♟38♟Lee Hwon (Bertahanlah).
Pagi hari berikutnya.
In Hyun menunggu Jeong Soon di depan rumah. Seperti rencana mereka akan kembali ke istana hari itu.
Tak lama Jeong Soon datang membawa seekor kuda hitam. "Adinda, kita akan pulang dengan kuda ini."
In Hyun mengangguk sembari tersenyum.
Jeong Soon naik duluan ke atas punggung kuda, ia mengulurkan tangannya pada In Hyun yang langsung diraih olehnya. Setelah In Hyun naik ke atas punggung kuda dan duduk di depan Jeong Soon. Sebelah tangan Jeong Soon melingkar di perut In Hyun, sementara tangan satunya memegang tali kendali kuda.
Mereka berdua akhirnya naik kuda hitam itu, perlahan kuda berjalan menelusuri jalanan hutan menuju ke istana.
☆☆☆☆
Sementara di istana Goguryeo. Semua sudah menyerah untuk mencari jasad Jeong Soon, In Hyun dan juga Lee Hwon. Mereka bertanya-tanya ke mana jasad ketiganya menghilang? Kalau benar mereka telah meninggal pasti ada jasadnya. Yang pasti di dalam hati semuanya, mereka berharap kalau ketiganya masih hidup meski kemungkinannya sangatlah kecil mendengar bahwa Jeong Soon jatuh ke jurang lembah terkutuk dalam keadaan terluka, sementara In Hyun yang diculik Jhao Feiyan belum ditemukan jasadnya, serta Lee Hwon yang keracunan parah.
Jhao Feiyan pun tidak pulang ke Gojoseon melainkan kembali ke istana Barje.
Wang Jhaojun duduk sendirian di balkon depan kamarnya sembari menatap ke arah Taman Blossom di mana Jeong Soon dan yang lain sering berkumpul di sana.
Keadaan istana sudah berubah tak seperti dulu lagi. Jeong Soon sang Kaisar penerus Kerajaan Goguryeo telah meninggal, itupun jika memang dia berhasil dibunuh oleh Ching Daiki, maka Kerajaan akan banyak sekali perubahannya. Dia berpikir entah bagaimana ke depannya nasib Kerajaan itu, apakah takhta akan diturunkan pada Lee Hwon? Namun, jika Lee Hwon juga telah mati. Maka istana Goguryeo akan dilanjutkan pemerintahannya oleh Kaisar Goryeo kembali sampai kelak dia akan menurunkannya pada orang yang akan dipercayainya.
Dia juga berpikir tentang Kerajaannya (Gojoseon). Bagaimana bisa adik kesayangannya Jhao Feiyan mempunyai sifat yang sangat buruk? Kali ini Wang Jhaojun yakin kalau adik perempuannya Jhao Feiyan memang seorang pengkhianat, karena semenjak kejadian jatuhnya In Hyun ke lembah terkutuk dengan penculikannya waktu itu, Jhao Feiyan tak pernah pulang ke Gojoseon.
Apalagi ada yang melihat dia menuju ke Kerajaan Timur (Barje). Wang Jhaojun mengepalkan tangannya erat. Aku benar-benar tak menyangka kalau kau menjadi pengkhianat adikku. Ucapnya dalam hati geram.
Datang Luo Guanjong dengan tergesa-gesa ke sana. Dia membawa sebuah surat ditangannya. (Surat zaman Joseon dahulu kebanyakan bukan dari kertas tapi terbentuk dari sebuah bambu yang dirangkai dan digulung menjadi barisan pesan). "Wang. Kita kedatangan pesan dari istana Barje."
"Pesan?" Wang Jhaojun menurunkan sebelah alisnya. Mereka mengirimkan pesan ke Kerajaan Goguryeo tidak seperti biasanya. Apalagi penyerangan dadakan kemarin membuktikan kalau Kerajaan Barje bukan orang yang suka memberi peringatan atau bahkan pesan ancaman.
Luo dan Wang membuka pesan itu lalu membacanya bersama-sama. Kedua mata mereka terbelalak bersamaan ketika membaca isi surat itu.
*Jika kalian ingin Lee Hwon hidup. Maka kalian harus menyerahkan Permaisuri Hwa Young dan Jeong Soon pada kami. Maka kami akan menyerahkan Lee Hwon kepada kalian dalam keadaan hidup, jika tidak. Maka Lee Hwon akan kami kirimkan kembali ke Goguryeo tanpa nyawanya*
**Ching Daiki**
Deggg... Wang dan Luo yang membacanya tampak kebingungan. Jadi Lee Hwon telah ditawan di istana Barje dan mereka telah menyanderanya. Mereka meminta In Hyun dan Jeong Soon diserahkan ke istana Barje.
