♟37♟Lembah Kegelapan.
Tubuh Jeong Soon sedikit gemetaran, tapi dia masih mencoba untuk terlihat tenang.
Asap-asap itu masih menatap tajam padanya. Mereka mempunyai kepala dan tubuh serta tangan, namun tidak mempunyai kaki (seperti hantu casper ketika melayang tidak mempunyai kaki atau kadang mempunyai kaki). Mereka ada yang diam menatap Jeong Soon dan ada yang terbang melayang ke sana kemari menjaga tempat itu.
Jeong Soon menatap mereka penuh keheranan. Asap-asap itu berbentuk, hidup, bahkan bisa berbicara, dan yang membuatnya terbelalak adalah wajah mereka hanya berbentuk sebuah tengkorak atau lebih tepatnya asap berbentuk tengkorak. Ada yang seperti berpakaian para prajurit Kerajaan dan ada juga yang berpakaian seperti seorang Panglima perang. Asap hitam yang hanya satu itu terlihat sebagai seorang Kaisar.
Jeong Soon juga menatap sekeliling. Baru menyadari kalau air terjun yang mengalir dengan derasnya tiba-tiba berhenti bergerak seperti es yang membeku dan tak ada lagi suara gemuruhnya, bahkan tak ada sedikitpun angin yang berembus di sana.
Semua hewan yang tadinya berbunyi menemani Jeong Soon kini suaranya hilang dalam sekejap, entah apa yang terjadi di tempat itu? Tempat itu seolah berhenti berotasi dan bergerak. Asap hitam itu masih melayang mengelilinginya sembari menyilangkan tangannya di dada dan masih menatap tajam padanya.
"Hey manusia, siapa kau? Beraninya kau datang ke tempat peristirahatan kami!" Geramnya lagi.
Jeong Soon hanya menatapnya tak berkedip sedikitpun, di dalam hatinya dia berkata. Jadi ini yang dimaksud kakek. Mereka yang akan menolongku serta menolong semuanya.
Asap hitam itu tampak mulai hilang kesabarannya dan terlihat geram, ketika dia hendak mencekik leher Jeong Soon. Mendadak sebuah samurai memelesat dan menancap di atas batu tepat di hadapan Jeong Soon sontak membuat asap hitam itu terkejut.
Jeong Soon juga begitu. Dia terbelalak menatap sebuah samurai yang menancap dihadapannya, kedua matanya mengerjap memperhatikan samurai itu. Bukankah itu samurainya yang jatuh ke lembah terkutuk waktu dia bertarung dengan Ching Daiki, dari bentuknya dia benar-benar yakin itu adalah samurainya. Tapi dari lambang yang terukir di tengah samurai itu sangat berbeda dan dia jadi ragu kembali.
Dari tengah samurai itu terukir sebuah lambang Rajawali. Ketika cahaya rembulan bersinar menyinari samurai itu. Samurai mulai sedikit bergoyang dan memancarkan cahaya yang hampir menyilaukan mata.
Semua prajurit siluman berbentuk asap menatap samurai itu dengan perasaan takut. Mereka mengenali samurai itu, dan mereka menyebutnya samurai iblis langit. Samurai itu bisa membunuh siluman yang tak bisa mati dengan hanya sekali tebas saja, tak ada sebuah pedang, kampak, atau benda lainnya yang bisa membunuh mereka melainkan hanya samurai itu satu-satunya yang bisa membunuh mereka dan jika mati oleh samurai itu, mereka takkan bisa bereinkarnasi kembali.
Asap hitam di samping Jeong Soon melayang mundur beberapa meter dari samurai itu.
Datang cahaya lain melayang ke arah Jeong Soon dan itu adalah kakeknya.
"Jeong Shuji?" asap hitam itu mengenali Kaisar Jeong Shuji. Ternyata kegelapan yang dimintai bantuan Jeong Shuji adalah kekuatan dari lembah kegelapan, dan yang telah mengeluarkan jurus pelenyap bumi adalah pria bertopeng dibantu dari kekuatan Raja kegelapan Kaisar Qingrou.
