♟11♟My Wedding.
Angin pagi berembus sepoi-sepoi. Burung-burung berkicau di atas dahan cherry blossom. Terbang saling mengejar riang. Percikan air dari air terjun kecil membasahi rerumputan yang berada di pinggiran sungai. Embun masih menetes, kabut pagi masih menutupi separuh istana dan sekitarnya.
Pagi-pagi seperti itu semua orang tampak sibuk karena hari ini adalah hari pernikahan Putra Mahkota Pangeran Jeong Soon dan Putri Hwa Young (In Hyun). Pernikahan terbesar pertama untuk Kerajaan Barat yang belum pernah diadakan oleh Kerajaan Selatan ataupun Utara.
Semua orang tampak wara-wiri menghias dan mempersiapkan semuanya. Pelayan, dayang, prajurit sampai pengawal sudah bersiap siaga dari pagi buta.
Makanan dari wajan-wajan besar sedang diolah, buah dan sayuran datang berderetan dari para petani yang bahagia juga menyambut hari ini. Tidak pernah ada hari sesibuk hari itu.
Kaisar Goryeo dan Permaisuri sedang bersiap-siap. Begitu pun dari bilik-bilik kamar para Pangeran dan Putri yang lainnya.
Namun, di dalam kamar In Hyun malah sebaliknya. Dengan rambut masih berantakan, kantung mata yang sedikit besar berwarna hitam seperti mata panda karena semalaman dia tak bisa tidur memikirkan tentang pernikahannya itu.
Semalam ia tersadar dari mabuknya, berpikir bagaimana dia bisa ada di kamarnya itu? Pasti digendong lagi oleh Jeong Soon. Merasa kesal pada diri sendiri, kenapa dia sampai minum banyak karena omongan Jhao Feiyan? Matanya seketika membulat melihat hari sudah pagi dari celah-celah jendela.
“Aakkkhhh! Bagaimana ini? Aku belum siap menikah,” rengeknya sembari mengacak-acak rambut frustrasi sambil menggoyang-goyangkan badannya kesal berharap itu semua adalah mimpi.
“Aku harus kabur dari sini, dengan begitu aku bisa menghindari pernikahan ini. Setidaknya kalau aku tidak ada, pernikahan ini bisa diundur atau dibatalkan, pemikiran yang Genius Hyun, bravo.” Pemikiran yang konyol itu muncul begitu saja dari benaknya. Baru saja dia menurunkan kaki dari ranjangnya.
“Tuan Putri, selamat pagi. Ternyata Anda sudah bangun,” sapa Mongyi yang keburu masuk ke dalam kamarnya berniat membangunkan.
“Bagaimana tidak bersemangat, karena hari ini adalah hari bahagianya. Jadi dia pasti cepat bangun dari biasanya dan sudah tidak sabar memakai baju pengantinnya, iya kan Putri.” Goda Gahee tersenyum-senyum sendiri sembari berjalan mendekati In Hyun yang masih bengong karena kaget atas kedatangan keduanya sepagi itu.
In Hyun bergumam. “Sial, kenapa mereka cepat sekali datang ke sini?” Ia sebal rencananya berantakan.
“Aihh, kenapa Tuan Putri wajahnya pucat begitu? Dan lihat kedua mata hitam Anda itu.” Mongyi jadi sedikit khawatir melihatnya.
“Tidak apa-apa, mungkin karena semalam aku mimpi buruk.” Jawabnya sembari nyengir kuda. Sebenarnya mimpi buruk itu dimulai dari sekarang. Batinnya lemas sudah tak bisa berbuat apa-apa lagi.
“Masalah itu gampang, kita bisa mengompres dulu matanya dengan air ramuan bunga, pasti kantung dan warna hitamnya cepat hilang,” ujar Gahee mempunyai ide.
“Kalau begitu, cepat Tuan Putri mandi terdahulu, saya akan mempersiapkan semuanya.” Mongyi bergegas membereskan kamar serta mengeluarkan semua perlengkapan pengantin In Hyun dari dalam peti yang sudah dipersiapkan.
