47. Namaku.

Aku tidak mengerti seperti apa kondisinya saat ini, kenapa aku diseret seperti ini?

Untuk apa? Sebenarnya apa yang terjadi?

"Hentikan! " Jeritku.

"Sebenarnya apa maumu? Mau dibawa kemana aku ini? Bagaimana kau bisa tau identitasku? Siapa kau? "

Ada banyak sekali hal yang ingin kutanyakan, dan semuanya wajib dijawab olehnya.

Berhubung kedua mataku sedang tidak dapat digunakan. Aku tidak bisa menilai, apa niatnya menarikku.

Jika ia ada dipihak jahat ia bisa saja menculikku tanpa kompromi, jadi aku berhenti berasumsi ia memiliki niat jahat, tapi menyeret seseorang itu juga tidak sopan.

"Kau masih tidak mau buka suara? Jadi itu pilihan mu!? " Aku berbalik badan, siap mengangkat yukata ku dan berlari sekuat tenaga.

"Apa kau benar-benar bisa membantuku? " Tanyanya.

Suara baritone itu lugas, terdengar meragukanku. Entah mengapa mendengar nya saja sudah membuatku merasa jengkel.

Bagaimana suaranya terdengar, seperti terasa familiar di telingaku.

"Apa kita pernah bertemu sebelumnya? " Aku mencoba memastikan, biar tanpa netra.

"Itu pasti adikku yang kau temui pasti Muichirou" 

Angin dingin berhembus, entah mengapa bulu kuduk ku terasa berdiri, aku merasa ada sesuatu yang janggal.

Itu pasti karna orang ini...

"Kau pasti mengaku-ngaku adiknya pillar kabut yah! Yang benar saja! Apa penipuan juga marak di era ini, hei! Lupakan saja, tidak ada gunanya mengaku sebagai saudara pillar, apalagi Pillar kabut, dia punya kepribadian yang buruk"

Aku berusaha mengingatkannya, dan segera kembali. Mengingat Keperluanku dengan Tanjirou.

"Tolong aku Amaterasu-sama! " Ia kembali menarik lenganku.

Masih bersikukuh tak membiarkan mu pergi.

"Bagaimana kau tahu-" Kali ini aku agak serius.

Aku yakin Kagaya telah memastikan, bahwa informasi tentang identitasku hanya akan diketahui para pillar dan tiga orang pembuat onar di rumah kupu-kupu.

Selebihnya, bahkan Kanao dan Kanae tidak tau tentang itu.

Khawatir, jelas aku sangat khawatir, tidak hanya bersangkutan dengan nyawaku sendiri yang kemungkinan besar akan diincar oleh iblis bawahan Muzan.

Meskipun malu untuk menyebut diri ku sendiri adalah kartu AS, Kisatsutai terutama Kagaya, meskipun belum tau niatnya, pria itu terlihat terang-terangan menunjukkan gelagat ingin memanfaatkan ku sejak kedatanganku ke era ini.

Aku tidak bodoh untuk menyadari niatnya.

Tentu saja Muzan yang begitu membencinya dan mati-matian menghentikan segala operasi Kisatsutai yang mengancam keberadaan nya, aku adalah hal yang ingin Muzan hancurkan.

Kekhawatiran lainnya adalah tentang adanya pengkhianat di dalam Kisatsutai.

"TOLONG! " Sontak aku berbalik, mendengarkan asal suara lainnya.

"Darimana asalnya? Siapa itu yang minta tolong?

Menerjang pepohonan hutan, aku mengikuti asal suara yang datang bersama kericuhan lainnya.

"S-siapa kau?  "

"CEPAT LARI! DISINI BERBAHAYA" Tanpa melihat pun aku sudah tau, dua hal.

Yang pertama aku tau kalau aku berhasil menemukan asal suara itu dan yang lainnya, aku dalam masalah besar.

Tak menunggu waktu lama, Yukata ku di tarik dari belakang sampai leherku sempat tercekik karnanya.

Aku mendengar barang pohon yang roboh, dan sangit bau terbakar dari sana.

Tiarap di tanah, jari-jariku bergetar, tak pernah terfikirkan oleh ku bahwa aku akan terjebak di situasi berbahaya seperti ini.

"Syukurlah makhluk itu tidak mengincar kita, ia masih fokus pada bocah bertopeng itu, ini kesempatan kita untuk kabur"

Dalam posisi tiarap, kepalaku serasa di peluk, atau mungkin tepatnya sedang di bekap erat.

Dari suaranya aku bisa menerka, dia orang yang sama yang menyeretku beberapa waktu lalu.

"Eh? Ditinggal... "

"Bocah... "

"Katakan padaku seperti apa situasinya saat ini! " Pintaku.

"Jangan gila! Apa kau seorang Kisatsutai? Apa kau ahli pedang? Apa kau mahir menggunakannya!? Aku tidak melihat senjata apapaun bersama mu saat ini" Bahuku serasa di cengkram erat.

"Apa kau baru saja berpikir, kau bisa melakukan sesuatu tanpa senjata mu? Apa kau punya pengalaman menjadi Kisatsutai? "

"Aku tau kau orang naif yang bodoh! Setidaknya sadari lah posisimu, kau adalah Amaterasu! Bisa kau bayangkan berapa ruginya Kisatsutai jika kau terbunuh disini? "

"Akan lebih masuk akal jika kau menyelamatkan adikku terlebih dahulu, ia sangat bisa di andalkan"

Aku diguncang, kuat sekali sampai perutku terasa mual

PLAKKK!

