♟12♟Kecemasan.

Dunia terus berputar, angin masih berembus, senja merah mulai menghilang di langit Joseon. Bintang mulai bermunculan. Lentera dan lampion mulai dinyalakan menghiasi seluruh taman dan ruangan.

In Hyun berharap hari jangan dulu gelap karena jika gelap, pesta akan berakhir dan dia akan mulai tinggal sekamar dengan Jeong Soon tanpa bisa kabur atau menolak dengan beribu alasan.

Semua orang di pesta pernikahan masih tertawa ria. Saling bersulang dan bercanda. Senyum tipis yang kadang berubah menjadi tawa kecil tersirat di bibir Jeong Soon.

Namun, senyum dan tawa semua orang di sana adalah sebuah awal tangisan di dalam pikiran In Hyun. Dengan sesekali senyum terpaksa dia menjawab pertanyaan-pertanyaan yang terlontar padanya dari para Putri lain. Juga sesekali melirik ke arah Jeong Soon yang berdiri tak jauh darinya karena kain yang terbentang dan masih mengikat diantara tangan keduanya membuat dia susah untuk menjauh dari Jeong Soon, serta penutup wajahnya belum boleh dibuka.

“Perayaan sudah selesai, biarkan mereka beristirahat,” ucap Kaisar Goryeo pada istrinya, memandang ke arah Jeong Soon dan In Hyun.

“Benar sekali, mereka pasti sangat lelah. Kita juga harus beristirahat.” Jawab Permaisuri memandang ke arah mereka juga.

Kaisar memanggil seorang Menteri. Dia bicara sesuatu yang langsung diangguki oleh Menteri itu. Setelah Kaisar dan Permaisurinya salam penghormatan untuk semua tamu undangan yang hadir. Mereka akhirnya meninggalkan taman.

Menteri itu maju dan mengetuk meja tiga kali sehingga pandangan semua orang tertuju padanya. “Karena perayaan sudah selesai, dipersilakan kepada kedua mempelai untuk beristirahat dan bagi para tamu undangan, siapa yang masih ingin berbincang. Silakan lanjutkan perayaannya.” Dia mengumumkan apa yang dikatakan Kaisar padanya.

Degg!! Jantung In Hyun langsung berdebar kembali dengan cepat, diremas-remas jari-jari kedua tangannya cemas. Tidak! Bagaimana ini? A-aku tidak mau sekamar dengannya.

Ucapan dalam hatinya terhenti ketika Hie Jung memegang tangan kanannya yang gemetaran itu. “Apa kau gugup Putri?” tanyanya merasakan getaran dalam tangan In Hyun serta sikapnya yang gelisah dari tadi.

Putri Nouran menghampiri mereka. Setelah berdiri di samping sebelahnya, ia ikut memegang tangan In Hyun yang satunya. “Gugup sekali Pastinya, benar, kan? Sampai tanganmu dingin sekali Putri Hwa Young.” Perkataannya itu malah semakin membuat In Hyun gemetaran.

Kedua wanita ini tidak tahu kalau aku sangat gugup. Kenapa malah ditambahin lagi semakin membuatku ingin pingsan. Ya Tuhan, tolonglah hambamu ini. Aku belum bisa menerima kalau aku sudah resmi menjadi istri Pangeran Es itu. In Hyun membatin sampai keluar keringat dingin dari keningnya.

“Hyung.” Lee Hwon menepuk pinggir lengan Jeong Soon.

“Hmmm?”

“Sekarang kalian sudah resmi menjadi suami istri. Jadi …” dia tampak membisikkan sesuatu yang membuat Jeong Soon memiringkan sudut bibirnya.

“Sudahlah, biarkan mereka beristirahat. Mereka pasti sangat lelah,” kata Luo Guanjong tak tega melihat kegelisahan In Hyun yang tak sengaja terlihat olehnya dari tadi.

“Bersemangatlah.” Tambah Wang Jhaojun tersenyum tipis.

“Kalian istirahatlah. Pasti lelah dari pagi kalian membantu serta menemaniku di sini.” In Hyun menyuruh para Putri untuk istirahat juga.

“Apa … tidak apa-apa kami meninggalkanmu sendirian di sini?” tanya Lii Shishi khawatir. Kedua dayangnya juga sudah tidak ada di samping In Hyun.

In Hyun menggelengkan kepalanya. “Sebentar lagi juga aku akan pergi beristirahat.”

