76. Ditakdirkan Untuk Bersama?

Mencintaimu bagiku adalah mutlak, kau adalah mentari yang sesungguhnya.

Yang sanggup mencintaiku hanyalah dirimu seorang, dan selamanya aku takkan bisa percaya bahwa ada pria lain yang mampu melakukannya selain dirimu.

Oleh karna itu, bersama orang itu kubuat sekenario ini.

Lupakan semuanya, di dunia ini hanya kau yang berhak hidup.

Aku akan membakar semuanya untukmu, jika kau menginginkan dunia ini bersih dari mereka yang mengancam nyawa manusia.

Hiduplah bersamaku di istana langit, selamanya, kau takkan meninggalkan ku. Lupakan wanita itu! Aku tak menyukainya, aku tidak menyukai semua hal yang berusaha memisahkan kita berdua.

"Enghh! Ugh! " kau meringis sakit disekujur pinggang dan tempat ginjal.

"Amaterasu-sama? Apa anda sudah merasa baikan? " Amane duduk di sampingmu, tangannya berkeringat, menggenggam tanganmu.

Kau mendongak, mendapati wajah cantik bersih nya menatapmu khawatir.

"I-ibu? " kau salah mengenalinya, berkat cahaya lampu itu yang bersinar terang di kepala Amane, membuatmu salah mengenali wajahnya dengan benar.

Tanganmu masih bergetar, apapun bentuknya, bagaimana pun kisahnya, kau selalu dibuat menangis oleh kenangan Amaterasu Omikami, di masa lalu.

Kau menyambar Amane, memberikan pelukan terkuat mu.

Kau ketakutan, sangat ketakutan. Di dalam mimpi itu rasanya, kau ditelan oleh kegelapan, amarah dan egois.

Emosi sekuat itu, tidak pernah sekalipun kau merasakannya, tak habis pikir, mengapa Amaterasu bisa seperti itu, wanita setenang tetesan embun itu, hampir membakar dunia ini.

Meskipun belum jelas alasannya, kau masih merasa ketakutan, waktu itu, ada berapa banyak? Jiwa yang hidup di tanah ini? Membunuh orang sebanyak itu, jika memang benar Amaterasu yang melakukannya, itu artinya dosanya akan jadi dosa mu.

Amane membalas pelukanmu, untuk pertama kali dalam hidupmu, orang-orang yang kau kira egois itu, menunjukkan kasih sayang dan kepedulian mereka.

"Tenangkan dirimu (Name)-sama" suara Ubuyashiki Kagaya mengintrupsi kalian berdua.

Dengan mata yang masih sembab oleh tangisan, kau menatap tubuh tak berdayanya, yang kini hanya bisa terbaring di futon dan menunggu ajal.

"Kagaya-san? Apa yang terjadi padamu? Kenapa bisa separah ini! " tanyamu panik.

"Aku senang kau mengkhawatirkan ku, aku ingin meminta maaf yang sebesar-besarnya, mungkin raga dan batinmu belum pulih seutuhnya, namun aku punya tugas untukmu"

Kau menatap bingung Kagaya, ia adalah sosok pria ambisius, ini adalah tugas resmi pertamanya.

Kau ingin mundur, dan menolaknya secara halus, karna apapun itu, Kagaya selalu nampak terburu-buru, seakan di kejar oleh sesuatu.

Kau tidak ingin mengakuinya, tapi dengan kedua mata yang telah menentang itu, kau bisa melihatnya, bahwa hidupnya tak lama lagi.

"Aku akan memutuskan menerima tugas ini, setelah mendengarnya" putusmu, duduk sopan di sebelah futonnya.
.
.
.

"Begitulah Sanemi, aku ingin kau menemaninya menemukan Tamatebako itu" suaranya ringkih, padahal umurnya barulah menginjak usia 23.

"Aku tidak bisa menerima perintah ini Oyakata-sama !" pilar angin itu menolak nya dengan halus, ada banyak faktor yang membuatnya menolak misi ini.

"Saya mohon maaf, tapi saya sedang tidak di dalam kondisi bisa meninggalkan markas ini sekarang" sambungnya lagi, berusaha mengubah pikiran tuannya yang satu itu.

