67. Mereka Yang Menolak Tiada

Dengan wajah datar kau memandang rendah pria yang masih mengenakan masker Kakushinya.

"Kau lebih mengenalinya daripada diriku" tanpa emosi kau menatap wajah nya.

Bergetar tangan Tomo membuka ikatan buntelan itu, telapak tangannya kedinginan, dingin yang berasal dari apapun yang ada di dalam ikatan itu.

"(Name) ini..." Tomo menutup mulutnya, matanya berkaca-kaca, siap tumpah kapan saja.

Sebuah kepala manusia masih separuh membeku di dalam bongkahan es, matanya terpejam damai sementara darah mengalir tercampur dengan air menodai kain yang ternyata adalah sebuah Hakama itu.

"Ini Haruto"

Para Hashira memandangmu muak, Sanemi telah beranjak, dilihat dari gerak-geriknya ia sudah siap menghajarmu.

Namun Shinobu mendahului, menjadi penengah diantara kalian, ia tak menatap mu namun nadanya menahan amarah sembari bertanya.

"Apa maksudnya ini (Name)"

"(NAME)-SAN! APA YANG SEBENARNYA KAU PIKIRKAN! KENAPA JADI BEGINI" Tanjiro sudah melompat kearahmu, ia mencengkram kuat kerah kimono mu, berapi-api.

Penciumannya seolah menangkap sesuatu yang salah dengan mu saat ini.

Ia tidak mencium bau (Name) yang dulu, bau harum Yuzu yang menyegarkan, hangat, ia tak lagi menemukan jejak itu dari mu.

Hidungnya dipenuhi aroma darah, dan abu vulkanik yang menyengat dari sekujur tubuh (Full Name)

"Tanjiro, lepaskan aku" tanganmu menarik turun tangannya yang masih berada di kerahmu.

"(Name)-san kau? Tanganmu..." Sepasang manik indah itu terpaku kepada tangan yang penuh sayatan dan juga dingin.

Kau mengeluarkan sebuah pocket mirror dari lengan bajumu, motif nya vintage namun warna keemasannya dinodai oleh warna hitam dan karat, ukirannya unik dan indah, sayang sekali nampaknya cermin itu tak berfungsi dengan baik.

Serpihannya berserakan, kurang sebuah serpihan kecil untuk melengkapinya menjadi kaca yang utuh.

"Cermin?" Giyuu meneliti.

Jemarimu bergeser, menutupi pantulan diri Giyuu, mata sedalam lautan dalam itu menemukan seorang wanita yang dirinya kenali di dalamnya.

"Giyuu! Giyuu!" Lalu kepalanya mendetumkan dengungan namanya yang di serukan oleh suara lain.

"Giyuu!" Panggilmu

"Nee-san"

"Jangan di dengarkan!" kau menutupi matanya, Hashira air itu kehilangan kekuatannya dan ambruk.

Kau membopongnya dalam pelukanmu.

"Tomioka-san!" seru Shinobu & Tanjiro.

"Apa yang terjadi?" Himejima bertanya, ia bisa merasakan sesuatu yang buruk ikut hadir secara tiba-tiba di ruangan ini.

Namun dirinya yang saat ini kekurangan, tidak bisa melihat dengan jelas.

"T-tomo! Tomioka-san! Dia tiba tiba pingsan" Kanroji mencoba menjelaskan sedetail mungkin, namun panik dirinya membuat semua kalimatnya menjadi gagap dan tak tersusun rapih.

"(Name)-sama! Apa yang terjadi pada Pillar air" Amane bertanya, mewakili suaminya.

"Benda apa itu?" sambungnya.

"Tidakkah kau mengenalinya Amane? Perasaan yang datang dari cermin ini?" Tanyamu.

Ia sempat terdiam cukup lama, sampai reflek wanita itu menutup mulutnya.

"Jangan-jangan ini!"

"Ini Tsubaki, pelayan lain dari dewa yang tak dikenali, cermin ini adalah intinya, aku telah pergi dan mengalahkannya, sama seperti yang saat itu, dia ini Shinki para Shici Fukujin"

Tangan Amane terulur ia berniat menyentuh benda itu, saat refleksi dirinya memantul darisana.

"Jangan kau sentuh Amane" kau segera menarik kaca kecil itu menjauh.

