♟18♟Watterfal Fox.
Dinginnya angin malam mulai menusuk sampai ke dalam tulang. Namun, entah kenapa tubuh In Hyun terasa hangat? Sesuatu yang kenyal dan dingin menyentuh bibirnya sehingga matanya yang dari tadi menutup perlahan mulai terbuka. Samar-samar dia melihat sebuah bayangan seseorang yang menatap dan tersenyum kepadanya.
Dia mengerjapkan matanya yang sedikit kabur, pandangannya masih terasa gelap dan belum jelas.
Ia memaksakan bangkit dari baringannya. Kini pandangannya sudah kembali jelas. Ternyata hari memang sudah gelap dan dia menatap sekeliling dengan perasaan aneh tak ada siapa pun di sana, lalu yang tadi tersenyum padanya siapa? Cahaya bulan menyinari tempat itu sehingga dia masih bisa melihat dengan jelas sekitarnya.
Dimana ini? Tanyanya dalam hati melihat kanan, kiri dan sekitar, terdengar jelas suara gemericik air. Tidak! Bukan gemericik tapi gemuruh air yang jatuh dengan sangat keras.
Ternyata tidak jauh darinya air terjun yang besar, ia bergeser duduknya untuk bersandar ke pohon cherry blossom yang menaunginya. Ia merasakan sesuatu yang sakit di atas dada kanannya.
Kenapa ini sakit sekali? Batinnya sembari memegang dadanya tepat di tatto kutukan itu.
Ia memejamkan kedua matanya mengingat kejadian tadi, yang dia ingat bahwa dia jatuh ke dalam jurang yang sangat dalam dan ketika tubuhnya melayang jatuh tidak mengingat apa-apa lagi. Tapi bagaimana bisa dia tidak mati atau terluka? Kalau dia di zamannya sudah pasti dia akan mati dengan kepala pecah, seluruh tulangnya akan patah dan remuk. Namun, dia kini malah berada di bawah pohon bunga sakura di dekat air terjun jauh dari dinding jurang.
Ketika kedua matanya terpejam, terasa ada yang mengendus-endus tangannya sontak membuatnya terkejut. Refleks ia membuka kedua matanya menoleh ke samping. Betapa kagetnya dia melihat seekor binatang berbulu putih berada di dekatnya. Jantungnya berdetak kencang. Namun melihat sinar matanya yang bening hatinya menjadi tenang kembali.
“Betapa lucunya, dan cute,” ucapnya tersenyum melihat seekor anjing kecil yang belum pernah dia lihat di zamannya. Entah jenis anjing apa yang kini menatapnya itu.
In Hyun tanpa rasa takut meraih anjing itu dan menaruhnya di pangkuannya. Anjing itupun malah menggesek-gesekkan kepalanya ke perut In Hyun, dan In Hyun mengusapnya lembut dari kepala sampai ekornya. “Bulumu sangat lembut sekali.”
🥀🥀🥀🥀
Sementara di tepi jurang di mana In Hyun terjatuh, ratusan prajurit bahkan para Pangeran sedang mencarinya dengan masing-masing membawa lentera untuk penerangan, meski malam terang oleh Bulan yang hampir Purnama.
Luo Guanjong mendongak mengamati jurang dan batu besar di atas sana di mana tadi In Hyun terjatuh. “Aku yakin bahwa dia jatuh tepat di sini, dan kalau dia mati pasti jasadnya tidak akan jauh dari sekitaran sini dan-”
“Dia belum mati.” Potong Jeong Soon tegas.
“Ya, aku yakin dia belum mati.” Imbuh Lee Hwon, hanya dia yang tahu bahwa kalau Jeong Soon masih hidup, berarti In Hyun juga masih hidup.
Wang Jhaojun juga tampak merasa aneh. “Tapi, kenapa dia tidak ada di sini? Apa seekor binatang membawanya atau memakan-”
“HENTIKAN! Hentikan perkataan bodoh kalian itu.” Jeong Soon menekan kepanikannya.
Mereka sontak terdiam, lalu melanjutkan pencariannya.
Sementara semua para Putri menunggu di istana dengan cemas dan khawatir. Apalagi Ibu Suri yang terbaring di tempat tidurnya sangking shock'nya mendengar berita buruk itu, bahkan dia hampir pingsan dibuatnya.
