24. Ungkapan Cinta Maxime

Katherine menggerakkan bola matanya yang terasa pekat. Entah sudah berapa lama dia tertidur seperti ini. Rasanya, punggungnya panas dan pegal di mana-mana. Tapi, itu artinya, dia masih hidup setelah bertaruh nyawa demi menyelamatkan putra dari wanita yang sangat dia sayangi.

Perlahan, dia membuka mata dan menemukan titik cahaya yang membuatnya bisa melihat sekeliling ruangan. Dia masih berada di rumah sakit. Tak salah lagi. Terlihat, dari beberapa alat penunjang kehidupan yang menempel tubuhnya.

Napasnya berembus pelan. Entah masalah apa yang akan dia dapatkan nantinya. Max pasti sudah mengetahui siapa dirinya. Dan sudah pasti. Pria itu akan murka. Tapi, biarlah. Biarkan urusan itu dia pikirkan nanti. Sekarang, yang terpenting dia harus cepat sembuh.

Katherine menelan salivanya kasar. Dia merasa sangat haus—sekarang. Tapi tangannya tak bisa  sampai untuk meraih gelas di atas nakas.
Tangannya terulur menyentuh gelas. Tapi, hanya berhasil dia sentuh dengan ujung jarinya saja. Bagaimana dia akan bisa bergerak, jika tubuhnya dalam kondisi seperti ini? Sungguh—rasa haus ini sangat menyiksanya.

Praanggg!!

Katherine memejamkan matanya sejenak. Lihat ‘kan hasil dari kenekatannya? Bukannya menyegarkan dahaga, justru gelas itu jatuh dan hancur di lantai.

Klik!

Sebelum, Katherine berhasil memperbaiki posisi tubuhnya, tubuhnya kembali mendadak kaku, begitu melihat—Maxime keluar dari kamar mandi dengan tampangnya yang menakutkan.

Ya Tuhan—bagaimana  bisa pria menakutkan itu berada di sini? Batinnya.

***

Max mengusap wajahnya kasar. Hari sudah malam, dan matanya terasa panas karena seharian melihat layar laptop di pangkuannya.

Sejak Katherine di rawat di rumah sakit, dia memutuskan untuk menyelesaikan pekerjaannya di rumah sakit. Dia tidak mau meninggalkan Katherine sendirian. Tidak dengan ibunya, dokter ataupun perawat. Dia mau, Kathe hanya berada dalam pantauannya.

Kathe masih lelap dalam dunia mimpi yang membuatnya takut setiap saat. Bagaimana jika Kathe tidak mau bangun? Kathe memilih menyerah, dan kemudian pergi dari dunianya? Tidak! Max tidak akan membiarkan itu terjadi.

Max bangkit setelah meletakkan laptopnya di sofa. Dia melangkah mendekati Kathe dan mengusap wajah Kathe pelan.

“Kapan kau  bangun? Kau sangat suka membuatku takut.”

Max tersenyum tipis. Dirinya memang benar-benar gila sekarang. Bisa-bisanya dia mencintai wanita yang sangat dia benci dulunya? Tapi sungguh. Cinta itu ajaib. Kau tidak akan pernah menyadari kapan dia datang dan sudah membuat tahta di hatimu.

Max beralih menggenggam tangan Kathe yang dingin. Jika Kathe terus seperti ini, ibunya pasti tetap tidak akan mau bicara dengannya. Dan dia mengerti. Ibunya sangat menyayangi Kathe yang sudah di anggap sebagai putri.

Max menjauh dari Kathe dan melangkah ke kamar mandi. Dia perlu menyegarkan tubuhnya agar rasa penatnya hilang. Baru, beberapa menit dia menyelesaikan acara mandinya, tiba-tiba terdengar pecahan gelas yang sontak membuatnya keluar dari kamar mandi dengan cepat.

Raut wajahnya yang beringas, mendadak datar, begitu melihat wanita yang sangat dia rindukan itu—sudah membuka mata.

“Katherine!” Max menghampiri Katherine kemudian membingkai wajah Katherine yang masih sayu, “kau sudah bangun?”

Kathe hanya mengerjapkan matanya yang indah. Raut kebingungan sangat jelas terlihat di sana. Dan Max tau apa penyebabnya.

“Aduh,” ringisan Kathe, membuat Max sigap mengambil tindakan. Max mengangkat tubuh Kathe dan mengembalikannya ke posisi semula.

“Kenapa tidak memanggilku?” tanya Max membuat Kathe benar-benar kebingungan.

“Aku haus, dan aku kira tidak ada orang di sini.”

“Bodoh!”

Kathe menunduk. Untuk apa Max membantunya jika ujung-ujungnya selalu mem bully nya.

“Maaf merepotkanmu. Aku sudah sembuh, dan aku akan mengganti semua kerugian ini jika aku sudah mendapatkan pekerjaan baru.”

Grep!

Mendadak Katherine tercekat. Dia membatu dengan suaranya yang tiba-tiba hilang. Apa yang terjadi sampai-sampai Maxime memeluknya seperti ini?

“Jangan membuatku ketakutan lagi,” ucap Maxime sambil mengecup sudut leher jenjang Katherine yang putih. Mendengar perkataan Katherine tadi, dia tidak bisa menahan dirinya lagi, untuk tidak memeluk wanita pembangkang yang sudah berhasil meracuni otaknya siang dan malam. Dia akan terbuka sekarang. Mau atau tidaknya, Katherine harus menerima ungkapan perasaannya.

“Aku mencintaimu, dan kau juga harus mencintaiku.”