Keduanya kini saling menatap. Di dalam isi surat itu banyak kejanggalannya. Bukankah Ching Daiki telah membunuh Jeong Soon dengan tangannya sendiri, kenapa isi pesan itu harus menyerahkan Jeong Soon ke sana?
Jadi surat dari siapa itu? Sementara stempel yang tertera adalah nama dari Kerajaan Barje dan pastinya stempel itu milik Ching Daiki.
Luo Guanjong sedikit bernapas lega. Jika benar Lee Hwon ditawan oleh Ching Daiki berarti dia masih hidup, setidaknya mereka tahu kabar salah satu dari ketiganya. "Wang. Apa yang harus kita lakukan sekarang?" tanyanya benar-benar bingung, sementara prajurit masih banyak yang terluka. Dia dan juga Wang Jhaojun masih belum sembuh total dan itu masih perlu waktu untuk penyerangan balik ke Kerajaan Barje.
"Aku juga tak tahu Luo. Ke mana lagi kita harus mencari Ratu Hyun dan juga Jeong Soon? Jika keduanya mati, lalu jasad mereka di mana saat ini?" Wang merasa Ching Daiki memang menginginkan In Hyun, tapi Jeong Soon? Untuk apa Ching meminta membawa juga Jeong Soon ke istana Barje?
Di Kerajaan Barje.
Ketika hari pertarungan. Ternyata Jhao Feiyan memang pulang ke Kerajaan Barje dan dia yang sampai duluan di sana. Di saat Ching Daiki dan yang lainnya pulang membawa Lee Hwon dia berpura-pura tiduran di kamarnya.
Ching Daiki seperti biasa tengah berunding dengan kakeknya serta dengan Ratu Yatsuko. Mereka tampak sedang merundingkan lagi bagaimana akan memanfaatkan Lee Hwon agar menjadi senjata untuk mengalahkan serta merebut Kerajaan Goguryeo serta merebut Hwa Young?
Ching Daiki yakin kalau permaisuri Hwa Young dibawa ke Kerajaan Silla atau Gojoseon bersama yang lainnya. Dia sungguh tak tahu jika Jhao Feiyan mencoba membunuh In Hyun.
Jhao Feiyan yang berada di kamarnya tersenyum-senyum sendiri sembari duduk melamun di pinggir jendela. Aku yakin mereka akan menyepakati untuk menukar Lee Hwon dengan Jeong Soon karena In Hyun telah dibawa oleh pria asing dan aku yakin juga dia telah mati. Dan ketika Jeong Soon disekap dan ditahan di penjara bawah tanah, akulah yang akan menyelamatkannya dari sini lalu membawanya kembali ke istana Goguryeo. Dengan begitu, dia akan menikahiku dan aku akan segera menjadi Ratu di istana Goguryeo.
Dia menyeringai sembari mengepalkan tangannya. Hanya aku dan Kaisarku Jeong Soon. Ia menatap kepalan tangannya, teringat saat dia merobek punggung In Hyun dan waktu itu dia melihat In Hyun sekarat dan sudah pasti mati karena mengeluarkan banyak darah.
Ternyata sebenarnya yang mengirim pesan itu adalah Jhao Feiyan, dengan diam-diam dia pergi keruangan Ching Daiki dan menulis pesan itu serta mengambil stempel Kerajaan milik Ching Daiki. Dia sangat yakin bahwa mereka akan menukar Jeong Soon dengan Lee Hwon karena Jeong Soon dengan kekuatannya pasti akan bisa lepas dari Kerajaan Barje ketimbang Lee Hwon yang lemah dan pastinya dia yang akan menolong pelarian diri Jeong Soon nanti.
Ketika Jhao Feiyan masih melamun di pinggir jendela, datang Ching Daiki masuk ke kamarnya. Jhao Feiyan sedikit terkejut, dia memberi salam penghormatan seperti biasa.
Ching Daiki menyeringai. "Apakah kau tahu bahwa kami telah menyerang Kerajaan Goguryeo?"
Jhao Feiyan mengangguk. "Hamba tahu dari para penjaga, Yang Mulia. Kenapa kalian pergi meninggalkan istana Goguryeo setelah kemenangan di depan mata?" tanyanya merasa aneh.
"Itu karena sebuah kecurangan dari istana Goguryeo (Jurus pelenyap bumi) memaksa kami harus mundur, tapi kau tenang saja. Penyerangan nanti kami akan berhasil merebutnya, karena ...," Ching berhenti sejenak.
Jhao Feiyan menatapnya. "Karena apa?"