Sewaktu beliau masih hidup, Jeong Shuji telah membebaskan Kaisar Qingrou beserta seluruh penghuni lembah kegelapan dari segel mereka dengan samurai iblis langitnya. Karena terbebaskan, akhirnya Kaisar Qingrou mengikat perjanjian dengan Jeong Shuji dan hampir 70% kekuatan yang dia punyai berasal dari lembah kegelapan.
Setelah Jeong Shuji meninggal. Jiwanya dibawa oleh para roh kegelapan itu, dan karena kekuatan Jeong Shuji masih tersisa jadi dia meminta salah satu perjanjiannya terpenuhi yaitu mewariskan seluruh kekuatannya pada Jeong Soon. Sayangnya karena Jeong Soon terkena kutukan, dia tak bisa mewariskannya begitu saja dan akhirnya dia memutuskan untuk membuang seluruh ilmu dan kekuatannya dengan menjadikan jelmaan Jeong Soon yaitu pria bertopeng sampai Jeong Soon bisa lepas dari kutukan itu.
Dan yang memanggil In Hyun ke sana memang Jeong Shuji dibantu juga kekuatan dari lembah kegelapan. Asap hitam itu adalah Kaisar Qingrou, Raja dari seluruh penghuni lembah kegelapan. Dia telah mengikat perjanjian dengan Jeong Shuji. Dan isi perjanjian itu adalah membantu Jeong Shuji sampai seluruh Kerajaan aman dan dendamnya terbalaskan.
"Qingrou, dia adalah cucuku Jeong Soon dan yang harus kau bantu nantinya." Ujar Jeong Shuji tersenyum padanya.
"Hahaha! Jadi dia adalah cucumu. Pantas saja aku seperti melihat pemuda bertopeng itu. Jadi mereka telah menyatu dan kutukan itu telah hilang." Qingrou tertawa. Hampir saja dia tak mengenali Jeong Soon hanya karena rambutnya yang hitam dan dia sudah terbiasa bertemu dengan kembaran Jeong Soon selalu memakai topengnya. Dia melayang kembali ke dekat Jeong Soon. "Karena kau cucu Jeong Shuji. Jika kau memerlukan bantuan kami, sebut saja Qingrou Gun-in (Prajurit Qingrou). Maka kami akan datang kapanpun kau membutuhkan kami."
"Benarkah? Kalau begitu, izinkan hamba memberi hormat pada Yang Mulia Qingrou." Ucap Jeong Soon bergerak merubah posisi duduknya menjadi duduk di atas kedua kakinya lalu membungkuk sujud padanya dengan penghormatan orang-orang zaman dahulu.
Kaisar Qingrou menyeringai, kemudian perlahan dia menghilang dan semua asap tebal (para prajurit) di sana pun mulai menipis lalu ikut menghilang. Mulai terdengar gemuruh air terjun yang bergerak kembali. Angin mulai berembus dan hewan-hewan malam mulai berbunyi lagi. Kini hanya tinggal dia dan kakeknya di sana.
"Cucuku, bawalah samurai iblis langit itu. Samurai itu tanda perjanjianmu dengan Kaisar lembah kegelapan ini dan samurai itu yang akan membunuh makhluk-makhluk prajurit siluman yang bergabung dengan Ching Daiki beserta kakeknya Daichi. Jangan kau lupakan Yatsuko yang akan mati hanya dengan samurai itu. Bunuh wanita iblis yang telah meracuniku dan juga Ibumu."
Mendengar nama Yatsuko, darah Jeong Soon seolah mendidih, dia menggertakkan giginya serta mengepalkan tangannya geram. Dia akan membalaskan dendamnya satu per satu, dan tidak akan ada ampun lagi bagi mereka yang telah berani merusak Kerajaan serta membunuh orang-orang yang dicintainya.
Jeong Soon menatap samurai dihadapannya. "Kakek. Apa itu samurai milikku?"
