♟20♟ Lembah Terkutuk.

“KAU?!”

“......... mmppphh?”

Bibir In Hyun tiba-tiba saja dikecup, membuat kedua matanya membelalak. Melihat In Hyun sulit bernapas karena tubuhnya yang merapat ke dinding dikunci oleh tubuhnya. Maka lelaki itu perlahan melepaskan kecupannya.

Sambil menghirup udara sebanyak-banyaknya memenuhi pasokan udara di paru-parunya. In Hyun menatap aneh pada Jeong Soon. “Pa-Pangeran apa yang kau lakukan?” tanyanya sembari mengusap bibirnya dengan punggung tangannya. Kedua pipinya berubah menjadi merah merona.

Jeong Soon malah tersenyum samar. “Menutup mulutmu supaya tidak berteriak.” Jawabnya datar nyaris tanpa emosi bahkan memampang wajah tanpa dosa.

“Tapi bukan dengan bibir ke bibir juga, kau bisa menutupnya dengan tangan atau kalau mau dengan kaki dan-”

“Sssttthh,” Jeong Soon menempelkan jari telunjuknya di bibir In Hyun agar tidak berisik. Ia menoleh kanan dan kiri serta sekitar seolah seorang pencuri yang akan mencuri benda berharga.

Dengan memelankan suaranya In Hyun bertanya, “Ada apa, Pangeran?”

“Sebelum aku menyuruhmu berbicara kau jangan berbicara, apa pun yang terjadi. Kau mengerti, istriku,” ucap Jeong Soon tiba-tiba.

In Hyun tidak mengerti apa yang dimaksud oleh Jeong Soon? Dia hanya bisa mengernyitkan keningnya.

Sebelum In Hyun meminta penjelasan atas apa yang diucapkan Jeong Soon barusan, tangan Jeong Soon menggenggam tangannya kemudian menariknya agar mengikutinya.

In Hyun mengerucutkan bibirnya berjalan mengekor di belakang Jeong Soon sambil sekali-kali menatap tangannya yang digenggam erat sekali.

Mereka mulai memasuki kawasan istana lama milik Kaisar Goryeo. Jeong Soon masih menarik tangan In Hyun berjalan menuju belakang istana. Dia menjadi semakin aneh dan heran mau dibawa ke mana sampai melewati belakang istana lama yang jarang sekali dilewati itu.

“Pangeran?” Dengan suara pelan In Hyun memanggil Jeong Soon, namun Jeong Soon terus berjalan tanpa menoleh ke belakang seolah dia tidak mendengar suaranya, jadi suaranya semakin diperbesar. “PANGERAN!” teriaknya.

Tiba-tiba Jeong Soon menghentikan langkahnya lalu berbalik. Sekali lagi mulut In Hyun dibekap namun kali ini oleh tangannya sambil berucap dengan nada pelan, “ssttthh, sudah kubilang jangan bicara sebelum aku menyuruhmu berbicara,” ujarnya menatap wajah In Hyun yang mendongak menatapnya aneh.

In Hyun mengangguk mengangkat kedua jarinya membentuk hurup V. Jeong Soon tidak mengerti hal itu, namun dia mengerti anggukannya. Perlahan dilepaskan bekapan tangannya di bibir In Hyun. Lalu berjalan lagi menelusuri jalan setapak di pinggir rawa-rawa dengan tangan yang masih terpaut.

Sebenarnya kita mau ke mana? In Hyun hanya bisa bertanya dalam hati tak berani berbicara sebelum disuruh oleh Jeong Soon.

Karena pandangannya terus menatap ke atas langit dan sekeliling sepanjang jalan itu, kaki kanan In Hyun menginjak duri ranting kecil sampai menembus sepatunya. “Aaa-?!” In Hyun ingin berteriak namun ditahannya, dia membekap mulutnya sendiri dengan tangan kirinya yang bebas.

Duri itu menancap membuat kakinya terasa sakit. Akh sakit sekali. Rintihnya dan itu juga hanya bisa ia ungkapan dalam hati sembari menggigit bibir bawahnya.

Mendadak Jeong Soon berhenti dan terasa kalau tubuhnya menegang. In Hyun mengerjap aneh, kenapa dia berhenti.

