♟15♟Misteri.

Kau memang tak pantas dicintai, orang-orang yang menyayangimu akan pergi satu per satu, bahkan tidak akan ada seorang lelaki manapun yang akan mencintaimu. Kau tak pantas untuk menerima Cinta siapapun juga- Yurika

Hyun kembalilah padaku, aku masih mencintaimu. Aku tidak pernah mencintai Yurika, di hatiku hanya ada kamu seorang, jangan pernah tinggalkan aku, kumohon- Nam Suuk.

Hyun.. Hyun.. Hyun..

Terdengar suara Nam Suuk yang semakin menjauh dan perlahan menghilang.

“OPPA, NAM SUUK!”

In Hyun berteriak langsung terbangun dari tidurnya, teriakannya itu sontak membuat Jeong Soon ikut terbangun karena terkejut mendengarnya.

Jeong Soon bangkit dari bantalnya kemudian duduk di samping In Hyun yang terduduk juga dengan keringat dingin yang bercucuran.

“Apa kau tidak apa-apa Putri? Apa kau bermimpi buruk lagi? Ceritakanlah apa yang sering kau impikan sampai membuatmu gelisah dan mengganggu tidur lelapmu itu?” Dengan lembut Jeong Soon mengusap keringat In Hyun memakai lengan baju tidurnya yang terjulur panjang.

In Hyun tiba-tiba langsung memeluk Jeong Soon lalu menenggelamkan wajahnya di dada bidang suaminya itu.

Jeong Soon mencoba menenangkan di dadanya. Tangan kiri memeluk In Hyun tangan kanannya menepuk-nepuk pelan belakang kepala In Hyun. “Tenanglah aku ada di sini.”

“Pangeran.”

“Hmmm?”

“Apa aku memang tidak pantas untuk dicintai?”

Jeong Soon memegang kedua sisi pundak In Hyun kemudian perlahan melepaskan dari pelukannya. In Hyun menatapnya dengan kedua mata yang sudah tergenang air bening yang hampir menetes.

“Kau adalah orang yang pantas dicintai, kenapa kau bertanya begitu?” Jeong Soon menurunkan sebelah alisnya menatap tajam ke dalam manik mata In Hyun seolah mencari jawabannya di sana.

“Karena aku pernah merasakan jatuh Cinta. Namun, tidak pernah merasa dicintai, jadi apa memang aku ditakdirkan tidak pantas untuk dicintai?” Tatapan matanya kini menunduk ke bawah mengalirkan air mata yang sudah tergenang di pelupuk matanya itu.

Jeong Soon memegang kedua pipi In Hyun kemudian mengangkatnya agar mendongak menatapnya kembali. “Kau tahu, jika aku bisa mencintaimu, akulah orang pertama yang akan mencintaimu setulusnya …,” ada jeda sejenak di kalimatnya.

“Meski kita tidak pernah merasa dicintai, mari kita bersama-sama mencari yang namanya cinta dan kebahagiaan.” Lanjutnya sembari mengecup lembut kening In Hyun lalu menyandarkan kembali kepala istrinya itu di dadanya.

Sejuk dan menghangatkan itulah yang In Hyun rasakan sekarang, entah kenapa perasaan itu selalu saja menusuk ke dalam jantungnya? Terdengar jelas debaran jantung Jeong Soon yang berdetak merdu. Apakah benar kalau perlahan dia sudah menyimpan rasa itu pada Jeong Soon? Namun, dia belum menyadari hal itu, sibuk memikirkan cara agar bisa kembali ke zamannya lah yang membuat dia tidak peka akan perasaannya yang perlahan mulai tumbuh karena rasa nyamannya itu.

Jeong Soon melepaskan pelukannya kemudian turun dari ranjang. “Jika masih merasa ngantuk, tidurlah kembali,” ucapnya sembari melangkah menuju ke kamar mandi dan tidak menengok lagi ke belakang.

In Hyun memegang dada tepat di bagian yang ada tatto-nya. Kenapa ini sakit sekali? Dan kenapa aku akhir-akhir ini selalu bermimpi buruk? Ia menjadi gusar dengan keadaannya itu, selain mimpi tentang kematian Jeong Soon. Kini bermimpi tentang menghilangnya Nam Suuk.

