♟4♟Broken heart.

Keesokan harinya.

Di Kampus In Hyun membenarkan berita pernikahan Yurika kepada Sun Hi dan Euna. Ketika Euna menanyakan siapa calon suaminya, In Hyun hanya menggelengkan kepalanya karena memang dia tidak tahu.

Keduanya selalu terlihat ragu dan mereka seolah sudah tahu siapa sebenarnya calon suami Yurika. Dan entah kenapa mereka berdua hari itu tiba-tiba saja mengusulkan In Hyun ikut bersama mereka untuk bersenang-senang dengan alasan bahwa seminggu terakhir ini mereka tak pergi jalan-jalan bersama.

Sun Hi dan Euna berencana mengajaknya untuk berbelanja ke Mall, nonton ke bioskop, jalan-jalan di taman, atau mencari komik baru di toko buku. Namun, entah kenapa In Hyun kurang bersemangat hari itu dan dia pun menolak semua ajakan mereka. Dia malah ingin pergi ke perpustakaan Kampus. Kedua sahabatnya itupun tak berani lagi memaksanya untuk ikut pergi. Malah membiarkannya sendirian menenangkan diri di perpustakaan itu.

Setelah dari perpustakaan. In Hyun langsung pulang ke rumah dengan langkah gontai, lesu dan kurang semangat.

Ketika duduk di sofa kedua matanya tertuju menatap sebuah undangan yang tergeletak di atas meja di hadapannya.

“Eomma! Apa ini undangan pernikahan Yurika? Bukankah kata Eomma mereka akan bertunangan dahulu?!” In Hyun merasa aneh sembari meraih undangan itu.

Bibi Yumi menjawab dari dapur. “Pamanmu berkata Yurika tak mau bertunangan, dia ingin langsung menikah!”

“Aneh?” In Hyun perlahan membuka pita yang mengikat undangan itu. Entah kenapa jantungnya tiba-tiba berdetak sangat kencang.

Perlahan undangan dikeluarkannya dari sampul mewah yang bertuliskan keluarga besar IN lalu dibukanya. Kedua matanya membaca dari tanggal yang tercantum di sudut atas undangan sebelah kanan. Dua hari lagi pesta pernikahannya. Namun, ketika membaca nama yang tertera di tengah undangan, kedua matanya terbelalak.

“Mu-mustahil! Tidak mungkin dia kak Nam Suuk pacarku. Pasti Nam Suuk yang lain,” gumam In Hyun mencoba menenangkan hatinya. Besok aku harus bisa bertemu dengannya, aku yakin bukan dia. Sebagaimanapun untuk kali ini aku harus berbicara dengannya, harus bisa bertemu dengan kak Nam Suuk. Ucapnya terus dalam hati.

Dia menghirup udara dalam-dalam, kemudian mengembuskannya keras. Begitu seterusnya sampai jantungnya tenang kembali.

Malam-malam In Hyun tak bisa tidur dengan nyenyak, hatinya terus merasa bimbang dan cemas. Sampai pagi menjelang dia tak bisa tidur atau duduk dengan tenang.

Hari itu dia ingin curhat dengan Sun Hi dan Euna tentang masalah nama yang tercantum di undangan, apakah mereka tahu siapa yang menikah dengan Yurika? Namun, ketika sampai di Kampus keduanya kebetulan tidak masuk kuliah.

Sepulang kuliah entah kenapa dia sangat ingin mampir ke perpustakaan di pusat kota, ingin membaca atau membeli sebuah buku. Sudah lama tidak pergi ke sana dan sepertinya hanya perpustakaan pusat kota tempat untuknya menyendiri dan mendinginkan kepalanya saat ini.

Dia masuk ke perpustakaan seperti biasa menyapa bibi penjaga di sana yang ramah. Langsung berjalan agak ke dalam menelusuri rak-rak buku ilmiah. Diraih satu buku lalu duduk di sudut ruangan sendirian.

Menatap sekeliling, biasanya di sana ramai oleh pengunjung. Namun hari itu entah kenapa di sana tampak sepi dan hanya beberapa orang yang duduk agak berjauhan dengannya? Ia tak memedulikan hal itu. Tetap fokus pada buku yang kini tengah dibacanya itu.