Jeong Soon mendekati In Hyun lalu tiba-tiba saja dia menggendongnya.

Dengan nada pelan In Hyun bertanya. “Ke-kenapa kau menggendongku?”

“Sstthh.” Lagi-lagi Jeong Soon menghentikan pertanyaannya.

Jeong Soon terus berjalan menuruni tangga tebing menuju ke bawah. Dari kejauhan In Hyun bisa mendengar suara gemuruh yang sangat keras. Suara apa itu? Apa itu suara pesawat atau helikopter? Dia tampak berpikir sejenak dan baru sadar. Akh bodohnya aku, ini kan bukan di zamanku dan pastinya di sini tidak ada yang seperti itu. Gumamnya dalam hati nyengir sendiri.

Kini kedua mata In Hyun membelalak. Dengan perasaan kagum sekaligus takjub melihat ke arah yang dituju mereka, sebuah air terjun yang besar dan sekitarnya benar-benar indah. Namun, kedua alisnya mengernyit kala mengenali tempat itu, bukankah itu lembah di mana dia ditemukan waktu itu 'LEMBAH TERKUTUK'.

Oh benar sekali, sekarang mereka menuju lembah terkutuk itu. Bukankah mereka dilarang pergi ke sana? Tapi kenapa Pangeran Jeong Soon malah mengajaknya ke sana dan apa yang hendak dia lakukan? Bibir In Hyun berubah menjadi pucat. Celaka! Mereka pasti akan mati jika terus berada di sana.

In Hyun sedikit berontak di gendongan Jeong Soon agar berhenti berjalan dan kembali lagi ke istana. Namun Jeong Soon tak memedulikannya, ia terus membawa In Hyun mendekati sebuah pohon yang rindang di pinggiran sungai tepat di area air terjun.

Hey Pangeran gila. Apa yang kita lakukan di sini? Apa kau mau mengirim nyawaku untuk dipersembahkan ke penghuni lembah ini? Dari tadi In Hyun hanya bisa memaki Jeong Soon dalam hatinya.

Jeong Soon berhenti tepat di bawah pohon kemudian berjongkok menurunkan In Hyun duduk di atas rumput. Ia mengerjap menatap wajah dan bibir In Hyun yang memucat.

“Kamu kenapa, Putri? Apa kau sakit?” tanyanya langsung memeriksa kening istrinya itu.

In Hyun tak menjawab hanya memeriksa telapak sepatunya sembari masih merintih.

Jeong Soon menghela napas melihatnya, ternyata di bawah sepatu In Hyun tertancap sebuah duri. “Kenapa kau membiarkannya dan tidak mencabutnya dari tadi?”

Di saat itu In Hyun terlihat kesal lalu berteriak. “BUKANKAH TADI KAU YANG MENGATAKAN BAHWA AKU JANGAN BICARA, APA PUN YANG TERJADI LALU KAU MENGGENDONGKU SEBELUM AKU SEMPAT MENCABUTNYA!” itu pertama kalinya In Hyun berani meneriaki Jeong Soon tanpa rasa takut sedikitpun, karena saking kesalnya. Ia pun mengerucutkan bibirnya sebal.

Mendengar teriakan istrinya, bukan membuat Jeong Soon marah malah tersenyum tipis, kemudian dia meraih kaki In Hyun mencabut dengan perlahan duri itu lalu melepaskan sepatu In Hyun yang sudah berdarah. Ditiupi lukanya itu, tak lama darahnya berhenti lalu lukanya pun menutup kembali.

“Pa-Pangeran, apa yang kau lakukan?” In Hyun terperangah merasa tidak enak sendiri. Ia hampir melupakan sesuatu, meskipun lukanya selebar apa pun akan cepat sembuh seperti semula. Hanya akan meninggalkan bekasnya saja.

Jeong Soon berhenti meniupi. Ia kini menatap kedua mata In Hyun yang sudah berkaca-kaca. Joesonghabnida. Karena salahku kau pasti terpaksa menahan sakit dari tadi,” ucapnya memperlihatkan penyesalannya karena telah menyuruh agar In Hyun tak boleh bicara sebelum sampai ke sana.