"Huh!" Amane seolah baru saja tersadar.

"Apa kau baik-baik saja Amane?" Tanya Kagaya masih berbaring di tempat tidurnya.

"Apa yang terjadi denganku?" Tanyanya linglung.

"Aku tidak bisa mensucikan nya, seperti yang kau tau, Tsubaki adalah gabungan dari Shinki dan Tuannya yang mana adalah ekstraksi Dewa, setelah mengalahkan Shinki yang berperan menjadi wadah serta kesadaran, seharusnya kita bisa mengambil ekstraksi Dewa yang bersemayam di dalamnya, namun..." Kau menggantung kalimatmu.

Semua Hashira pada akhirnya ikut berkumpul, melihat cermin yang kaca nya telah kau tutupi itu, kecuali Tomioka Giyuu yang masih dalam keadaan tidak sadar.

"Ada bau Oni dari benda ini" Tanjiro mengendus nya.

"Jadi benar yah.."

"(Name)-sama, sebenarnya apa yang terjadi, kenapa cermin ini tidak bisa anda kendalikan?" Tanya nya.

"Dari awal aku memang tidak bisa mengendalikan Shinki yang tak memiliki kontrak denganku" ralatnya pada ucapan Amane.

"Namun harusnya aku bisa mendapatkan kembali ekstraksi Dewa yang digabungkan ke dalamnya, dan membuat mereka berinkarnasi kembali, namun benda ini melawan, setelah kehilangan komando Shinki, dia seolah mencari wadah lain untuk bangkit"

Wajah-wajah itu menatapmu seperti orang dungu, kau menghela nafas lelah.

"Biar kutunjukkan" kau menyingkir dan bercermin sendiri.

Aura hitam mengelilingimu, bolamata mu ikut menghitam, tinggi badanmu juga ikut dibuat menyusut olehnya.

Obanai bersiap mencabut katana nya, ia dalam posisi kuda-kuda.

Crackk!!!

Kau menghancurkan cermin itu, membuat kacanya berserakan di tepi kaki mu.

"Benda ini menunjukkan angan-angan, membuat orang yang bercermin di permukaannya tak ingin kembali, membisikkan rayuan-rayuan, dan memakan jiwa sang korban" ucapmu sembari mengumpulkan serta menyusun kembali setiap serpihan kacanya.

"Dia mencoba merasuki ku sebagai inang yang baru, itu yang terjadi pada pilar air dan Amane beberapa waktu yang lalu"

"Saat ini aku mencoba menghancurkannya, namun ada serpihan terakhir yang kucari agar benda seperti ini dapat sirna selamanya"

"Jadi ada dimana serpihan terakhir yang sedang kau cari ini?" Obanai ikut berjongkok, memandang mu mengintimidasi.

"Aku tidak tau"

"Huhhhh!? Apa kau sedang bermain-main dengan kami" sentak Obanai.

"Tapi kalian mungkin bisa bertanya pada Tomo, dia tau dimana serpihan terakhir berada, bukankah begitu, Tomo?"

Seluruh mata sontak memandang Tomo, ia menatap balik seolah tak mengetahui apapun.

Kau berdiri, menyeret kakimu tepat di hadapan Tomo yang sedang duduk.

"Apa kau masih mengingatnya Tomo? Atau harus ku panggil dirimu yang harusnya berada di seberang?"

Mata bertemu mata, kau memotong jarak begitu dekat dengannya.

"A-apa maksudmu (Name) "

"Katakan yang sebenarnya pada kami semua Tomo"

Seperti menjadi sebuah cermin, kau melihat sampai ke dalam Jiwa Tomo. Pria itu menangis ketakutan, ia mulai menggeram sembari menutupi matanya.

"Aku tidak melakukan apapun! Aku tidak melakukan apapun" ia menggeleng kuat-kuat.

Membantah seluruh hal yang saat ini hanya dirinya yang tau apa itu.

"Aku-"

"AKU TIDAK TAHU!" suara Tomo berubah, berat suara baritone itu menggema.

Sebuah mata bundar sebesar kepalan tangan muncul di balik leher Tomo, dan itu adalah tanda-tanda bahwa jiwanya telah menyatu dengan mereka yang disebut Ayakashi.

"Apa itu!" Obanai bertanya.

