♟42♟Istana Baru.
Jeong Soon kini duduk di sudut ruang seni. Kedua matanya merah dan berkantung warna hitam. Dagunya ditopang oleh tangan kanannya, sementara tangan kiri berada di atas meja sembari jarinya di ketuk-ketukan ke meja menghasilkan bunyi di pagi hari itu.
In Hyun duduk di hadapannya sembari menunduk. Dia mengira kalau kedua mata Jeong Soon merah karena marah akibat dia mendorongnya dengan keras sekali tadi. Perlahan ia mengangkat kepalanya memberanikan diri menatap Jeong Soon yang terlihat sayu. "Paduka. A-apa kau ti-tidak apa-"
"Apa kau membenciku?" tiba-tiba Jeong Soon bertanya begitu membuat In Hyun terhenyak kaget.
"Sudah pasti tidak!" jawab In Hyun cepat lalu menunduk kembali. Di dalam hatinya dia menggerutu dan masih merutuki dirinya sendiri.
Jeong Soon merubah posisi duduknya menjadi tegap. Tatapannya menjadi lebih tajam pada In Hyun membuatnya semakin tak enak duduk dengan tatapan suaminya itu. Tak lama kemudian dia terkekeh geli melihat ketakutan In Hyun.
In Hyun sontak mengangkat kepalanya menatap aneh pada Jeong Soon. "Apa ada sesuatu yang lucu?" tanyanya benar-benar aneh.
Tawa Jeong Soon berubah menjadi senyuman. "Apakah wajahku seseram itu sehingga membuatmu gemetaran begitu, istriku?" tanyanya sembari mencondongkan tubuhnya sedikit mendekatkan wajahnya dengan wajah In Hyun lalu memiringkan sedikit kepalanya ke samping. Ia menatap dalam manik mata In Hyun. "Aku suamimu. Jadi, kalau hendak membangunkanku, setidaknya dengan sesuatu yang manis seperti ...," kalimatnya menggantung. Dia menegakkan kembali kepalanya sambil mengangguk pelan menyuruh In Hyun agar sedikit mendekat padanya.
In Hyun yang masih sedikit ketakutan sekaligus merasa aneh itu menurut saja apa yang disuruh Jeong Soon. Ia mencondongkan tubuhnya sedikit ke depan, di mana wajahnya dengan wajah Jeong Soon menjadi semakin dekat. "Seperti apa?" tanyanya polos.
Jeong Soon memegang kedua telinga In Hyun. Lalu memalingkan wajah In Hyun agar menghadap ke arah lain. Cuppp... ia tiba-tiba mengecup pipi kanan In Hyun.
Blusss... Kedua pipi In Hyun tiba-tiba merona.
"Harusnya seperti itu. Mengecup pipi lalu mengatakan selamat pagi, suamiku." Kata Jeong Soon tanpa dosa.
In Hyun langsung menepis kedua tangan Jeong Soon yang masih menempel di telinganya. Dia menoleh sambil memicingkan kedua matanya pada Jeong Soon. "Kenapa pagi-pagi begini sikapmu begitu mencurigakan, Paduka?"
Jeong Soon kembali terkekeh geli. "Apanya yang mencurigakan? Bukankah suami dan istri seharusnya bersikap begitu?"
In Hyun sejenak terpaku menatap senyuman yang merekah dan begitu manis di wajah Jeong Soon.
"Apakah kau sangat terpesona pada wajah suamimu ini?" pertanyaan Jeong Soon sontak membuat In Hyun malu sendiri.
In Hyun menggerutu di dalam hatinya sembari memalingkan wajahnya ke arah lain mencoba menyembunyikan kedua pipinya yang sudah terasa panas. Ya Tuhan, kenapa semakin hari, dia malah semakin menyebalkan? Sabarkan hati hambamu ini.
Jeong Soon tersenyum sembari menggeliat, ia benar-benar terlihat kelelahan karena belum sempat memejamkan mata sekejap pun dari semalam.
In Hyun segera beranjak dari duduknya. Ia bergegas menuju ke kamar mandi di dekat kolam pribadi milik Jeong Soon tepat di samping ruang seni.
