♟33♟SSAUM (Pertarungan).

Di tengah hutan sangat jauh dari istana.

Jhao Feiyan memandang ke kejauhan jalan perbatasan di sebelah Timur yang sudah ditutup dan dijaga dengan ketat oleh para prajurit istana. Ia akhirnya menghentikan langkahnya lalu menyandarkan tubuh In Hyun yang tak berdaya di batang pohon yang sangat besar di pinggir jalananan hutan itu.

"Aku harus segera mencari cara untuk menghabisinya dan keluar dari sini, pulang ke Gojoseon?" Ia terus berpikir. "Mereka tahu siapa aku, dan pastinya akan mempersilakan aku untuk lewat dan bahkan akan diantar ke Kerajaan Gojoseon. Tapi hanya aku sendiri, bagaimana aku bisa membawanya lewat perbatasan?" ia kebingungan melirik In Hyun.

Ketika dia bertanya-tanya dalam hatinya sembari menoleh pada In Hyun. Dilihatnya In Hyun mulai bergerak-gerak kecil setengah sadar, lalu perlahan membuka kedua matanya. Menatap sekeliling lalu menoleh dengan pandangan samar-samar pada seorang wanita berdiri tak jauh darinya.

"Ternyata kau sudah sadar." Ucap Jhao Feiyan perlahan mendekati In Hyun.

In Hyun dengan tubuh gemetaran karena sedang sakit dan demamnya bahkan belum turun, terus berusaha bangkit dari duduknya. Ia mencoba berdiri dengan masih menahan tubuhnya ke Batang pohon itu. Pandangannya memang sedikit samar, tapi dari suaranya ia tahu kalau yang berdiri di hadapannya adalah Jhao Feiyan. "Ka.. kau?" kata In Hyun terbata-bata dengan nada lemah.

"Ya. Ini aku, satu-satunya wanita yang sangat membencimu." Jawab Jhao Feiyan menyeringai.

"Ma-mau a-apa kau-?" kalimat In Hyun dihentikan oleh tangan Jhao Feiyan yang tiba-tiba membekap mulutnya.

"Mmmmmmhhh?!" In Hyun mencoba berontak. Tubuhnya terus ditekankan oleh Jhao Feiyan ke batang pohon sehingga membuat punggungnya sakit. Ia pun terpaksa menggigit tangan Jhao Feiyan.

"Akkhhh!" jerit Jhao Feiyan melepaskan tangannya dari bibir In Hyun.

In Hyun sekuat tenaga mendorong tubuh Jhao Feiyan dan berhasil lolos darinya. Ia mencoba berlari meski jalannya sempoyongan.

Namun..

Sreettt... sreettt...

Mulut In Hyun menganga merasakan sayatan pisau Jhao Feiyan merobek-robek punggungnya.

Sreettt... sreettt...

Bahkan Jhao Feiyan beberapa kali mengayunkan pisaunya menyayat punggung In Hyun lagi. "Akhirnya aku bisa membunuhmu dengan tanganku sendiri." Ucapnya bangga penuh kemenangan, "dan sebentar lagi, Jeong Soon akan menjadi milikku." Ujarnya lagi sambil mengepalkan tangan kirinya yakin sambil tersenyum mengerikan.

Meskipun In Hyun sudah terluka di bagian punggungnya, tapi dia tetap berusaha berjalan. Darah mulai mengalir deras dipunggungnya membasahi baju yang terkoyak-koyak itu.

Di Istana.

Ching Daiki dan Jeong Soon masih bertarung, keduanya sampai menghancurkan dinding paviliun dan masuk ke dalam kamar. Kini keadaan kamar itu juga sudah hancur berantakan karena pertarungan keduanya.

Di sela pertarungannya, dari tadi Ching mengedarkan pandangannya ke sekeliling kamar tak melihat In Hyun. Ke mana dia? Apakah In Hyun sudah pergi dari sana?

Jeong Soon kembali menyerangnya. Ching berhasil menahan samurai Jeong Soon dengan pedangnya. Tetapi kaki kanan Jeong Soon melayang menendang perutnya sangat keras sampai Ching terjengkang ke dinding lain sehingga hancur lalu melompat terjatuh ke atas tanah kala keluar dari kamar itu dan saat ini mereka berada di taman belakang tepat dekat jurang lembah terkutuk.

Ching segera bangkit dari atas tanah dengan geramnya.

Dengan napas terengah-engah, mereka berdua mengatur napas masing-masing. Belum ada yang kalah atau menang dan pertarungan sepertinya akan memakan waktu yang cukup lama.