"Kasihan sekali" balasmu.

"Tamoto, Agito" gumpalan cahaya datang dari pintu masuk dan dari balik kimono yang kau kenakan dengan secepat kilat.

"(Name)-sama, apa kau memanggil?" Tanya seseorang yang telah bersimpuh di sampingnya.

"Tamoto kita akan melakukan pembersihan disini" kau menarik tali putih dari balik kimono mu, dan mengingat surai (H/c) itu.

"Anda pasti Oyakata-sama & Istrinya! Mari saya bantu, kita harus menjauhi tempat ini" tawar Agito menawarkan bantuan untuk menggendong Oyakata-sama yang tak berdaya di kasurnya.

"Kita mau kemana? Sebenarnya apa yang akan kalian lakukan dengan Kakushi kami?" Amane menatapi pria yang rasanya wajahnya tak asing itu.

"Kau-"

"Para Hashira dan sisanya juga bisa menjauh dari tempat ini untuk sesaat, ritual pembersihan adalah ritual yang riskan dilakukan terutama di dekat orang-orang mortal seperti kalian" Agito berkata, ia juga berharap mereka mau pindah tempat.

"Kalian kan-"

"Jangan mengatakan apapun! " Komando mu, menarik lengan Tomo, bersiap membawanya ke tanah lapang, tepatnya sebuah taman di depan ruangan ini.

"Kalau kalian mengenal mereka jangan katakan apapun" ucapmu sekali lagi.

Kagaya membungkam mulutnya, dia tahu akan hal itu, tentang rahasia para dewa dan para Shinkinya, baik dirinya atau siapapun di haramkan untuk menyebut identitas asli seorang Shinki di depan mereka.

Ia tidak bisa mengatakan bahwa mereka yang bernama Agito dan Tamoto adalah Usui Haruto dan Nagi.

"Aku tidak akan pergi kemanapun keparat! Apa yang kau rencanakan!" Sanemi menggenggam lenganmu yang satunya, mencegah langkahmu pergi lebih jauh bersama Tomo.

"Baiklah" ucapmu acuh, menepis balik tangan Sanemi.

Pria itu mematung, dia tidak pernah berpikir tangan mu akan sedingin itu untuk seseorang yang masih hidup.

"Tapi (Name)-sama, Yabo-sama bilang ini ritual yang berbahaya untuk mereka yang masih hidup" Tamoto memotong.

"Tomo juga bukan Shinki siapapun, dia hanya seorang Jiwa yang berkeliaran dengan pengecualian dan telah menyatu dengan Ayakashi, kita bahkan tidak tau apakah ritual ini akan berhasil atau tidak" Agito menambahi.

Benar-benar dua orang Shinki ini, belum ada seminggu mereka menjadi milikmu, sudah banyak sekali pengetahuan keduanya, kau tidak benar-benar merasa bangga.

"Ughh! (Name) kepala ku rasanya sakit sekali! Apa yang akan terjadi padaku" Tomo terus merintih, masih memegangi kepalanya.

"Wahai jiwa yang ternodai, engkau yang telah lancang melangkahi, kutawarkan kepadamu kemuliaan untuk bersanding di sampingku, menjadi taring ku yang lain, tamengku yang lain dan pelayan setiaku, atas nama Amaterasu kutawarkan namaku untuk kau lindungi-"

"(NAME)-SAMA!" hati Tamoto mencelus kaget.

"OI! PISAHKAN DIA DAN (NAME)-SAMA!" Tamoto memandang Tanjiro yang berdiri paling dekat dengan dirimu.

"Namamu adalah Ritsu, asmamu adalah Riito, kemarilah wahai Shinki ku, Riito"

Dalam sekejap sebuah nama terukir di pipi kiri Tomo, itu adalah nama yang kau berikan sebagai Amaterasu, dan dia memenuhi panggilan mu.

Tomo, telah resmi menjadi Shinki, ia milikmu dan dirinya adalah sebuah arloji antik,

"Cantiknya" bisikmu menemukan pantulan dirimu di kaca arloji gantung yang indah itu.

Kau akhirnya jatuh terduduk di halaman Kagaya, Nafasmu naik turun kelelahan, asap tipis datang dari tanganmu, sebuah noda keunguan menyebar dari tangan yang menggenggam Riito.