Dia menengok ke jendela, hari ternyata sudah pagi. Turun dari atas ranjang berjalan ke arah jendela, perlahan dibukanya jendela dengan harapan hari ini akan lebih baik dari hari-hari kemarin.

Dilihatnya cahaya matahari yang bersinar terang menyinari taman. Seakan-akan keindahan taman Joseon akan abadi selamanya, menoleh ke arah kolam yang gemericik, menoleh lagi ke arah lain bunga-bunga masih bermekaran di kelilingi beberapa kupu-kupu dan kumbang-kumbang. Dia kini menatap sepasang burung bertengger di dahan cherry blossom yang perlahan mengugurkan bunganya.

Semua benar-benar terlihat indah dan begitu sempurna di matanya. Namun, kenyataan kehidupannya tak seindah dan sesempurna itu. Ia pun untuk beberapa lama larut dalam lamunannya.

“Ehemm.”

“Mmhh?” In Hyun sontak menengok ke belakang, dilihatnya Jeong Soon sudah selesai mandi dan memakai pakaian biasa namun lebih rapi dari biasanya, kedua tangannya selalu disilangkan di belakang punggungnya.

“Istriku,”

Kalimat yang sering membuat In Hyun kesal dalam hati, apa Pangeran itu tidak bisa memanggilnya dengan nama saja?

“Aku akan mengadakan perjalanan selama dua hari ke Kerajaan Gojoseon (Selatan), aku sudah memerintahkan agar hari ini kau istirahatlah jangan dulu belajar, Liau Ma juga tidak akan datang hari ini, jadi kau akan ditemani oleh Hie Jung dan-”

“Y-ya aku mengerti Pangeran, bahkan aku sangat berterima kasih atas hal itu. Namun, aku akan belajar sendiri saja, bolehkah itu?” tanya In Hyun dengan mimik muka memelasnya.

Jeong Soon tersenyum sembari mengangguk.

In Hyun menghela napas lega, sebenarnya dia hari itu sangat-sangat malas sekali untuk bertemu guru yang akan mengajarinya, apalagi mendengar dari Mongyi dan Gahee bahwa Liau Ma kepala dayang itu sangat tegas dan sangat banyak aturan jika mengajar para Putri Kerajaan.

“Kalau begitu aku akan berangkat sebentar lagi karena perjalanan sangat jauh.” Jeong Soon membalikkan tubuhnya hendak melangkah.

“Apa kau tidak akan sarapan dulu, Pangeran?” tanya In Hyun melihat itu masih terlalu pagi untuk melakukan perjalanan dan tanpa sarapan dulu.

Jeong Soon menghentikan langkahnya. “Nanti di perjalanan saja, Putri.” Jawabnya nyaris tanpa emosi lalu melangkah kembali selalu dan selalu tak pernah menengok lagi ke belakang.

Setelah Jeong Soon keluar dan menutup pintu. In Hyun melangkah menuju ke kamar mandi.

🥀🥀🥀🥀

Kini In Hyun berdiri berjarak agak jauh menatap para pengawal dari teras depan. Di sana sudah ada Pangeran Wang Jhaojun, dan Pangeran Luo Guanjong yang siap-siap naik ke kuda untuk berangkat.

Tiba-tiba Jeong Soon muncul dari belakang punggung In Hyun lalu berdiri di hadapannya membuatnya kaget.

“Aku akan berangkat sekarang, jaga dirimu baik-baik,” kata Jeong Soon sembari mencium sedikit lama kening In Hyun.

Semua mata terlihat malu dan berbinar melihat kemesraan keduanya.

Terlihat Putri Jhao Feiyan mengintip sedikit di pintu kereta yang siap berangkat, menatap mereka dengan penuh kekesalan. Wang Jhaojun selalu dengan senyum miringnya, Luo Guanjong dan Lee Hwon tampak sibuk membicarakan sesuatu.

Setelah mengecup kening istrinya. Jeong Soon tersenyum kala In Hyun memegang erat baju di bagian dadanya.

Entah kenapa hati In Hyun berfirasat akan ada kejadian buruk terjadi, perlahan dia melepaskan baju Jeong Soon sembari menepis perasaan itu.