Melihat istrinya sudah hilang dari pandangan. Jeong Soon menghirup napas panjang lalu mengembuskannya perlahan. Dia teringat dengan Lee Hwon, bangkit dari duduknya bergegas menuju paviliun tempat meramu obat untuk membuatkan sebuah minuman herbal, agar seluruh racun di tubuh Lee Hwon segera bersih dan ternaturalisi dengan sebersih-bersihnya.
Luo Guanjong keluar dari kamarnya. Dia berniat menuju ke ruang seni untuk memberitahu Jeong Soon kalau para prajurit sudah siap untuk pergi ke Kerajaan Barje. Ketika berjalan di lorong melewati kamar Lee Hwon. Dia berandai-andai kalau Lee Hwon keluar dari sana dengan wajah cerianya seperti biasanya.
Krieetttt... Tiba-tiba, pintu dibuka dari dalam sehingga membuat Luo Guanjong menghentikan langkahnya. Di dalam hatinya dia bertanya-tanya, siapa yang berani masuk ke dalam kamar Lee di pagi hari?
Kedua matanya mendadak terbelalak. Dia mengucek matanya tampak tak percaya melihat pemuda yang berdiri di pintu yang baru terbuka itu. "Lee.. Lee Hwon. Apa benar ini kau?" tanyanya langsung memburunya.
Lee Hwon tersenyum tipis. Kedua kakinya masih sedikit lemas sehingga dia berpegangan pada pintu. Meski keadaannya seperti itu, dia ingin segera keluar untuk melihat istana yang sangat dia rindukan dan juga saudara-saudaranya.
Sambil melangkah pelan, Luo menatapnya dengan tatapan haru. Melihat betapa kurus dan pucatnya wajah Lee serta warna bibirnya yang masih kebiruan. Setelah dekat, Luo langsung memeluknya dengan erat. "Bagaimana bisa kau sudah ada di istana ini? Kapan kau datang dan siapa yang telah menyelamatkanmu?" tanyanya sembari menatap sekilas, lalu kembali memeluknya.
"Hei.. Hei.. Nanti akan kujelaskan semuanya. Sekarang lepaskan dahulu pelukanmu ini, seluruh tubuhku masih sakit, apa kau ingin meremukannya?" canda Lee sembari menepuk-nepuk punggung Luo. Suaranya yang masih parau terdengar jelas kalau dia masih dalam keadaan tidak stabil.
Luo Guanjong segera melepaskan pelukannya. "Kalau begitu, kita harus segera memberitahukan pada semuanya bahwa kau masih hidup dan sudah kembali ke istana dengan selamat. Sebenarnya hari ini kami berniat akan menyerang Kerajaan Barje untuk menyelamatkanmu."
Lee mengembuskan napasnya lirih. Ingatannya menerawang pada tadi malam. Kalau saja tidak ada sang Pria bertopeng yang telah menyelamatkannya, mungkin saat itu dia sudah tidak bernyawa lagi. "Aku akan pergi mandi dan berganti pakaian. Entah berapa lama aku tak bersentuhan dengan air, dan nanti akan aku jelaskan pada kalian apa saja yang menimpaku di sana." Dia tersenyum dan masih belum percaya kalau dia akan menginjak lagi istananya itu.
Luo mengangguk sembari membalas senyuman Lee lalu memegang sebelah pundak Lee. "Baiklah, kau mandi dan bersiaplah. Aku akan mengabari semuanya tentang kepulanganmu ini."
Lee Hwon masuk kembali ke dalam kamarnya. Sementara Luo pergi ke ruang perang untuk memberitahukan pembatalan tentang penyerangan ke Kerajaan Barje serta memberitahu semuanya tentang kepulangan Lee Hwon dengan selamat ke istana.
In Hyun sudah berpakaian rapi. Dia berdiri di balkon ruang seni memandang jauh pemandangan di sana. Di dalam hati kecilnya tak bisa dibohongi kalau dia sangat merindukan Ibu serta kakaknya. Entah sudah berapa lama dia terjebak di zaman itu? Karena perhitungan di sana bukan menurut tanggal atau Bulan. Tapi, menurut Purnama dan juga pergantian musim. Dia datang ke sana pada musim semi. Saat itu sudah musim gugur dan sebentar lagi akan musim dingin. Ia memperkirakan kalau dia berada di zaman itu sekitar kurang lebih hampir tujuh atau delapan bulan. Nanti dia akan menanyakan pada Jeong Soon sudah berapa lama dia berada di sana.