Di antara kegelisahan dan kecemasan seluruh penghuni istana, hanya Jhao Feiyan yang terlihat tenang dan sesekali tersenyum samar. Dalam hatinya dia berharap In Hyun lenyap untuk selamanya.
Jeong Soon memegang dada kirinya yang masih terasa sakit tepat di tatto kutukannya juga. Dia terus menyalahkan diri sendiri kenapa dia tadi terlambat menyadari kalau yang memeluknya bukan istrinya.
Tak jauh dari mereka.
In Hyun menatap sekeliling. Kruuyuukkk!! Perutnya mulai berbunyi karena dari siang belum memakan apa pun.
Ia tersenyum sendiri. “Aku lapar sekali, apa kau juga lapar anjing kecil?” tanyanya bicara pada anjing yang mendongak menatapnya. Anjing itu tidak menggonggong malah tiduran lagi di pangkuannya.
Tiga ekor anjing pelacak yang dibawa prajurit istana mulai menggonggong keras menarik-narik tali yang dipegang prajurit seolah ingin menyeret dan membawa mereka ke arah tebing jurang lain yang berada di belakang dinding pemisah.
Jeong Soon membulatkan kedua matanya. Ia yakin bahwa anjing-anjing itu menemukan In Hyun, dia bergegas berlari mengikuti anjing-anjing itu disusul oleh yang lain.
Samar-samar In Hyun mendengar suara anjing yang menggonggong terdengar banyak sekali, hatinya kini semakin takut, apa itu para serigala liar dan akan memakannya dengan buas di sana.
“Kita harus segera pergi dari sini anjing kecil.” In Hyun gemetaran menggendong anjing kecil itu, namun baru saja dia berdiri kaki yang pernah cedera terasa sakit lagi, terpaksa mengurungkan niatnya itu dan duduk kembali, sudah pasrah apa pun yang terjadi jika dia memang harus mati di sana mati sajalah.
“ISTRIKU, PUTRI IN HYUN!” tiba-tiba di tengah gonggongan anjing. In Hyun mendengar sebuah teriakan begitu jelas memanggil namanya.
Suara itu? In Hyun melihat dari kejauhan cahaya-cahaya lentera yang semakin mendekatinya. Tak beberapa lama dia melihat sekelompok orang-orang yang dikenalnya terutama seorang pria yang berlari memburunya.
Karena malam terang oleh bulan. Jeong Soon akhirnya menemukan In Hyun yang tengah bersandar di Batang pohon dekat air terjun.
Setelah dekat, Greepp!! Jeong Soon langsung berjongkok memeluknya, namun tidak dibalas oleh In Hyun.
“Putri, istriku akh syukurlah akhirnya kau kutemukan juga. Apa kau tidak apa-apa? Apa ada yang terluka?” Cerocos Jeong Soon bertanya, ia terlihat panik melepaskan pelukannya lalu memeriksa seluruh tubuh In Hyun.
In Hyun menggelengkan kepalanya. “Aku tidak apa-apa.” Jawabnya lemas. Jeong Soon memeluknya kembali.
Semuanya merasa lega sekaligus aneh. Bagaimana bisa wanita itu kini ada di sana dan tampak baik-baik saja? Sementara jurang itu begitu dalam dan tinggi. Jangankan manusia, seandainya sebuah batu besar jatuh ke sana maka akan hancur berkeping-keping.
Dan akh. Mereka sungguh melupakan nama lembah itu, dan kini mereka percaya bahwa cerita mengerikan tentang lembah tersebut bukan hanya mitos biasa.
“Mari kita pulang.” Ajak Jeong Soon masih memeluk In Hyun.
In Hyun mengernyitkan keningnya. “Anjingku ke mana?” Ia sedikit mendorong tubuh Jeong Soon, melepaskan pelukannya menyadari bahwa anjing kecil itu tidak ada di pangkuannya lagi.
“Anjing?” Jeong Soon menurunkan sebelah alisnya melihat sekitar tidak ada anjing yang dimaksud In Hyun.
“Ya, tadi ada anjing kecil yang menemaniku di sini.” Jawab In Hyun celingak-celinguk ke sana-kemari mencari-cari.
Jeong Soon memicingkan kedua matanya melihat seekor anjing kecil keluar dari balik pohon tepat di belakang In Hyun.