"(NAME)-SAN!" Tanjiro segera berlari mendekati mu.

"Berhenti! " Tamoto menarik tangannya kuat, sampai terpental kebelakang Tanjiro dibuatnya.

Kau melirik dari sudut matamu, kegaduhan seperti apa yang tengah terjadi belakang sana.

"(Name)-sama!" Agito berlari mendekatimu.

"Agito, kau tau aturannya, jangan dekat-dekat denganku, Riito telah menyengatku, padahal hanya satu Ayakashi tapi dia telah menodai ku separah ini" kau mengangkat arloji itu.

Setitik air mata jatuh ke tanah dan segera menguap hilang, sakit hati sekali kau dibuat Tomo, tatkala melihat rekap hidupnya yang telah lengkap kau hadiri dari dirinya lahir sampai dirinya tiada, dalam waktu lima detik saja.

Termasuk, ketika Tomo melakukan hal itu.

"Siapkan garisnya" perintahmu, setelah membuang Riito di sebuah kolam ikan di halaman Kagaya.

"(N-name)-chan..." Mitsuri tak bisa menahan diri, ia berlari, membuka pelukannya bermaksud mendekap mu dengan wajah berkaca-kaca.

"Jangan kesini" dari kejauhan kau mengangkat tanganmu, menghentikan dirinya.

"Jangan dekat-dekat denganku, lihat ini! Noda keunguan di sekujur tubuhku, ini adalah noda dari Shinki yang menyengat tuannya, noda seperti ini riskan menular, hanya dengan bersentuhan"

"Saksikan dari tempat kalian berdiri saat ini, lalu kalian akan mengerti apa yang ku maksud dengan pengkhianatan waktu itu"

"Agito! Tamoto!"

"ISSEI!" sebuah garis transparan menjulang sampai atas langit yang berubah menjadi biru keunguan.

Semua orang yang berada di radius 10 meter dari tempat mu berpijak, saat ini seolah-olah tengah di bawa ke tempat lain.

"Ritsu kembalilah" kau memberikan perintah, kepada arloji itu untuk kembali ke wujud aslinya.

Didalam sana hanya ada seorang anak berusia kurang lebih 14 tahun yang menatap orang-orang di luar sangkar transparan itu lugu, dia anak laki-laki yang manis, sebelas dua belas dengan wajah Kamado Tanjiro.

Di balik baju hazmat milik Kakushi, cerah warna kulitnya, bersih, halus warna rambutnya, sepasang manik merah yang menatap langit tanpa sedikitpun udara untuknya.

"Ritsu! Akui dosa mu" Agito nampak mengomandoi pensucian itu, ia menjadi seseorang yang begitu marah melihat tuannya di nodai.

"Aku? Apa salahku" bocah itu mengangkat kedua tangannya yang masih memiliki beberapa baret bekas tugas terakhirnya.

"Aku sudah mati? Kenapa aku mati?" Ia melihat mu lugu, nampak meminta belas kasihan.

"Tolong aku!" Dirinya berdiri, mendekati garis yang membentuk sangkar segitiga dan menggedornya dengan kuat.

"Kenapa aku dihakimi seperti ini! Ada apa dengan kalian semua! Tolong aku!"

"Aku tau dirimu! Kau adalah nyonya ku bukan? Apa kau tidak ingin menolongku! Hei..."

"Tolong"

Tangisnya yang pilu berubah menjadi teriakan mengamuk, saat Ayakashi yang telah bercampur dengan jiwanya bangkit kembali.

Sedikit demi sedikit Ritsu menjadi seekor monster, tubuh mungil itu berubah menjadi beruang keunguan setinggi tiga meter.

Kukunya mencakar garis milikmu, jelas sekali dirinya mengincarmu.

"Kau harus mengakuinya! Dosa-dosamu"

"DOSA! DOSA! DOSA! BERHENTI MENGGUMAMKAN ITU! " ia menjawab angkuh.

Ikatan kalian masih baru saja dibuat, masih begitu segar, kalian bahkan tidak bertarung disisi satu sama lain. Kau tidak bisa merajut sebuah hubungan dalam beberapa menit, kau tak bisa meyakinkannya.

Sengatannya makin menutupi kulitmu, kini pandanganmu pun nampak semakin buram, sengatan milik Ritsu pasti sudah sampai di salah satu bola matam, membuat mu harus menutup kelopak matamu perih. 