Knockk... knockkk... Pintu diketuk dari luar.
"Masuk." Jawab In Hyun lemas.
Masuklah dayang yang dari kemarin menemaninya. Ia merunduk memberi salam. "Yang Mulia Ratu, semua sudah menunggu Anda untuk sarapan bersama." Ujarnya sembari menegakkan kembali tubuhnya.
In Hyun mengembuskan napasnya lirih. Sampai kapan dia akan berada di sana? Saat ini dia hanya bisa pasrah pada sang takdir. Ia pun menoleh pada sang dayang. "Baiklah, aku akan segera ke sana. Apakah suami~ maksudku Paduka juga sudah berada di sana?"
Sang dayang mengangguk. "Semuanya, Permaisuri."
In Hyun pun beranjak dari balkon menuju ke luar ruangan seni. Ketika berjalan menelusuri koridor istana. Ia menatap sekitaran istana sudah banyak yang selesai direnovasi dan diperbaiki. Tiba-tiba kakinya berhenti melangkah. Melihat dari kejauhan Lee Hwon berada diantara Jeong Soon dan para Pangeran lainnya.
Beberapa menit yang lalu Jeong Soon masih duduk di depan meja sambil meramu obat untuk Lee Hwon. Agar tak ada yang curiga padanya. Ia menaruh beberapa anak panah di samping tempat duduknya. Dengan begitu, siapapun yang melihatnya akan mengira kalau dia tengah mempersiapkan racun untuk ujung anak panah, persiapan perang menyerang Kerajaan Barje.
Luo Guanjong dan Wang Jhaojun masuk ke sana dengan seorang pemuda yang tak lain adalah Lee Hwon. "Jeong, coba kau lihat siapa yang datang?"
Jeong Soon menoleh pada mereka. Ia pun harus berpura-pura terkejut melihatnya. Dia bangkit dari duduknya langsung memeluk erat Lee Hwon. "Akhirnya kau kembali ke sini Lee." Ucapnya penuh rasa haru.
Begitupun Lee memeluknya dengan erat juga. "Aku juga mengira kau sudah meninggal, Hyung." Jawabnya dengan suara masih parau.
Wang memegang sebelah pundak Lee. "Sepertinya hari ini kita akan mendengarkan cerita yang sangat menarik tentang Lee selama berada di istana Barje." Candanya. "Dan kau tak usah mempersiapkan untuk penyerangan nanti. Karena sudah dibatalkan." Lanjutnya menatap Jeong Soon.
Lee malah tersenyum kecil. "Cerita menarik. Aku bahkan mengira kalau aku takkan bisa kembali lagi ke istana ini dalam keadaan masih hidup." Jawabannya masih terdengar lirih.
"Kalau begitu kau pasti sangat lapar. Jadi, mari kita sarapan sambil memperbincangkan apa yang terjadi pada kita masing-masing setelah penyerangan dan pertarungan waktu itu. Dan siapa yang telah menyelamatkan serta membawamu kembali ke sini Lee?" Kata Luo sembari membantu Lee untuk berjalan.
Mereka berempat berjalan menuju Taman untuk sarapan bersama. Kaisar Goryeo pun sangat bahagia ketika mengetahui kalau Lee sudah pulang ke istana dengan selamat.
Ketika mereka baru saja duduk.
In Hyun sampai ke sana. Dia juga sangat terkejut bisa melihat lagi Lee Hwon lalu mempercepat langkahnya. "Akhirnya kau pulang dengan selamat Pangeran Lee." Kata In Hyun sangat bahagia sambil merundukkan tubuhnya untuk memberi hormat pada semuanya.
Jeong Soon memegang tangan In Hyun lalu sedikit menariknya agar segera duduk di sampingnya. Setelah In Hyun duduk dengan sempurna di sebelahnya, ia menyodorkan ramuan herbal di cawan besar pada Lee Hwon dan juga pada Ayahnya. Dan cawan kecil untuk Lee dan Wang.
In Hyun hendak mengambil saputangan yang disimpan di saku Hanbok-nya. Tiba-tiba tangan Jeong Soon sudah menggenggam erat tangannya itu di bawah meja, membuatnya tertunduk malu.
Sementara Jeong Soon seolah tak melakukan apa pun. Tangan kanannya memegang cawan anggur, tangan kirinya masih menggenggam tangan In Hyun.