"Karena aku telah menghancurkan serta menyingkirkan dinding penghalang istana itu," ujar Ching terlihat bangga.
"Maksud Yang Mulia apa? Dinding penghalang?" Jhao Feiyan tidak mengerti apa yang diucapkannya.
"Ya, dinding penghalangnya yaitu Jeong Soon. Dengan kedua tangan ini aku telah membunuhnya."
Deggg... Jantung Jhao Feiyan seolah berhenti berdetak ketika mendengarnya. Dia jadi terdiam mendengarkan cerita Ching Daiki dan entah kenapa hari itu Ching panjang lebar menjelaskan semuanya bagaimana pertarungannya dengan Jeong Soon terlihat dengan penuh kebanggaan juga.
"Kau tahu Putri, dia akhirnya jatuh ke jurang dan mati seketika." Ching Daiki mengakhiri ceritanya sembari mengepalkan kedua tangannya.
Keringat dingin bercucuran di kening Jhao Feiyan.
Ching Daiki menatapnya penuh keheranan, kenapa mendengar kabar itu Jhao Feiyan tak merasa gembira sepertinya? Kini Ching menyeringai. "Aku tahu kenapa wajahmu pucat, Putri Jhao Feiyan. Karena pria pujaan hatimu telah mati di tanganku ini, sungguh sangat disayangkan jika-"
Knockk... knockkk...
Tiba-tiba pengawal mengetuk pintu kamar itu. "Yang Mulia. Pejabat Shin ingin menemui Anda sekarang juga."
"Baiklah! Biarkan dia menunggu diruanganku!" Perintah Ching pada pengawal itu, dia mendekati Jhao Feiyan kemudian membelai pipi sampai dagunya. "Cerita sampai di sini dulu, mari kita lanjutkan kembali nanti malam. Karena hari ini aku sangat bahagia, maka nanti malam kita akan bersenang-senang." Setelah itu ia langsung melangkah keluar dari kamar Jhao Feiyan.
Setelah kepergian Ching Daiki dari kamarnya, tubuh Jhao Feiyan terkulai lemah ke lantai. Mustahil?! Tidak mungkin Yang Mulia Jeong Soon mati begitu saja, bagaimana bisa dia mati? Dan kenapa bajingan itu membunuhnya? Lalu bagaimana dengan rencana pesanku jika Jeong Soon mati? Air matanya mengalir dengan deras.
Tidak, itu tidak mungkin terjadi. Jhao Feiyan merintih menangis di pinggir ranjang.
Ching masuk ke dalam ruangan khusus untuk bertemu dengan para Pejabat serta yang lainnya. Pejabat Shin adalah Pejabat yang telah menculik In Hyun waktu itu, dan kini dia juga datang ke istana Barje untuk menyampaikan berita tentang In Hyun pada Ching Daiki.
Pejabat Shin membungkuk memberi hormat. "Hormat hamba Yang Mulia."
"Apa kau membawa berita baru dari Goguryeo untuk Kerajaan ini?" tanya Ching tampak tidak sabar.
Pejabat Shin tampak bingung untuk mengatakannya, ia pun mengangguk. "Ini semua tentang Ratu Hwa Young," nada bicaranya terdengar ragu.
"Cepat katakan, ada berita apa tentang calon istriku itu? Apa dia sudah kembali ke istana Goguryeo?"
Sebelum menjawab, Pejabat Shin menelan salivanya berat. "Ha-hamba mendengar dari mata-mata yang hamba kirim ke istana, bahwa Permaisuri Hwa Young telah meninggal. Namun, sampai saat ini jasad Permaisuri belum ditemukan-"
"APA! BAGAIMANA BISA DIA MENINGGAL?! APA KAU MEMBAWA BERITA YANG BENAR? ATAU MEREKA HANYA BERBOHONG AGAR AKU TAK BERUSAHA DATANG KE SANA LAGI UNTUK MENYERANG MEREKA SERTA MENCARINYA?!" Dengan nada yang sangat tinggi Ching berbicara dengan Pejabat Shin membuat Pejabat Shin semakin menundukkan kepalanya.
"Ampuni hamba Yang Mulia, jika hamba tahu berita itu tidak benar atau berita itu belum jelas. Mustahil hamba datang ke istana ini menyampaikan kabar buruk itu pada Anda." Jawab Pejabat Shin kini semakin ketakutan melirik sedikit raut wajah Ching sudah berubah merah sekaligus pucat menggelap.
Ching masih belum bisa mempercayainya. "Jika berita itu memang benar bahwa Ratu Hwa Young telah meninggal dan mereka masih mencari jasadnya. Apa kau tahu siapa yang telah berani membunuhnya?" tanyanya mengerutkan bibirnya geram. Siapa yang telah berani membunuh Ratunya itu?