Bersama Himejima, sang pilar batu yang juga dipanggil namun nampak diberi tugas lain, yang berbeda dengan tugas yang diterima oleh Sanemi.

"Bisa kau katakan mengapa? Kau kukuh tak ingin meninggalkan markas ini? " tanya Kagaya.

"Pertama, saya masih memiliki tugas sebelumnya dari Oyakata-sama, yakni memprioritaskan kemunculan tanda, saya tak bisa meninggalkan latihan ini sampai tanda yang dikatakan muncul"

"Kedua, saya tidak sudi menjalankan misi dengan wanita itu, terlebih saya tidak sudi menikah dan berpura-pura menjadi suaminya, saya tidak sudi bersamanya" ujarnya ngotot, mengulang kata, tidak sudi sebanyak tiga kali.

"Dan yang terpenting, saya tidak bisa meninggalkan anda dalam keadaan seperti ini" Sanemi menundukkan kepalanya.

Ia sangat berharap untuk diurungkan berangkat, selama ini dirinya selalu menjalankan misi sendirian, tak peduli siapapun lawannya, Sanemi bisa memenangkannya, ia tidak memerlukan anak buah atau bantuan, kekuatannya dan berkah darah special nya itu, selalu membawa kemenangan untuknya.

"Mari kita kesampingkan alasan pertama dan ketiga mu, aku ingin mendengar alasanmu, tak sudi menjalankan misi ini dengan (Name)" tanyanya halus.

"Itu karna-"

"AKU JUGA TIDAK SUDI!" pandangan Sanemi menatap pintu Shoji, dimana tiba-tiba suara itu menyahuti ucapan tuannya.

" A-aduh! Jangan ditarik! Sebentar! Sebentar saja! Izinkan aku mengalahkannya Kagaya-san! sekali saja! Aku pasti bisa memenangkannya dan membatalkan ide gila ini! " kepala mu muncul dari salah satu pintu Souji kediaman Ubuyashiki.

Rambutmu yang setengah tersanggul itu acak-acakan, pernak-pernik, tusuk rambut dan sebagainya, perlahan berjatuhan, begitupula dengan kimono pernikahan yang masih belum terikat Obi dengan sempurna, hingga mengekspos separuh dadamu bersama simbol terang mentari disana.

"Namu Amidabutsu, Namu Amidabutsu"

Kau mengedarkan pandanganmu, melihat seorang raksasa yang duduk di samping futon Ubuyashiki Kagaya dan merapal doa.

Dan satu lagi, seorang pria yang berani menghajar wanita sampai babak belur, dia masih hidup rupanya.

Sudah dua hari sejak hari itu, kau tak bisa tidur tenang, dan si pilar angin, pria itu punya tanggung jawab besar atas tak bisa tidur lelapmu.

Shinobu juga sangat marah mendengar kabar ini dan meracau akan meracuni Shinazugawa, karna telah menghajarmu.

"Rupanya kau ada disini! Kemari kau! Biar aku memukulmu! Tu-tunggu sebentar Hinaki! Nichika! Kanata! Jangan tarik kimononya! " teriakmu ganas pada kedua anak perempuan Kagaya itu.

"(Name)-sama, apapun yang terjadi biarkan kami meriasmu, agar malam ini kalian bisa menikah dan berangkat ke desa itu" Amane juga tak kalah kuatnya menarikmu.

"Sobek! Nanti kimononya bisa Sobek! Bukannya kau bilang ini kimono mu saat menikah dulu! Hargai kimono ini dong! " jerit mu, yang berusaha menepis delapan tangan Ibu dan anak itu bergantian, sementara mereka masih berusaha menyeretmu ke ruang ganti.

"Memalukan! Apa anda lihat itu Oyakata-sama! Gadis yang tak tau diri itu, mencoba menentang anda lagi, saya tidak bisa memaafkannya! Saya tidak sudi menjalankan misi ini bersamanya" tolak Sanemi, kali ini ia benar-benar meninggikan suaranya.