Hie Jung menoleh melihat Jeong Soon masih mengobrol dengan Kakaknya serta Pangeran lainnya. Lalu melihat bagaimana gelisahnya In Hyun di dalam duduknya. Ia pun beranjak dari sana memutuskan untuk memberitahukan kalau In Hyun sangat lelah dan perlu istirahat.

Ketika mendekati Jeong Soon dan yang lainnya. Mereka tampak tengah bercanda sampai sesekali terdengar tawa mereka. “Kalian ini sedang membicarakan apa?” tanyanya sembari mendekati Jeong Soon.

“Ini urusan para lelaki.” Jawab Lee Hwon tersenyum.

“Kakak, Kakak ipar kelihatannya sangat lelah. Tangannya saja sangat dingin sekali,” kata Hie Jung pada Jeong Soon.

“Benarkah?” Jeong Soon baru menengok ke arah In Hyun.

Hie Jung hanya mengangguk pelan menoleh melihat Putri Nouran Chan dan Lii Shishi pergi meninggalkan In Hyun karena permintaan In Hyun.

“Kalian lanjutkan saja makan dan minum-minumnya,” kata Jeong Soon pada teman dan saudaranya itu sembari bangkit berdiri. Setelah berkata begitu. Dia melangkah mendekati In Hyun yang memang terlihat duduk dengan gelisah.

“Apa kau tidak apa-apa?” tanya Jeong Soon ketika berdiri di hadapan In Hyun yang kini hanya tinggal sendirian.

“Aku …?” In Hyun tampak kebingungan untuk berbicara. Jeong Soon sudah bisa menebak kegelisahannya dari sikapnya yang tampak salah tingkah itu.

“Katakanlah, apa ada yang membuatmu sedih atau resah, istriku?”

Istriku? Kata-kata yang bagaikan sebuah bom yang baru saja meledak di jantungnya. Ya. Karena kata-kata itu yang akan didengarnya setiap hari. Tidak! Mungkin setiap waktu dia akan mendengar lelaki di hadapannya itu memanggilnya selalu dengan kata-kata istriku.

“Bisa kau panggilkan Gahee dan Mongyi atau ke mana perginya Putri Hie Jung?” In Hyun sesekali memalingkan wajahnya ke arah lain tampak mencari-cari seseorang. Para Putri ternyata sudah kembali ke kamar masing-masing.

Ke mana Putri Hie Jung? Kukira setelah memanggil Pangeran Jeong Soon, dia akan kembali ke sini. Setidaknya memanggilnya agar segera melepaskan tali ini. Gumam In Hyun dalam hati heran. Dia membiarkan Hie Jung memanggil Jeong Soon dan setelah itu dia akan meminta melepaskan tali yang masih terhubung terikat di kedua tangan masing-masing itu.

Jeong Soon menatap istrinya yang masih memakai penutup kepala itu. Dia menoleh ke arah lain melihat Hie Jung sudah tidak ada di tempatnya tadi.

“Dua dayangmu sudah istirahat. Putri Hie Jung juga entah pergi ke mana? Memangnya ada perlu apa memanggil Hie Jung? Kalau perlu apa-apa katakan saja kepadaku, sekarang kita sudah resmi menjadi suami istri.” Perkataan suami istri itu membuat In Hyun semakin lesu.

“Tapi …? Akh sudahlah kalau begitu.” In Hyun tiba-tiba menarik lengan baju Jeong Soon. Ia merasa tak ada pilihan lain lagi.

Tetapi Jeong Soon bergeming di tempatnya ketika In Hyun menarik lengan bajunya.

“Aiish. Sini mendekat, aku harus membisikkannya,” kata In Hyun pelan sembari bangkit dari duduknya.

Jeong Soon menurunkan sebelah alisnya lalu ia mencondongkan tubuhnya mendekatkan telinganya dengan In Hyun agar In Hyun bisa berbisik padanya.

“Aku sudah tidak tahan lagi-”

MWO!” Jeong Soon tampak terkejut mendengarnya sontak menjauhkan kepalanya dari In Hyun.

“Ssttthh, jangan keras-keras. Aku belum selesai bicara, sini dulu,” In Hyun menarik lagi lengan baju Jeong Soon agar mendekat lagi kepadanya.

“Aku sudah tidak tahan ingin ke kamar kecil.” Bisiknya lagi melanjutkan perkataannya.

Jeong Soon tertawa kecil mendengarnya. “Ya sudah, mari kita pergi ke kamar untuk istirahat.”

“Benarkah? Kita sudah bisa kembali ke kamar?” tanya In Hyun heran karena semua tamu masih di sana dan jika di zamannya, tak sopan jika meninggalkan tamu undangan.