Semuanya sudah selesai sarapan.
Mereka masih duduk-duduk di sana sembari menatap sekitar. Bunga-bunga Cherry blossom sudah hampir gugur semua, karena musim sebentar lagi akan berganti. Setelah dirasa semuanya dalam keadaan tenang dan sudah bisa menceritakan kejadian apa saja yang menimpa Lee.
Kaisar Goryeo menatap wajah Lee Hwon. "Coba kau ceritakan bagaimana kau bisa dibawa ke Kerajaan Barje dan siapa yang telah menyelamatkan serta membawamu kembali ke sini, Putraku?" tanyanya penasaran.
Lee Hwon mengembuskan napasnya pelan. Ia menatap satu per satu saudara-saudaranya itu. "Waktu itu ...." Dia pun menceritakan semua kejadian. Ketika terkena racun, dibawa oleh prajurit Yatsuko, sehingga dikurung di penjara bawah tanah. Dan yang tidak bisa dia lupakan adalah, diselamatkan oleh sang Pria bertopeng.
Mendengar tentang Pria bertopeng. In Hyun sedikit terkejut, bukan hanya dia saja yang terkejut. Kaisar Goryeo, Luo Guanjong dan juga Wang Jhaojun. Mereka tak menyangka kalau keberadaan sang Pria bertopeng seorang pahlawan dan selalu ada saat dibutuhkan oleh istana.
Lalu mereka pun menceritakan apa yang dialami masing-masing. Kaisar Goryeo semakin yakin kalau Pria bertopeng bukan orang biasa, dan di dalam hatinya menerka kalau dia adalah bagian dari istana atau orang yang dikirim oleh Ayahnya Kaisar Jeong Shuji untuk melindungi istana beserta seluruh penghuninya. Serta yang mengeluarkan jurus pelenyap bumi pastinya pria bertopeng itu.
Luo dan Wang malah semakin penasaran pada Pria misterius itu. Selama ini keduanya hanya mendengar cerita tentangnya dan tentang bagaimana penampilannya itu. Mereka berharap bisa bertemu langsung dengan sang Pria bertopeng meski hanya satu kali pun.
Luo Guanjong berpikir. Ketika istana diserang oleh Kerajaan Barje, sang Pria bertopeng tidak terlihat menolong mereka sama sekali. Tapi ketika Lee Hwon disekap, dia datang sendiri ke Kerajaan Barje, dan hal itu sama seperti ketika menyelamatkan In Hyun di Kerajaan tersebut.
In Hyun terpaku memikirkan tentang sang Pria bertopeng. Dia sudah banyak berutang budi pada Pria misterius itu. Ia juga berpikir kalau yang menyelamatkannya dan juga Jeong Soon waktu itu pastinya Pria itu. Apa mungkin sang Pria bertopeng adalah leluhur yang dikatakan oleh Jeong Soon? Itulah yang ada di dalam benak In Hyun saat ini.
Di benak masing-masing tampak memikirkan teka-teki sang Pria misterius dan apa hubungannya dengan Kerajaan Goguryeo?
"Istriku."
"Hmmm?" In Hyun terhenyak kaget. Ia menoleh menatap Jeong Soon yang masih menggenggam tangannya.
"Kau sedang memikirkan apa?" tanya Jeong Soon tersenyum tipis melihat In Hyun yang dari tadi hanya bengong saja tanpa sepatah katapun keluar dari bibirnya.
In Hyun sontak menggelengkan kepalanya. "Aku tidak memikirkan apa-apa. Hanya saja aku merindukan Putri Hie Jung dan yang lainnya."
Luo yang menjawabnya. "Anda tenang saja Ratu. Karena besok atau lusa, mereka pasti akan sampai ke istana ini."
Tiba-tiba Lee tampak merasa pusing. Dia bangkit dari duduknya langsung berlari ke arah dekat kolam. Ia berjongkok dan memuntahkan darah yang sangat hitam. Semuanya ikut bangkit kemudian berlarian berburu ke arahnya termasuk In Hyun dan juga Jeong Soon.
Luo membantu Lee dengan menepuk-nepuk pelan punggungnya. Sementara Wang menyuruh pengawal untuk memanggil tabib istana.
In Hyun menatap aneh pada Jeong Soon. Jelas sudah kecemasan dalam raut wajahnya itu seolah bertanya kenapa dengan Lee Hwon?