“Akh itu …?” In Hyun tak bisa berkata lagi, dia baru sadar bahwa dia telah membentak dan meneriaki suaminya itu. Namun, dia juga tampak mengingat-ingat sesuatu. “Pangeran, coba kau buka sepatumu,” suruhnya sembari menatap kaki kanan Jeong Soon.

Waeyo? Kenapa aku harus membuka sepatuku?” tanya Jeong Soon merasa aneh.

“Buka saja.” Pinta In Hyun setengah memaksa.

Akhirnya Jeong Soon menyerah lalu duduk di rumput di dekat In Hyun kemudian membuka sepatu kaki kirinya.

In Hyun buru-buru melihat telapak kaki Jeong Soon. Kenapa tidak ada? Tanyanya dalam hati aneh. “Coba satu lagi.”

“Aku tidak mau.” Tolak Jeong Soon memalingkan wajahnya ke samping.

“Cepat buka. Jebaaal.” Rengek In Hyun lagi.

Jeong Soon menggelengkan kepalanya tetap menolak.

In Hyun menunduk kecewa. Karena Jeong Soon tidak membuka sepatunya, terpaksa dia yang akan melepaskan sepatunya itu. Ia memegang erat kaki kanan Jeong Soon kemudian ingin melepaskan sepatunya itu. Namun, tangannya keburu ditahan oleh tangan Jeong Soon.

In Hyun memicingkan kedua matanya sambil tersenyum aneh, tanpa aba-aba ia menggelitik telapak kaki kiri Jeong Soon yang tak bersepatu sampai Jeong Soon tak tahan menahan tawanya dan ia pun akhirnya tertawa menggelegar.

“Hahaha. Hentikan, Putri. Hentikan.” Jeong Soon tertawa kegelian, tak berapa lama In Hyun berhasil melepas sepatu satunya lagi. Benar saja apa yang dia kira kalau di telapak kaki kanannya ada bekas darah dan juga luka.

Jeong Soon juga terluka. In Hyun baru mengerti kenapa tadi suaminya itu menggendongnya secara tiba-tiba.

“Kenapa kau tak berkata bahwa kau merasakan sakit yang sama dan juga terluka?” tanya In Hyun mengernyitkan keningnya heran.

“Karena kau juga sudah tahu kan, bahwa sebagaimanapun sakit yang kau rasakan pasti aku juga akan merasakannya, itulah tubuh kita. Jika tangan terluka maka mata dan hati akan ikut merasakannya dan aku tak mau kau khawatir kepadaku.” Jawab Jeong Soon sambil menatap kosong ke arah air terjun.

In Hyun merasa bahwa kata-kata itu begitu manis. Namun, dia selalu takut di balik kata-kata manisnya akan berakhir dengan kepahitan seperti yang pernah dia alami, pastinya dengan siapa lagi kalau bukan dengan Nam Suuk, lelaki yang belum bisa dilupakannya itu.

In Hyun merasa bersalah karena telah berteriak kepada Jeong Soon. Ia pun sedikit bergeser, duduk agak renggang dengan Jeong Soon tetapi masih bersampingan.

“Putri Hyun?”

“Hmm?” In Hyun menoleh ke samping menatap nanar padanya.

“Tadi, apa yang sedang kau lakukan?”

“Tadi?” In Hyun mengingat-ingat kejadian tadi yang mana.

“Ya, tadi ketika kau tampak sedang mengintip sesuatu.” Jelas Jeong Soon mengingatkannya.

Akh. In Hyun pun mengingatnya dan kini malah terkekeh kecil, dia pasti terlihat bodoh sekali mengintip dan merapatkan tubuhnya di dinding seperti seekor cicak.

“Oh, aku hanya sedang mencari dirimu Pangeran untuk menanyakan sesuatu. Tapi ketika aku ke sana, aku tidak melihatmu hanya melihat Pangeran Wang Jhaojun dan Lee Hwon, ingin menghampiri tapi aku malu, akhirnya aku hanya bisa mengintip saja.” Jawab In Hyun tak berani jujur kalau dia sedang menyelidiki sesuatu.

“Benarkah begitu?” Jeong Soon masih menatap ke depan.

Ne,” jawab In Hyun singkat sembari tersenyum terpaksa karena dia belum siap untuk menjelaskannya. “Tapi Pangeran. Apakah di sini lembah terkutuk itu? Kenapa kita datang ke sini? Bukankah kita dilarang untuk mendatangi tempat ini?” tanyanya mulai merinding menatap sekeliling. Indah namun seolah ada aura yang berbeda di sana.