Jeong Shuji tersenyum sembari mengangguk. "Ya. Itu adalah samurai milikmu yang terjatuh ke lembah terkutuk, itu adalah samurai iblis langit milikku yang aku wariskan padamu. Dan lambang burung Rajawali itu telah muncul kembali karena kutukanmu telah hilang dan kau telah bersatu dengan kekuatanmu. Jadi, samurai itu kini milikmu seutuhnya."
Jeong Soon tersenyum tipis mendengarnya. Dia memejamkan kedua matanya lalu wusss... Rambutnya berubah menjadi berwarna perak keemasan. Urat-urat lehernya menjalar ke wajahnya, di telapak tangannya ada sebuah topeng yang selalu dipakai pria bertopeng, untuk sementara dia akan menjadi pria bertopeng jika keadaan gawat dan mendesak. Pria yang masih misterius bagi semua orang.
Dipergelangan tangannya muncul sebuah cahaya, sangat membakar dan sangat terasa panas sampai Jeong Soon menggertakan giginya menahan sakit yang membakar, setelah rasa panas dan sakit yang tak tertahankan menghilang. Dia menatap pergelangan tangannya tepat di nadi, terlihat sebuah tatoo berbentuk burung rajawali.
"Tak ada yang bisa melihat lambang itu, hanya kau dan istrimu." Ucap kakek Jeong Shuji.
"Istriku?"
Jeong Shuji mengangguk. "Istrimu adalah sebagian dari jiwamu. Namun, dia takkan bisa melihat lambang itu kecuali sudah dekat waktunya."
"Dekat waktunya? Maksud kakek apa?"
Jeong Shuji hanya tersenyum penuh misteri. Dan tanpa sempat menjawabnya dia pun menghilang.
Kini di benak Jeong Soon bertambah lagi satu pertanyaan. Dia melihat kakeknya sudah hilang dan hari sebentar lagi akan pagi. Dengan merubah dirinya menjadi normal kembali, dia memutuskan untuk pulang. Didekatinya samurai iblis langit kemudian dicabutnya dari batu yang didudukinya tadi. Setelah itu dia memelesat melompat ke atas dahan pohon ke pohon lainnya dengan sangat cepat. Kini kekuatannya telah menyatu dengan sempurna di dalam tubuhnya, dia hanya tinggal mengatur rencana bagaimana membalas dendam pada para musuhnya.
Perlahan In Hyun membuka kedua matanya. Dia bangkit menatap sekeliling, kini dia berada di sebuah kamar yang dirasanya tidak asing lagi baginya. Tiba-tiba terdengar suara Ibu dan kakaknya berteriak di luar kamar memanggil-manggil namanya.
"Hyun.. In Hyun...!! Eomma mohon jangan pergi!"
"Hyun, eonni juga mohon padamu jangan pergi! Cepat bangun dan kembali pada kami!"
In Hyun masih tampak mencerna semuanya. Eomma? Eonni? Apakah benar itu mereka? Dia mengedarkan pandangannya sekali lagi. Kini dia mengenali kamar itu. Kamar yang sangat dia rindukan. Kamarnya di zaman modern.
"Akh, aku harus tahu kenapa mereka berteriak?" ia mulai bergegas turun dari ranjangnya berlari ke arah pintu. Penasaran kenapa Ibu dan kakaknya berteriak memanggil namanya? Dengan langkah memburu dan senyuman penuh haru, dia memegang knop pintu kemudian buru-buru membukanya.
Akhirnya dia bisa bertemu dengan Ibu dan kakaknya. Tapi, bagaimana bisa dia kembali ke zamannya? Jantungnya berdetak memburu ketika pintu kamarnya terbuka lebar.
Kriieettt...
Kini yang terdengar isak tangis dari Ibu dan kakaknya itu. Dilihatnya keduanya memakai pakaian serba hitam dan tampak menangis tersedu-sedu.
In Hyun membulatkan kedua matanya, kala melihat di sana banyak orang dan pandangan mereka semua tertuju ke bawah.
"Eomma! Eonni! Aku sudah pulang!" teriaknya sembari berlari ingin memeluk Ibu dan kakaknya itu. Namun, mereka seolah tak melihatnya.