“Guukk!” Anjing kecil itu berlari kembali lagi ke pangkuan In Hyun seolah mengerti barusan In Hyun mencari-carinya.
“Akh syukurlah kau masih di sini, aku kira kau menghilang meninggalkanku,” kata In Hyun memeluk anjing kecil itu.
Jeong Soon menatap anjing itu tajam lalu tersenyum simpul. “Gomasseumnida, kau telah menjaga istriku.” Ia mengusap-usap punggung anjing itu meski di dalam hatinya ia bertanya-tanya. Kenapa rubah ini bisa ada di sini dan bersama dengan Putri Hyun?
In Hyun menoleh menatap Jeong Soon. “Bolehkah aku membawanya ke istana?” tanyanya ragu.
“Pastinya, dia yang telah menjaga dan menemanimu di sini.” Jeong Soon masih tersenyum menyembunyikan rasa herannya.
Entah kenapa In Hyun merasa senyuman Jeong Soon kali ini terlihat manis dan tulus tidak seperti biasanya yang hanya terlihat terpaksa kadang samar.
Semua Pangeran yang berdiri mengelilinginya dari tadi mulai bertanya.
“Apa kau baik-baik saja, Kakak ipar?” tanya Lee Hwon merasa lega.
In Hyun hanya mengangguk pelan.
“Sulit dipercaya kau tidak apa-apa,” ucap Luo Guanjong menatap In Hyun tak ada goresan atau luka sedikitpun.
“Ini adalah perlindungan para Dewa dan Budha kepadanya.” Wang Jhaojun yang dari tadi diam kini berucap seperti itu sambil ikut mengamati sekeliling. “Bukankah ini air terjun yang berada di bawah istana Kerajaanmu Jeong Soon?” Ia baru menyadarinya kala melihat cahaya ujung menara istana Goguryeo.
“Itu benar, ini air terjun yang menyambungkan dengan hutan yang kita datangi tadi siang.” Lee Hwon tahu tempat itu.
“Aku baru pertama kali ke sini, kenapa kalian jarang sekali, tidak. Bukan jarang bahkan tidak pernah sama sekali turun ke sini?” kata Luo Guanjong ikut mengamati tempat itu juga.
“Sebaiknya kita harus segera pergi dari sini, udara di sini semakin dingin.” Jeong Soon segera membantu In Hyun berdiri. Namun ...
“Akhh.” Rintih In Hyun merasa kakinya ngilu dan hal itu mulai terasa juga oleh Jeong Soon.
“Apa kakimu terasa sakit lagi?” tanya Jeong Soon melihat ke bawah.
“Hanya sediki-” Belum selesai In Hyun berkata, Jeong Soon membungkukkan sedikit badan kemudian menggendongnya. Dia mengalirkan sedikit tenaga dalamnya ke kaki yang sakit supaya bisa berjalan membawa istrinya itu.
“Sekarang perintahkan kepada semua prajurit dan pengawal lain yang masih ada di tepi jurang untuk segera kembali ke istana.” Titah Jeong Soon tegas pada para pengawal lain dan Panglima Zheng Yan.
“Laksanakan Yang Mulia.” Jawab semua prajurit serentak menunduk kemudian meninggalkan mereka berlima.
“Sekarang kita pulang lewat mana?” Luo Guanjong melihat sekitar hanya di kelilingi oleh tebing dan sungai.
“Ikuti aku, ada jalan lain menuju ke istana.” Jawab Jeong Soon melangkah duluan sembari menggendong In Hyun.
Sementara anjing kecilnya (rubah putih) diambil oleh Lee Hwon dan dibawanya. “Kau manis sekali rubah kecil.” Tangan kanannya mengacak-acak kepala rubah itu.
Rubah itu hanya menatap tajam pada In Hyun di depannya yang digendong oleh Jeong Soon.
Mereka berjalan melewati jalan setapak kemudian menaiki tangga terbuat dari Batu dan ubin terang karena tersorot cahaya Bulan. Jalan itu tepat menuju ke istana.
Di tengah perjalanan In Hyun merasa tidak enak jika digendong terus oleh Jeong Soon yang sekali-kali mengatur napasnya menaiki setiap anak tangga. “Turunkan aku, kau pasti lelah-”
“Stthhh, di sini tidak boleh berisik.” Potong Jeong Soon pelan. In Hyun seketika langsung mengunci bibirnya.