"Aku juga tidak mau! Aku tidak mau menjalankan misi dengan pria kasar sepertimu! Sampai matipun aku akan menolaknya!"

"Sialan! Apa kau bilang! Siapa maksudmu pria kasar? " kau tak bisa melihat, kapan ia bergerak.

Tau-tau sudah ada didepanmu dan mencengkram kerah kimonomu.

"Apa kau tidak pernah berkaca! Melukai adik Tanjirou-kun! Melukai Genya-kun! Apa sebagai pilar, sebagai manusia dan sebagai pria kau tak malu?" meskipun bergetar, kau mencoba melawannya.

Rasa takut yang terus menguasaimu ini, ketika berhadapan dengan Sanemi. Kau harus menghilangkannya, tak peduli bagaimana pun caranya, kau tak bisa membiarkan pria itu berbuat tak seenaknya.

Iris Sanemi enggan menatap wajahmu, yang dibubuhi bedak putih bak badut, membuatnya membuang muka dan menatap lekat segel matahari di dadamu.

"APA YANG SEDANG KAU LIHAT! DASAR BAJINGAN! "

Kau berniat menamparnya, tapi refleks Shinazugawa Sanemi begitu bagus.

Ia menangkap tanganmu, dan menyeretmu di depan tuannya yang terbaring sekarat.

"Lepas! Lepaskan aku! " kau menangis tantrum.

"Amaaneee-san! Tolong aku!" Tanganmu mencoba meraihnya.

"Shinazugawa-sama, tapi riasan (Name)-sama belum-"

"Oyakata-sama! Batalkan rencana ini, sampai kapanpun saya tidak sudi melakukannya dengan wanita ini" jelas Sanemi.

BRAKKK...

Kau menatap arah suara itu, dimana pilar angin sudah duduk tepat di sampingmu, dengan ekspresi terkejut. Kau mengikuti arah kemana mata Sanemi memandang, si pria gorilla dengan bola-bola tasbih di tangannya.

Aura intimidasinya menekan nya, hingga mau tak mau, pria keras kepala itu duduk bersimpuh tepat di depannya.

Dari sana kau tau, diatas langit, masih ada langit yang lain, ia adalah pria yang benar-benar kuat.

"Mari kita dengarkan alasan Oyakata-sama terlebih dahulu" ujarnya menengahi kekeras kepalaan Sanemi..

"Ah! Baik" kali ini, meskipun enggan, Sanemi nampak berusaha mengontrol amarahnya.

"Maafkan perlakuan anakku Sanemi padamu (Name)" pria itu sama keras kepalanya dengan pilar angin.

Mengerti betul bahwa dirinya sekarat, ia masih mencoba untuk duduk berhadapan langsung denganmu.

"Kagaya-san! Kumohon tetaplah berbaring, kau tak perlu mengorbankan kesehatamu, dan tetaplah berbaring, pikirkan juga tubuhmu" balasmu mencegahnya bangun.

"Ahahaah" ia tertawa, dengan nada yang lemah, kau tau, tawanya dulu mungkin lebih indah.

Habis kedua pilar itu menatapnya semu, tatapan yang ingin menarik masa muda sang tuan mereka.

"(Name), sudah kuduga kau orang yang baik" pujinya.

Kau tak bisa membalas perkataannya, kecuali dengan senyuman sederhana. Baik, adalah kata yang mengandung sejuta makna, lagipula kau tak menganggap dirimu baik.

"Dengarkan aku Sanemi, (Name) juga, aku mendengar dari informan terpecaya devisi Kisatsutai, total 17 Kinoe, telah menghilang di misi ini"

"Tu-tujuh belas? " Sanemi menyela ucapan Kagaya, tatapannya masih tak mau percaya.

"Benar, ini adalah kasus yang belum bisa dipecahkan oleh leluhurku, kasus yang harusnya sudah kami tinggalkan 20 tahun yang lalu" Kagaya mengatur nafasnya, nampak berat baginya mengucapkan ini.