"Eomma, eonni?!" In Hyun berputar melihat semua orang. "Kenapa mereka menangis?" akhirnya dia melihat ke arah semua orang menatap. Kedua matanya bertambah terbelalak melihat batu nisan dan batu nisan itu berukiran namanya serta terpampang potonya yang diberi lilin menyala juga taburan bunga.
Keringat dingin bercucuran membasahi seluruh wajahnya. Dengan nada lirih. "Eomma, eonni, aku masih hidup. Lihat aku di sini eomma, eonni."
"EOMMA! EONNI!!" In Hyun berteriak sontak bangun dari tidurnya. Dia mencoba mengatur napasnya yang terengah-engah.
"Istriku! Apa kau mimpi buruk lagi?" tanya Jeong Soon berburu kearahnya.
In Hyun menatap sekeliling. Ternyata dia masih di zaman Joseon, dan tadi itu adalah sebuah mimpi. Pantas saja, bagaimana bisa dia membuka pintu kamar tiba-tiba saja berada di pekuburan.
Jeong Soon duduk di sampingnya lalu mengusap keringat yang bercucuran di kening In Hyun dengan ujung lengan bajunya. "Tenanglah. Aku selalu disampingmu, istriku." Ia pun memeluk In Hyun mencoba menenangkannya.
In Hyun membalas pelukan Jeong Soon dengan menyandarkan kepalanya di dada. "Paduka. Apakah aku akan segera mati?" tanyanya tiba-tiba.
"Sssttthhh.., jangan bicara begitu adinda, apa kau bermimpi buruk tentang hal itu?" tanya Jeong Soon menepuk-nepuk pelan punggung In Hyun.
In Hyun mengangguk pelan.
"Tenanglah, itu hanya sebuah mimpi." Kata Jeong Soon lagi sembari mengelus lembut rambut In Hyun kemudian mengecup sekilas puncak kepalanya.
In Hyun masih mencoba mengatur napasnya. Jeong Soon pun bisa merasakan debaran jantung In Hyun yang berdetak sangat cepat. Beberapa saat mereka masih berpelukan.
Setelah di rasa In Hyun sudah tenang, Jeong Soon melepaskan pelukannya. "Besok kita akan pulang ke istana, jadi malam ini kita akan menginap di sini untuk semalam lagi."
"Apakah hantu, maksudku leluhur sudah memerintahkan kita untuk pulang besok?"
Jeong Soon mengangguk. "Ya. Besok kita akan pulang ke istana, dan mudah-mudahan di sana memang baik-baik saja. Sekarang bangun dan pergi mandilah supaya tubuhmu segar kembali."
In Hyun pun beranjak dari atas ranjang. Namun, sebelum dia melangkah untuk mandi, Jeong Soon memanggilnya.
"Istriku, tunggu dulu. Apakah kau melupakan sesuatu?"
In Hyun menghentikan langkahnya lalu menoleh ke belakang melihat Jeong Soon bangkit dari duduknya lalu melangkah mendekat padanya.
"Paduka, apa yang lupa?"
Jeong Soon tidak menjawab dan malah tersenyum tipis, setelah mereka berhadapan. Tiba-tiba Jeong Soon mengecup sekilas bibir In Hyun. Cuppp...
Itu benar-benar membuat In Hyun membulatkan kedua matanya. "Pa-paduka, kau …?"
"Ssstthhh," Jeong Soon menghentikan ucapan In Hyun dengan telunjuk jarinya. "Mulai sekarang, ucapan selamat paginya dengan hal seperti barusan." Jelasnya tersenyum simpul sembari mengusap bibir bawahnya sendiri dengan ibu jari tangannya seolah bibir In Hyun mengeluarkan madu yang membuatnya candu.
"Se-seperti ... ba-barusan?!" In Hyun jadi gelagapan. Gleegg.. Bahkan menelan salivanya saja terasa sangat berat, untuk bernapaspun dia merasa sesak. "A-aku harus segera mandi dan mencari udara segar." Dia sontak membalikkan badannya lalu pergi meninggalkan Jeong Soon yang masih terpaku di tempat.
