zamannya.
Ӝ----TBC----Ӝ
Revisi ulang*
28 Maret 2020 🌺
By~ Rhanesya_grapes 🍇
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top