Pejabat Shin masih menelan salivanya susah payah. "Ampunkan hamba Yang Mulia, hamba tidak berani mengatakannya-"
"CEPAT KATAKAN SIAPA YANG TELAH MEMBUNUHNYA?!" bentak Ching dengan tak sabaran memotong pembicaraan Pejabat Shin.
"Pu-Putri Jha.. Jhao Feiyan,"
Kedua mata Ching membulat sempurna mendengarnya.
"Hamba mendengar berita bahwa ketika Yang Mulia dengan semua prajurit datang menyerang istana Goguryeo, Putri Jhao Feiyan datang ke sana juga dan menculik Ratu Hwa Young. Di tengah hutan dia menghabisi Ratu, tetapi sampai saat ini jasadnya belum ditemu-"
Braakk...! Ching tiba-tiba menggebrak meja di dekatnya. "KEPARAT!" geramnya. "Ternyata dia telah menghabisi calon istriku. Aku tidak akan pernah mengampuninya karena telah membunuh wanita impianku." Tanpa mendengar penjelasan selanjutnya. Ching bergegas keluar dari sana, berjalan menuju ke kamar Jhao Feiyan.
Sementara Jhao Feiyan masih menangisi Jeong Soon.
Braakk... trakkk...! Dengan menendang keras pintu kamar Jhao Feiyan yang digeser itu sehingga hancur. Ching masuk ke dalam dengan wajah yang merah padam benar-benar marah.
Jhao Feiyan benar-benar terkejut. "Yang Mulia! A-ada apa?!" tanyanya ketakutan. Dia buru-buru mengusap air matanya dan pura-pura tidak sedang sedih.
Tanpa menjawab pertanyaan Jhao Feiyan, Ching dengan secepat kilat langsung mendekatinya kemudian mencekik lehernya.
"Aa... Aakkhh, Ya-Yang.. Mu-Mulia, apa yang terjadi?" tanya Jhao Feiyan berusaha bernapas dan dengan kedua tangannya ia berusaha melepaskan tangan kanan Ching yang mencekiknya dengan erat sampai kedua mata Jhao Feiyan membulat besar serta napasnya naik turun menahan sakit cekikan lehernya, ia tampak sudah tak bisa banyak bernapas.
Untungnya Kakek Daichi serta istrinya Yatsuko kebetulan lewat ke sana melihat kejadian itu. Dengan rambutnya yang mengulur panjang, Yatsuko menarik tubuh Ching agar melepaskan cekikannya itu dari leher Jhao Feiyan.
Ketika lepas, Jhao Feiyan terkulai ke lantai sembari terbatuk-batuk mengatur napasnya serta memegang lehernya. Sedikit lagi dia akan mati di tangan Ching.
"LEPASKAN! LEPASKAN AKU IBU RATU, AKU TIDAK AKAN MEMBIARKANNYA HIDUP!" Teriak Ching dengan geramnya.
"Apa yang kau lakukan cucuku? Kenapa kau ingin membunuhnya?!" tanya Kaisar Daichi berdiri dihadapan Ching yang masih berontak dari belitan rambut Yatsuko.
"Karena dia telah membunuh Ratu Hwa Young! Dia telah membunuh calon istriku dan sudah seharusnya dia membayarnya dengan nyawanya juga!"
Kedua mata Jhao Feiyan terbelalak, bagaimana bisa Ching mengetahui hal itu? Tetapi itu memang salahnya. Dia benar-benar lupa bahwa mata-mata Ching sungguh banyak di Kerajaan Goguryeo, dan pasti ketika para prajurit membicarakan tentang pencarian jasad In Hyun, ada yang mengetahui bahwa dia yang telah membawa In Hyun ketika sakit menuju ke hutan. Dia kini benar-benar menyesal telah membawa In Hyun ke tengah hutan. Seharusnya dia langsung menghabisinya di dalam kamarnya waktu itu, kini sudah terlambat untuk menyesalinya. Dia benar-benar melihat Ching seperti seekor monster dengan aura membunuh yang sangat besar.
Tangan kanan Kaisar Daichi memegang Puncak kepala Ching, dengan mengeluarkan sedikit tenaga dalamnya ia mencoba menenangkan Ching. Perlahan Ching terkulai lemah lalu jatuh pingsan.
Ratu Yatsuko baru melepaskan rambutnya yang membelit di tubuh Ching. Dia memerintahkan kepada para pengawal untuk membawa Ching menuju kamarnya.