Tiba-tiba...

Tranggg..!!

Terdengar seperti pedang yang saling beradu dan bergesekan dengan pedang yang lainnya seolah di sana sedang ada yang bertarung beradu pedang.

In Hyun mengernyitkan keningnya sambil mengedarkan pandangannya ke sekeliling. Orang-orang di sana tampak fokus pada buku masing-masing dan sepertinya hanya pendengarannya saja yang salah. Dia pun melanjutkan membaca lagi. Tak berapa lama.

Tranggg.. sreeekkkk..!

Kali ini In Hyun mendengarnya dengan sangat jelas. Bahkan ada suara kaki kuda dan gesekan pedang lagi.

Dia masih mengedarkan pandangannya ke sekeliling dan yang membuatnya aneh. Sekarang di sana tidak ada seorangpun yang dia lihat, hanya tinggal bibi penjaga yang masih fokus menuliskan sesuatu di ujung sana.

“Aneh? Ke mana orang-orang? Perasaan tadi ada orang yang sedang membaca buku di sebelah sana,” gumamnya menjadi takut. Melihat keluar kaca hari masih siang. “Aih. Hari masih siang Hyun, takut apa kau ini?” rutuknya pada diri sendiri. Ia pun melanjutkan kembali membaca, namun baru saja beberapa baris, tampak ada sesuatu yang menyilaukan kedua matanya.

Seperti sebuah cermin yang memantulkan cahaya matahari pada kedua matanya itu membuatnya tak bisa membuka mata dengan jelas karena silau. Dia menatap kembali ke sekeliling mencari dari mana asal cahaya itu? Pandangan matanya tertuju pada rak buku-buku kuno. Sederatan buku-buku sejarah Zaman dahulu.

Hatinya merasa takut namun penasaran pada sebuah buku bersampul aneh dan tampak mengeluarkan cahaya ketika matahari bersinar di antara celah-celah kaca kecil di sana menyinari buku itu.

Dia bangkit dari kursinya. Berjalan dengan ragu mendekati rak buku sejarah. Cover samping buku itu berbalutan tinta emas seolah ingin menarik perhatiannya.

Buku itu tepat di deretan paling atas rak sehingga ketika In Hyun ingin mengambilnya dia sangat kesusahan sampai di jinjit-jinjit kedua kakinya untuk mengambilnya.

Dia masih berusaha meraih buku itu sehingga tanpa sadar, entah terkena paku atau retakan kayu dari rak itu kini menggores melukai tangannya sampai mengeluarkan darah.

Akhirnya buku itu berhasil diraihnya, namun darah yang mengucur di tangannya malah menempel di cover buku tersebut.

“Ahh sial, bukunya terkena darahku. Bagaimana ini?” Dia tampak kebingungan. Namun, harus bagaimana lagi darahnya banyak menempel di Cover buku itu sehingga mustahil dibersihkannya dengan tissue. Dia merogoh saku jaketnya mengeluarkan saputangan, lalu dibelitkannya pada tangan yang terluka.

Ditatapnya buku sejarah yang kini ada di genggaman tangannya itu. Tak ada pilihan lain selain melaporkannya pada bibi penjaga atau membayarnya dengan harga yang disebutkan bibi penjaga itu nanti.

Dia berjalan ke depan kasir mendekati bibi penjaga membawa buku sejarah Kerajaan Zaman dulu, *DINASTY JOSEON*. Sebuah buku bercover seperti kulit kayu berwarna cokelat muda dan di covernya bertuliskan dengan tinta emas dan perak.

Dengan ragu-ragu In Hyun berjalan mendekati meja bibi itu. “Ah ... hmm, Ahjumma. Maaf buku ini terkena darah saya. Bagaimana ini? Apakah saya harus membayar ganti ruginya? Atau harus membayar untuk membelinya?” tanyanya bingung, sementara dia tahu kalau buku itu bukan dari deretan buku untuk diperjualbelikan.

Bibi itu malah menatapnya tajam. Mulutnya bergerak hendak berbicara padanya, In Hyun merasa akan habis dimarahi oleh bibi itu dan entah berapa dia harus membayar buku bersejarah tersebut?

“...........???”