“Semua akan baik-baik saja, kamu jangan khawatir, istriku.” Jeong Soon bisa membaca sorot mata In Hyun yang terlihat cemas itu.

In Hyun mencoba tersenyum melepas Jeong Soon. Kenapa ada perasaan berat melepas kepergiannya? Apa mungkin karena itu pertama kalinya mereka berpisah semenjak pertama kali bertemu, sampai saat itu Jeong Soon selalu berada di sisinya, namun kali ini selama dua hari atau lebih mereka tidak akan bertemu.

“Jaga dirimu baik-baik juga, Pangeran,” ucap In Hyun mengiringnya dengan doa.

Jeong Soon mengangguk pelan.

Muncul Hie Jung dari dalam istana mendekati mereka. “Kakak, kau jangan khawatir. Ada kami di sini yang akan menjaga Kakak ipar baik-baik.”

Jeong Soon mengusap puncak kepala Hie Jung. “Aku tahu kau selalu bisa diandalkan.”

Hie Jung hanya mengangguk-angguk mengiyakan kalimat Jeong Soon.

Tanpa banyak kata lagi Jeong Soon mulai melangkah meninggalkan mereka, mendekati panglima Zheng Yan dan beberapa prajurit terkuat. “Jaga Kerajaan ini dan juga Kaisar serta Ibu Suri, kalau ada yang tidak beres segera kirimkan pesan (lewat burung merpati atau elang), aku percayakan semuanya pada kalian,” ucapnya tegas pada beberapa panglimanya apalagi pada Panglima Zheng Yan yang menjadi tangan kanannya itu.

“SIAP LAKSANAKAN PANGERAN!” jawab mereka serentak menunduk memberi hormat.

“Putri, apa kau merasa berat melepaskan kepergiannya? Kau jangan khawatir hanya selama dua hari kalian akan berjauhan, tapi nanti setelah itu dia akan kembali lagi ke sampingmu dan memeluk menciummu lagi.” Goda Hie Jung polos berdiri di sebelah In Hyun menatap rombongan Jeong Soon.

Blush...

In Hyun selalu merasa malu jika digoda oleh saudara Jeong Soon. Dia tidak menyangka kalau Hie Jung yang berwajah lugu itu bisa berkata-kata mesum juga.

Dari teras istananya, Kaisar dan Permaisuri menatap ke arah Jeong Soon.

Mereka kini mulai menaiki kuda masing-masing. Perlahan kuda, tandu dan kereta kuda itu mulai berjalan meninggalkan halaman istana. Lee Hwon kembali ke barisan pengawal yang menjaga lalu memerintahkan sesuatu.

🥀🥀🥀🥀

Seharian In Hyun hanya ditemani Hie Jung dan juga dua dayangnya di kamar, di taman, serta di mana saja In Hyun ingin membaca bukunya.

In Hyun membuka lembaran demi lembaran dengan malasnya buku-buku yang dirasa cukup tebal dan juga membosankan itu. Ia pun teringat dengan buku yang sering dibacanya.

“Putri Hie Jung, apa di sini ada buku sejarah Dinasty Joseon?” tanya In Hyun tidak menyadarinya.

Mwo? Sejarah Dinasty Joseon?” Hie Jung mengernyitkan keningnya menatap In Hyun dengan heran.

In Hyun baru sadar. Bagaimana Joseon jadi sejarah kalau dia juga sekarang berada di zaman itu. “Ma-maksudku, tentang cerita nenek moyang sebelum kita di Kerajaan ini dan juga tentang Kerajaan-Kerajaan lainnya,” ujarnya mengulang pertanyaannya.

“Mmm?” Hie Jung menempelkan satu jarinya ke dagu tampak berpikir. “Sebenarnya banyak yang seperti itu, jika kau berniat, aku bisa menyuruh Mongyi untuk mengambilkannya untukmu di gudang buku-buku.”

“Benarkah? Apa aku boleh membacanya di sela pelajaranku ini?” tanya In Hyun sedikit bersemangat.

Hie Jung mengangguk kemudian menyuruh Mongyi dan Gahee pergi ke penjaga gudang buku (perpustakaan) untuk membawa beberapa buku tentang Kerajaan dan juga nenek moyang mereka.