Setelah Ching dibawa pergi dari kamar Jhao Feiyan. Kaisar Daichi mendekati Jhao Feiyan yang duduk di lantai masih tampak ketakutan. Tatapan sayu namun mengerikan Kaisar Daichi kepada Jhao Feiyan membuat Jhao Feiyan benar-benar terasa sulit untuk bernapas.
"Apa benar kau yang membunuh Ratu Hwa Young?" tanyanya pelan, datar namun menusuk tajam.
Jhao Feiyan mengangguk dengan tubuh gemetaran, keringat panas dingin terus mengucur ditubuhnya itu.
Kaisar Daichi benar-benar tak bisa mempercayainya. Bagaimana bisa Jhao Feiyan menghabisi calon istri cucunya itu? "Putri Jhao Feiyan. Sebaiknya kau harus pergi dari istana ini." Dengan terpaksa Kaisar Daichi menyuruhnya untuk segera pergi sebelum Ching sadar dan pasti akan berbuat yang lebih dari tadi.
"Tapi Yang Mulia. Ke mana hamba harus pergi? Sementara Kerajaan Gojoseon pasti telah menyadari bahwa hamba seorang pengkhianat." Jawab Jhao Feiyan gemetaran sekaligus kebingungan.
Ratu Yatsuko yang dari tadi terdiam, kini mendekati Jhao Feiyan. Dia berjongkok tepat dihadapannya lalu tersenyum. "Kau pergi saja ke istana kami di Kerajaan Okjeo (Kerajaan milik Kaisar Daichi) untuk sementara. Di sana kau akan dilayani layaknya seorang Permaisuri, nanti jika hati Yang Mulia Ching Daiki membaik dan sudah mau memaafkanmu. Maka kau bisa kembali lagi ke sini."
"Tapi Ibu Ratu, mereka tidak mengenali hamba. Bagaimana mereka bisa melayani hamba?" tanya Jhao Feiyan masih bingung dan takut.
"Kau jangan khawatir, karena setelah kepergianmu ke sana tidak akan lama kami juga akan menyusul ke sana." Jawab Yatsuko menyeringai.
Jhao Feiyan mengangguk cepat. Dia bergegas membereskan barang-barangnya sebelum Ching sadar kembali dan mencoba membunuhnya lagi.
Ratu Yatsuko mengantarkannya menuju kereta kuda dan memerintahkan Panglima serta beberapa pengawal untuk mengawal Jhao Feiyan menuju Kerajaan Okjeo.
Kaisar Daichi masuk ke dalam kamar Ching lalu berdiri menatapnya. Kau jangan khawatir cucuku, karena aku yakin kalau calon istrimu masih hidup.
Kembali ke istana Goguryeo.
Semua masih tegang dengan pencarian jasad Jeong Soon dan juga In Hyun. Mereka juga tidak yakin kalau Lee Hwon benar-benar masih hidup dan ditawan oleh Kerajaan Barje. Atau dia sudah mati dan pesan itu hanya sebuah pancingan saja untuk Kerajaan Goguryeo.
Dalam keadaan begitu, dua orang prajurit penunggang kuda datang dari perbatasan dan mereka berhenti di halaman istana.
Panglima Zheng Yan dan juga Panglima Jhang Min berburu ke arah keduanya.
"Ada apa kalian sampai datang ke sini? Apa perbatasan telah diserang kembali?" tanya Panglima Zheng Yan sudah terlihat pucat wajahnya masih menahan sakit akibat luka-luka yang dideritanya.
Kedua pengawal itu menggelengkan kepalanya.
"Lalu, ada apa?!" tanya Panglima Jhang Min tak sabaran.
Kedua pengawal itu malah menoleh menatap gerbang utama istana tanpa menjawabnya seolah jawabannya ada di sana.
Panglima Zheng Yan dan juga Panglima Jhang Min saling menatap sekilas lalu kembali melihat ke pintu gerbang. Sebenarnya apa yang hendak keduanya sampaikan?
Seekor kuda hitam berjalan memasuki gerbang. Sepasang mata dari kedua Panglima itu membulat sempurna melihat dua orang yang menunggang kuda itu.
"Ya-Yang Mu-Mulia, masih hidup?!" kata Jhang Min jadi gelagapan.
Begitu juga dengan Panglima Zheng Yan. Dia saat itu benar-benar tak bisa berkata apa-apa melihat Kaisar dan Permaisurinya benar-benar masih hidup dan kini kuda yang ditunggangi keduanya berdiri di hadapannya.
Ӝ----TBC----Ӝ
Revisi ulang*
19 Maret 2020
By~ Rhanesya_grapes🍇
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top