Setelah melihat In Hyun hilang di balik pintu, kedua matanya menjadi berubah sayu dan terlihat sedih. Mulai sekarang aku akan selalu berusaha membuatmu tersenyum bahagia dan takkan membiarkanmu meneteskan lagi air matamu, istriku.
Sementara In Hyun masih bertanya-tanya dalam hatinya. Kenapa sikap Jeong Soon menjadi seperti itu? Apa yang membuatnya berubah? Otaknya benar-benar sudah tidak beres, ataukah dia mengalami geger otak? Sepanjang perjalanan menuju ke tempat pemandian yang berada tepat di belakang rumah. Ia terus bertanya-tanya di dalam hatinya.
Sesampainya di depan pintu pagar bambu yang tinggi yang membentengi sekeliling kolam. Ia mulai membuka lalu memasuki kolam air hangat tersebut kemudian menutup pintu. Menyimpan pakaian bersihnya ke atas sebuah batu besar di pinggiran kolam kemudian mulai melepaskan seluruh pakaiannya lalu masuk ke dalam kolam air hangat.
Perlahan merebahkan kepalanya ke pinggiran kolam itu. Perasaannya menjadi damai sejenak, menatap langit yang bersinar cerah pagi itu lalu memejamkan kedua matanya, ia merasa seperti di tempat pemandian air panas yang sering dikunjunginya dengan Ibu serta kakaknya. Kedua pipinya berubah merah, karena tiba-tiba saja dia teringat kejadian ritual malam itu di dalam goa.
Dia melirik ke bawah di mana sebuah lambang Tatoo di dada kanannya telah hilang. Dia menepuk jidatnya sendiri. "Aku tak percaya bahwa aku sudah melakukan hal itu dengannya." Gumamnya masih tak bisa mempercayainya. "Apakah aku akan terjebak selamanya di sini?"
Setelah dirasanya cukup berendam, ia meraih pakaiannya lalu memakainya. Setelah itu dia kembali ke rumah. Sesampainya di dalam rumah dia tak menemukan Jeong Soon. "Ke mana dia?" karena merasa jenuh, dia berniat memetik anggur di sebuah kebun yang letaknya tak jauh dari rumah itu.
Melihat kebun anggur yang lebat dengan buah anggur yang telah matang, senyumnya melebar. "Setelah sekian lama tinggal di sini, aku baru melihat lagi kebun anggur. Di istana hanya ada pohon dan bunga-bunga."
Ia mulai memetik satu buah anggur untuk mencicipinya. "Manisnya." Ketika buah anggur masuk ke dalam mulutnya, rasa manis anggur itu begitu melekat dan sangat lezat. Dengan senangnya dia mulai memetik anggur-anggur itu. "Andai saja di sini ada Putri Hie Jung dan yang lainnya, pasti mereka akan merasakan senang juga memetiknya seperti yang aku rasakan saat ini." Ucapnya pelan. Dia merasa dunia kini hanya milik mereka berdua, memang di tempat itu hanya dia dan Jeong Soon tak ada yang lainnya.
Tidak! Mungkin juga di sana bukan hanya ada mereka berdua, bukankah leluhur atau hantu yang berbicara dengan Jeong Soon pasti ada juga di sana. Itulah yang ada dipikiran In Hyun saat ini.
Tiba-tiba sebuah tangan melingkar di perutnya, lebih tepatnya seseorang memeluknya dari belakang sehingga membuatnya benar-benar terkejut. "KYAAAA, HANTUUU!" Teriaknya ketakutan sembari memejamkan kedua matanya. Anggur-anggur yang berada digenggamannya jatuh berserakan di atas tanah.
"Hantu?! Adinda di mana ada hantu?" ternyata itu Jeong Soon. Dia mencari In Hyun ke kolam namun tidak ada, di rumah dia juga tak ada. Jadi Jeong Soon mencarinya di kebun anggur yang terletak tak jauh di belakang rumah dan ternyata In Hyun memang ada di sana dengan wajah tampak berseri-seri tengah memetik buah anggur.