Bibi perpustakaan meminta buku itu untuk melihatnya. *DINASTY JOSEON* sebuah buku bercover seperti kulit kayu berwarna cokelat muda, bertuliskan dengan tinta emas dan perak. Kini buku tersebut tampak dibolak-balik oleh bibi itu dengan memicingkan matanya tajam melihat darah In Hyun yang menempel di sampulnya.

In Hyun membuka tasnya untuk mengecek uang yang dia bawa saat itu. Takut uangnya tak cukup dan pastinya dia harus kembali ke rumahnya mengambil uang kemudian kembali lagi ke sana untuk membayarnya.

Tiba-tiba Bibi itu tersenyum lebar. “Ambilah, kamu sudah membelinya,” ucapnya sambil menyodorkan kembali buku itu kepada In Hyun.

In Hyun terheran-heran menerimanya. “Tapi saya belum membayarnya?” Ia benar-benar tidak mengerti atas ucapan Bibi itu dengan telah membelinya? Ia tetap tak bisa menerimanya.

“Aku bilang ambilah, ini sudah jadi milikmu. Kalau tidak diterima, kau akan menyesal.” Kini tatapan mata yang selalu ramah itu berubah menjadi sedikit menakutkan.

Ne, Ahjumma, kalau begitu kamsahamnida. Sa-saya pamit dulu.” In Hyun sedikit gemetaran, setelah membungkuk mengucapkan terima kasih, ia langsung berpamitan tidak melanjutkan membaca di sana.

Setelah In Hyun keluar, Bibi itu tersenyum tipis dengan tatapan yang masih tajam padanya.

Di depan pintu perpustakaan. In Hyun menghela napasnya panjang. Tadi dia merasa napasnya seolah terasa sesak oleh tatapan bibi perpustakaan. Sambil memegang dadanya. “Eoh, aku hampir setiap hari datang ke sini dan selalu melihat senyum ramahnya. Tapi barusan itu seolah bukan bibi yang setiap hari kulihat.”

Dia baru tersadar kalau darah dari lukanya masih menetes membasahi saputangannya itu. Ditatapnya lukanya yang terasa perih, lalu buru-buru membelitkan dengan erat saputangan yang terbelit melonggar di tangannya itu.

“Kenapa darahnya malah semakin banyak? Apa lukanya sangat dalam? Perasaan hanya luka goresan saja tadi.” In Hyun memperhatikan saputangan yang hampir basah seluruhnya oleh darahnya itu. “Aku harus buru-buru pulang, rasanya malah semakin sakit sekali luka ini.”

Sambil berjalan. Dibolak-baliknya buku yang terkena darahnya itu dengan tatapan aneh. “Kenapa ahjumma itu bilang aku sudah membelinya? Membayarnya juga belum, tapi tidak apa-apa, lumayan gratisan.” Dengan perasaan senang ia memasukkan bukunya ke dalam tas.

In Hyun berjalan dengan sedikit tergesa-gesa ingin cepat sampai ke halte bus dan pulang ke rumah untuk mengobati lukanya. Tiba-tiba ponsel-nya terasa bergetar, ada sebuah pesan masuk. Dia merogoh tasnya lalu mengeluarkan ponsel-nya. Dilihatnya itu dari Nam Suuk yang memintanya untuk bertemu di taman pusat kota saat ini juga. Dilihatnya juga beberapa miscallan darinya karena ketika di perpustakaan ponsel-nya itu dalam mode silent.

Tanpa berpikir dua kali serta membalas terdahulu pesan itu, In Hyun berlari sekuat tenaga ke arah taman biasa yang jaraknya tidak seberapa jauh dari perpustakaan tadi.

Dari kejauhan dia sangat senang sekali melihat Nam Suuk tengah duduk di bangku biasa. Sesampainya di sana, In Hyun berhenti di hadapan Nam Suuk dengan napas tersengal-sengal tak beraturan, membungkuk memegang kedua lututnya sambil mengatur napas. Dilihatnya sekilas Nam Suuk yang sedang duduk tampak gelisah sambil menunduk seolah tak berani menatapnya.