Mongyi dan Gahee mengangguk mengerti. Keduanya pun bergegas pergi ke sana. Tak lama kemudian keduanya membawa beberapa buku yang lebih tebal dari buku yang dibaca In Hyun saat itu.

“Kenapa sebanyak ini?” Mulut In Hyun sedikit menganga.

“Kata penjaga, dia bingung selera bacaan Yang Mulia Putri inginkan seperti apa? Jadi dia menyuruh kami untuk membawa ini semua kehadapan Anda.” Jawab Mongyi tersenyum melihat reaksi In Hyun melihat buku-buku itu.

“Kakak ipar, kau bisa memilih buku mana yang akan kaubaca, jadi tidak usah semua kaubaca karena semua akan selesai dibaca bulan depan.” Canda Hie Jung tertawa kecil.

Bisa bercanda juga dia. Batin In Hyun terkekeh malu menatap wajah Manis Hie Jung.

In Hyun mengambil satu buku yang menurutnya menarik, merasa pegal karena dari tadi duduk terus. Dia bangkit lalu membuka lembaran-lembaran buku itu sambil berjalan bolak-balik mengitari seisi ruangan itu.

Hie Jung, Mongyi dan Gahee tersenyum melihat In Hyun berjalan bolak-balik membaca buku.

Hyun..

Samar-samar terdengar seseorang memanggilnya.

“Apa kalian memanggilku?” tanya In Hyun menatap Hie Jung yang tampak serius melukis sementara Mongyi dan Gahee sedang sibuk membereskan buku-buku itu.

Mereka bertiga menatap aneh pada In Hyun sembari menggelengkan kepalanya.

“Tidak ada di antara kami yang memanggil Anda, Putri.” Jawab Mongyi menoleh menatap Gahee dan Putri Hie Jung.

Ne, mungkin hanya perasaanmu saja Putri Hyun.” Imbuh Hie Jung.

“Oh sudahlah, mungkin memang hanya pendengaranku saja yang salah.” In Hyun melanjutkan lagi membacanya.

Hyun!!

Kali ini benar-benar jelas seseorang memanggilnya dari jauh, bahkan begitu jelas kalau itu adalah suara seorang laki-laki.

In Hyun menoleh ke arah Hie Jung dan dua dayangnya, sepertinya mereka tidak mendengarnya. Jadi hanya dia yang mendengarnya sendiri. Dia menengok ke belakang dan mencari-cari ke sekeliling taman, memandang jauh ke sekitar. Tidak ada tanda-tanda ada seseorang di sana, mustahil kalau Jeong Soon yang memanggilnya dari Kerajaan Gojoseon. Ia tersenyum sendiri mengingat kekonyolannya itu, mungkin hanya perasaannya saja.

Malamnya In Hyun merebahkan tubuhnya ke atas ranjang, dia menoleh ke samping. Biasanya di sana ada Jeong Soon, sekarang rasanya hampa tanpanya. Harusnya dia senang bisa tidur dengan nyenyak tanpa rasa was-was Jeong Soon akan berbuat macam-macam padanya. Namun, entah kenapa dia tak bisa membohongi hati kalau dia mulai terbiasa atas kehadiran Jeong Soon di sampingnya dan kini mulai merindukannya.

Baru saja dia memejamkan kedua matanya, terasa ada seseorang mencium lembut keningnya membuatnya tersentak membuka kedua matanya. Lalu bangkit, mengejap-ngejap kedua matanya menatap sekeliling. Tidak ada siapa-siapa, kenapa aku jadi aneh begini? Babbo kau Hyun, ucapnya dalam hati memiringkan sudut bibirnya.

Ia pun kembali baringan sembari menarik selimutnya sampai dada mencoba memejamkan kedua matanya lagi. Namun, kali ini terdengar lagi suara yang tadi siang memanggil-manggilnya.

Hyun, Putri In Hyun...

Dia turun dari atas ranjangnya, melangkah ke jendela kemudian membukanya berharap dengan sedikit menatap Bulan yang hampir Purnama, serta menghirup udara segar malam mungkin akan sedikit menghilangkan halusinasinya itu.