“Dan saya akan mengambil dulu ramuan bunganya,” ucap Gahee melangkah pergi dari kamar itu menuju ke dapur istana.
In Hyun dengan langkah sempoyongan lesu dan kurang bergairah memasuki kamar mandi.
Ketika di dalam kamar mandi. In Hyun berjalan melihat kesana-kemari mencari sebuah jendela untuk kabur. Namun, jendelanya kecil dan tinggi membuat dia mengurungkan niatnya.
Disaat berendam dia masih memikirkan cara bagaimana dia bisa membatalkan pernikahannya itu? “Sekarang aku harus bagaimana? Andai saja eomma dan kak In Myun ada di sini. Uhh..uhh..!” Dia meninju-ninju air di hadapannya tampak gereget sendiri.
“Tuan Putri, Anda tidak apa-apa kan? Kenapa lama sekali di dalam kamar mandi?” tanya Mongyi sedikit panik, tidak seperti biasanya In Hyun lama di dalam.
“Tuan Put-”
Sreeeekkk! Pintu terbuka dari dalam.
“Anda kenapa lama sekali di dalam? Anda tidak apa-apa?” Gahee segera menghampirinya.
“A-aku hanya gugup.” Jawab In Hyun gemetaran disebabkan kedinginan terlalu lama berendam di air hangat.
“Saya bilang juga apa, Tuan Putri pasti gugup di hari ini, jadi Putri lama di dalam karena perlu waktu. Kamu khawatir sekali dari tadi,” ucap Gahee pada Mongyi membuat Mongyi tersenyum hilang kekhawatirannya.
“Sudahlah, ayo kita mulai pekerjaan kita.” Mongyi sangat bersemangat.
Sementara In Hyun terlihat pasrah dan tidak ada semangat sedikitpun di dalam raut wajahnya.
Di bilik lain Jeong Soon juga sedang bersiap-siap. Memakai hanbok berwarna merah. Hanbok (baju untuk perayaan apa pun, lebih tepatnya sekarang pernikahan). Hanbok terbuat dari benang sutra halus bersulamkan benang emas dan juga perak.
“Hyung!”
Lee Hwon muncul dari balik pintu. Nyengir lebar ketika melihat kakak sepupunya sudah rapi memakai hanbok itu. “Wahh.. wahh.. Daebak, kau sangat tampan dan menawan hari ini, Hyung.” Godanya membuat Jeong Soon tersenyum tipis.
“Kau tahu Hyung, aku kira kau tak akan pernah menikah. Namun ternyata hari ini tiba juga. Hari di mana seharusnya beberapa tahun silam kalian rayakan.” Lee Hwon menepuk bahu kanan Jeong Soon.
Jeong Soon tampak menghela napasnya. Hatinya merasa lega karena akhirnya dia menemukan dan menikah dengan Putri Hwa Young hari ini.
“Tapi Hyung, aku hanya ingin kau bisa menjaganya dan memberinya Cinta, meski kau tak bisa merasakannya serta tak bisa-”
“Aku tahu akan hal itu, kamu jangan khawatir.” Potong Jeong Soon.
“Baguslah,” ucap Lee Hwon menepuk lagi pundak Jeong Soon, “kalau begitu aku pergi dulu, masih banyak yang harus aku siapkan di luar.” Ia pun bergegas melangkah pergi keluar meninggalkannya.
Sebenarnya Jeong Soon pun tak menyangka hari ini akan datang juga. Dihirupnya udara kemudian diembuskannya lirih. “Aku tak tahu bagaimana mencintainya dan harus dimulai dari mana? Namun, aku telah berjanji untuk selalu membuatnya bahagia, menjaga dan menghapus semua kesedihan yang selalu terlihat di kedua mata serta raut wajahnya itu.”
In Hyun sudah memakai hwalot (pakaian pengantin wanita). Dia benar-benar terlihat cantik sekali.
