26. Menyerahkan Diri
Beberapa hari berlalu.
Hari-hari Katherine dipenuhi oleh kebahagiaan. Dia seperti memiliki keluarga baru yang membuatnya merasakan menjadi seorang putri.
Rose memperlakukannya dengan sangat baik, dan Max juga membuktikan ucapannya. Max selalu bersikap manis, meski terkadang sangat posesif berlebihan yang membuatnya merasa seperti tawanan. Max selalu menjaga dirinya, meski dirinya adalah ancaman terbesar untuk kesehatan Max. Max tidak pernah melakukan hal-hal aneh yang memaksa. Max hanya berani memeluknya, mengecup pipi, kening dan sekilas mengecup bibirnya karena takut terkena lemparan berbahayanya lagi seperti kemarin.
Kepala Max, harus terkena lemparan sendok karena mengecup bibirnya secara tiba-tiba. Katherine yang kaget, tentu saja refleks dan Max harus pergi ke kantor dengan kening memerah.
Max tidak pernah meminta jawaban atas cintanya. Setiap hari, Max yang selalu mengatakan kata-kata cinta, meski tak mendapatkan respon darinya selain hanya anggukan saja. Dan hal itu, membuat Kathe semakin memantapkan hati untuk memilih Max sebagai satu-satunya pria yang akan dia cintai seumur hidup—sampai dia menua dan kembali kepada sang pencipta.
“Bagaimana kondisinya, Dokter?” tanya Max tak sabaran begitu melihat dokter yang sedang memeriksa kondisi Katherine tak kunjung memberikan pernyataan.
“Lukanya sudah sembuh, Tuan.”
“Baguslah. Sekarang, kau bisa pergi.”
Katherine memutar bola matanya asal. Bagaimana Max bisa se santai itu? Memerintahkan tim medis cepat datang, kemudian mengusir mereka tanpa etika? Keterlaluan! Katherine akan memberikan Max pelajaran untuk perilakunya yang tidak sopan itu.
Para tim medis undur diri. Dan kini, hanya tinggal Max yang berada di sana setelah Edlise dan Rose juga turut keluar dari kamar Katherine.
“Kamu keterlaluan Maxi,” sungut Katherine sambil merapikan kancing bajunya yang tadi di buka saat dokter memeriksa luka tembak di bahunya.
Maxime mendekati Katherine dan mengacak rambut panjang Katherine yang tergerai. Panggilan baru Kathe, membuatnya merasa spesial.
“Kenapa sweetheart? Tugas mereka sudah selesai, ‘kan? Jadi, mereka sudah bisa pergi dari sini.”
“Kau mengusir mereka, Maxi.” Katherine masih tak mau mengalah.
“Tidak masalah. Aku membayar mereka mahal.”
“Ish—dasar sombong!”
Maxime tertawa lepas, dan baru kali ini Katherine melihat pria itu tertawa se lepas ini. Pria itu seolah tak memiliki beban dalam hidupnya. Kenyataannya, Maxime sangat lihai, menutup dirinya dan kesedihannya dari orang-orang di sekitarnya. Sedangkan, jauh di lubuk hatinya, Maxime menyimpan luka yang sangat mendalam.
Ya—Katherine sudah mengetahui semua rahasia kelam hidup Maxime si penguasa yang sombong dan terkenal arogan itu. Ibu Maxime lah yang menceritakan semuanya, karena berharap Kathe tidak akan pernah meninggalkan Maxime apa pun yang terjadi dalam hidup mereka nantinya. Karena sejatinya, Maxime lemah dan menutupi semua kelemahannya itu dengan bersikap tenang dan seolah kejam.
Maxime tidak pernah bersikap seperti itu, terkecuali setelah bertemu denganmu Katherine. Masa lalu keluarga kami yang kelam, membuat Maxime menutup dirinya dari dunia. Dia selalu menyendiri, dan melupakan sosoknya yang dulu. Dia menjadi pribadi yang baru, sampai-sampai aku tidak mengenali putraku. Dia memang sangat posesif, bahkan aku merasa bukan sebagai ibunya tapi tawanannya. Aku juga tau, dia mengamatimu sejak lama. Edlise memberitahuku secara diam-diam. Edlise bilang, Maxime suka bersembunyi di balik kegelapan demi melihat wanita yang menarik perhatiannya tak mendapatkan masalah.
Katherine meneliti wajah Max di bawah temaram lampu kamarnya. Rupa-rupanya, penyelamatnya yang selalu bersembunyi di balik kegelapan adalah Maxime. Dan tentu, dia tidak pernah menyangka. Coba saja, Risa mengetahuinya, pasti Risa akan mencak-mencak sok barbar.
Maxime si penguasa. Pria yang bersembunyi di balik topeng iblis itu, justru menyimpan hati malaikat. Jika saja, Katherine mengetahuinya dari awal, mungkin dia tidak akan menjadi wanita keras kepala untuk melawan sikap Max yang kadang tak berperasaan.
Ayah Maxime di bunuh oleh kakak Maxime sendiri. Namanya, Alexander. Dan sampai saat ini, aku selalu merindukan pertemuanku dengan Alex. Aku sama sekali tak menyalahkan Alex atas kejadian itu, insiden itu terjadi karena kesalahan pahaman dalam keluarga kami. Tapi, Max. Max tentu saja masih menyimpan banyak kemarahan. Dia melihat dengan mata kepalanya sendiri, saat ayahnya meregang nyawa di tangan Alex. Dan sejak saat itu, dia berubah.