"Setiap minggu ada kabut yang datang dari gunung, yang luas area penyebaran nya sampai di pinggiran kota, kabut ini datang begitu pekat dan menutupi pengelihatan, tiap kabut ini tiba, setidaknya lebih dari 20 orang menghilang bersamanya dan tak pernah kembali" kelopak mata Kagaya mengerjap.

"150 Anggota Mizunoto, hingga 17 anggota Kinoe dikirim, dan mereka tak pernah kembali, bersama para gagak, setelah kami menyerah untuk menyelidikinya dan pasrah dengan kabut ini, selama dua puluh tahun lamanya, kami berhasil mengintrogasi secara ilegal penduduk desa yang sudah diam selama 20 tahun"

"Dari informasi yang kami dapatkan, orang-orang itu diambil oleh Yamagami-sama, sang dewa Gunung yang berkuil di desa makmur di dalamnya"

"Mereka bilang tak seorang pun boleh memasuki kawasan gunung, bahkan mereka, setiap hari batas maksimal melangkah adalah sampai kuil Yamagami-sama "

"Desa itu biasanya tidak menerima pendatang baru, namun pasangan suami istri diterima sangat baik disana, menurut informasi yang kami dapatkan, hubungan suami istri adalah berkah untuk desa mereka, karna Yamagami-sama begitu menyukai ikatan kuat seperti itu"

"Itulah mengapa aku ingin kalian berpura-pura menjadi pengantin baru yang berbulan madu disana, meskipun pada dasarnya misi ini membutuhkan waktu berbulan-bulan untuk di selidiki secara detail, aku benar-benar membutuhkan kekuatan para pillar secara utuh, demi menghadapi hari akhir pertempuran yang sudah semakin dekat" Kagaya menatap Sanemi penuh arti.

Selain menjadi anaknya yang berharga, ia mengakui bahwa pilar angin adalah bidak yang sangat berharga dalam strategi nya.

"Ini aneh, di dengar dari manapun ini aneh! " cicitmu.

"Hari ini aku tak bisa menjawab semua keanehan itu, namun aku yakin ada Oni yang terlibat didalamnya, kalian harus menyelidikinya, pecahkan misteri yang tak sanggup dipecahkan selama dua puluh tahun ini" Kagaya menyemangati.

"BAIK KALAU BEGITU! Kalau Oni yang jadi masalahnya, aku akan berangkat sendirian, dan pulang dengan selamat, aku tak perlu bantuan siapapun! "

"Tunggu sebentar Sanemi, kau tak pernah bertanya, apakah kami tak mengirim pilar kesana" suara Kagaya terdengar menantangnya, untuk bertanya secara langsung.

"Dua Pilar angin dari generasi berturut-turut, pergi kesana dan tak pernah kembali" sambung Amane, berada di belakang belakangmu, mengikat Obi Kimono putih mu, sementara kau sibuk melepaskan tangannya yang keras kepala, masih mencoba mendandani mu. Kagaya menatap Sanemi penuh harap, biar kedua matanya itu telah sepenuhnya tak bisa melihat.

"Kebetulan kedua mantan Pillar itu adalah seorang kakak dan adik, adiknya begitu berbakat dan segera menjadi Pillar di usia nya yang masih begitu belia, namun belum setahun menjadi Pillar kakekku membuat kesalahan dan mengirimnya ke misi penuh misteri itu, dan tak pernah kembali lagi, selama tiga tahun posisi Pillar angin di era itu kosong, dan diisi oleh sang kakak, membawa dendam beliau juga pergi di misi itu dan tak pernah kembali"

"Menghadapi musuh yang keberadaannya tak jelas seperti ini, tak ada informasi, tak ada rupa, benar-benar merugikan, aku tak bisa kehilangan para anggota yang berbakat, terlebih di pertarungan akhir ini, ketika kalian bisa menghancurkan Muzan, namun jika kasus seperti ini masih berlanjut, dikhawatirkan Muzan-muzan yang baru akan lahir kembali"

Sanemi bersimpuh, rasa menyesal ia tunjukkan lewat tundukan kepalanya yang dalam, pikirannya dangkal, ia bukanlah otak, ia hanya seorang pedang, sementara tuannya adalah seluruh bagian yang akan menggerakkan dirinya, oleh sebab itu, slama ini ia selalu selamat, berkat intuisi Ubuyashiki Kagaya.