Ia duduk di pinggir ranjangnya sembari mengetuk-ngetukan kakinya ke lantai. Tangannya gemetaran, perasaannya sangat gugup, gelisah dan jantungnya dag dig dug tak keruan dari tadi membuatnya benar-benar terlihat sedikit kacau.
Mongyi dan Gahee juga duduk di atas ranjang di kedua sisi In Hyun.
“Tuan Putri, kami tahu Anda pasti sangat gugup,” ucapnya sembari memegang tangan In Hyun yang terlihat gemetaran.
“Minumlah dulu Putri.” Imbuh Gahee menyodorkan segelas air putih.
“Aku-” Belum sempat In Hyun berbicara.
“Tuan Putri Hwa Young dipersilakan untuk keluar sekarang juga!” Pengawal sudah memanggil namanya agar keluar saat itu.
“Ayo Tuan Putri. Yakinlah, semua akan baik-baik saja dan kami juga akan selalu berada di sisi Anda.” Gahee dan Mongyi bangkit dari duduknya lalu menyodorkan tangan kanan masing-masing pada In Hyun.
In Hyun menghela napasnya dalam-dalam lalu meraih kedua tangan dayangnya itu sembari tersenyum, kemudian beranjak dari duduknya.
Sebelum keluar Mongyi dan Gahee menutup wajah In Hyun dan seluruh kepalanya dengan kain merah.
Ini kan seperti yang sering aku lihat di TV, di drama-drama kolosal dan juga di buku yang sering aku baca. Ternyata begini perasaan mereka saat menjelang pernikahan. Batin In Hyun tersenyum tak menyangka kalau dia adalah pemeran utama di dalam kisah nyata DINASTY JOSEON. Bukan melihat di TV atau di dalam khayalan saat membaca buku.
Pintu terbuka perlahan. Ketika sudah terbuka sempurna. In Hyun melihat samar-samar dari balik kain merah itu. Di luar sudah berjajar banyak wanita berpakaian sama dengannya dan ditutup juga kepalanya.
“Psssttthh, apa mereka juga akan menikah hari ini?” tanya In Hyun polos hampir berbisik.
Gahee dan Mongyi tersenyum kecil.
“Tidak Putri, tapi ini adalah adat Kerajaan, di mana Pangeran Jeong Soon harus mengetahui mana Pengantin pasangannya dalam dua kesempatan dia harus bisa menemukan Anda di antara wanita-wanita ini.” Jelas Mongyi membuat wajah In Hyun seketika berbinar.
“Jadi kalau lebih dari dua kesempatan dia tidak bisa menemukanku, Pangeran harus menikahi orang terakhir yang dia pilih.” In Hyun tampak sedikit bersemangat.
“Itu hanya-”
Sebelum Mongyi menjelaskan lebih detail keseluruhannya. Datang seorang wanita separuh baya, berbadan agak gemuk memanggil mereka.
“Semuanya cepat kemari!” panggil wanita itu yang tak lain adalah kepala dayang bernama Liau Ma.
“Ayo Putri, ingat nanti Anda jangan bersuara agar tidak cepat ditemukan Pangeran, terus harus bergerak mengikuti arus gerak wanita-wanita itu.” Bisik Gahee.
In Hyun hanya mengangguk pelan tetapi penuh semangat. Aku berharap Pangeran tidak dapat menemukanku dan menikahi wanita lain. Batinnya berdoa dan masuk ke dalam barisan.
Sepanjang perjalanan, In Hyun berdoa. Mereka melangkah secara berbaris bersaf menuju taman depan di mana diadakan pernikahan itu dan ternyata semua orang memang sudah berkumpul di sana.