Beberapa lama kemudian mereka sampai di ujung tangga di atas tebing. Benar saja mereka muncul dari belakang istana lama milik Kaisar Goryeo. Di taman itu tampak gelap dan remang-remang karena hanya beberapa lentera yang meneranginya.
“Gomasseumnida, kalian sudah menemaniku mencari Putri Hyun, kembalilah ke paviliun kalian. Aku akan membawa dan mengobati istriku,” kata Jeong Soon kepada sahabat dan saudaranya itu. Setelah itu ia mempercepat langkahnya kembali menuju ke kamarnya.
Ketiganya menghela napas lega sembari tersenyum.
“Kalian juga istirahatlah.” Lee Hwon merasa senang akan membawa rubah putih itu ke kamarnya.
Jeong Soon menelusuri jalan taman agar cepat sampai ke kamarnya.
Sesampainya di depan pintu, Gahee dan Mongyi yang dari tadi menunggu kabar tentang Tuan Putrinya mendadak bangkit dari duduk mereka karena melihat Jeong Soon menggendong In Hyun.
“Tuan Putri!” Mereka berhamburan memburu In Hyun.
“Tuan Putri, apa Anda tidak apa-apa?” tanya Mongyi mengusap air matanya.
“Aku tidak apa-apa, hanya kakiku sedikit sakit lagi.” Jawab In Hyun masih bisa tersenyum agar keduanya tidak khawatir lagi.
“Akh, syukurlah jika Anda baik-baik saja. Kami benar-benar khawatir.” Gahee menghela napasnya terlihat lega sekali.
“Katakan pada Kaisar dan Ibu Suri bahwa Putri Hwa Young kembali dengan selamat, dan mohon pada semua agar membiarkannya istirahat. Jika mereka ingin melihat dan bertemu dengannya, katakan besok saja.” Perintah Jeong Soon dingin kepada Gahee dan Mongyi.
“Baik, Yang Mulia.” Jawab Mongyi dan Gahee pamit mundur akan menyampaikan ucapan Jeong Soon kepada para Putri yang masih berkumpul di paviliun Ibu Suri saat itu.
Jeong Soon masuk ke dalam kamar kemudian mendudukkan In Hyun di atas ranjang. Ia pun ikut duduk di tepiannya menatap tajam pada In Hyun. “Joesonghabnida, Maafkan atas kejadian-”
“Tidak apa-apa,” potong In Hyun, “lupakan saja kejadian tadi siang, aku tahu itu bukan salahmu. Aku malah ingin mengucapkan terima kasih karena sudah menemukanku.”
Jeong Soon tidak menyangka bahwa In Hyun akan berkata begitu, ia pun langsung memeluknya erat.
Kruyyuukk!! Terdengar bunyi perut In Hyun yang menagih lagi jatahnya.
“Maaf,” ucap In Hyun menjadi malu sendiri.
Jeong Soon tersenyum kemudian melepaskan pelukannya. “Kau pasti lapar sekali dari siang belum makan, aku juga belum makan apa pun bahkan jika aku tidak bisa menemukanmu aku tidak akan makan seumur hidup-”
“Sstttthh!” In Hyun menempelkan jari telunjuknya ke bibir Jeong Soon.
Jeong Soon menatapnya lembut dan perlahan memegang tangan In Hyun menyingkirkannya dari bibirnya sembari wajahnya semakin mendekat.
“Pangeran?”
“Hmmm?” jawab Jeong Soon tetapi terus semakin mendekat, kedua matanya sudah turun menatap bibir In Hyun yang ranum merah delima itu.
“Bolehkah aku ke kamar mandi? Aku sudah tidak tahan dan aku pun ingin mandi, pakaianku semuanya kotor,” kata In Hyun sedikit memalingkan wajahnya ke samping.
Jeong Soon tersenyum tipis. “Baiklah, mandilah dulu. Aku akan menyuruh pelayan membawa makanan ke sini.”
In Hyun berniat turun dari ranjang, namun Jeong Soon kembali mengendongnya menuju ke kamar mandi. Setelah mendekatkan semua keperluan In Hyun agar tidak kesusahan memakai pakaiannya, ia pun keluar dari kamar mandi.