"Apa kau masih akan mengatakan hal itu di depan dua orang ini, Ritsu! Tidak-" kau harus melakukannya.

Membuat rahasia para dewa sebagai senjata.

"TOMO! JANGAN KAU LIHAT AKU TAPI KEDUA ORANG YANG BERDIRI BERSAMA KU INI! LIHAT MEREKA!"

Retak! Ada retakan di dalam inti dirimu, dan kau yakin itu berasal dari Riito. Tidak seperti sengatan, retakan yang berasal dari rahasia para dewa dirasakan kedua belah pihak, saat ini jiwa Tomo pun pasti terguncang.

"Kau membunuhnya, saat itu! Saat Haruto berusaha menghadapi Kanna sendirian, kau menikam Nagi dan kembali untuk melakukan hal yang sama kepada Haruto"

"Apa kau ingin tahu bagaimana kau mati? Tomo"

"Kau melihat dirimu yang menyedihkan di dalam cermin itu, dan Tsubaki bernama Kanna menjanjikan segala impianmu, apa aku salah? " Pernyataanmu tak mendapatkan bantahan, seolah semuanya benar.

"Kau berkhianat, bukan hanya kepada Oyakata-sama dengan membocorkan lokasi desa penempa pedang dan markas ini, tapi kau mengkhianati mereka yang padahal kau tahu, bahkan jika seluruh dunia menjatuhkan mu hanya kedua orang itu yang akan berada di sampingmu"

"Kau kehilangan semuanya ketika Oni memangsa keluargamu, Haruto menemukanmu, kini kau membakar habis rumah satu satunya yang kau miliki"

Tomo bersimpuh, ia sudah berlinangan air mata.

"Saya-"

"Saya yang melakukannya, saya mengkhianati mereka, saya membunuh mereka" bocah itu sudah menangis sejadi-jadinya.

Segala dosa nya diakui di depanmu.

"Saya merasa iri kepada mereka terutama Haruto yang masih bisa mengangkat pedangnya, bahkan di hari itu saat kami kehilangan harapan, Haruto mendapat perlindungan dari jimat yang dia bawa dari kuil, Haruto begitu berbakat dan dicintai, saya tidak ingin menusuknya, tapi sesuatu terus berbisik kepada saya untuk melakukannya "

"Saya yang melakukannya (Name)-sama, tolong hukum saya"

Setelah prosesi pembersihan dilakukan, Tomo tergeletak lemas, dengan retak di sekujur tubuhnya.

"(Name)-sama" Tamoto mendekati kalian berdua.

"Kau baik-baik saja Tamoto? Agito?" Tanyamu, sempat merasa cemas kalau-kalau keduanya mengingat nama nama yang barusaja kalian berdua saling sebutkan.

"Kami baik-baik saja, selain itu apa yang akan terjadi pada dia?" Agito memandang Ritsu, kau bungkam, tak bisa menjawab apapun.

Sakit memenuhi dirimu dari luar dan dalam.

Ritsu hilang perlahan-lahan, dan sebuah serpihan kaca muncul dari jiwanya yang menghilang.

"Itu serpihan terakhirnya" ucapmu memungutnya, menyatukan kembali dengan cermin dan barulah bisa menghancurkannya.

Sebuah cahaya lahir dari kehancuran cermin itu.

"Dia akan segera terlahir kembali sebagai Shici Fukujin " ungkapmu.

"Jadi selama ini..." Shinobu mencoba menerka-nerka.

"Agito, Tamoto tinggalkan kami, ada hal yang harus kubahas dengan mereka" pintamu.

"Baik! (Name)-sama"

.
.
.

"Tidak ada satupun dari unit yang dikirimkan di misi itu selamat" ucapmu setelah kalian duduk dan menenangkan diri.

"Tapi dia sudah berada disini berhari-hari, apakah hal semacam itu mungkin?" Tanya Shinobu.