Dilihatnya janur-janur yang besar, terdapat dua singgasana yang besar untuk kedua mempelai. Di kursi lain ada Kaisar Goryeo dan Permaisuri yang sudah duduk di sana. Sekitar taman dihiasi pita dan kain-kain merah, lentera dan lampion merah. Ada juga yang warna-warni menghiasi pohon-pohon bunga sakura sekitarnya. Bunga-bunga yang menjuntai menghiasi sekeliling taman menambah nuansa begitu indah sekaligus terasa kental dengan adat istana.
In Hyun benar-benar takjub dan terpesona. Tempat itu jauh lebih indah dan mengagumkan daripada cerita-cerita buku atau drama-drama di TV. Menurutnya jika dia di zaman modern orang-orang yang telah menghina dan mencemoohkan keluarga kecilnya akan sangat terpukul dan balik terhina melihat acara pernikahannya yang megah itu.
“Andai saja aku hari ini menikah dengan kak Nam Suuk, aku pasti akan bahagia dan bisa menerimanya.” Gumam In Hyun pelan. Bahkan di saat itu yang ada di dalam pikirannya hanya Nam Suuk dan bayangan pernikahannya dengan Yurika.
“Berhenti!” seru Liau Ma.
Semuanya sontak berhenti dengan teratur, berbeda dengan In Hyun yang melamun. Ia malah tak sengaja menabrak wanita yang berjalan di depannya.
“Upphh sorry,” ucapnya pelan tak sadar kalau wanita itu tidak mengerti bahasanya.
Lalu sesuai aba-aba Liau Ma semua berbalik badan menghadap ke arah Kaisar Goryeo dan Permaisuri.
“Mempelai pria tiba!” teriak seorang pengawal lagi.
In Hyun bertambah deg-degan, diremas-remas dan dimainkan jari-jari kedua tangannya. Liau Ma berjalan melewati semuanya menyuruh mereka menopangkan tangan kanan ke tangan kirinya serta mengunci jari-jarinya dengan sangat rapi dan tenang.
“Tegakkan tubuhmu,” kata Liau Ma pada In Hyun ketika melewatinya yang berdiri agak miring karena kurang bersemangat.
In Hyun langsung saja berdiri dengan tegak. Bodohnya aku. Bukankah aku harus menyamakan diri dengan mereka agar tidak ditemukan oleh Pangeran es itu. Batinnya terus merutuki diri sendiri.
Tak lama Jeong Soon masuk, berjalan melewati mereka. Serentak semua wanita itu merundukkan tubuhnya sedikit, mereka memberi hormat termasuk In Hyun mencoba menyamakan sikap dan gerakannya.
Kini Jeong Soon berdiri di hadapan kedua orang tuanya memberi salam terdahulu.
“Putraku, hari ini kau menikah. Setelah ini kau akan menduduki takhta dan memimpin Kerajaan ini, kau adalah satu-satunya pewaris takhta, Putra Mahkota Kerajaan Goguryeo. Kami selalu bangga mempunyai anak sepertimu," ucap Kaisar Goryeo benar-benar bangga dan terlihat bahagia.
“Dan aku harap kalian bahagia bisa melengkapi satu sama lainnya.” Imbuh Permaisuri mendoakan keduanya.
“Gomasseumnida, Ayahanda dan Ibunda Ratu,” ucapnya memberi hormat pada keduanya.
“Sekarang mulailah acaranya.” Liau Ma membungkuk mempersilakan Jeong Soon memilih dan menemukan pengantin wanitanya.
Di dalam barisan itu, In Hyun mencoba menguatkan hatinya untuk tidak gemetaran di sana. Mencoba sekuat tenaga bersikap tenang agar dia tidak ditemukan oleh Jeong Soon dan pastinya tidak menikah dengannya.
Jeong Soon menyilangkan kedua tangannya di belakang punggungnya. Mulai berjalan memperhatikan dengan teliti satu per satu wanita yang hampir sama persis dari tinggi badan, bentuk tubuhnya dan juga warna kulitnya.
Ketika dia mulai melewati In Hyun, kedua mata In Hyun terpejam lalu terbuka lagi. Keringat dingin mencucur di sekitar wajahnya. Namun, ketika Jeong Soon melewatinya, perasaannya menjadi sedikit lega.