"Lantas mengapa harus dengan wanita ini, Oyakata-sama? " tanyanya ketika cukup tenang.

"Karna (Name) adalah seorang perwujudan Amaterasu"

"Maafkan kelancangan saya Oyakata-sama , namun saya sama sekali belum mengakui wanita ini " Sanemi mengamit dagumu, kembali memperhatikannya dengan seksama.

"Lepaskan tanganmu dari wajahku? " tangkis mu.

"Sanemi, jaga sikapmu ketika bersamanya, dia-"

"Ini adalah waktu yang tepat untuk membuka hatimu, (Name), kau bisa menaruh kepercayaan pada semua orang yang ada disini, kau tak boleh terus membatasinya dengan pagar menjuntai-"

"Cukup! Anda tidak ada hak mengatur untuk siapa saya akan membuka hati, saya tidak pernah ingat kita memiliki hubungan sedekat itu hingga anda boleh lancang membahas ini" ucapanmu jadi kembali formal, kau tak menyukai Kagaya.

Karna tiap hal yang ia katakan, selalu menyudutkanmu, kau tak ingin mengakuinya, kau tak ingin bergerak sesuai kemauannya, kau bukan boneka siapapun.

Kau bisa mendengar Sanemi mendecih, kau sudah tau itu, ia tidak terlihat seperti seseorang yang akan bersikap manis, bahkan ketika dia tahu semuanya, Pilar Angin tak terlihat seperti orang yang taat dan berdoa pada dewa.

"(Name) adalah gadis yang terpilih, entah apapun alasannya, ia pasti bisa melihat apa yang tak bisa kau dan orang biasa lihat digunung itu Sanemi, dan aku percaya, keberadaannya saja akan menyelamatkanmu menghadapi tipu daya Oni itu"

"Lantas mengapa harus saya Oyakata-sama! Tentang kematian pilar angin terdahulu, itu tidak ada hubungannya dengan saya, saya adalah saya, tujuan saya hanya menghapuskan seluruh Oni" Shinazugawa masih tak bisa menerima perintah ini.

"Aku juga tidak bisa menyetujui ide ini!" mendengar Sanemi yang benar-benar enggan berpasangan denganmu, kau berusaha membantunya mengagalkan rencana ini.

Kau juga merasa tak enak jika harus berpasangan dengan orang yang tak bisa diajak kerja sama seperti dirinya.

"Saya tidak keberatan mengambil misi ini, namun melihat Shinazugawa-san-"

"Kau akan memanggilnya Sanemi, mulai dari sekarang, aku tak bisa menjamin rekayasa kalian tak akan terbongkar jika kalian terus tak akrab seperti ini" sela Kagaya.

"Saya bersedia pergi melaksanakan misi ini, selama Pilar Angin bukan pasangan saya" kukuhmu.

"Lantas siapa yang ingin kau ajak bersama mu menggantikan Sanemi? " tanya Kagaya, kau menemukan secercah harapan di dalam kesepakatan ini.

Kau nampak berpikir lama, mengingat siapa saja nama orang-orang yang masuk dalam list Hashira.

"Uzui-san sudah memiliki tiga orang istri, meskipun ia adalah mantan Pillar saya tidak ingin memberatkan dia dengan tugas berat ini, mengajaknya dalam misi ini entah mengapa membuatku kesal" yah kau kesal dengan mantan pilar suara itu, meskipun kau akui wajahnya yang rupawan, dan bentuk tubuhnya yang mempesona.

Tapi tinggal satu atap dengan pria beristri, biar cuma beberapa hari, tak bisa membuatmu tidur dengan tenang, belum lagi ia akan menggoda mu tiap malam, bak iblis.

"Tanjirou-kun? bagaimana dengan Tanjiro-kun? " suaramu berubah menjadi riang gembira, kau bisa tenang bersama pria baik hati itu.