In Hyun menghela napasnya lirih, sebenarnya kata tidak apa-apa tadi hanya sebagai penutup hatinya yang masih sakit, apa semua akan berakhir juga seperti Nam Suuk yang meninggalkannya demi Yurika?
Ketiga Pangeran masih berbincang-bincang di paviliun Lee Hwon. Sementara para Putri dan Ibu Suri serta Kaisar Goryeo sudah kembali merasa tenang setelah mendengar penuturan dari Gahee dan Mongyi tentang keadaan In Hyun. Mereka pun kembali ke bilik masing-masing.
Jhao Feiyan kembali ke kamarnya dengan perasaan kesal, entah apa yang akan terjadi besok karena Jeong Soon tadi pernah berkata akan menghukumnya.
“Aku masih penasaran tentang tempat tadi yang sepertinya indah jika ke sana di siang hari.” Luo Guanjong masih memikirkan tentang lembah tadi. Dia tahu di sana ada sebuah jurang di mana air sungai mengalir ke sana tetapi selama ini tak pernah ada yang membicarakan tentang lembah itu.
“Maksudmu air terjun tadi?” Wang Jhaojun menoleh menatapnya.
“Ya, kenapa kita tidak pernah ke sana-?”
“Karena di sana adalah tempat terkutuk.” Jawab Lee Hwon baru membuka suara.
“Terkutuk?” Luo Guanjong dan Wang Jhaojun terkejut saling bertatapan dan hampir berucap bersamaan.
“Ya, beberapa tahun lamanya tempat itu tidak pernah didatangi orang. Jika ada yang ke sana sembarangan maka sebuah kutukan akan menimpanya atau malah akan menghilang begitu saja tanpa ada yang mengetahui ke mana orang-orang itu pergi atau lebih tepatnya mungkin dibawa penghuni lembah itu?” Jelas Lee Hwon tampak serius.
“Tapi kenapa tadi kita tidak terkena kutukan atau menghilang?” tanya Luo Guanjong sedikit tidak mempercayai cerita aneh itu.
“Ada yang mengatakan jika yang datang ke sana adalah seseorang yang sedang patah hati atau bersedih, maka penghuni lembah itu akan datang menampakkan diri untuk membawa orang itu entah ke mana.” Lee Hwon kurang yakin.
“Oh, jadi hanya untuk yang sedang patah hati dilarang pergi ke sana, sementara tadi kita tidak ada yang sedang patah hati, kan?” Wang Jhaojun memiringkan sudut bibirnya.
“Ya begitulah tepatnya, mungkin.” Lee Hwon mengangkat kedua bahunya menandakan dia juga hanya mendengar desas-desus cerita itu dari para tetua istana saja.
“Apakah yang menyelamatkan Putri Hyun juga penghuni lembah itu?” Luo Guanjong dari tadi memikirkan hal itu.
Mereka kini diam berpikir, memang sebuah keanehan melihat In Hyun tidak terluka sedikitpun. Padahal jika dia benar-benar terjatuh menyentuh tanah, maka tubuhnya akan remuk dan hancur mengeluarkan banyak darah karena jatuh dari jurang yang sangat tinggi itu.
Di kamar Jeong Soon.
In Hyun berjalan tertatih keluar dari kamar mandi. Jeong Soon yang melihatnya langsung memburunya kemudian menggendongnya kembali mendudukkannya ke atas tempat tidur, ia kini berdiri di pinggir ranjang.
“Kenapa kau tidak memanggilku?” tanya Jeong Soon mengernyitkan keningnya menatap wajah In Hyun.
“Maafkan aku. Hanya saja aku tidak ingin merepotkanmu terus.” In Hyun tertunduk malu.
“Aku kan …,” kalimat Jeong Soon menggantung, dia berpikir bukan saatnya untuk mendebatkan masalah sepele seperti itu, “sudahlah, kita makan dulu, aku juga sudah lapar.” Ia membalikkan tubuhnya berjalan ke arah meja mengambil nampan makanan.
Dia dengan lembut melayani In Hyun, menaruh meja kecil di atas kedua paha In Hyun.
“Apa mau aku suapin?” tanya Jeong Soon.
“Ah, tidak usah aku bisa sendiri, bukankah kau juga lapar? Makanlah Pangeran, hari sudah hampir pagi.” Jawab In Hyun melihat ke jendela yang hampir terang.