Mendadak tiba-tiba. Perlahan darah mengalir dari punggung Jeong Soon, membuatnya merintih menahan sakit. Dia meyakini sesuatu telah terjadi kepada istrinya. Jhao Feiyan. Apa yang telah kau lakukan kepada istriku? Batinnya sambil menahan sakit di seluruh punggungnya yang terasa terkoyak.

Dia berusaha menjaga kesadarannya dan semakin yakin kalau Jhao Feiyan ternyata memang ingin menghabisi In Hyun. Dia yakin Jhao Feiyan yang melakukannya, di punggungnya beberapa bekas sayatan dan darah segar mengalir seperti keadaan In Hyun di sana.

Ching Daiki terpaku merasa aneh melihat keadaan Jeong Soon. Bagaimana dia bisa terluka seperti itu? Bahkan dari tadi pedangnya tak mengenai sedikitpun tubuh Jeong Soon. Namun, daripada memikirkan hal itu, Ching tak membuang kesempatan emasnya itu. Dengan pedangnya ia menusuk tepat di bawah dada Jeong Soon sehingga darah mengalir deras dari seluruh tubuh serta keluar dari mulutnya juga.

Samurai yang di tangannya terlempar jatuh ke dasar jurang.

Bruuggghhh...

Ketika In Hyun terkulai jatuh ke tanah dengan luka di bagian bawah dadanya sama dengan Jeong Soon.

Jeong Soon juga terkulai ke tanah mencoba menahan tubuhnya dengan tangan kanannya, sementara tangan kiri memegang bawah dada yang terluka. Meski keadaannya sudah separah itu, di dalam pikirannya hanya ada In Hyun. Dia pasti merasakan apa yang dirasakannya saat ini yaitu sakitnya tusukan pedang Ching Daiki. Istriku, bertahanlah. Batinnya berharap In Hyun masih bisa bertahan.

Langit mendung kembali, meneteskan air hujan seolah menangisi Jeong soon dan In Hyun. Tetesan hujan berubah menjadi gerimis.

Ching tertawa penuh kemenangan. "Hahaha, sudah kukatakan padamu. Bahwa hari ini adalah hari kemenanganku, dan aku akan merebut Kerajaanmu ini serta mengambil kembali hakku (In Hyun)."

Jeong Soon mengatur napasnya yang terputus-putus. Ia terbatuk-batuk mengalirkan darah segar dari mulutnya dan darahnya mengalir ke tanah bercampur dengan air hujan. Dia mencoba bangkit berdiri.

Ching mencoba untuk menusuk lagi perut Jeong Soon untuk menghabisinya, namun karena Jeong Soon berdiri di pinggir jurang. Tanah yang diinjaknya retak dan akhirnya dia jatuh ke dalam jurang lembah terkutuk. Tubuhnya melayang lalu...

Brugghhh...

Jatuh menghantam tanah dengan keras. Kedua matanya mulai berubah gelap, bibirnya mengalirkan darah yang segar tersirami air hujan.

Ching memicingkan matanya menatap ketepi jurang yang sangat dalam itu. Dia yakin kalau Jeong Soon pasti sudah mati. Akhirnya dia memutuskan pergi dari tempat itu untuk membantu kakeknya dan Ratu Yatsuko serta mencari dan membawa In Hyun.

In Hyun kini tergeletak tak berdaya di jalan dengan darah yang terus mengalir dari tubuhnya, juga dari mulutnya.

Jhao Feiyan benar-benar puas telah membunuh In Hyun dengan tangannya itu. Namun, ketika melihat darah mengalir di bagian dadanya dan In Hyun masih bernapas. Ia merasa belum puas jika belum mencincang tubuhnya menjadi beberapa bagian. Ia kini berjongkok hendak membelah dada serta mengeluarkan jantung In Hyun. Tetapi, tiba-tiba kabut tebal mulai menyelimuti tempat itu membuatnya mengernyitkan keningnya bingung.

Gerimis masih terus turun. Ia tak mau membuang waktu lagi dan langsung mengangkat tangannya hendak menancapkan pisau. Belum sempat pisau itu menancap di tubuh In Hyun. Tiba-tiba sebuah cahaya memelesat menubruk tangannya sehingga pisau yang ada digenggamannya terlempar ke semak-semak.