“Terkutuk?” Jeong Soon hanya menyeringai. “Kita memang sudah dikutuk tempat ini, jadi kenapa kita takut untuk dikutuk lagi?”

Degg!!

Jantung In Hyun berdetak kencang mendengarnya.

“Jadi kita dikutuk oleh tempat ini, benarkah itu?” In Hyun membulatkan kedua matanya menatap tajam ke arah Jeong Soon.

“Kita dikutuk bukan oleh tempat ini, tapi oleh penghuni tempat ini.” Jawab Jeong Soon datar.

“Pangeran, aku mohon bisa kau ceritakan bagaimana kita dikutuk?” In Hyun merasa sangat penasaran dan saat itu rasa penasarannya malah bertambah besar.

Jeong Soon tampak merenung sejenak.

♠♠Flashback♠♠

Ketika itu Jeong Soon berusia 10 tahun dan Hwa Young 8 tahun. Keduanya sudah dinikahkan tetapi belum diresmikan dan berniat akan diadakan pesta tiga hari tiga malam untuk pesta pernikahan mereka.

Saat itu lembah itu belum disebut lembah terkutuk. Dan keluarga besar Kaisar Jumong datang ke sana untuk mencocokkan tanggal pesta pernikahan Jeong Soon dan Hwa Young.

Hwa Young tengah belajar melukis di taman bersama beberapa dayangnya. Ia melihat Jeong Soon mengendap-endap menuju ke taman belakang istana.

“Pangeran Jeong Soon, kau mau ke mana?” tanya Putri Hwa Young (Putri Kaisar Jumong yang kini menjadi In Hyun).

Jeong Soon membawa busur dan anak panahnya. “Aku akan berburu di dekat air terjun, aku sering melihat ada kelinci dan burung yang sangat Bagus sekali di sana,” jawabnya santai, “nanti akan aku bawakan burung dan kelinci buruanku untukmu.” Lanjutnya sembari tersenyum.

“Bolehkah aku ikut?

“Tidak, jalanannya sangat licin sekali, Putri.” Tolak Jeong Soon.

“Tapi aku ingin ikut melihat air terjun juga. Kalau tidak, aku akan melaporkannya kepada ayahmu.” Rengek Hwa Young ingin menangis.

“Baiklah jika itu maumu, tapi kau harus berhati-hati dan jangan berisik di sana, nanti buruanku semua kabur.” Jeong Soon selalu kalah oleh rengekan Hwa Young.

“Baiklah Pangeran, aku mengerti.” Hwa Young tersenyum senang.

Hanya ditemani dua pengawal karena air terjun tepat berada di bawah istana. Akhirnya mereka turun ke lembah menuju air terjun.

Konon ceritanya. Di sana ada seorang Ratu terdahulu yang kehilangan anaknya di lembah itu. Ketika dia patah hati dan sedang mencari anaknya di sana, Ratu itu pun tiba-tiba menghilang tak pernah ditemukan jasadnya sekalipun.

Jeong Soon dan Hwa Young serta dua pengawalnya tiba di lembah itu. Mereka bersembunyi di balik semak-semak untuk mengintai hewan buruan.

“Pangeran-”

“Sssttthh, jangan berisik.” Potong Jeong Soon pelan.

Hwa Young sontak terdiam tak berani bicara lagi.

Sudah beberapa lama mereka di sana, namun tak ada satupun hewan buruan yang muncul. Ketika mereka sudah putus asa dan hendak keluar dari semak-semak. Tak jauh dari mereka muncul seekor kijang kecil yang sangat cantik sekali, kulitnya seolah mengkilat bagaikan kain sutra yang disulam oleh benang emas. Kijang kecil itu sedang minum di pinggiran sungai.

Dengan nada pelan. “Kau lihat itu Hwa Young, itu akan menjadi hewan buruan terhebatku,” ucap Jeong Soon mulai membidikkan anak panahnya ke arah kijang kecil itu.

Namun ketika itu dicegah oleh seorang pengawalnya. “Jangan Pangeran, kijang kecil itu milik para leluhur Kerajaan, nanti …?”