Jeong Soon menurut, dia berjalan lalu duduk ke bantalan di depan meja kecil agak jauh dari In Hyun. Di sela satu suapannya sesekali melirik ke arah istrinya.
Setelah selesai. Jeong Soon membereskan makanan In Hyun menyuruh para penjaga di luar untuk membawa nampan-nampan itu ke dapur.
Akhirnya mereka pun tidur. Jeong Soon membalikkan tubuhnya menatap punggung In Hyun yang tertidur membelakanginya.
Maafkan aku. Karena kebodohan dan kecerobohanku aku hampir kehilanganmu lagi. Batin Jeong Soon merutuki dirinya sendiri.
“Putri In Hyun jangan ke sana!” teriakan Lee Hwon dan Luo Guanjong begitu jelas di telinga In Hyun.
“Kakak Hyun!” teriak Hie Jung.
“Putri Hyun!” Begitupun teriakan Putri Nouran terdengar jelas sekali.
Hatinya berdetak hebat ketika merasa tubuhnya melayang jatuh menuju dasar jurang, tatapannya meremang menatap silaunya cahaya matahari dan birunya langit (In Hyun jatuh terlentang menatap langit). Ia begitu yakin ketika sampai di dasar jurang akan merasakan sakit yang luar biasa saat tubuhnya menghantam ke atas tanah atau bebatuan dan pastinya seluruh tulangnya akan hancur layaknya sebuah cermin yang jatuh pecah berkeping-keping.
Kepalanya menjadi pusing, pandangannya sedikit menjadi gelap namun dia masih bisa merasakan kalau dari arah lain sesuatu terbang menghampirinya. Ia melihat sekilas apa dan siapa itu? Di dalam setengah sadarnya dia masih bisa tahu kalau yang menangkap dan memeluknya erat saat itu adalah seorang pria berambut panjang berwarna perak, tapi dia tidak memakai topeng.
Bayangan dan pelukan tubuhnya itu terasa nyata kalau mereka perlahan terbang melayang turun ke bawah lalu kedua kaki mereka menapak ke tanah. Harum tubuhnya bahkan masih sempat In Hyun cium masuk ke dalam rongga hidungnya, dia pernah mencium harum tubuh itu tapi di mana dan harum siapa?
Di dalam pertanyaan-pertanyaan hatinya serta matanya yang semakin berat terhanyut dalam kegelapan, akhirnya In Hyun tak sadarkan diri. Kepalanya bersandar di dada bidang pria itu.
Meski begitu, anehnya In Hyun masih bisa merasakan juga ketika tubuhnya diangkat (digendong) melayang kembali, entah itu terbang atau dibawa berjalan? Ia merasa tubuhnya dibaringkan di rerumputan yang dingin. Namun, tak lama tubuhnya menjadi hangat kembali, dan saat itu In Hyun tak tahu apalagi yang terjadi? Dia hanya tahu kalau sesuatu yang kenyal dan dingin (In Hyun dikecup) menyentuh bibirnya ketika dia akan sadar kembali.
“Aku akan membawamu kembali pulang,” ucapan nenek itu juga masih terdengar jelas.
“Aaaakhhh!” In Hyun sontak terbangun dari tidurnya, keringat dingin keluar membasahi seluruh wajahnya.
Ia menoleh ke samping di mana Jeong Soon sudah tidak ada di atas ranjang. Dia melirik ke jendela yang masih tertutup tetapi hari ternyata sudah siang.
Apa itu mimpi? Tapi aku yakin bahwa mimpi barusan adalah kejadian waktu kemarin di tepi jurang. Sebenarnya apa yang terjadi padaku siapa pria misterius itu?
Di Kerajaan Barje (Kaisar Jumong) Kaisar Ching Daiki sedang menatap dan mengamati lukisan In Hyun yang sengaja dicuri dari istana oleh seorang mata-mata istana kemarin malam di saat para Pangeran sibuk mencari In Hyun.
“Aku akan segera menjemputmu calon istriku, kau memang yang tercantik di seluruh negeri ini.” Bibirnya tersenyum sinis dengan sorot mata yang mengerikan menatap tajam lukisan In Hyun.
Ӝ----TBC----Ӝ
Revisi ulang*
14 Februari 2020
By~ Rhanesya_grapes 🍇
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top