"Aku bisa saja salah, tapi seperti yang di katakan Rits-, maksudku Tomo, dia bertemu dengan Dewa itu, dan Tsubaki nya, melihat Tomo dapat dimanfaatkan jadi dia menjadi Shinki"

"Menjadikan orang hidup sebagai seorang Shinki artinya-"

"Artinya dia harus mati"

"Tomo adalah orang luar biasa dalam artian buruk, setelah dirinya tiada ia masih terjebak dalam pengaruh cermin itu dan membawa dendamnya lalu kembali ke tempat ini"

"Ma-maksudnya bagaimana?" Kanroji bertanya takut-takut, ia merasa hanya dirinya seorang yang lambat memahami pembicaraan ini.

"Maksudnya dia tidak sadar dia telah tiada, jiwa Tomo menolak bahwa dia sudah mati, ketidaktahuannya akan hal itu nyata dan tak dibuat-buat, jiwa yang seperti itu bisa muncul di hadapan orang banyak sampai dengan waktu yang lama"

"Makanya tidak ada yang menyadarinya, toh baik dewa dan Shinki pun bukan berarti tidak terlihat, Kanroji-san, ada berapa orang di tempat ini?" Tanyamu.

Kanroji sontak segera menoleh untuk memastikan.

"Jangan menoleh! Kau tidak boleh melihat mereka dan juga tidak boleh mengira-ngira aku butuh jumlah pasti" pintamu.

Ia nampak menimang-nimang cukup lama.

"Sebelas belas orang?" Ucap Kanroji setelah selesai menghitung dalam otak nya.

"Di ruangan ini saja sudah ada 14 orang tepatnya" koreksi mu.

"Hah!? Mana ada!! Aku yakin sudah menghitung mereka semuanya" ia akhirnya mengedarkan pandangannya sambil mencengkram kepalanya.

"Sejak kegaduhan tadi, Kiriya dan Kanata sudah bergabung bersama kita, dan di ujung sana ada Tomioka-san yang masih tak sadarkan diri, serta Nezuko-chan yang ada di dalam kotak"

"B-benar juga" aku Kanroji.

"Sama seperti itu juga para dewa dan Shinki ada, kami bukannya tidak terlihat namun sulit untuk dilihat dan dirasakan"

"Ah begitu! Makanya ada orang orang yang bisa melihat hal semacam itu yah" terka Kanroji.

"Benar ditambah jika kami mengeluarkan energi yang cukup untuk di rasakan, dan diperhatikan" kau mengangguk setuju.

"Dan dapat kuasumsikan bahwa dalam sembilan orang hitunganmu itu, Tengen, Pillar suara pasti kau masukkan kan?" Tebak mu, Jackpot.

"B-benar juga, aku lupa" cicitnya.

"Sama seperti itu, kami ini cepat untuk dilupakan"

"Logika yang sama berlaku untuk eksistensi Tomo selama ada disini"

"(Name)-sama, sebelum nya kita harus membersihkan sengatan anda terlebih dahulu, mari kesini, saya dan Kanata akan memandikan anda" tawar Amane.

"Amane, Kagaya-san" kau memperhatikan suami istri itu bergantian.

"Saya akan bertarung" ucapmu.

Keduanya membisu hening, Amane memandangmu kebingungan, sementara Kagaya menatapmu masih belum puas.

"Saya tidak akan lari lagi Kagaya-san, meskipun akan tetap ada orang yang mencemooh saya, saya hanya akan mengacuhkan mereka, saya akan sepenuhnya mengakui diri saya sebagai penerus ataupun pengganti Amaterasu-sama, yang manapun tidak masalah"

"Saya akan menerima diri saya, peran saya, takdir saya, meskipun begitu saya masihlah (Full Name), saya bukan Amaterasu sama yang asli, meskipun begitu apakah anda masih mau membimbing saya?"

Kagaya mengembangkan senyum nya, di tengah tengah rasa sakit itu, ia mendapat sebuah ke legaan di dalam dadanya.

"Anda sudah lama kami nantikan (Name)-sama" ujarnya.

"Tsubaki nampaknya memiliki hubungan dengan Kibutsuji Muzan, kali ini lagi-lagi saya tidak bisa mendapatkan informasi apapun dari Kanna, namun saya yakin, cepat atau lambat tali merah ini akan membawa saya berhadapan dengan Muzan"

"Lawan kalian bukan hanya seorang Iblis" kau berbalik menghadap para Hashira yang duduk di belakangmu.