Kedua matanya menangkap sesosok makhluk di taman. Awalnya dia mengira hanya bayangan pohon saja dan akan segera menghilang. Namun, setelah mengucek kedua matanya. Bayangan itu semakin jelas dan itu bukan bayangan melainkan seorang pria.

Kedua matanya terbelalak ketika melihat pria itu. Apalagi sosok itu semakin terlihat jelas kala cahaya Bulan menyinarinya. Pria itu berdiri tepat di bawah pohon bunga sakura namun membelakanginya.

Pangeran Jeong Soon, apa itu dia? Mustahil, bukannya dia sedang berada di Kerajaan Gojoseon, terus siapa yang berada di sana?

Saking penasarannya. Ia pun keluar lewat pintu samping ke taman blossom (terlarang), dan tanpa rasa takut mulai mendekati lelaki jangkung yang berdiri membelakanginya itu.

Apa dia Pangeran Jeong Soon? Tapi rambutnya? Warna rambutnya yang panjang itu berwarna perak sementara Pangeran Jeong Soon berwarna hitam gelap, terus siapa dia? Kenapa dia bisa memasuki taman terlarang ini?

In Hyun terus bertanya-tanya dalam hati sembari terus melangkah pelan mendekati lelaki itu ingin tahu siapa dia.

“Yang Mulia Putri Hwa Young?”

Sebuah suara datang dari belakang In Hyun sontak membuatnya terkejut, ia langsung menengok ke belakang. Dilihatnya itu Panglima Zheng Yan yang sedang berjaga keliling dengan dua pengawal di taman terlarang itu atas perintah Jeong Soon tadi kalau mereka bisa masuk ke sana jika dirinya sedang tidak ada di istana.

“Yang Mulia sedang apa malam-malam seperti ini di sini?” tanya Panglima Zheng Yan sembari memberi salam padanya.

“Siapa lelaki itu?” tanya In Hyun dengan satu telunjuk jarinya menunjuk ke belakang tanpa menengoknya.

“Lelaki?” Zheng Yan malah menautkan kedua alisnya aneh melihat ke belakang In Hyun.

“Ya, lelaki yang berdiri di sana …?” Kalimat In Hyun terhenti ketika menengok ke belakang tidak ada siapa-siapa di sana.

Dengan mulut menganga In Hyun melangkah mencari-cari lelaki berambut perak tadi yang mungkin bersembunyi di balik pohon, namun tidak ada. “Aku tadi melihat seorang lelaki berdiri tepat di sini, aku tidak dapat melihat wajahnya. Namun aku bisa melihat kalau dia benar-benar berdiri di sini.” Jawabnya merasa aneh dan heran ke mana lelaki itu pergi dengan secepat kilat.

“Yang Mulia, mungkin Anda seharian ini kelelahan, jadi kembalilah ke bilik kamar Anda, udara di sini semakin dingin tidak baik untuk kesehatan Anda,” kata Panglima Zheng Yan.

In Hyun menghela napasnya lirih, lalu melangkah kembali ke kamarnya. Apa dia memang sedang berhalusinasi atau memang dia benar-benar melihat lelaki itu yang entah ke mana perginya? Ditutup pintu dan jendela, kemudian kembali merebahkan tubuhnya di atas kasur. Saking mengantuknya ia pun langsung tertidur dengan lelapnya.

Siangnya seperti biasa In Hyun membaca dengan Hie Jung, tetapi kali ini mereka ditemani oleh Ibu Suri yang sengaja datang dari istana sebelah untuk menemaninya.
Mereka mengobrol tentang ini dan itu, apalagi Hie Jung yang sudah menganggap Ibu Suri sebagai ibunya sendiri.

Waktu dia masih berumur 7 thn, kedua orang tuanya meninggal karena perompak yang hendak merampok mereka di perjalanan sepulangnya dari Kerajaan Barje (Timur) menuju Kerajaan Goguryeo (Barat), mereka hendak pulang namun takdir berkata lain, mereka tewas dibunuh.

Dari saat itu Hie Jung dan Lee Hwon tumbuh di bawah asuhan Kaisar Goryeo dan Ibu Suri. Mereka juga tak pernah membedakan antara Lee Hwon dan Jeong Soon. Hie Jung dan Putri-Putri lainnya. Tetap di hati Kaisar dan istrinya mereka bertiga anak-anak tercintanya, hingga bertambah lagi kini menantu mereka In Hyun.

