65. Terbangun Dari Mimpi

Sepasang kaki tak beralaskan alas itu, melaju kencang, berlarian diatas bebatuan kerikil yang melukai telapaknya, ia masih menggunakan kimono tipis, namun peduli apa dirinya tentang itu semua.

Dirinya mendapati mimpi mengerikan, yang tak mau dia akui.

Satu persatu anak tangga itu dia lewati, hingga tibalah dirinya di puncak tujuan, tempat dibangunnya sebuah kuil oleh tuan tanah ini.

BYURRRR!

Diguyurkannya air dalam tandon air kuil itu, tanpa basa-basi, asap keluar dari permukaan kulitnya, seperti arang yang dipadamkan oleh air.

Tangannya menyibak kain tipis yang menyelimuti tubuhnya, terdapat luka sengatan bewarna keunguan.

"Siapa yang menyengat ku?" Kau tak habis pikir, saat ini dirimu yang tak terikat oleh siapapun itu bisa-bisanya tersengat.

"Bagaimana ini mungkin terjadi?"

Kau bersandar, di penampungan air yang dibuat dari kayu itu. Kecurigaan tak lagi menjadi kecurigaan.

"Mimpi itu"

"Mimpi tentang Amaterasu-sama itu-"

Ia menekan kembali luka bekas sengatan yang berada di tubuhnya, bersembunyi di balik yukata itu.

"Mimpi yang kulihat, rasa sakit Amaterasu -sama, hanya lewat mimpi saja, rasa sakit itu dibagikan kepadaku-"

"Siapa itu disana!?" Sebuah suara menegur dari belakang, tepat di dekat anak tangga kau mendapati seseorang berdiri.

"Nagi-kun?" Kau mencoba mengingat namanya, dia anak tidak sopan yang kemarin Minggu lalu bersama Haruto, seorang Kakushi dengan sikap kloningan dari Tanjiro.

"Kau-"

"Kau si Miko itu yah"

Kalian berdua berjalan, saling mendekati, kau keluar dari bayang-bayang, sinar rembulan menyinari mu, suara nyaring jangkrik bersahutan di sisi kanan-kiri kuil yang masih sepenuhnya hutan.

"Sekilas aku tidak merasakan aura seorang manusia darimu" ucap Nagi.

"Apa yang kau lakukan selarut ini di kuil ini?" Tanyamu mengalihkan pembicaraan.

"Aku-" kalimat Nagi menggantung.

Sepasang mata mu menangkap sebuah palu gada, yang begitu besar. Bukan palu seperti umumnya, itu seperti dibuat khusus untuk memalu pasak dan menghancurkan bangunan.

"Aku kesini untuk dia" pandangan Nagi menatap lurus, intens melihat kuil yang berdiri di belakangmu.

Nagi melewati dirimu, sosoknya terasa begitu dingin, tidak ada lagi pria konyol yang di ceritakan Haruto.

Itu benar, kau dan tiga serangkai itu menjadi akrab, beberapa kali kau memasak untuk mereka, itu semua berkat Haruto.

"Apa kau datang selarut ini hanya untuk berdoa?" Pekikmu berbalik mengejar kecil langkahnya yang nampak terburu-buru.

BAMMMMM!!!

BAMMMMM!

BAMMMM!

Jantungmu dibuat mencelus, desir darah mu melaju di dalam nadi begitu cepat hingga rasanya seperti ingin meledak.

Pengelihatan mu sejenak menjadi rabun, tatkala melihatnya salah menghancurkan pilar kuil itu.

Dengung suara dentuman kayu dan reruntuhan serpihan nya berdengung di kepalamu. Kau merasa begitu marah.

"NAGIIII!!!" Jeritmu membelah malam.

"Apa yang kau lakukan! Nagi berhenti! Ada apa dengan dirimu, kenapa kau menghancurkan kuilnya" kau berlari, mendorong pria itu hingga jatuh menindihnya.

Urat urat di kepalanya timbul, ia meronta seperti sedang kerasukan.

"Menyingkir! Menyingkir dariku!"

"Nagi! Sadarkan dirimu! Kenapa kau melakukan ini" siku mu menekan lehernya, suara jeritan dari Nagi semakin menjadi, membuatnya memuntahkan darah dari penghimpitan tenggorokan.

"MINGGIR KAU SIALAN!" Kau dibanting, karna lengah.

Dia kembali mengerahkan tangan-tangan berotot itu untuk melumpuhkan kuil nya.

"KUIL SEPERTI INI SEPERTINYA DIHANCURKAN SAJA! DEWA SIALAN PENGHUNI KUIL INI! SEMUANYA! HANCURKAN SAJA SEMUANYA!" membabi buta, Nagi telah menghancurkan banyak hal.

Dia mematahkan dua Pillar penompa bangunan, menghancurkan altar doa, memutus lonceng dan membuatnya tak lagi bisa bersuara dalam sekejap. Haruto tidak bercanda tentangnya yang menjadi mantan Kisatsutai.

Levelnya mungkin dibawah Tanjiro dan Inosuke, tapi  dia sedikit lebih kuat dari Zenitsu.

"Nagi..."

"Nagi berhenti" kau menangis, sembari mencengkram dadamu sendiri, ada rasa kekecewaan yang begitu besar dari dalam dirimu melihat bangunan itu sedikit demi sedikit hancu, seperti melihat bagian dari tubuh mu juga di lukai. 

"Nagi"

"Karna Dewi sialan ini! Karna dia! Haruto!" Punggung Nagi bergetar hebat, di balik bayangan kuil pun kau bisa melihat nya dengan jelas.