Entah kenapa perasaan Jeong Soon berbeda saat itu, dia tak bisa lagi menahan keingin dekatannya dengan In Hyun dan ingin terus mengungkap perasaannya dengan sikapnya sekarang.
In Hyun memegang dada tepat dibagian jantungnya sembari mengatur napasnya. "Yah, Paduka kenapa kau mengejutkanku? Kau bisa membuat jantungku melompat (copot jantung)."
Jeong Soon membalikan tubuh In Hyun agar menghadapnya, namun kedua tangannya masih melingkar di pinggang In Hyun. "Adinda, apa kau terkena serangan jantung lagi?" tanyanya khawatir mengingat perkataan In Hyun yang jika kaget dia selalu berkata tentang serangan jantung yang awalnya dia mengira kalau serangan jantung adalah seperti sebuah pedang menancap di jantung.
In Hyun malah terkekeh pelan, dia pun berkata. "Yah. Paduka, aku masih muda dan aku tidak punya penyakit jantung. Jadi mana mungkin aku terkena serangan jantung?" ia menggelengkan kepalanya lalu melepaskan tangan Jeong Soon.
"Penyakit?" Jeong Soon malah bengong dan tampak berpikir apakah serangan jantung itu sejenis penyakit?
In Hyun masih tersenyum sembari memunguti anggur-anggur yang terjatuh di atas rumput tadi. Jeong Soon baru tersadar ketika melihat In Hyun sudah melangkah pergi meninggalkan tempat itu dengan beberapa ranum buah anggur digenggamannya. Dia pun mengejar In Hyun. "Adinda, coba kau jelaskan bagaimana ciri-cirinya terkena serangan jantung itu?" tanyanya kini mulai terbiasa jika istrinya mengucapkan kata-kata asing atau sejenisnya.
"Serangan jantung atau penyakit jantung itu, dari buku yang pernah aku baca sepertinya ciri-cirinya adalah jantung terasa sangat sakit, debarannya tak beraturan, berhenti berdetak dan ujungnya bisa menyebabkan kematian." Jelas In Hyun, dia juga kurang yakin akan hal itu hanya saja jawaban itu yang dia tahu.
"Menyebabkan kematian?!" Jeong Soon tampak sedikit terkejut mendengarnya. "Jadi selama ini ketika kau terkejut olehku, apa jantungmu terasa sakit seperti ciri-ciri itu istriku?" tanyanya benar-benar terlihat khawatir.
In Hyun hanya menjawab dengan gelengan kepalanya. "Sudah kukatakan bahwa aku tak punya penyakit seperti itu."
Jeong Soon menghela napasnya lega. "Syukurlah." Mereka beriringan masuk ke dalam rumah. Diatas meja sudah ada makanan untuk sarapan.
"Paduka, kenapa selalu kau yang membuatkan sarapan? Aku kan istrimu, jadi sudah kewajibanku untuk menyiapkan makanan untukmu." In Hyun merasa tidak enak sendiri.
Jeong Soon tersenyum. "Karena keadaanmu belum pulih sepenuhnya. Jadi biarkan aku yang melayanimu selama di sini, istriku." Jawabnya sembari mempersilakan In Hyun untuk duduk.
In Hyun tak bisa bicara lagi. Akhir-akhir ini perasaannya sering melayang tinggi dengan sikap Jeong Soon, namun terkadang hati kecilnya tak bisa dibohongi. Dia selalu membayangkan andai yang bersikap seperti itu adalah Nam Suuk, seorang pria yang begitu sulit untuk dilupakannya sampai saat ini. Sesungguhnya ia belum menyadari sepenuhnya bahwa kehadiran Jeong Soon selama ini perlahan mulai menggantikan posisi Nam Suuk dihatinya.
Ketika selesai sarapan.
In Hyun teringat sesuatu, dia sengaja melukai jarinya dengan ujung pisau lalu menoleh menatap Jeong Soon yang tengah memandang keluar jendela.