Jeong Soon memegang pipi kanan In Hyun sambil berujar. "Kau jangan khawatir. Ramuan tadi telah bereaksi di dalam tubuh Lee Hwon. Akan menetralisasikan seluruh racun di dalam tubuhnya. Jadi, kalian juga jangan khawatir. Setelah tubuh Lee bebas dari racun itu. Dia akan kembali sehat dan kuat seperti semula." Jelasnya pada In Hyun dan juga pada semuanya.
Mereka tampak merasa lega mendengar penuturan dari Jeong Soon. Tadinya mereka berpikir kalau Lee benar-benar akan mati oleh racun di dalam tubuhnya itu.
Jeong Soon melangkah mendekati Lee. Ia berjongkok sembari memegang pundak Lee. "Kau istirahatlah. Dalam beberapa hari, kau akan segera sembuh."
Lee Hwon tersenyum tipis. "Terima kasih, Hyung."
"Kalau begitu, kau harus kembali ke kamarmu. Biar aku yang akan mengantarkanmu ke sana." Kata Luo membantu Lee untuk berdiri.
"Dan aku akan menemui tabib." Kata Wang Jhaojun segera pergi dari sana.
Jeong Soon bangkit berdiri dari jongkoknya. "Aku akan meramu lagi obat-obatan untuk pemulih tenaga dalam serta ramuan herbal lainnya untuk luka kalian."
Kaisar Goryeo merasa bangga pada kekompakan mereka. Jika satu mengalami cedera, seolah semuanya juga ikut terluka.
Tetapi itu adalah pertama kalinya bagi In Hyun melihat betapa mereka saling menyayangi dan peduli satu sama lain serta saling menjaga.
Mereka disibukkan dengan urusan masing-masing.
In Hyun berdiri di balkon ruang seni. Angin menerpa wajahnya serta memainkan anak rambutnya. Saat itu, apakah dia harus merasa bangga karena bisa terjebak di sebuah zaman yang aneh namun menakjubkan serta dikelilingi orang-orang yang sangat luar biasa? Ataukah dia harus mengutuk takdirnya karena telah menghantarkannya ke sana dan entah kapan berakhir apa yang dialaminya itu?
Dia menoleh ke arah Timur tak jauh dari tempatnya berdiri. Dilihatnya di seberang sungai tampak orang-orang yang tengah sibuk memagar sekeliling tempat itu. Ia berpikir, kenapa mereka memagar tempat itu? Apa karena ruang seni telah menjadi kamarnya bersama Jeong Soon sehingga penjagaan semakin diperketat?
Tak terasa hari sudah petang dan sebentar lagi akan gelap. Udara juga sudah berubah menjadi dingin, dia berniat untuk masuk kembali ke dalam. Tiba-tiba, seseorang menyelimutinya dari belakang dengan sebuah mantel.
In Hyun sekaligus menoleh ke belakang. Bugghhh... Tubuhnya menubruk tubuh Jeong Soon. Ia langsung mendongak menatap wajah suaminya itu.
Jeong Soon menunduk menatap aneh pada In Hyun sambil menurunkan sebelah alisnya. "Kenapa aku mempunyai seorang istri yang pendek sekali?"
Bukkkhh... In Hyun meninju perut Jeong Soon sedikit keras.
"Aawwwhhh..!" rintih Jeong Soon sembari memegang perutnya.
"Aaa!" In Hyun menutup mulutnya dengan kedua tangannya. "Maafkan aku. Aku tak bermaksud menyakitimu. Apa terasa sakit?" tanyanya ketakutan. Hari itu untuk kedua kalinya dia membuat kesalahan.
Jeong Soon membungkuk sembari memegang perutnya seolah sakit sekali.
"Apa benar-benar sakit?" tanya In Hyun lagi.
Jeong Soon menegakkan kembali tubuhnya sembari masih memegang perutnya. "Tolong antarkan aku ke atas kasur." Ucapnya tampak menahan sakit dan terlihat tidak main-main.
In Hyun melingkarkan tangan Jeong Soon di pundaknya lalu membantunya berjalan masuk ke dalam. Sesampainya di dalam, perlahan dia berjongkok untuk membantu Jeong Soon tiduran di atas kasurnya sendiri. "Paduka, apa perlu aku panggilkan tabib?" tanyanya ragu-ragu sembari duduk di sebelahnya, ia masih merasa bersalah karena Jeong Soon begitu disebabkan olehnya.