Ia bisa diandalkan, ia bertanggung jawab, ia baik, dengan sedikit perubahan, wajah polosnya itu bisa jadi segagah pria dewasa yang siap menikah, masakannya juga lezat, gunung adalah teritorialnya, pelukannya hangat, kata-katanya juga selalu menyelamatkan mu.

Loh? Ada apa ini? Kenapa kau jadi mengenal banyak tentang Kamadou Tanjirou, memang sudah berapa lama kalian mengenal? Baru kurang dari enam bulan kan?

"Maafkan kami (Name)-sama, tapi Kamado Tanjirou saat ini sedang berada di pengawasan kami, sejak ia berhasil memunculkan tandanya, dan kami butuh lebih banyak informasi tentang tanda itu" balas Amane, mengetuk kuas kecil di tangannya.

"Ehhhh" lenguhmu tak terima.

"Sekarang tolong angkat bibir anda" karna sibuk membahas kesepakatan ini, sesuai permintaannya, tanpa banyak berpikir kau mengangkat bibirmu.

"Kalau Tanjirou-kun tidak boleh, berarti Tokitou-kun juga tak boleh yah" tanyamu memastikan.

"Benar sekali, Kanroji-sama juga mendapat perlakuan yang sama" timpal Amane, membubuhi pipimu dengan bubuk merah.

"Inosuke dan Zenitsu-kun bagaimana?"

"Nak Inosuke, bukanlah pria yang serta merta mengerti cara menjadi suami bahkan jika kita menjelaskannya seharian penuh " sangkal Kagaya.

"K-kau benar, bukannya menjadi sosok suami, ia hanya akan naik turun gunung, membabi buta" tawamu sambil menangis.

"Zenitsu-kun juga tak bisa, ia cengeng, tak bisa diandalkan, aku tak bisa meninggalkannya kalau begitu" imbuhmu, paham betul luar dalam pria cengeng itu.

"Tomioka-san bagaimana? " usulmu, kebetulan juga kau punya satu urusan dengannya yang ingin kau selesaikan dengannya, meskipun tak pernah bertemu secara langsung, kau ingin berbicara dengannya.

"Kebetulan sekali-"

"Jadi kita setuju? " tanyamu riang, akhirnya dapat bernafas lega.

"Kebetulan sekali Tomioka-sama sedang berada di misi lain saat ini, dan akan pulang seminggu lagi"

"Baik jadi kita setuju kan? Kita hanya harus menunggunya, sip! Kerja bagus semuanya! Aku akan kembali ke kediaman Shinobu-san dan kalian bisa panggil aku ketika Tomioka-san sudah pulang" kau berencana pergi.

"Oyakata-sama sama belum selesai! " sampai tangan kekar Sanemi menarikmu duduk lagi.

"Kau ini-"

"Sayang sekali, kita kehabisan waktu, hingga tak bisa menunggu seminggu untuk berangkat" ujar Kagaya, menyela mu, sebelum kau dan Sanemi kembali bertengkar.

"Kenapa begitu sih! Kenapa aku seolah tak diberi pilihan lain! " kesalmu.

Tapi otakmu tak berhenti berputar, selayaknya revolusi yang terus di lakukan oleh manusia.

Kau menatap pria berbadan super besar di depanmu, mungkin tingginya sekitar dua meter lebih, meskipun sempat ketakutan dengan pria tinggi.

Jika Kagaya tak memberimu pilihan lain, maka meskipun harus berpasangan dengan beruang pun, kau siap menghadapi nya.

"Himejima-san..." panggilmu.

"Namu Amidabutsu! Maafkan aku, tapi rasanya orang seperti saya tak pantas menjadi pendamping anda"

"Loh? Kenapa begitu? " kau menyeret pahamu, dan duduk berdekatan dengannya, bahu kalian bersentuhan.

Dan kau menatap irisnya yang tak lagi dapat melihat indahnya dunia.

"Pria buta sepertiku itu, tidak bisa berpura-pura menjadi suami anda, Kesampingkan tentang Oni, kekurangan fisik saya hanya akan menghambat anda" tolaknya halus.