Jeong Soon menatap jari tangannya lalu menoleh menatap In Hyun yang sedang menatapnya aneh. Ternyata dia masih terluka, dan kutukan itu belum hilang. Ucap In Hyun dalam hati jadi ketakutan.
Jeong Soon menyadari sikap In Hyun. Ia pun melangkah mendekatinya lalu memeluknya erat. "Aku tahu apa yang kau pikirkan adinda, dan memang benar kalau kutukan kita belum hilang. Itu karena …," ucapannya terhenti membuat In Hyun bertambah ketakutan. Aku tak boleh mengatakan yang sebenarnya kepadanya. Karena itu hanya akan membuatnya bertambah ketakutan dan pastinya merasa tak nyaman.
"Karena apa, Paduka?" tanya In Hyun penasaran, bukankah ritual itu menghilangkan kutukan mereka dan Tattoo di dada mereka juga telah hilang.
In Hyun jadi berpikir apakah ritual itu hanya menghilangkan Tattoo dan menyelamatkan mereka dari kematian, bukan menghilangkan mereka dari kutukan. Tapi kenapa tattoo mereka hilang tapi tidak dengan kutukan itu?
"Karena nenek yang telah mengutuk kita masih hidup." Jawab Jeong Soon tak bisa mengatakan kalau itu semua karena In Hyun bukan Putri Hwa Young asli yang sama-sama terkena kutukan dengannya, maka dari itu kutukan itu takkan bisa hilang sampai salah satu dari mereka menghilang.
Entah Jeong Soon yang mati atau In Hyun yang akan hilang kembali ke zamannya. Itulah kutukan mereka yang sebenarnya. Karena kutukan itu hanya menimpa Jeong Soon dan Hwa Young, maka ketika kedatangan In Hyun kutukan itu menjadi berubah yaitu salah satu harus menghilang atau tiada.
In Hyun masih berpikir, jadi jika salah satu terluka yang lain masih mengalaminya dan jika salah satu dari mereka mati, maka keduanya juga akan mati. Dia kini hanya bisa pasrah. Tak ada lagi yang bisa dia lakukan selain menunggu apa yang akan terjadi selanjutnya, karena tak ada hal yang bisa dia lakukan untuk mengembalikannya ke zamannya lagi.
"Adinda?" Jeong Soon masih memeluk In Hyun yang banyak terdiam dari tadi.
"Hmmm?"
"Aku merasa debaran jantungku berdebar sangat cepat dan terasa sakit. Apa aku terkena serangan jantung?"
In Hyun terkejut mendengarnya. "Benarkah Paduka?" tanyanya sembari mendongak menatap wajah Jeong Soon dengan cemas.
Jeong Soon hanya mengangguk cepat.
"Omo. Apa yang harus aku lakukan?" tanya In Hyun tampak kebingungan, dia kan bukan seorang dokter jadi dia malah kebingungan.
Jeong Soon malah memeluknya semakin erat. "Mungkin aku hanya butuh pelukan hangatmu. Nanti serangan jantung ini akan hilang sendiri."
" .... ?" In Hyun memicingkan matanya, ternyata suaminya memang sudah berubah menjadi pria mesum. Dia pun terpaksa menginjak kaki kanan Jeong Soon sampai Jeong Soon merintih kesakitan.
"Aawwwhh! Adinda apa yang kau lalukan?" Jeong Soon menjinjit satu kakinya yang sakit itu lalu mengusap-usapnya.
"Paduka, jika kamu mengatakan serangan jantung dan membuatku panik lagi. Maka kau tak boleh tidur seranjang lagi denganku." Ancam In Hyun melangkah pergi menuju ke dapur dengan mimik muka sebal.
Jeong Soon malah merasa aneh. Dia kan berkata jujur bahwa jantungnya memang berdebar sangat cepat dan akhir-akhir ini dia sering merasakan hal yang sebelumnya dia belum pernah merasakannya yaitu jantungnya sering berdebar sangat kencang, jadi dia merasa terkena serangan jantung. Dia mengatakannya tanpa tahu apa arti dari penyakit jantung atau serangan jantung itu.