Jeong Soon menggelengkan kepalanya.
In Hyun menunduk sedih. Kenapa dia masih belum bisa merubah sifat cerobohnya itu?
Jeong Soon tersenyum tipis. Ia menarik tangan In Hyun sehingga tubuh In Hyun langsung ketarik dan kini terbaring di atas kasurnya tepatnya di atas sebelah tangan kirinya. Dia kini mengunci tubuh In Hyun dengan tangan kanannya yang dilingkarkan di atas perutnya, sembari menatap sayu pada wajah istrinya itu. "Kenapa kau terlihat sedih istriku? Aku tidak apa-apa. Tadi aku hanya bercanda." Ujarnya sembari membelai lembut pipi In Hyun.
In Hyun menoleh dengan ekspresi kesalnya. "Mwo? Be-bercanda?! Kau bilang tadi itu bercanda?! Kau hampir saja membuat jantungku berhenti berdetak karena-"
"Istriku. Apa kau terkena serangan jantung?" tanya Jeong Soon seperti biasa dengan ekspresi wajah polosnya itu dan dengan nada terkejutnya.
In Hyun yang tadinya ingin marah menjadi tersenyum kembali. "Menyebalkan."
Jeong Soon merebahkan kepalanya di dekat kepala In Hyun. Ia menarik napas panjang, lalu mengembuskannya perlahan. Dipejamkan kedua matanya. "Biarkan aku istirahat sekarang. Hari ini terasa melelahkan sekali."
Tangan kanan In Hyun menggenggam tangan kanan Jeong Soon yang melingkar di atas perutnya. "Istirahatlah Paduka." Jawabnya sembari menatap langit-langit.
"Jika esok hari aku membuka kedua mataku. Apakah kau akan tetap berada di sampingku seperti ini?" pertanyaan Jeong Soon membuat In Hyun mengernyitkan keningnya tidak mengerti.
In Hyun malah tersenyum samar. "Aku akan tetap ada di sampingmu Paduka. Memangnya aku akan pergi ke mana? Jadi tidurlah dengan nyenyak." Dia merasa pelukan tangan Jeong Soon malah semakin erat di perutnya. Entah kenapa akhir-akhir ini perlakukan Jeong Soon padanya sangat berbeda seolah dia akan pergi dan takkan kembali lagi ke sisinya.
In Hyun menoleh menatap Jeong Soon yang sudah terpejam. Memberanikan diri untuk membelai pipi serta menyingkirkan anak rambut yang menutupi kening dan mata Jeong Soon. Dia baru tersadar bahwa hatinya yang beku kini sudah mulai menghangat. Ada sesuatu perasaan yang belum pernah dia rasakan selama ini. Sebuah perasaan yang bahkan tidak seperti itu ketika bersama Nam Suuk. Dia pun ikut memejamkan kedua matanya.
Malam semakin larut.
Tak ada yang tahu kalau di seberang sungai ruang seni telah dibangun istana baru. Dan Jeong Soon sengaja menyembunyikannya dahulu untuk kejutan In Hyun nanti.
Siang hari istana dikerjakan oleh para pekerja manusia biasa. Tapi malamnya sampai akhir malam dikerjakan oleh para prajurit lembah kegelapan, dengan begitu istana baru akan cepat selesai sampai waktu yang ditentukan oleh Jeong Soon.
Jeong Soon berusaha untuk membuat istrinya selalu bahagia dan tersenyum sampai kelak dia bisa melepaskan kepergiannya. Jika mereka memang ditakdirkan untuk berpisah. Setidaknya, dia sudah berusaha sampai akhir untuk melindungi In Hyun.
Malam yang sunyi dan tenang.
"Eomeoni!"
In Hyun yang tengah duduk di balkon ruang seni tampak terkejut mendengar seorang anak kecil berumur lima tahun memanggilnya dengan sebutan Ibu. Dia menoleh ke belakang, dilihatnya tak jauh darinya seorang anak laki-laki dengan pakaian khas seorang Pangeran Goguryeo tersenyum manis menatapnya.