Jeong Soon berjalan sampai di ujung lalu balik lagi membuat In Hyun menjadi tegang kembali. Ia terus berjalan melewati In Hyun lalu berhenti di depan seorang wanita terhalang satu dari In Hyun berdiri.
Hati In Hyun seolah melompat saking senangnya. Ia melirik dengan sudut matanya, seketika mengembang senyumnya melihat Jeong Soon berhadap-hadapan dengan wanita lain. Akhirnya dia tak bisa menemukanku.
“Aku tahu bahwa ini kau istriku, meskipun kau ditutup atau menghilang di telan bumi, aku akan tetap bisa menemukanmu.” Jeong Soon melepaskan pegangan tangan dari punggungnya. Tangannya mulai terangkat ingin menyentuh wanita yang berada di hadapannya itu.
In Hyun menghela napasnya lega sembari memejamkan kedua matanya. Tangan Jeong Soon masih mengambang di depan wanita itu.
Seettt... grreepp...! Tiba-tiba tangan In Hyun ditarik oleh Jeong Soon yang entah sejak kapan sudah berada di hadapannya, sehingga membuat In Hyun menjerit.
“Kyaaaa?!” In Hyun menubruk tubuh Jeong Soon yang saat itu langsung memeluknya. Semua yang berada di sana tak bisa menahan tawa bahagia dan langsung saja bertepuk tangan.
“Putraku. Coba kau lihat dia. Siapa tahu dia bukan istrimu.” Goda Ayahnya.
Jeong Soon perlahan melepaskan pelukannya lalu mulai membuka sedikit penutup wajah In Hyun. Dilihatnya In Hyun memejamkan kedua matanya sambil komat-kamit ketakutan. Tersirat senyum tipis di bibir Jeong Soon.
Setelah ditutup kembali, Jeong Soon menoleh ke arah kedua orang tuanya. Kaisar Goryeo mengangkat kedua alisnya menanyakan dengan isyarat.
Jeong Soon menggangguk melukis senyum lebar di wajah kedua orang tuanya itu. “Dia Putri Hwa Young, istriku.”
Semua orang bertepuk tangan kala melihat Jeong Soon sudah menemukan pengantinnya dengan secepat itu.
“Mari lanjutkan semua acaranya,” ujar Liau Ma ikut tersenyum.
Bagaimana bisa dia menemukanku? Sedangkan aku bersikap sama dengan para wanita itu. In Hyun masih belum percaya kalau Jeong Soon ternyata menemukannya hanya dalam satu kesempatan saja.
Jeong Soon menggenggam tangan In Hyun berjalan kehadapan kedua orang tuanya.
Semua wanita yang memakai pakaian pengantin yang sama mulai meninggalkan tempat itu.
“Bagaimana bisa dia tahu bahwa ini adalah aku? Sedangkan wajahku saja ditutup.” In Hyun masih menggerutu pelan saking sebalnya.
Liau Ma mengikatkan sebuah selendang panjang berwarna merah yang tengahnya menggantung sebuah pita besar berbentuk bunga bulat ke tangan kiri Jeong Soon dan tangan kanan In Hyun.
Mereka berdua menerima sebuah buku berukuran sedang di mana di dalamnya terdapat sebuah kertas tulisan janji suci lalu disuruh berlutut di atas kedua lututnya di atas bantalan di hadapan Pendeta dan para Leluhur untuk ber'ikrar.
In Hyun memegang sampul bagian kiri dengan tangan kirinya dan tangan kanannya menyingkap penutup kepalanya sedikit agar bisa membaca dengan jelas. Sementara Jeong Soon sampul bagian kanan dengan tangan kanannya.
Setelah sang pendeta membacakan doa sesuatu. Kemudian keduanya disuruh mulai mengucapkan janji suci.
In Hyun dan Jeong Soon sama-sama membaca janji suci yang tercantum di atas kertas sampai selesai.