"Akkhhh!!" Jhao Feiyan menjerit terkejut menggenggam tangannya yang sakit, lalu menatap seseorang yang membawa payung tak jauh darinya. Wajahnya tertutup payung itu. Namun, Jhao Feiyan masih bisa melihat rambut perak panjangnya yang melambai tertiup angin dan setengah tubuhnya yang tertutup kabut.

"Wang Jhaojun? Apa itu kau kak Wang Jhaojun?" kata Jhao Feiyan pelan. Dia merasa yakin kalau itu Wang Jhaojun. Dari bentuk tubuh serta rambutnya. Tapi tetap saja perbuatannya itu tak terpuji dan jika benar itu memang Wang Jhaojun, dia pasti akan dihukum karena membunuh Permaisuri Kerajaan Goguryeo.

Pria itu mulai berjalan mendekatinya membuat Jhao Feiyan gelagapan, tapi apa yang dia lakukan belum membuatnya puas sebelum In Hyun benar-benar tak bernapas lagi. Jhao Feiyan ingin mencekik leher In Hyun. Kali ini juga sebelum tangannya menyentuh tubuh In Hyun. Tiba-tiba tubuhnya terpental melayang dan jatuh dengan keras ke tanah yang basah, ia terkena tenaga dalam pria berpayung itu.

Jhao Feiyan merintih memegang dadanya yang sesak. Darah mengalir dari sudut bibirnya menatap tajam pria yang kini sudah berdiri di dekat In Hyun. Telapak tangan pria berpayung itu masih mengarah padanya membuatnya bertambah ketakutan. Dia benar-benar merasa bingung, apalagi yang harus ia lakukan saat ini? Tak ada cara lain selain melarikan diri. Mustahil dia melawan Wang Jhaojun jika benar itu adalah kakaknya. Jika bukan, tetap saja dia seorang pria dengan kekuatan tenaga dalam yang sangat hebat. Dia bangkit dari tanah lalu terpaksa berlari menjauh menuju ke perbatasan untuk berpura-pura meminta tolong.

Pria itu memayungi In Hyun karena gerimis terus menyirami wajahnya. Angin kencang datang menerbangkan bunga-bunga sakura ke arah In Hyun yang berlumuran darah. Tatapan pria itu benar-benar tajam, perlahan ia berjongkok lalu menyentuh Puncak kepala In Hyun seolah tengah mengalirkan sebuah tenaga dalam padanya.

Pria yang memakai payung itu mulai melemparkan payungnya hingga terbang tertiup angin. Ia menggendong tubuh In Hyun lalu memelesat menghilang ditelan kabut yang semakin tebal.

Tak lama setelah kepergian pria itu membawa In Hyun. Datang rombongan Panglima Zheng Yan. Langkah mereka berhenti di tengah jalan itu ketika kaki mereka menginjak darah yang telah bercampur dengan air hujan mengalir ke pinggir jalan.

"Darah?" Zheng Yan terkejut melihat darah yang setengah tertutupi kabut. "Mudah-mudahan ini bukan darah Yang Mulia Permaisuri. Kita harus segera mencarinya disekitaran sini. Dan kalian berempat segera ke perbatasan, jika melihat Putri Jhao Feiyan tahan dulu di sana, jangan biarkan dia pergi!" perintahnya pada para prajuritnya.

Semua prajurit yang dia bawa mulai menyebar. Berharap segera menemukan Ratu baru mereka In Hyun, dan juga menemukan Putri Jhao Feiyan.

Di istana, semua hampir kalah oleh prajurit Ching Daiki karena setengah dari mereka bukan manusia biasa atau lebih tepatnya setengah siluman.

Kabut tebal mulai menyelimuti seluruh istana. Hujan gerimis masih turun dari langit. Para prajurit Goguryeo mulai kelelahan dengan napas terengah-engah mereka menatap para prajurit siluman Barje yang kini mengepung seluruh istana.

Wang Jhaojun terluka di perut dan lengannya karena terkena pedang Wu Jhi. Luo Guanjong masih bertarung dengan prajurit Ching, sebuah obat penawar racun di tangan kirinya sementara tangan kanan masih mengayun melawan semua yang menghalangi jalannya. Ia berusaha kembali ke belakang istana lama untuk menyelamatkan Lee Hwon.

Lee Hwon mulai batuk darah. Ia terus berusaha menahan peredaran racun di dalam darahnya. Tampak seseorang berjalan ke belakang istana lama di mana Lee Hwon sedang bersandar ke dinding sendirian.