"KARNA DIA HARUTO TIADA!" jerit Nagi.

Air mata berderaian di pelupuk matanya, pria ketus itu hancur, memberi arti bahwa dia tidak menyampaikan sebuah dusta.

Kau tidak menghentikan tindakan anarkis Nagi, alih-alih berusaha melakukannya, kini kau duduk bersimpuh, melihat kuil itu dengan tatapan kosong.

Api disulut oleh Nagi, kalian berdua menatap kuil itu tanpa arti, bara nya memercik sampai ke atas langit, Nagi akhirnya bisa tenang setelah menghancurkan kuil itu. Ia merasa dirinya tengah melaksanakan pemakaman untuk kawannya dengan megah.

"Huh!?"

TRANG!!!

SRAKKKKK!

Kau dengan respon kilat mu, berhasil menghalau pedang dan memukul mundur pria itu.

"Nagi, kau baik-baik saja?" Tanyamu menoleh ke belakang.

Nagi tersadar, ia meraba-raba pedang yang berada di pinggulnya telah menghilang, kini berpindah tangan kepadamu.

"PILLAR AIR! HASHIRA! TOMIOKA GIYUU-SAMA" pekiknya, berhasil mengidentifikasi.

"Apa yang kalian lakukan disini, ada apa dengan kebakaran sebesar ini, dan kuilnya-" Giyuu nampak tak habis pikir.

Ia memandang kalian berdua penuh amarah.

"Apa ini ulahmu! Setelah semua yang Oyakata-sama lakukan untukmu! Kau menghancurkan kebaikannya seperti ini! Kau-"

"Hashira-sama ini-" Nagi mencoba menjelaskan.

Kau menaikkan tanganmu tepat di depan wajah Nagi, memberinya isyarat untuk bungkam.

"Sampaikan kepadanya, Tomioka-san"

Secarik kertas kau bakar menggunakan sedikit dari api yang membakar kuilmu.

"Dia menginginkan seorang Dewa? Dia telah mendapatkannya, aku akan segera kembali setelah memenggal kepala seseorang"

Kau berbalik, membawa Nagi meloncati kobaran api itu, dan menghilang.

Tomioka Giyuu yang kelabakan melihatmu tenggelam dalam kobaran api, secepat kilat berusaha menyusulmu.

Tangannya ikut tenggelam mengabaikan panasnya api.

"H-hilang!"

"HASHIRA-SAMA! (NAME)-SAMA KEMANA?" tanya seorang Kakushi.

"Cepat! Padamkan apinya! Wanita itu! Dia melompat ke kobaran api ini" ungkapnya panik.

.
.
.

Kasus itu ramai di bicarakan, rumornya kini tersebar kesana kemari, tidak sedikit yang melebih-lebihkannya.

Tentang seorang wanita yang menceburkan dirinya ke api, beberapa bilang dia telah terbakar menjadi abu hingga ke tulang belulangnya, sementara yang lainnya bilang dia masih hidup dan (Name)-sama yang mana dewa dari kuil itu menelannya karna membakar kuilnya.

"Nezuko apa kau sudah siap?"

"Hmmm!!! Hmmm!!" Kotak itu bergerak.

"Tanjiro kun" hadang Shinobu tatkala pria itu hendak melakukan perjalanannya.

"Mau kemana kau? Bukankah hari ini kau diliburkan dari misi?" Ucap Shinobu.

"Tolong minggir dari sana Shinobu-san!" Ucapnya bertekad menerabas.

"Jawab aku! Mau kemana kau?"

"Aku akan pergi menemui (Name)-san!"

"Dengar! Tanjiro, kau adalah pemilik tanda itu, kita tidak bisa kehilangan dirimu"

"Meskipun begitu saya harus tetap pergi! Saya telah berjanji!"

"Apa kau mengerti betapa berharganya keberadaan mu itu!" Shinobu meninggikan suaranya, ia hendak mendekati Tanjiro untuk menyuntikkan obat penenang.

Namun hidung pria itu terlampau kuat, jangankan menghirup aroma obat-obatan yang asing itu, ia bahkan bisa menghirup niat sebenarnya dari Shinobu.

"Maafkan aku Shinobu-san!" Ia menghindari penyergapan Shinobu, dan meluncur lewat bawah.

"Kanao!" Shinobu yang telah mengantisipasi hal itu, memanggil Kanao yang telah berjaga di depan pintu.

Namun untuk kedua kalinya Kanao pun berhasil di hindarinya, ia sudah pernah jatuh sekali pada penyergapan itu, kini hidung Tanjiro telah terbiasa oleh baunya, bahkan dari awal pun Tanjiro bisa tau Kanao ada di dekatnya.

"Aku benar-benar minta maaf Shinobu-san! Aku janji akan segera kembali bersama (Name)-san" ujarnya dari kejauhan, berlari kencang.

GREPPPP!!!

"Giyuu-san"

"Tomioka-san" ucap Tanjiro dan Shinobu bersamaan.

Pergerakan Tanjiro telah di hentikan sepenuhnya, dengan mudah Pillar air itu mengunci badan Tanjiro.

"Giyuu-san! Lepaskan aku! Kau harus melepaskan ku"

Shinobu dan Kanao akhirnya dapat menyusul kedua pria itu, sama di sudut dahinya terdapat kedutan amarah.

"Tanjiro, kau ini benar-benar, akan ku pastikan kau koma selama sebulan penuh" ucapnya halus.

"Kebetulan kalian berdua ada disini, Oyakata-sama memerintahkan kita dan Tanjiro bergegas ke kediamannya"

"Huh?"

"Ini tentang (Name)"

Tbc~

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top