"Aku pikir tidak apa-apa! Bagiku Himejima-san adalah orang yang luar biasa! Meskipun tak bisa melihat, tetap menakjubkan, tinggi, gagah dan tampan! Bagiku ada atau tidak adanya pengelihatan Himejima-san tidak menjadi masalah bagiku, lagipula Himejima-san pasti bisa menjadi ayah dan suami yang baik! jadi bersemangatlah! Toh bukan berarti ini pernikahan asli kan?"

Bodoh...

Bodoh sekali! Pujian mu kelewatan batas, pria di sampingmu itu tidak memerlukan nasehat picisan seperti ini padamu, apa-apaan itu? Apa kau sedang menjadi wanita penggoda? Licik sekali...

"Hi-hii-Himejima san? " kau memanggil namamya gemetar, tatkala tau tangan besarnya sudah berada di puncak kepalamu yanh tertutup tudung kimono pernikahan.

Ia akan menghancurkanmu? Eh!!!! Disini??? Kau akan mati disini, dibunuh oleh sekutu sendiri???

Dengan susah payah, akhirnya kau bisa melihat senyum Himejima, bersama belaian tangannya di puncak kepalamu.

"A-anu? "

"Terimakasih banyak" ujarnya.
Ubuyashiki Kagaya menarik nafas, cukup dalam untuk memikirkan keputusan nya.

"Gyoumei tidak bisa pergi-"

"Ka-kalau begitu bagaimana kalau Shinobu-san!" Kagaya diam, dalam heningnya pastilah kini ia tengah mengumpat.

Pasti adalah yang salah dengan dewi yang satu ini.

"AKU AKAN MENJADI SUAMINYA! PERAN SUAMI ADALAH MILIKKU! Shinobu-san bisa jadi istri yang baik hati, dia bisa jadi mama yang menyambutku dengan masakan hangat dan pangkuan hangatnya, biarkan aku melakukan ini dengan Shinobu-san, Kagaya-san! Tidak!Oyakata-sama! Aku akan memanggil mu Oyakata-sama setiap hari jika kau mengizinkan ku melakukan misi ini dengan Shinobu-San" jelasmu panjang lebar.

Mendapat tatapan menusuk dari Sanemi, dan jijik dari Amane.

"Sayang sekali, aku tak bisa membiarkan mu berpasangan dengan Shinobu" tolak Kagaya, masih dengan nadanya yang berwibawa.

"Aku tau! Pasti dada kan! Kau tak memperbolehkanku berpasangan dengan Shinobu-san karna dada ini kan! " kau menepuk kedua gunung kembar itu, sebuah berkah yang terbentuk sempurna.

"Aku akan melakukan sesuatu dengan ini! Sekarang Izinkan aku pergi bersama Shinobu" lambat waktu permintaan mu diiringi dengan rengekan khas anak-anak.

Sekuat tenaga Kagaya, akhirnya Kagaya berhasil bangkit dari futonnya, berhadapan dengan mu, kau tertegun dengan perasaan aneh yang timbul diantara kalian berdua itu.

Rasa ingin bersama orang itu selamanya.

"Oyakata-sama! " Sanemi dan Amane mencegah orang itu, melihat kesehatannya yang memburuk.

"Maafkan aku (Name), tapi bisakah, untuk kali ini saja, tolong pergilah bersama Sanemi? Ini permintaan terakhir ku padamu" belainya, menepuk kepala mu penuh perasaan.

Akan ketulusan di ucapannya itu, kau masih mengaguminya dalam diam. Refleks kau menggengam tangannya, yang sudah tak bisa banyak bergerak itu.

Lalu menangis di telapak tangannya, tanpa bisa mengedipkan kelopak matamu, jauh di dalam hatimu, ada begitu banyak lubang.

Tentang norma-norma seorang manusia. Kau tak mengerti rasanya mencintai, atau dicintai, tak mengerti rasanya memiliki sosok yang harusnya melindungimu saat kecil.

Di era ini, meskipun sedikit kau sadar. Lubang-lubang itu, sedikit demi sedikit tertambal, oleh orang-orang ini.

Dan pria sekarat di depanmu ini, memenuhi peran seseorang yang harusnya kau panggil dengan sebutan.