Karena di sana tertutup kabut, Lee Hwon mengira yang datang adalah Luo Guanjong. "Luo. Apa kau sudah menemukan penawar itu?" tanyanya pelan sambil menyeka darah yang mengalir di sudut bibirnya. Namun, ketika melihat siapa yang datang. Kedua matanya membulat, bibirnya yang mulai berubah biru gemetar tak bisa berkata-kata. Ia ingin berteriak namun tak kuasa.

Luo Guanjong berhasil melewati dan membunuh prajurit Barje yang menghalanginya. Ketika sampai di belakang istana lama, kedua matanya terbelalak, ia tak melihat Lee Hwon di sana, "Lee. Kamu di mana?!" teriaknya sembari mencari sekitaran tempat itu. Tetapi tak menemukan Lee Hwon dimanapun juga, apalagi seluruh istana tertutupi kabut, semakin sulit untuknya menemukan Lee Hwon. "Apa dia pergi untuk bersembunyi? Atau ke mana dia pergi?" menjadi bertambah khawatir. Dia masih terus menerus mencari Lee Hwon dan berharap menemukannya sebelum terlambat.

Ching Daiki mulai bergabung dengan kakeknya dan Ratu Yatsuko.

"Bagaimana cucuku. Apa kau sudah menemukan Ratu Hwa Young?" tanya Dhaici pada Ching.

"Dia tidak ada di sini, mungkin sudah dipindahkan ke Kerajaan lain. Dan aku sudah memerintahkan prajurit untuk menyusul mereka dan segera membawanya ke sini." Jawab Ching menyeringai. Dia yakin akan segera menemukan dan bersatu dengan In Hyun.

Luo Guanjong sudah hampir menyerah untuk menemukan Lee Hwon yang entah menghilang ke mana? Ia pun memutuskan untuk bergabung dengan Wang Jhaojun dan para prajurit yang lain. Namun, di dalam hatinya ia terus berharap Lee Hwon tidak kenapa-napa.

Ching maju ke depan. "Menyerahlah kalian. Dan serahkan seluruh istana ini!" Teriaknya sembari menyeringai.

Kaisar Goryeo yang terluka hampir diseluruh tubuhnya bergabung juga dengan Luo Guanjong dan Wang Jhaojun. Dia menatap pada para musuhnya. "Langkahi dulu mayatku. Baru kalian bisa menguasai istana ini!" Ucapnya sembari menahan sakit di seluruh tubuhnya itu.

Kaisar Dhaici tersenyum sinis. "Itu pastinya. Kami akan merebut istana ini sebagaimana kami telah merebut Kerajaan Barje dan menghabisi seluruh penghuninya."

Keadaan semakin tegang. Prajurit tiga Kerajaan hampir dikalahkan oleh prajurit Kerajaan Barje.

Di perbatasan bagian Timur.

Jhao Feiyan sampai di sana dengan berpura-pura terluka dalam. Para prajurit memburunya.

"Putri Jhao Feiyan? Anda kenapa Putri?" tanya satu prajurit yang mengenalinya, dan memberikan kursi untuk dia duduk beristirahat.

"Aku terus diikuti oleh prajurit dari Kerajaan Barje. Aku takut sekali." Jawab Jhao Feiyan pura-pura gemetaran.

"Kalau begitu. Anda diamlah di sini, kami akan melindungi Anda Putri." Kata satu prajurit lain siap siaga.

"Tidak! Tolong antarkan aku kembali ke Kerajaan Gojoseon sekarang juga-"

"Tapi Putri," potong prajurit pertama. "Semua penghuni istana pergi ke Kerajaan Silla. Kenapa Anda ingin ke Kerajaan Gojoseon?"

"Apa kalian lupa bahwa aku Putri dari Kerajaan Gojoseon. Dan sudah seharusnya aku pergi ke sana bertemu dengan orang tuaku!" tiba-tiba Jhao Feiyan menjadi marah, lalu keluar darah dari bibirnya.

Semua prajurit menjadi terkejut melihat keadaannya yang terluka dalam parah. Benar juga apa katanya, dan sudah seharusnya dia kembali ke Kerajaan Gojoseon. Akhirnya mereka langsung menyiapkan kereta kuda dan tak membuang waktu lagi langsung membawa Jhao Feiyan menuju Kerajaan Gojoseon.

Beberapa lama kemudian setelah kepergian kereta kuda yang sudah jauh, datang Panglima Zheng Yan ke sana menanyakan Jhao Feiyan dan Ratu Hyun.