Katherine menelan salivanya kasar. Perkataan Rose kembali terngiang. Hatinya mendadak sakit. Penderitaan Max tak jauh dari penderitanya. Tapi, ketegaran hati Max patut dia beri penghargaan. Bayangkan saja, bagaimana perasaan Max saat melihat ayahnya di bunuh oleh saudaranya sendiri? Di depan matanya pula. Tanpa bisa melakukan apa-apa, sampai-sampai ayahnya tewas di tempat.
Maxime membawa Katherine dalam pelukannya. Wanita itu masih larut dalam kesedihan. Entah apa yang masih mengganggu Katherine? Bukankah sekarang, Katherine sudah bebas dari siksa ayahnya?
“Ada apa Katherine? Kau selalu saja murung, dan aku benci itu.”
Katherine mengeratkan pelukannya. Maxime mengira, dia masih memikirkan tentang ayahnya padahal—tidak. Yang ada, dia memikirkan tentang pria itu dan bagaimana caranya membuat Maxime bahagia.
“Aku baik-baik saja Max,” jawab Katherine—pelan. Perasaannya gundah. Tapi, dia tidak bisa berbuat apa-apa untuk menghalaunya. Cukup dia yang memendam perasaan itu sendirian.
Maxime menarik dirinya. “Apa ada sesuatu yang mengganggu pikiranmu?” tanyanya—penasaran. Dia merasa, ada sesuatu yang Katherine sembunyikan.
Katherine menggeleng pelan. “Tidak ada. Aku baik, “ jawabnya, meski saat ini, ada sesuatu senjata tak kasat mata yang membuat hatinya teriris.
Katherine mengusap rahang tegas Max yang akan sangat dia rindukan. Mungkin saja, kebersamaan itu adalah saat-saat terakhir sebelum perpisahan mereka. Dan Kathe. Dia akan membawa Maxime sebagai kenangannya.
“Kau akan pergi besok?” tanya Kathe memastikan. Jika Maxime jauh darinya, maka akan lebih mudah dia meninggalkan Maxime tanpa membuat Maxime terluka.
Max mengangguk. “Ya,” jawab Maxime dengan raut wajah khawatir. “ Maaf, aku tidak bisa membatalkannya. Tapi, aku berjanji akan secepatnya pulang, dan mengurus pernikahan kita setelahnya. Tapi sebelum itu, aku ingin mendengar ungkapan isi hatimu dulu sebelum aku pergi.”
Katherine tersenyum lebar. Bagaimana bisa, dia tidak akan membalas perasaan Max setelah begitu banyak yang pria itu lakukan untuk membuatnya bahagia?
Kathe menarik kepala Maxime semakin mendekat. Matanya menyorot sendu ke arah mata Maxime yang tajam. Sudah saatnya, dia mengatakan semuanya, karena setelah ini, mungkin saja Maxime akan menjadikannya wanita yang paling Maxime benci se umur hidupnya.
Cup!
Tubuh Max, menegang. Kontak fisik dengan Katherine, adalah satu-satunya hal yang sangat dia hindari selama ini. Dia tidak mau hilang kendali, dan melakukan hal nekat yang akan membuat Katherine mencap nya sebagai penjahat kelamin.
“Jangan lakukan ini, Katherine,” lirih Max pelan, di tengah-tengah kecupan hangat Katherine yang menyapu bibir bawah dan bibir atasnya.
Katherine tak peduli. Dia semakin intens memberi kecupan di bibir bahkan menjalari garis tegas rahang Maxime yang mengeras. Ciumannya berhenti di sudut telinga Max, dan dengan beraninya Katherine berbisik,
“Miliki aku Maxi. Menyatulah denganku, agar aku percaya jika kamu benar-benar mencintaiku.”
Manik mata Maxime menggelap. Sudah dari dulu, dia ingin memiliki Katherine dalam segala hal, dan kini, saat Katherine memberikannya izin, maka dia tidak akan menyia-nyiakan kesempatan itu.
“Kau yakin?” tanya Max sambil menatap Kathe yang berkaca-kaca.
Kathe mengangguk penuh keyakinan.
“Ya. Anggap semua ini, adalah salam perpisahan dariku untuk kepergianmu besok pagi.”
Ke dua insan itu akhirnya, kembali larut oleh ciuman menggebu. Tak ada sekat di antara mereka, sehingga detik itu, mereka benar-benar menyatu satu sama lainnya. Dengan penuh cinta dan kelembutan, Maxime membuat Katherine merasakan bagaimana kepuasan. Mereka bercinta sepanjang malam, dengan melodi pembakar gairah. Maxime menjadi satu-satunya pria yang pernah menyentuh Katherine dan itu membuatnya bangga.
“Aku mencintaimu, Katherine, “ ungkap Maxime di sela terakhir hujamannya sambil mengecup bahu Katherine yang ruam oleh gigitannya.
“Aku juga mencintaimu, Max, “ balas Katherine dengan keringat bercucuran disertai air mata yang mengalir deras.
Hari ini, adalah hari terakhir Maxime mencintainya. Karena hari esok, Maxime akan membencinya seumur hidup—selamanya.
****
Tbc
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top