"Ayah"

Dan dengan sikap memalukan mu yang tiba-tiba menangis itu, kau merasa dikalahkan, setelah itu barulah Amane bisa membawamu ke ruang sebelah untuk melanjutkan riasan dan persiapan mu.

"Saya masih tetap tidak bisa menerimanya, Oyakata-sama! Apapun yang terjadi saya akan tetap berada di markas ini, karna saya mendapat firasat, setelah iblis adik Kamado itu bisa menyentuh mentari, Muzan keparat itu dan anak buahnya takkan diam saja, nyawa anda dan markas ini dalam bahaya"

"Sanemi, dengarkan aku baik-baik" Kagaya menarik nafasnya, usai membujuk mu yang keras kepala.

Kini ia harus berurusan dengan anaknya yang juga sama keras kepalanya.

"Aku akan mencoba meringkasnya untuk mu" Kagaya menimang ucapannya, kata apa yang paling pantas ia katakan?

Ia tak mau membuat pria pemarah itu mengamuk dan membabi buta.

"Oni ini... "

.
.
.

"Saya sempat terkejut anda menangis di hadapan Oyakata-sama " Amane tersenyum kecil.

Tangannya terampil memasang tusuk rambut itu di suraimu yang telah ia tata rapih sebelumnya.

"Aku juga tidak tau kenapa! Duh sudah dong! Aku malu" cicitmu berusaha menutupi wajah yang kini semerah kepiting rebus.

"Saya senang, anda dapat membuka diri pada kami" balasnya tulus, menghias bibirmu dengan cairan merah kental.

Amane memberikanmu cermin seukuran telapak tangan pria dewasa. Kau menatap pantulan dirimu di dalam balutan kimono putih dan tudung pernikahan itu.

Jarimu mengusap pipi, masih tak percaya, dengan betapa cantiknya dirimu saat ini. Dulu, sekali.

Kau hanya dapat bermimpi bisa mengenakan ini sekali seumur hidup, di drama yang kau tonton, pernikahan itu terlukis begitu indah.

Riuh tepuk tangan sanak saudara, keluarga, tangis pecah sang gadis yang akan dibawa oleh mempelai suaminya.

Hari-hari penuh berkah untuk semua orang, kebahagiaan yang melimpah ruah. Lalu di dalam senyum itu, muncullah sebuah kesedihan.

Sesal yang begitu dalam, rasa bersalah yang sampai sekarang tak mau hilang.

"Jika Kyoujurou masih hidup mungkin-" lidahmu kelu, tak ingin melanjutkan kalimatnya.

Tiap bagian tubuhmu masih tak mau menerima kematiannya, ia pergi membawa janji sehidup semati itu bersamanya.

Dan hanya menitipkan janji yang harus kau penuhi sendirian.

BRAK!!

Sontak kalian berdua menoleh, menatap orang kurang ajar yang berani masuk tanpa permisi itu.

"Kau lagi! Sebenarnya maumu itu apa! " marahmu.

Kalian sempat diam, Sanemi melihatmu dengan tatapan yang berbeda.

Bibirnya seolah mengatakan sesuatu, namun kau tak bisa mendengarnya.

"Utsu? Utsu apa? " apa yang ia coba katakan, kau tak mau memikirkannya.

(Sanemi mau bilang kamu "Utsukushi" Yang artinya cantik wkwkwk Tsundere susah emang)

Yang kau inginkan sekarang ini adalah perdamaian, biar cuma sementara.

"Oi! Apa yang terjadi padamu? Matamu jadi merah begitu? " tanyamu padanya.

Sanemi sadar, tanpa mau larut dalam pesona itu lagi. Ia menyambar lenganmu.

Tatapannya yang mengerikan itu di tujukan padamu seorang.

"Kita akan menikah! Malam ini juga" putusnya.

Kau tak bisa melepaskan dirimu, Sanemi begitu menakutkan, entah mengapa, kau ingin menggapainya.

Ada bagian dirinya yang mencoba menjerit di dalam sana, meminta pertolongan mu.

To be continued~

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top