Berselang beberapa detik. Nam Suuk mendongak ke atas menatap wajah In Hyun yang tampak kelelahan. Dia langsung berdiri dan saat itu In Hyun langsung saja memeluknya karena benar-benar sangat merindukan kekasihnya itu, namun Nam Suuk tidak membalas memeluknya membuat In Hyun melepaskan pelan-pelan pelukannya sembari menatapnya penuh keheranan.

Beberapa saat setelah napas In Hyun kembali normal. Mereka berdua duduk agak renggang dan hanya diam tanpa kata.

In Hyun mencoba tersenyum. “Oppa. Kau tahu. Yurika akan segera menikah …,” diam sejenak tampak ragu untuk melanjutkan ucapannya, “dan yang paling lucu, nama yang tertera di surat undangan adalah nama Nam Suuk,” ia terkekeh pelan. “Pasti itu bukan dirimu kan Oppa?” Di dalam hatinya ia berharap Nam Suuk yang lain.

Hening...

“Kenapa tak menjawab? Atau, apa benar kalau kau yang akan menikah dengan Yurika, Oppa?”

Nam Suuk masih tak menjawab, tersirat kebingungan di kedua manik matanya. Bibirnya yang kelu membuat dirinya hanya bisa membisu.

“Kalau kamu tidak menjawab, maka aku sudah mendapat jawaban dari pertanyaan itu.” Lagi-lagi In Hyun hanya bisa bertanya dan menjawab sendiri dengan nada getir menahan tangisnya sambil melihat ke bawah.

Mianhae.” Nam Suuk hanya bisa mengatakan itu.

“Berarti benar kalau kalian besok akan menikah?” In Hyun baru berani menoleh menatap Nam Suuk dengan mata berkaca-kaca, sementara Nam Suuk tak berani balas menatapnya, hanya bisa menunduk.

“Hyun, maafkan aku. Memang benar besok aku akan menikah dengan Yurika tapi ...,” perkataannya terhenti seakan ada sesuatu yang sulit untuk dijelaskan pada In Hyun.

In Hyun kembali menundukkan wajahnya, air mata yang tergenang tak bisa dia bendung lagi dan pada akhirnya menetes juga. “Padahal besok adalah hari Anniversary 7th kita.” Nadanya bergetar dan jelas-jelas dia menahan tangisannya itu.

Degg! Jantung Nam Suuk bagai ditusuk pedang, baru teringat kalau besok adalah hari jadinya dengan In Hyun. Mereka sudah merencanakan untuk pergi ke puncak gunung.

Air mata In Hyun terus mengalir tak tertahankan. Dengan suara parau dia bertanya lagi. “Apa selama kita pacaran kamu merasa bosan padaku? Apa aku sering membuatmu kesal? Sampai kamu memutuskan untuk menikah dengan Yurika, selama 7th ini apakah kamu pernah sehari saja mencintai dan memikirkanku atau merindukanku?” Rentetan pertanyaan itu mustahil Nam Suuk bisa menjawabnya.

Tetapi, terlihat kalau Nam Suuk mengepalkan kedua tangannya dan sudah membulatkan tekadnya.

“Sebenarnya, selama ini aku tak pernah punya perasaan padamu, hanya karena aku merasa nyaman, mungkin itu karena kita berteman sejak kecil. Kadang aku merasa menganggapmu seperti adikku sendiri.” Jawaban yang tak terduga dari Nam Suuk membuat air mata In Hyun semakin deras.

In Hyun hanya bisa menjerit di dalam hatinya perih. Jadi benar kalau dia tak pernah menganggapku ini pacarnya, lebih parahnya dia hanya menganggapku seperti adiknya, jadi selama ini kita pacaran hanya buang-buang waktu saja.

In Hyun sontak bangkit dari duduknya. Saputangan yang terbelit di tangannya terlepas begitu saja dan terjatuh, darah yang belum kering menetes lagi ketika dia mengepalkan tangannya erat.

Nam Suuk berdiri lalu menghadap In Hyun. “Hyun?!” Lidahnya benar-benar kelu untuk hanya sekadar mengucap namanya saja. Ditatapnya tangan In Hyun yang berdarah. Dia ingin menggapai tangannya. Namun...