Jeong Soon mengangguk.

Tanpa aba-aba, In Hyun bangkit dari duduknya melangkah duluan dengan langkah lebar. Namun, terhenti ketika kain yang terbelit di tangannya yang masih menyatu dengan tangan Jeong Soon tertarik karena Jeong Soon belum beranjak dari tempatnya berdiri.

“Yak. Cepetan!” In Hyun balik lagi mendekati Jeong Soon kemudian menggandeng tangan Jeong Soon lalu setengah ditariknya agar melangkah bersamanya.

“Hey. Sabar sedikit.” Jeong Soon terpaksa berjalan cepat menyeimbangkan langkahnya dengan In Hyun.

“Tidak bisa sabar, aku sudah tidak tahan lagi.” Jawab In Hyun tanpa sadar berbicara keras sehingga semua orang kini menoleh ke arah mereka.

Semua yang ada di sana tersenyum melihat tingkah laku keduanya dan ketika mendengar perkataan In Hyun. Ada yang berpikiran kalau In Hyun wanita yang sangat Agresif apalagi saat itu In Hyun yang menarik paksa Jeong Soon.

Dengan langkah memburu In Hyun berjalan di lorong istana ingin segera sampai ke kamarnya masih diikuti Jeong Soon di belakang yang ikut mempercepat langkahnya mengimbangi jalannya In Hyun. Ketika In Hyun hendak berbelok di sebuah tikungan. Mendadak Jeong Soon menarik kain merah membuat In Hyun tertarik kembali hampir terjatuh ke belakang.

Greeppp! Jeong Soon keburu menangkap tubuhnya hingga tidak terjatuh. Namun, hanya penutup wajahnya yang tersingkap dan jatuh ke lantai.

“Ke-kenapa kau menarikku?” tanya In Hyun menatap tajam kedua mata Jeong Soon.

“Karena itu bukan arah kamarmu.” Jawab Jeong Soon santai.

“Tapi ini arah yang benar menuju ke kamarku.” In Hyun yakin sekaligus merasa heran sembari melepaskan diri dari pelukan Jeong Soon.

“Itu kemarin. Sekarang ikut aku.” Jeong Soon meraih tangan In Hyun lalu menariknya.

Sekarang giliran Jeong Soon yang menarik tangan In Hyun. Menuntunnya ke arah yang berlainan dengan kamarnya, menelusuri lorong-lorong istana.

“Yak. Kita mau ke mana?” tanya In Hyun menjadi tak keruan dan berpikiran yang macam-macam. Melihat kanan kiri, belakang serta sekeliling di sepanjang lorong yang mereka lalui sangat sepi, sama sekali tak ada pengawal yang berjaga di sana tak sama dengan paviliunnya yang banyak sekali penjaga bahkan di depan pintu kamarnya.

Tak lama mereka berhenti di sebuah pintu berukiran seekor Naga yang berukuran tinggi dan besar dari kamar-kamar lainnya.

Setelah melepaskan pegangan tangannya. Jeong Soon membuka pintu itu dengan menggesernya.

“Masuklah.” Perintah Jeong Soon melirik In Hyun yang tak berkata sedikitpun dari tadi.

“Kamar siapa ini?” tanya In Hyun malah terpaku di tempat.

“Kamarku. Mulai sekarang ini kamar kita.” Jelas Jeong Soon mempersilakan In Hyun masuk.

In Hyun dengan ragu-ragu melangkah masuk. Dibulatkan kedua matanya melihat sekeliling ruangan itu. Sebuah kamar yang lebih besar dan mewah dari kamarnya, banyak guci dan pernak-pernik hiasan serta lukisan yang indah asli zaman Joseon menghiasi kamar itu dan terdiri dari beberapa ruangan tanpa pintu masih menyatu dengan kamar tidur tersebut.

“Kamar mandi di sebelah sana.” Jeong Soon menunjuk sebuah pintu mengejutkan In Hyun yang terpaku terpesona pada isi kamar itu.

“Oh iya, aku hampir lupa.” In Hyun kembali melangkah. Namun, seperti tadi langkahnya terhenti ketika tangannya ketarik ke belakang. “Apa sekarang kita sudah bisa melepaskan ikatan ini?”

Jeong Soon mengangguk kecil. “Ya karena kita sudah berada di kamar.” Jawabnya tersenyum tipis.

In Hyun menyodorkan tangannya tidak bisa membukanya sendiri.

Jeong Soon membantu membuka ikatan itu. Setelah kain terbuka. In Hyun tampak terbirit-birit menuju pintu yang ditunjuk tadi.