Malamnya setelah In Hyun tertidur, Jeong Soon menuju kolam air hangat sendirian. Rasanya akan sangat indah jika berendam di kolam di bawah bulan yang masih Purnama. Besok mereka akan kembali ke istana Goguryeo, jadi dia ingin berendam di sana untuk melepaskan penat sejenak.
In Hyun ternyata tak bisa tidur juga. Dia menoleh ke samping ternyata Jeong Soon tidak ada di atas ranjang. Dia bangkit lalu beranjak dari kasur mencari Jeong Soon. "Ke mana lagi dia? Jangan sampai dia mengagetkanku lagi." Gumamnya sembari melihat sekitaran ruangan dan selalu menengok ke belakang takut tiba-tiba Jeong Soon berdiri di belakang seperti biasanya.
Namun, Jeong Soon tidak ada di mana-mana. Jadi In Hyun memutuskan untuk mencarinya di luar. Ketika membuka pintu, Bulan Purnama terlihat sangat dekat dan cahayanya benar-benar sangat terang. "Indahnya." Ucapnya terkagum-kagum. Tanpa sadar dia melangkah menuju kolam air hangat juga di mana Jeong Soon tengah berendam di sana.
Hewan-hewan kecil bercahaya (kunang-kunang) yang terbang menghiasi malam kini menuntunnya menuju ke kolam. In Hyun melihat pintu bambu dinding kolam terbuka, mungkin tadi dia lupa menutupnya kembali. Tetapi, ketika dia masuk ke dalam kolam, kedua matanya membulat melihat Jeong Soon tanpa selembar kain menutupi tubuhnya.
Jeong Soon tengah berdiri di tengah kolam dengan punggung yang penuh dengan bekas luka. In Hyun buru-buru menutup kedua matanya dengan kedua telapak tangannya lalu membalikkan badan membelakangi Jeong Soon. Aku harus segera pergi dari sini sebelum dia menyadarinya.
Jeong Soon ternyata mengetahui kalau In Hyun datang ke sana juga. Dia menyeringai, kedua matanya berubah merah dan itu adalah mata sang pria bertopeng.
In Hyun perlahan melangkah ingin pergi diam-diam meninggalkan tempat itu sebelum Jeong Soon merasa terganggu. Namun, entah kenapa seolah ada yang mendorong tubuhnya dari depan sehingga melayang ke belakang dan...
"Aaakkhhh!!" Jerit In Hyun, byuuurrrr...! Akhirnya dia terjatuh juga ke dalam kolam. "Bagaimana bisa?" tanya In Hyun aneh.
"Istriku? Apa yang kau lakukan di sini?" tanya Jeong Soon pura-pura kaget.
"A-aku ... aku hanya sedang menghirup udara segar di malam hari, namun-" kalimatnya terhenti ketika Jeong Soon membantunya berdiri dari belakang.
Kini semua baju In Hyun basah oleh air, dengan kedua mata yang masih tertutup. "Lanjutkan berendamnya Paduka, aku akan kembali ke kamar dan maaf sudah mengganggu." Ia hendak pergi dari kolam. Namun, Jeong Soon keburu menarik tangannya hingga tertarik kembali ke belakang.
Kini Jeong soon memeluknya dari belakang, dia pun berbisik. "Jangan pergi. Kumohon temani aku di sini malam ini." Dia membalikkan tubuh In Hyun agar menghadapnya.
Kedua mata In Hyun masih tertutup. Napas keduanya terdengar memburu. Bibir Jeong Soon mengecup pelan bibir In Hyun yang terlihat gemetaran. Entah kenapa kali ini In Hyun tak bisa menolak perlakuan manis Jeong Soon, dan dia tak bisa menghindar dari sana. Akhirnya bulan Purnama menjadi saksi di mana mereka melakukan hubungan suami istri untuk kedua kalinya.
".........??"
Ӝ----TBC----Ӝ
Revisi ulang*
18 Maret 2020 🌺
By~ Rhanesya_grapes 🍇
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top