In Hyun langsung menepisnya dan, “plaaakkkk!!” Dia malah menampar pipi Nam Suuk. “Aku benci padamu, SELAMANYA!” teriaknya langsung membalikkan tubuhnya lalu berlari menangis meninggalkan Nam Suuk sendirian di sana.

Nam Suuk masih berdiri terpaku. Dipungutnya saputangan In Hyun yang berdarah. Bibirnya yang membiru masih terasa beku tak bisa memanggil atau mengejar In Hyun, dia hanya bisa menatap punggung gadis itu yang semakin jauh dan hilang dari pandangan. “Maafkan aku Hyun, aku telah membuat hatimu terluka.” Akhirnya air mata yang ditahannya dari tadi jatuh menetes membasahi kedua pipinya.

In Hyun berlari sekencang-kencangnya sambil menangis. Hatinya benar-benar sudah hancur berkeping-keping. Tak ada yang bisa mengobati hatinya untuk saat itu, orang yang selama ini selalu mengusap air matanya, malah orang itu yang kini memberinya luka yang sangat dalam dan air mata yang sangat deras.

Di saat dia berlari tanpa memperhatikan jalan. Di sebuah tikungan, lagi-lagi dia bertabrakan dengan Jae Woon yang selalu tak lepas dengan maskernya itu.

Bruuggghh..!! In Hyun hampir terjengkang ke belakang, dengan secepat kilat Jae Woon menarik tangan In Hyun. Namun, kali ini dia malah kewalahan, akhirnya mereka berdua jatuh bersamaan. In Hyun jatuh tepat di atas tubuh Jae Woon.

“Aaoowwccc!” rintih Jae Woon kesakitan menahan tubuh In Hyun di atas tubuhnya, sementara In Hyun malah terisak menangis di dadanya. Digenggam dan diremas dengan erat jaket bagian dada Jae Woon. Tak lama ia tersadar, kaget, lalu buru-buru bangkit. Tanpa sempat melihat siapa yang ditabraknya, In Hyun kembali berlari dan tak pernah menoleh lagi ke belakang.

Jae Woon bangkit membersihkan bajunya dari debu. Ketika dia mengusap bagian dadanya. Di jaket putihnya itu ada darah dan itu adalah darah In Hyun yang tadi menggenggam erat bajunya, tak sengaja menempel di jaketnya itu. Dipandangnya punggung In Hyun yang semakin menjauh.

In Hyun naik bus yang kebetulan berhenti ketika dia sampai di halte. Ia baru sadar kalau saputangan yang membelit tangannya hilang entah di mana. Akhirnya dia mengambil tissue di dalam tasnya lalu menutupi lukanya itu dengan tissue. Sepanjang perjalanan, air matanya terus menetes. Dia bahkan tak peduli beberapa pasang mata saat itu memandangnya aneh.

Sesampainya di rumah. In Hyun langsung memeluk ibunya dari belakang yang saat itu tengah mengiris sayuran di dapur. “Eomma, semuanya sudah berakhir, dia ... dia akan menikah dengan Yurika, ternyata kekasihku yang akan menikah dengan sepupuku sendiri. Pria itu adalah orang terkejam yang pernah aku kenal.” Isak tangisnya pecah di dalam pelukan ibunya.

Bibi Yumi menaruh pisau lalu membalikkan tubuhnya agar membalas pelukan anak bungsunya itu. “Sabar sayang, Eomma yakin kalau suatu saat nanti akan ada yang mencintaimu lebih dari segalanya.” Jawab Ibunya ikut sedih sembari mempererat pelukannya. Dia tahu semuanya akan seperti ini, ketika mendengar dari adik iparnya yaitu ibunya Yurika kalau Yurika akan menikah dengan Nam Suuk pacarnya In Hyun, dia juga terkejut dan sudah bisa tahu kalau In Hyun-lah pastinya yang akan terluka.

Ketika mendengar tangisan dan kegaduhan di dapur. In Myun bergegas keluar dari kamarnya lalu ikut memeluk mereka berdua dan ikut merasa sedih setelah tadi dapat penjelasan dari Ibunya bahwa Nam Suuk akan menikahi Yurika.

Ӝ----TBC----Ӝ

Revisi ulang*
17 Januari 2020

By~ Rhanesya_grapes 🍇

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top