Setelah mengucapkan janji suci tersebut, mereka akhirnya diresmikan sudah sah menjadi suami istri.
Jeong Soon dan In Hyun kini berdiri dari berlututnya.
“Beri hormat kepada para Leluhur.”
Mereka berdua membungkuk memberi hormat kepada patung-patung Budha yang dianggap Leluhur semuanya.
“Beri hormat kepada kedua orang tua.”
Mereka berdua membungkuk ke hadapan Kaisar dan Permaisuri.
“Beri hormat kepada semua hadirin.”
Jeong Soon dan In Hyun berbalik badan, namun berdiri saling membelakangi karena In Hyun tak tahu hadirin sebelah mana yang harus diberi hormat terdahulu?
Sontak ketika membungkuk mereka bertubrukan dari belakang, In Hyun hampir terjatuh terdorong Jeong Soon. Tapi Jeong Soon selalu lebih cepat menangkap serta menarik tubuhnya. Kini keduanya malah saling berpelukan.
“Acara belum selesai, Putraku!” seru Kaisar Goryeo menggoda lagi melihat mereka terlihat tenang dalam pelukan.
Keduanya sedikit terkesiap malu lalu buru-buru melepaskan pelukan mereka. Kedua pipi In Hyun merona tapi untungnya masih memakai penutup wajahnya sehingga tak terlihat betapa malunya dia.
Lagi-lagi para hadirin tertawa bahagia melihat tingkah pengantin baru itu.
Setelah semua adat pernikahan diselesaikan. Mereka disuruh duduk di atas singgasana pengantin.
Makanan, minuman dan semua hidangan mulai dikeluarkan dan ditaruh di meja-meja panjang tidak jauh dari mereka.
Setengah dari makanan di dapur dibagikan bagi seluruh rakyat dan penduduk sekitaran istana itu serta membangikan koin emas untuk semuanya.
Semua penduduk sangat senang menerima koin emas dan makanan sehingga mereka mendoakan kebaikan untuk pasangan pengantin baru.
Di istana pun, semuanya mulai mengucapkan selamat kepada kedua mempelai.
Hie Jung memeluk In Hyun erat. “Sekarang kau telah resmi menjadi Kakak iparku Putri Hwa Young,” ucapnya sembari tersenyum.
“Ye, gomasseumnida (ya, terima kasih) untukmu.” Jawab In Hyun dengan raut wajah yang lesu dan tutur bahasa yang halus.
“Kakak, selamat juga untukmu.” Hie Jung membungkuk ke arah Jeong Soon yang hanya diangguki olehnya.
“Ingat pesanku, jaga dia baik-baik.” Bisik Lee Hwon pada Jeong Soon.
“Chukahamnida, ternyata kau memang yang lebih dulu menikah dan istrimu memang yang tercantik di seluruh Kerajaan,” ucap Wang Jhaojun menepuk bahu Jeong Soon.
“Gomasseumnida,” ucap Jeong Soon mengepalkan tangan kiri digenggam oleh tangan kanannya, disejajarkan dengan dada untuk mengucapkan terima kasih pada semuanya.
Begitupun dengan Luo Guanjong dan yang lainnya mengucapkan selamat.
In Hyun meneteskan air mata, berharap di sana ibu dan kakaknya menyaksikan pernikahannya. Di dalam hati ia berharap, semoga ibu dan kakaknya itu baik-baik saja dimanapun mereka berada.
Tak terasa hari sudah hampir gelap. Namun, acara itu masih meriah, masih ramai dengan gelak tawa dan masih banyak orang yang minum serta makan-makan.
In Hyun mendongak ke atas langit, melihat senja merah yang menghiasi dan mewarnai langit JOSEON. “Ya Tuhan, jangan dulu gelap.” Gumamnya pelan semakin gelisah.
Ӝ----TBC----Ӝ
Revisi ulang*
23 Januari 2020
By~ Rhanesya_grapes 🍇
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top