"Eomeoni," panggilnya lagi sembari kedua tangannya memperlihatkan sebuah buku cukup tebal bersampul warna cokelat tua dengan tinta berwarna emas. "Maukah kau membacakan cerita menarik di buku ini untukku, eomeoni?" tanyanya dengan mimik wajah yang sangat lucu berharap In Hyun mau membacakan isi cerita di buku itu untuknya.
In Hyun malah bengong, anak siapa yang ada di hadapannya itu? Kenapa dia memanggil namanya Ibu? "Siapa kau nak?" tanyanya dengan tatapan aneh.
Raut wajah anak kecil itu tiba-tiba berubah menjadi sedih. "Eomeoni, apa kau tak mengenaliku? Aku anakmu. Aku sangat sedih jika kau tak mau mengakuiku. Jika kau tak mau membacakan buku ini, maka aku akan meminta Abeoji untuk membacakannya untukku." Setelah mengatakan itu, sang anak kecil melemparkan buku itu ke dekat In Hyun lalu berlari keluar.
In Hyun bangkit dari duduknya, berjalan mendekati buku lalu membungkuk mengambil buku yang tergeletak di atas lantai. 'Dinasty Joseon'. Bukankah itu buku yang ia baca ketika di zamannya? Ia pun segera mengejar anak kecil itu keluar.
Dilihatnya sang anak berlari ke arah Jeong Soon yang tengah berdiri di pinggir kolam. "Abeoji!" panggilnya berlari ke arah Jeong Soon yang masih jauh.
Abeoji? In Hyun berhenti berjalan. Ia malah terpaku di tempat. Betapa terkejutnya melihat anak kecil itu memanggil Jeong Soon dengan panggilan Ayah.
Apakah Jeong Soon mempunyai anak dari wanita lain? Sang anak masih berlari dengan sekuat tenaga. Namun, ketika hampir mendekat pada Jeong Soon. Anak kecil itu tersandung sebuah batu lalu terjatuh, kepalanya terbentur dengan keras pada sebuah batu besar lainnya di taman itu sehingga darah mengalir banyak dari luka menganga di kepalanya itu.
"Anakku!" seru Jeong Soon berlari memburunya.
Detak jantung In Hyun semakin berdebar kencang. Kedua matanya terbelalak, dengan napas terengah-engah. Dia menatap kedua tangannya yang tiba-tiba saja berlumuran darah. "Darah apa ini? Bagaimana bisa tanganku terkena darah?" keringat mengucur di kening jatuh melewati kedua pipinya.
"Tidakkkk!!" Teriak In Hyun terbangun dari tidurnya. Dan ternyata itu hanyalah mimpi.
Jeong Soon ikut terkejut, langsung bangkit lalu menyandarkan kepala In Hyun di pelukannya kemudian mengecup puncak kepala istrinya itu. "Apa kau bermimpi buruk lagi, istriku?" tanyanya mencoba menenangkannya.
In Hyun hanya mengangguk ketakutan sembari menelan salivanya berat.
"Kau jangan takut, itu hanyalah sebuah mimpi," kata Jeong Soon melirik ke arah jendela. Dilihatnya hari sudah hampir terang. "Berendamlah dengan air hangat. Pasti rasa tegangmu itu akan segera hilang."
In Hyun mengusap keringat yang mengucur membasahi wajahnya. Ia mengembuskan napasnya lalu mengangguk menatap wajah Jeong Soon. "Maaf, karena selalu mengganggu tidurmu-"
"Ssstthhh," Jeong Soon menghentikan ucapan In Hyun. Ia mengecup sekilas bibirnya lalu tersenyum. "Pergilah, sebelum aku berubah pikiran dan membuatmu ingin terus berada di sini."
In Hyun mendelik kesal bercampur malu mendengar perkataan Jeong Soon. Ia bangkit dari duduknya langsung menuju ke kamar mandi.
Jeong Soon juga beranjak dari duduknya. Ia keluar langsung memelesat naik ke atas atap ruang seni. Dari atas sana dipandangnya Istana yang baru, semuanya sudah hampir selesai. Dia yakin kalau besok istana akan beres dan selesai semuanya. Istana itu akan menjadi kejutan di besok lusa bagi In Hyun. Dan lusa akan menjadi hari yang takkan bisa dilupakan oleh istrinya itu.
Ӝ----TBC----Ӝ
Revisi ulang*
26 Maret 2020 🌺
By~ Rhanesya_grapes 🍇
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top