Seharian mereka menghabiskan waktu bersama, In Hyun merasa kehangatan itu datang dari kakaknya In Myun dan ibunya Yumi.

🥀🥀🥀🥀

Malamnya In Hyun lagi-lagi melamun di depan jendela sendiri, hatinya berbunga-bunga mendengar kabar kalau Jeong Soon dan semuanya akan pulang besok hari. Kenapa hatinya merasa tidak sabar akan esok hari?

Tengah malam In Hyun terbangun karena ingin ke kamar kecil, setelah keluar dari sana. Tiba-tiba dia melihat sekelebat bayangan masuk ke dalam kamarnya.

In Hyun mempercepat langkah menuju kamarnya. Kedua matanya dibulatkan lebar-lebar dengan sesekali digosok-gosoknya takut kalau itu hanya sebuah halusinasinya saja seperti kemarin malam.

Namun sekeras apa pun ia menggosokan tangan ke kedua matanya, lelaki itu tidak menghilang juga. In Hyun malah melihatnya kini membuka jendela kamar.

“Si-Siapa kau?” tanya In Hyun gemetaran dengan terbata-bata.

Baru saja jendela setengah terbuka, lelaki itu berhenti sejenak lalu perlahan dia menengok ke belakang.

Degg..

Jantung In Hyun seakan berhenti dan di waktu yang sama berubah menjadi kencang memburu. Kedua matanya terbelalak melihat lelaki itu memakai topeng menutupi setengah atas wajahnya saja. Rambutnya yang berwarna perak mulai melambai-lambai tertiup angin.

Bibirnya menyeringai, ia mulai bergerak melangkah mendekati In Hyun. Sementara In Hyun berjalan mundur karena ketakutan, bibirnya seolah terkunci untuk meminta tolong. Langkahnya terhenti ketika tubuh dan kakinya menabrak dinding kamarnya. “A-aku bertanya, si-siapa kau?”

Lelaki itu tidak menjawab pertanyaan In Hyun malah terus berjalan semakin mendekat. Kini pria itu tepat berdiri di hadapan In Hyun yang gemetaran. Keduanya sangat dekat sekali hanya berjarak beberapa senti.

Ketika tangan kanan pria itu bergerak. In Hyun memejamkan kedua matanya sembari memalingkan wajahnya ke samping, entah kenapa dia tak bisa meminta tolong seolah tenggorokannya tercekik dan lidahnya menjadi kelu. Sebelah tangan pria itu ditempelkan di dinding dan tangan satunya lagi memegang dagu In Hyun, perlahan tangannya memalingkan wajah In Hyun agar menghadapnya lagi lalu diangkatnya dagu In Hyun hingga mendongak ke atas. In Hyun terlihat berat sekali menelan salivanya.

Tanpa aba-aba, pria berambut perak itu mengecup bibir In Hyun dengan lembut, semakin lama semakin panas. Entah terkena goresan gigi atau lebih tepatnya taring membuat bibir bawah In Hyun terluka dan mengucurkan darah begitu juga bibir pria misterius itu sama-sama terluka.

“TIDAAKK!” teriak In Hyun bangkit dari tidurnya. Apa itu sebuah mimpi lagi? Batinnya sembari mengatur napas yang tersengal-sengal serta mencoba mengatur jantungnya yang berantakan, dia menatap sekeliling ketakutan. Diusap seluruh wajahnya dengan lengan bajunya menghilangkan keringat yang mengucur, namun kenapa bibirnya terasa perih?

Dia turun dari ranjang berjalan ke arah meja riasnya, di raih sebuah cermin kecil, dilihatnya bibirnya memang terluka namun sudah menutup, bekas luka yang masih baru itu menambah kencang debaran jantungnya. Jadi semalam itu bukan mimpi, mustahil. Siapa lelaki itu? Kenapa dia …? Bibir In Hyun terlihat gemetaran, tubuhnya mulai terkulai jatuh ke lantai. Ia benar-benar merasa ketakutan.

Ӝ----TBC----Ӝ

Revisi ulang*
29 Januari 2020

By~ Rhanesya_grapes 🍇

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top