Katherine menelan salivanya kasar. Dia tidak salah dengar, ‘kan jika pria yang sedang memeluknya itu sedang mengatakan cinta? Ini mimpi, atau hanya bualan Max karena merasa berhutang budi? Iyakah?

“Jangan membual Max. Kamu tidak perlu merasa berhutang nyawa padaku. Aku melakukan semua itu, agar ibumu tidak sedih. Coba bayangkan, bagaimana terlukanya dia jika sampai melihat putranya tertembak di depa mata kepalanya sendiri? Dia pasti sangat sedih.”

Max melepaskan pelukannya. Dia membingkai wajah Kathe dengan ke dua telapak tangannya yang besar. Matanya menyorot penuh ke dalam manik mata Kathe yang berkaca-kaca.

“Apa kau kira, aku sedang bercanda?”

“Ya,” jawab Kathe dengan berani. Maaf—dia tidak akan percaya ucapan Max begitu saja, saat pria itu sangat ingin menghancurkannya.

Max mengusap wajah pucat Katherine dengan ibu jarinya. Kathe cantik, dan berhati mulia. Sayangnya, dia tidak bisa melihat itu sejak dulu, sehingga selalu membuat wanita itu menderita karena keegoisannya.

“Apa kau tau kenapa aku membencimu?” lirih Max dekat dengan wajah Kathe, sampai-sampai Kathe merasakan hembusan hangat nafas Max yang menerpa wajahnya. “karena kau sudah berani meracuni otakku, mempermainkan perasaanku, dan selalu berhasil membuatku melupakan siapa diriku.”

Cup!

Max mengakhiri perkataannya dengan mengecup bibir Kathe yang bergetar. Rasanya hangat, dan Max tidak bisa untuk tak melumat bibir bawah Kathe sejenak dan membuat bibir pucat itu berubah menjadi  merah.

“Lihat! Apa kau pernah mendengar aku menyentuh wanita sembarangan? Membiarkan tubuhku terkontaminasi dengan tubuh wanita murahan?” lirihnya lagi, “tidak Katherine. Tidak pernah. Hanya kau satu-satunya wanita yang berhasil membuatku gila, dan selalu menginginkanmu setiap saat. Oke, aku mengaku bersalah karena sudah menghakimimu tanpa bukti yang kuat. Dan malam itu, aku beralasan membelimu bukan karena apa? Aku ingin melepaskanmu dari ayah berengsek itu dan menjadikanmu milikku. Percayalah, aku menutupi kelemahanku dengan terus membuatmu menderita, agar kau menyerah dan bersedia jatuh ke dalam pelukanku.”

Katherine kehilangan kata-kata. Belum hilang keterkejutannya karena ciuman Max tadi, kini Max semakin memperburuk kondisi jantungnya dengan fakta baru. Apa Max benar-benar mengatakan kebenaran? Itulah yang perlu dia buktikan.

“Apa aku bisa mempercayai semua kata-katamu?” tanya Katherine dengan berani. Dia perlu khawatir berlebihan pada dirinya. Maxime bukanlah orang sembarangan yang akan dengan mudah melepaskannya saat dirinya memilih terikat dengan pria kejam itu.

“Demi ibuku. Kau bisa mempercayaiku.”

***

Keesokan harinya.

Katherine belum sepenuhnya sembuh. Luka tembak yang mengenai bahunya, masih harus dalam pemantauan dokter. Tapi lihat ulah Max yang seenaknya. Max malah bersikeras untuk membawa Katherine pulang agar berada dalam pengaman yang ketat. Oleh karena itu, Max memerintahkan dokter dan beberapa perawat untuk datang setiap hari ke mansion nya demi mengecek kondisi Katherine.

“Maxime, aku malu,” cicit Katherine dengan pelan.

Bagaimana dia tidak malu, Maxime dengan tenang menggendong nya ala bridal style keluar dari rumah sakit tanpa peduli tatapan para perawat atau orang-orang yang berlalu lalang.

Maxime tak peduli. Dia tetap melangkah elegan sampai di mobil dan memangku Katherine juga.

“Max, aku masih bisa duduk. Lagi pula, hanya bahuku yang sakit.”
Katherine protes. Dia merasa tidak enak. Apalagi di depan ada sopir yang bisa melihat ke intiman mereka.

Sret!

Katherine mengerucut kesal. Bukannya Max melepaskannya, Max justru mengaktifkan pembatas yang berada di mobilnya sehingga mereka hanya ber dua sekarang di jok belakang. 

“Sudah tidak malu lagi, ‘kan?” tanya Max dengan senyuman tipisnya yang menawan. Pipi Kathe bersemu merah. Dia tidak pernah menyangka, pria yang memperlakukannya dengan kejam, akan berubah 180 derajat seperti ini.

“Tidurlah. Karena kau perlu istirahat yang banyak.”

Cup!

Max mengecup puncak kepala Katherine. Katherine yang masih belum bisa mencerna semua itu, memilih bersandar di dada bidang Max kemudian memejamkan matanya. Benar, dia butuh istirahat. Perasaan, sejak tadi malam,  Max selalu membuat jantungnya berlomba.

Max melihat wajah damai Katherine yang bersandar di dadanya. Wanita  pembangkang itu, jelas-jelas berhasil mengalahkannya. Bukan dari segi ego, kekuatan atau yang lainnya. Katherine malah berhasil menaklukkan bagian yang paling penting dalam hidupnya, yakni hatinya.

“Tidurlah. Nikmati dunia barumu yang akan penuh cinta. Aku berjanji, kau tidak akan pernah mendapatkan rasa sakit lagi. Kau hanya milikku, dan tidak ada yang boleh menyakitinya selain aku.”


****
Jangan lupa bahagia readers tercintaku semua😘😘

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top