Belum selesai pengawal itu menjelaskan, Jeong Soon pun mulai mengurungkan niatnya.

Namun...

Syuuttt...

Ketika ingin menurunkan busurnya, kakinya terpeleset sehingga melesatkan anak panahnya dan menancap tepat di perut kijang kecil itu. Seketika kijang itu roboh mengeluarkan banyak darah dan jatuh terkelepar ke tanah tak lama mati saat itu juga.

Mereka tampak terbelalak melihatnya lalu berhamburan ke arah kijang itu.

“Oh tidak! Kijangnya mati,” kata seorang pengawal satunya lagi ketakutan.

“Sebentar lagi pasti akan ada bencana.” Imbuh pengawal yang tadi mencegah.

Benar saja langit tiba-tiba berubah gelap, awan hitam mulai menutupi kawasan Kerajaan membuat mereka heran dan ketakutan. Satu pengawal berlari untuk memberitahukan hal itu pada Kaisar Goryeo dan Kaisar Jumong yang sedang mengadakan konferensi dengan yang lain di ruang penghakiman.

Mendengar kabar buruk itu. Mereka berhamburan menyusul ke arah lembah.

Sementara Jeong Soon, Hwa Young dan satu pengawal yang masih ada di sana. Diam terpaku seolah kedua kaki mereka tertancap ke dalam tanah tak bisa digerakkan.

“Pangeran Jeong Soon dan Putri Hwa Young, apa kalian tidak apa-apa?” Kaisar Goryeo merasa lega melihat mereka baik-baik saja.

“Kami baik-baik saja Ayahanda, tapi aku tidak sengaja membunuh kijang itu.” Tunjuk Jeong Soon ke arah kijang yang kini sedang jadi tontonan beberapa Menteri, Hakim dan Panglima yang ikut menyusul ke sana. Mereka tampak menghela napas berat bercampur ketakutan.

“Semoga leluhur kita mengampunimu anakku.” Doa Kaisar Goryeo.

Belum sempat mereka bernapas lega. Tiba-tiba dari balik air terjun yang mengalir deras, muncul seorang wanita mengerikan berambut sangat panjang terbang ke arah kijang itu sambil berteriak. “KALIAN TELAH MEMBUNUH ANAKKU, KALIAN HARUS MATI!”

Mereka serentak bersujud meminta pengampunan pada wanita itu. “Mohon ampunkan kami, Yang Mulia!”

Wanita itu menangis sejadi-jadinya melihat kijang kecil itu mati, dan dia mengatakan kalau kijang itu adalah anaknya. “Aku akan mengutuk kalian semua terutama kau anak muda.” Tunjuknya pada Jeong Soon yang masih memegang busur panahnya.

“Hamba mohon Yang Mulia, jangan kau bunuh dan kutuk anakku, kami akan menuruti semua keinginanmu.” Kaisar Goryeo terus memohon.

Masih dengan tangisnya. “Karena aku telah kehilangan anakku, maka kalian juga harus kehilangan anak kalian tapi dengan perlahan dan cara yang kalian tidak akan bisa mengiranya. Akan kukutuk anak laki-laki dan perempuan itu. Mereka akan saling tergantung, jika salah satu mati maka keduanya akan mati. Dan aku kutuk dua Kerajaan kalian akan hancur lebur sehancur-hancurnya,” ucapan demi ucapan kutukan telah keluar dari mulut wanita itu.

Entah dia seorang Dewi dari para Dewa leluhur mereka? Atau seorang Penyihir yang dulunya menjadi Ratu? Hanya penghuni Kerajaan terdahulu yang tahu siapa wanita itu sebenarnya.

Mereka tampak terkejut mendengarnya dan mereka hanya bisa pasrah. Setelah wanita itu hilang membawa kijang kecil itu. Mereka kembali ke istana dengan perasaan cemas.

Malamnya Jeong Soon dan Hwa young terkena demam tinggi sampai semua tabib tak ada yang bisa mengobatinya. Ketika pagi tiba dan panas tubuh keduanya mulai reda, mereka terkejut kembali dengan adanya sebuah tatto berbentuk Naga yang melingkar di dada kiri Jeong Soon dan dada kanan Hwa Young.