Di arah lain di luar kamar itu. Seseorang memungut kain merah bekas penutup kepala In Hyun yang terjatuh tadi. Dihirupnya wangi kain itu sembari menyeringai. “Harum dan Manis sekali.”

“Akh leganya,” ucap In Hyun keluar dari kamar mandi. Dilihatnya Jeong Soon sedang berdiri di depan jendela yang terbuka sembari menyilangkan tangannya ke balik punggungnya.

“Kamar ini begitu indah?” In Hyun menghampiri Jeong Soon lalu berdiri di sampingnya.

Jeong Soon hanya tersenyum tipis.

In Hyun ikut memandang ke luar juga. Keningnya mengernyit kala melihat taman tersebut. Bukankah ini taman terlarang. Ternyata letaknya berada di depan kamarnya. Pantas saja semua orang tak boleh sembarangan masuk ke taman ini. Ia menoleh sekilas pada Jeong Soon sembari memainkan bibir atasnya kesal seolah ingin sekali dia menggigit Jeong Soon.

“Hwa Young-”

“In Hyun,” potong In Hyun. “Pangeran, mulai saat ini tolong panggil saja namaku In Hyun atau Hyun. Aku sudah terbiasa dengan nama itu ketimbang nama asliku.” Ketika dia dipanggil nama Hwa Young terasa menjadi orang lain.

“Baiklah Putri Hyun. Aku hanya ingin meminta maaf padamu sebelumnya karena …,” ucapan Jeong Soon menggantung membuat In Hyun bertanya-tanya dalam hatinya.

“Minta maaf untuk apa?” tanya In Hyun menatap kembali ke depan tak berani menatap wajah Jeong Soon.

“Seperti yang sudah aku katakan, aku tidak bisa berbalik mencintaimu dan aku tidak tahu bagaimana cara untuk mencintaimu? Jadi maukah kau bersabar menunggu rasa ini tumbuh dan kutukan kita hilang?”

Jeong Soon menoleh menatap tajam dibalas In Hyun menatapnya kembali. Kini sorot mata yang menunjukkan luka itu terlihat lagi dan begitu jelas terlihat oleh In Hyun di dalam manik mata Jeong Soon.

In Hyun tersenyum. “Aku pasti akan bersabar akan hari itu, mari kita jalani hari-hari yang sudah takdir tentukan untuk kita.” Ia berkata begitu untuk sekadar menenangkan hati Jeong Soon tetapi berbeda dengan kata hatinya. Syukurlah jika itu yang terjadi padamu, aku juga belum bisa menerimamu menjadi suamiku karena di dalam hatiku masih ada kak Nam Suuk seorang.

Gomasseumnida. Istirahatlah, kau pasti lelah,” kata Jeong Soon sembari menghela napasnya berat.

“Aku mau mandi dulu, jadi kamu yang harus tidur.” In Hyun melangkah menuju ke kamar mandi membawa pakaian tidurnya yang sudah disiapkan di atas ranjang.

Jeong Soon masih menatap ke luar jendela. Lagi-lagi diembuskan napasnya lirih. “Aku harus bisa membahagiakannya, harus bisa membuatnya selalu tersenyum, dan harus berusaha dari sekarang menghapus kesedihan serta kenangan buruknya itu di masa lalu.”

In Hyun selesai mandi, dia keluar dengan malu-malu. Namun, ketika menoleh ke arah Jeong Soon. Kedua matanya membelalak melihat Jeong Soon sudah melepaskan jubah hanbok pengantinnya dan yang tertinggal hanya pakaian dalam yang terbuka di bagian dadanya. Kini ia sedang mengikat rambutnya yang panjang menatap ke arah In Hyun.


“Apa kau sudah selesai?” tanya Jeong Soon.

In Hyun menjadi salah tingkah lalu membuang wajahnya ke arah lain. “Mmm. Apa kau akan mandi juga?”

Jeong Soon menggangguk melangkah ke arahnya. Dipegang kedua pipi In Hyun lalu dipalingkan agar menatapnya membuat kedua pipi In Hyun merona. “Keringkanlah dulu rambutmu, lalu tidurlah.” Setelah itu dia kembali melangkah meninggalkan In Hyun yang masih berdiri dengan debaran jantungnya yang memburu.

Ketika Jeong Soon masuk ke dalam kamar mandi. “Meski dia bilang belum bisa mencintaiku, aku harus was-was padanya agar tidak macam-macam. Dia juga kan lelaki normal pastinya. Ya Tuhan tolonglah hambamu ini agar sampai pulang ke zamanku, kami hanya sebagai teman biasa saja.” Doanya sembari mendongak ke atas.