"Pertama-tama kita harus mengetahui bagaimana Kibutsuji menjadi seorang Iblis, metode atau media apa yang di gunakannya, apakah itu kutukan, sihir, keajaiban atau inkarnasi, bahkan Yoriichi Tsugikuni pun tidak akan mengetahuinya"

"Aku juga merasa harus bertanggung jawab atas teledornya dewa-dewa di Takamagahara yang membiarkan makhluk seperti Muzan diciptakan, menurutku jika kita berniat menghancurkan dirinya, kita harus mengetahui bagaimana dia terlahir, agar tragedi semacam ini tidak terulang lagi, kita pemburu Iblis dan kita akan membasmi mereka semua dari akarnya"

"Keyakinan ku mengatakan, Muzan bukanlah akar dari semua ini, jika kita bisa melihat apa yang terjadi di seribu tahun yang lalu kita akan menemukannya, dalang sesungguhnya di balik semua ini"

"Jadi kumohon kepada kalian semua, biarkan aku menjadi salah satu dari Kisatsutai, tidak diakuipun tak apa, dianggap lemah pun juga tidak apa-apa, saya akan tetap melakukannya untuk diriku sendiri"

Kau bersujud, memberikan formalitas kepada para Hashira.

Kagaya tidak mengatakan apapun untuk membujuk anak-anaknya. Ia membiarkan mu bersujud, membiarkan anak-anaknya melihat kesungguhan di dalam dirimu.

"SAYA MENGAKUINYA!" Kanroji mengangkat tangannya tinggi-tinggi, melantangkan suara nya begitu melengking.

Di kedua bola mata emerald itu, dia meyakinimu, tidak peduli dibedakan oleh masa dan era sekalipun.

Grasak-grusuk terdengar di belakangmu, sebuah tangan menggenggam bahumu. Pimpinan Kisatsutai itu menggunakan sisa-sisa keajaiban untuk berjalan ke arah mu dan berkata.

"Aku mengatakan hal ini pada Kamado-kun dan adiknya, Nezuko-san, mereka adalah keajaiban yang tak pernah ku temukan bahkan dalam sejarah keluargaku, seorang Iblis dan Manusia yang bertarung bersama" kau menatap wajah Tanjiro yang melunak.

"Dan aku akan mengatakan nya kepadamu saat ini"

Lantas kau mendongak, melihat wajah Kagaya yang tersenyum di balik perban di sekitar wajahnya.

"Kau mungkin akan berusaha keras untuk mendapat pengakuan mereka, (Name) kau adalah keajaiban yang lain yang datang ke markas ini dan pada akhirnya berpihak kepada kami, tunjukkan pada mereka (Name) keteguhan itu"

Disemangati seperti itu kau seolah merasa aneh, apa pernah dalam hidup kau mendapatkan kepercayaan sebesar ini? Rasanya belum pernah.

(Name) yang dulu, (Name) yang acuh mungkin hanya akan tersenyum lalu meninggalkan tanggung jawab itu, tapi saat ini apa kau akan benar-benar melakukannya?

"Lalu apa rencanamu setelah ini?" Tanya Obanai.

Ia merasa prihatin dengan aksi Kanroji yang ternyata tak mendapat banyak reaksi, jadi dirinya berencana menaruh sedikit rasa kepercayaan padamu agar Kanroji tak merasa kesepian.

"Tentang hal itu..." Kau menggantung kalimatmu.

"Hal yang ingin ku lakukan saat ini adalah menemui Ibuku"

"Ibumu? Si mantan Oiran itu?" Sambung Obanai, dia menjadi salah satu dari segelintir orang yang tau tentang Ibumu.

"Bukankah dia menghilang sejak kejadian di distrik bunga?" Tanya Kagaya.

"Iya, aku tidak tau dimana dia berada, tapi dari surat nya dia akan baik-baik saja"

"Jadi pertama-tama kita akan mencari keberadaan Oiran itu?" ujar Sanemi menutup matanya.

"Tidak, bukan dia yang ku maksud, kita akan menemui Ibuku yang lain"

"Huh?" Mitsuri nampak berpikir keras, memangnya ada berapa banyak Ibu yang bisa dimiliki seorang anak?

"Siapa dari kalian yang ingin pergi ke Neraka?" Bibirmu membentuk kurva, melengkung sesempurna bulan sabit.

"HAH!!!?"

Tbc~

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top