Mereka mengatakan kalau Putri Jhao Feiyan datang ke sana tapi sendirian, dan prajurit lain mengantarkannya menuju Kerajaan Gojoseon.

Berarti Yang Mulia Permaisuri masih ada di sekitar sini. Dan sudah pastinya darah tadi adalah darahnya. Batin Zheng Yan mengira-ngira dan sudah menerka. Namun, di dalam hatinya berharap bisa secepatnya menemukan Ratu In Hyun.

Datang satu prajurit terluka dengan napas terengah-engah.

"Ada apa kau berlari ke sini?" tanya Zheng Yan heran. Namun, ketika melihat luka di perut dan tangannya, ia langsung menyuruh prajurit lain untuk mengobatinya.

Prajurit terluka itu duduk untuk diobati. Dia menatap Panglima Zheng Yan yang terlihat gelisah belum menemukan Ratunya. "Panglima. Sepertinya istana akan berhasil direbut oleh musuh-"

"Kenapa kau bicara begitu?" potong Zheng Yan terkejut.

"Ka.. ka.. karena Yang Mulia Paduka Jeong Soon ...?" kalimatnya terhenti disaat dia menunduk sedih.

"Kenapa dengan Yang Mulia?" tanya Zheng Yan terlihat tak sabar.

Prajurit itu menceritakan ketika hendak pergi ke sana, ia memotong jalannya menelusuri hutan istana lama. Dari kejauhan dia melihat Kaisar Jeong Soon terluka dan jatuh ke jurang lembah terkutuk. Setelah itu dia diadang satu prajurit Barje lalu bertarung sampai terluka seperti itu. Dia juga melihat bagaimana istana saat ini sudah dikepung dari segala arah.

Panglima Zheng Yan langsung lemas mendengarnya. Ia pun bergegas akan kembali ke istana dan menyuruh prajurit di sana menelusuri hutan untuk tetap mencari Ratu In Hyun dan sebagian lagi menuju lembah terkutuk untuk mencari Kaisar Jeong Soon.

Sesampainya di istana. Panglima Zheng Yan melihat mereka memang sudah dikepung oleh musuh. Ia menghampiri Luo dan Wang. Dia tampak membisikkan sesuatu.

Kedua mata Luo dan Wang membulat lebar. Di dalam hati keduanya tak bisa mempercayainya, bagaimana mungkin Jeong Soon kalah oleh Ching Daiki begitu saja bersamaan dengan menghilangnya In Hyun yang belum ditemukan dimanapun juga.

Kedua belah pihak mulai siap bertarung kembali sampai akhir. Kerajaan Goguryeo tak mungkin menyerah begitu saja. Apalagi bantuan Kaisar Gojian serta Kaisar Soji beserta ribuan prajurit dua Kerajaan itu masih setengah perjalanan menuju ke sana.

Para penghuni Kerajaan Gojoseon dan Silla juga terkejut tadi saat mendengar kabar bahwa Kerajaan Barje menyerang dadakan istana Goguryeo seperti itu.

Saat ini kabut mulai menipis, gerimis belum berhenti juga. Kerajaan Barje dan Kerajaan Goguryeo akan meneruskan pertarungan sampai tetes darah penghabisan.

Embusan napas mereka pun terdengar. Entah kenapa hawa menjadi semakin dingin dan mulai menyelimuti mereka, sampai uap dari napas masing-masing terlihat seperti asap keluar dari mulut menggambarkan hawa yang semakin dingin.

"SERANGGG!!" Teriak Panglima Kerajaan Barje.

"MAJUUUU DAN PERKETAT PERTAHANAN!!" Teriak Panglima Zheng Yan. Keduanya mulai berlarian untuk saling menyerang.

Namun, kejadian aneh terjadi. Kabut tiba-tiba semakin menebal ditambah angin yang sangat kencang sehingga mereka terpaksa berhenti.

Pyaasss... bledaarrrr...!

Sebuah ledakan besar terjadi di tengah-tengah mereka sehingga membuat kedua Kerajaan terjengkang ke belakang dan terpaksa menutup kedua mata karena melihat cahaya menyilaukan di depan mereka. Kabut mendadak mulai menghilang dan keadaan mulai terlihat sekitarannya.

Kaisar Goryeo, Wang Jhaojun, Luo Guanjong dan semuanya terbelalak melihat kearah di mana tadinya musuh berdiri kini semuanya hilang begitu saja. Mereka semua bangkit mencari ke mana perginya seluruh prajurit Kerajaan Barje bersama Ching Daiki dan Kaisar Dhaici? Kenapa mereka menghilang dan ke mana? Apa yang terjadi? Dan darimana datangnya ledakan serta cahaya barusan itu?