In Hyun duduk di pinggir ranjang yang besar dan empuk itu. “Kenapa kasur di kamarku tidak seempuk ini? Bikin sakit punggung dan tengkukku saja,” gumamnya langsung rebahan.

Ketika kedua matanya tertutup. Rasa rindu akan ibu dan kakaknya tiba-tiba saja melanda hatinya. Membuat dia meneteskan air mata. “Eomma, kak In Myun. Apa yang kalian lakukan sekarang? Kalian pasti bingung mencariku ke mana-mana, di sini aku baik-baik saja, bagaimana keadaan kalian di sana tanpaku? Aku harap kalian juga di sana baik-baik saja. Tunggu kepulanganku eomma, eonnie.”

Terlintas bayangan Nam Suuk di mata tertutupnya. “Aku juga sebenarnya ingin sekali bertemu denganmu oppa Nam Suuk, aku sangat rindu menatap wajah dan kedua matamu.”

Tak terasa air mata mengalir melintasi pipinya sampai ia tertidur.

Jeong Soon yang sudah selesai mandi kini berdiri di pinggir ranjang melihat In Hyun yang tertidur. Ia pun rebahan di samping In Hyun mendadak mengernyitkan kening melihat air mata mengalir membasahi pinggir matanya.

Didekatkan wajahnya ke depan wajah In Hyun dan tiba-tiba mengecup pipinya. Ia Mencoba menghapus air mata In Hyun dengan bibirnya, namun hal itu sontak membuat In Hyun terkejut lalu terbangun.

“Kau?!” In Hyun langsung membuka kedua matanya lalu duduk di atas tempat tidur sedikit ketakutan.

“Sstttthh. Kita sudah resmi menjadi suami istri jadi ….”

“Ja-jadi a-apa?” tanya In Hyun gelagapan.

“Aku sudah katakan dari awal, bahwa aku akan berusaha untuk bisa mencintaimu. Mulai sekarang biasakan untuk menerima kehadiranku di sisimu,” ucap Jeong Soon pelan dan lembut.

Jantung In Hyun kembali berdebar kencang di saat tangan kanan Jeong Soon mulai menelusuri lengan kanannya dari bahu sampai ujung jarinya kemudian menyatukan kedua telapak tangannya, memegang dan meremas jari-jari tangan In Hyun.

Ya Tuhan. Kenapa jadi begini? Ada apa dengannya? Jerit batin In Hyun sembari sebelah tangan kirinya yang bebas meremas erat selimut kala merasakan embusan napas Jeong Soon di ceruk lehernya.

Jeong Soon mengangkat wajahnya dari ceruk leher kemudian mengecup kembali sebelah pipi In Hyun dan berakhir di bibir In Hyun. Dikecupnya dengan lembut. Bibir Jeong Soon yang terasa dingin itu membuat In Hyun memejamkan kedua matanya. Entah kenapa saat itu ia benar-benar tak bisa menolak atau berontak?

Jeong Soon mulai merebahkan tubuh In Hyun dengan bibir yang masih bertaut.

Degg... deggg! Jeong Soon tiba-tiba langsung bangkit mengakhiri cumbuannya itu. “Joesonghabnida (maaf), sepertinya aku tidak bisa melakukannya,” ucapannya terdengar lirih lalu duduk membelakangi In Hyun.

Jantung In Hyun menjadi tenang kembali, ia bangkit dari tidurnya. “Tidak apa-apa.” Jawabnya benar-benar lega sembari mengembuskan napasnya keras. “Hoaammmss, aku lelah dan ngantuk sekali.” Ia pura-pura mengantuk.

Jeong Soon menengok dan menatap kedua mata In Hyun yang sudah sayup. “Tidurlah.” Ia mengusap puncak kepala In Hyun.

In Hyun tersenyum lalu langsung berbaring kembali menutupi tubuhnya dengan selimut membelakangi Jeong Soon. Terima kasih Tuhan.

Jeong Soon ikut rebahan kembali di samping In Hyun, ditatapnya punggung In Hyun sembari berkata dalam hati. Maaf.

Jeong Soon tak menyadari kalau In Hyun saat itu tengah mengusap-usap bibirnya. Ciuman pertamaku.

In Hyun tak tahu jika ciuman pertamanya sudah direnggut Jeong Soon malam itu.


Ӝ---TBC----Ӝ

Revisi ulang*
24 Januari 2020

By~ Rhanesya_grapes 🍇

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top