Mereka awalnya tidak percaya atas kutukan itu. Namun, ketika salah satu terluka maka keduanya terluka, mereka akhirnya mempercayainya dan dengan sekuat tenaga menjaga keduanya dengan berbagai cara apa pun agar tak mati. Karena khawatir akan adanya orang luar yang mengetahui hal itu. Maka rahasia itu dijaga dan hanya diketahui oleh orang-orang tertentu saja demi melindungi keduanya.

Ketika Hwa Young akan pulang ke Kerajaan Barje, Jeong Soon memegang tangannya erat. “Putri Hwa Young, semua penderitaanmu adalah kesalahanku, jadi aku berjanji akan menjagamu seumur hidupku, apa pun yang terjadi aku akan selalu di sampingmu dan akan terus membuatmu bahagia,” ucap janji keluar dari mulutnya.

“Aku akan memegang janjimu selamanya, Pangeran.” Jawab Hwa Young terlihat sedih.

“Mmm.” Jeong Soon mengangguk, perlahan pegangan keduanya lepas dengan berjalannya kereta kuda Kerajaan Barje.

Beberapa minggu kemudian, Kerajaan Barje diserang tiba-tiba oleh Kaisar Ching Jiang (ayah dari Ching Daiki) yang terkenal kejam dan tak ada ampun. Semua penghuni Kerajaan Barje dibunuh dan direbut takhta Kerajaannya. Namun, Hwa Young berhasil lolos akan tetapi dikabarkan jatuh ke jurang bersama dayang pribadi sang Ratu (nenek yang mati di hutan).

Dari saat itu juga entah kenapa hati Jeong Soon tertutup tak bisa mencintai layaknya lelaki lain, dia mempunyai perasaan dan baik hati. Namun Cinta? Dia tak pernah punya perasaan itu dan tak bisa mencintai.

Aku akan tetap mencintaimu sampai aku menemukanmu meski harus terus mencari dan menunggu seumur hidupku Putri Hwa Young, istriku. Janji Jeong Soon sewaktu kecil, ketika mendengar Hwa Young jatuh dan hilang tapi dia tahu kalau Hwa Young masih hidup.

♠♠Flashback off♠♠

“Oleh sebab itu kalian terus mencariku?” In Hyun baru mengerti. Terjawab sudah rasa penasarannya kenapa dan bagaimana mereka terkena kutukan.

Jeong Soon mengangguk. “Kami selama ini berusaha untuk menemukanmu agar kau tetap aman, Putri.”

“Terus kenapa tadi ketika kita berangkat ke sini, kau berkata bahwa aku tak boleh bicara sebelum kau suruh?” In Hyun masih merasa aneh, “apa kau takut penghuni lembah ini tahu keberadaan kita?”

“Karena, agar kita tidak diketahui pengawal dan mereka mengikuti kita ke sini. (Jeong Soon hanya ingin mereka berdua saja yang pergi ke lembah itu).” Jawabnya datar.

In Hyun mengerucutkan bibirnya. Kalau tahu begitu, ketika menginjak duri aku teriak saja sekeras mungkin. Ia ngedumel sendiri.

Tiba-tiba tubuhnya ditarik agar lebih mendekat sampai menghapus jarak antara dia dan Jeong Soon.

“Berjanjilah. Apa pun yang terjadi, kau harus tetap berada di sampingku jangan pernah tinggalkan aku lagi,” ucapan Jeong Soon membuat In Hyun salah tingkah dan sedikit berontak. “Sebentar saja Putri, aku mohon biarkan aku memeluk tubuhmu sebentar saja.”

In Hyun pun berhenti berontak kemudian diam saja membiarkan angin berembus memainkan rambut mereka. Tanpa terasa In Hyun mulai bersandar di bahu Jeong Soon. Kedua pipinya berubah merah, kenapa kenyamanan dan debaran jantung itu hanya dirasakannya ketika berada di samping Jeong Soon?

Mereka berdua mulai menikmati pemandangan air terjun dan sekitarnya yang tampak hening. Hanya terdengar gemuruh air terjun dan terpaan angin berembus menyejukkan pikiran serta jiwa keduanya.

Ӝ----TBC----Ӝ

Revisi ulang*
16 Februari 2020

By~ Rhanesya_grapes 🍇

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top