Semuanya bertanya-tanya penuh keheranan. Itu adalah pertama kalinya kejadian aneh seperti itu terjadi. Menghilangnya musuh membuat hati dan jantung berdebar kencang serta menyimpan keanehan yang mendalam.

Ternyata Ching Daiki dan semuanya masih berada di sana. Mereka juga merasa aneh, ke mana menghilangnya prajurit Goguryeo beserta semuanya? Mereka memutari seluruh Kerajaan namun tak menemukan siapapun juga. Meski mereka saling bertabrakan juga, tapi mereka tak saling melihat.

Kaisar Dhaici dan Yatsuko saling menatap. "Jurus pelenyap bumi." Ucap mereka bersamaan.

"Jurus pelenyap bumi? Jurus apakah itu Kakek?" tanya Ching geram.

Note: Jurus pelenyap bumi adalah jurus seorang Grandmaster jarum api yang sudah menyatu dengan iblis. Satu-satunya Grandmaster di Kerajaan Goguryeo adalah Kaisar Jeong Shuji. Jurus itu bisa menghilangkan satu Negara yang berada dalam bahaya, dan akan muncul kembali ketika bahaya itu sudah hilang. Namun, jurus itu sudah dikatakan lenyap dan tak ada yang bisa menguasainya. Serta Kaisar Jeong Shuji pun sudah meninggal.

Kaisar Dhaici mengernyitkan keningnya menatap sekeliling. Aura kegelapan mulai terasa di sana. Ada sesuatu Aura yang datang dari roh para biksu beserta master-masternya. "Kita harus segera meninggalkan tempat ini."

"Tapi kek. Tempat ini telah kosong dan telah menjadi milik kita, kenapa harus pergi setelah sekuat tenaga memperebutkannya?" tanya Ching Daiki heran.

Yatsuko menengahi mereka. "Tempat ini belum kosong. Bahaya besar sedang menghampiri kita sekarang. Memang sebaiknya kita harus segera pergi sebelum terlambat." Ujarnya menyuruh Wu Jhi menarik para prajurit kembali ke Kerajaan Barje.

"Tapi aku belum berhasil menemukan Putri Hwa Young," Ucap Ching menolak untuk melangkah pergi meninggalkan Kerajaan Goguryeo.

"Kita pikirkan cara lain lagi untuk merebut Putri Hwa Young. Yang pasti kita harus segera pergi dari sini." Ajak Dhaici.

Ching Daiki benar-benar geram. Siapa orang yang telah mengeluarkan jurus pelenyap bumi dan menghancurkan rencananya? Tak ada pilihan lain selain kembali ke Kerajaan Barje dengan tangan kosong dan pertarungan yang sia-sia. Di dalam hatinya dia sangat bangga telah membunuh Jeong Soon dan itu akan sangat memudahkannya merebut Hwa Young untuk kedepannya.

Akhirnya mereka terpaksa kembali ke Kerajaan Barje dengan menekan rasa kecewa yang sangat dalam.

Satu prajurit di gerbang perbatasan membuka kedua matanya. Seluruh tubuhnya terluka namun masih hidup. Dia bangkit menahan rasa sakit, menatap sekitar di mana mayat berserakan dimana-mana. Dia bangkit mencoba berdiri diatas dinding tembok pertahanan. Kedua matanya terbelalak melihat ratusan prajurit beserta Ching Daiki dan semua yang berada diatas kudanya kembali menuju Kerajaan Barje. Di dalam hatinya merasa aneh tapi disisi lain merasa senang juga, apa Kerajaannya berhasil membuat musuh kalah telak dan mundur dari medan pertempuran? Setelah melihat mereka jauh dan merasa keadaan sudah aman. Dia turun dari dinding mencoba kembali ke Kerajaan Goguryeo untuk menemukan jawaban atas semua pertanyaan dihatinya.

Langit yang masih mendung menurunkan kembali gerimisnya, beserta angin yang berembus kencang. Jauh di dasar jurang lembah terkutuk. Seekor burung Elang hinggap di sebuah jasad. Burung itu menatap tajam bibir yang masih mengalirkan darah segar dan tubuh yang dipenuhi darah segar juga.

Ӝ----TBC----Ӝ

Revisi ulang*
12 Maret 2020

By~ Rhanesya_grapes 🍇

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top