Merasa muak, aku menamparnya sangat kuat. Orang ini punya mulut kasar, dia sok tau dan pengatur. Sedikit mirip seperti Pillar Kabut, mungkin benar ia adalah kerabat dekat orang itu.

Mereka berdua sebelas duabelas mirip.

"Benar! Aku orang naif! Apa kau baru pertama kali melihat orang naif hah! Katakan padaku! "

"Disana ada bocah yang sedang kesulitan, hidupnya masih panjang, jika saja tidak ada oni di dunia ini"

"Kisatsutai? Apa kau tolol! Orang-orang tidak harus bersertifikasi Kisatsutai untuk saling tolong menolong! Orang sepertimu lah yang paling kubenci, kau berharap padaku untuk menolong adikmu? Pergi sendiri saja sana, aku lebih baik mati menolong bocah antah berantah daripada membuang waktuku pada orang-orang bermulut kasar seperti kalian"

Amarah ku menggebu-gebu, ia tak membalas satupun ucapanku setelah itu.

Penciuman ku menangkap bau amis, ditengah hutan seperti ini, rasanya tidak mungkin.

"Tsk! Hei arwah yang ada disana! Apa kau punya pengalaman merasuki tubuh orang lain? Aku butuh dirimu menjadi penglihatan ku"

Kuulurkan tangan kerjasama, aku tidak sepenuhnya naif. Menerjang musuh tanpa rencana sungguh bukan diriku.

"Bagaimana kau tau, aku sudah"

"Seperti yang kau bilang, aku ini dewi Amaterasu"

Pertarungan kami tak bisa disebut sempurna, atau tanpa luka. Punggung ku bahkan terkena sambaran serangan dari oni itu.

Hanya saja...

Sangat menyakitkan bagiku meminjamkan tubuh pada seseorang yang telah tiada, secara sengaja untuk dirasuki.

Yuiichirou namanya, dia memiliki kisah menyedihkan yang harus ku tonton sampai detik-detik ajal menjemput nya, saat kami berbagi raga.

Aku jatuh begitu dalam menyimak waktu saat dia mulai bisa berpikir sebagai manusia.

Tentang kebenaran ayahnya, yang hari itu tidak meninggal karna jatuh dari tebing.

Ia hanya patah kaki, selebihnya lecet. Namun naas, malam itu ia bertemu iblis dan diserang sampai mati.

Dan Yuchiirou menemukan luka tak wajar di jasad ayahnya.

Yuiichirou mengetahui eksistensi makhluk itu jauh lebih dulu daripada Muichirou. Ia menjadi sangat keras hanya untuk menjaga adiknya tetap dalam pengawasannya.

Berharap keduanya bisa tumbuh dewasa bersama.

"Sama! Amaterasu-sama! " Aku tersadar, penglihatan ku jadi gelap kembali.

Eksistensi Yuiichirou di dalam diriku nampaknya melemah, tentu saja. Dalam diri seorang dewa bersemayam semacam sistem yang melemahkan ancaman internal, seperti roh jahat.

Itu seperti antibodi yang disuntikkan pada manusia agar mereka tumbuh lebih kuat dan kebal meskipun tidak 100%.

Dan roh jahat disini adalah segala sesuatu yang merasuki tubuh manusia. Yuiichirou pasti membutuhkan energi yang luar biasa untuk bertahan di dalam raga ku.

"Yuchiirou! Didepanku sepertinya ada pembatas yang menghalangi, jelaskan situasinya! "

Beruntung aku masih bisa mendengar suaranya.

"Amaterasu-sama, benda itu adalah gelembung raksasa dipenuhi air, adikku sekarang terjebak didalamnya dan tak sadarkan diri, ia sepertinya sudah berusaha memecahkannya tapi tak mendapat cukup udara untuk melakukan teknik pernapasan"

Aku mengerti, dan berusaha memecahkannya dengan pisau kecil yang kupinjam dari Kotetsu.

"Tidak berhasil-"

"Sepertinya gelembung ini adalah teknik darah Iblis, hanya Nichirin lah yang bisa menghancurkan nya, selain itu tidak ada yang bisa menembus-"

"T-tunggu sebentar Amaterasu-sama! "

Kedua tanganku menyusup, meskipun kulitku terasa terkikis, seperti sedang menyusupi himpitan dinding.

"Amaterasu-sama! Tangan anda-"

Diamlah Yuiichirou! Aku tau aku bisa melakukannya, aku sering sekali menjatuhkan barang-barangku di selipan kasur dan terlalu malas mengambilnya dari bawah.

"H-hal seperti ini tidak ada apa-apanya"

Sakit! Sakit sekali! Meskipun aku sudah meyakinkan diriku sendiri dan Yuichirou rasanya tetap sakit, permukaan kulit tanganku mengelupas, menimbulkan sensasi terbakar dan kemerahan.

Aku meraba wajah Muichirou, menemukan gadis malang dan membawanya ke tepian.

Menarik nafas

"(Name)-sama" Telingaku berdengung, mendengar suara Muichirou memanggil namaku.

Ia sudah sedekat nadi dan kulit dengan kematian.

Mppphhhhhhh.

.
.
.

Tempat ini begitu indah, perpaduan biru langit dan dedaunan Ginko yang keemasan menciptakan harmoni, sedap di pandang mata.

Dedaunan kering menutupi seluruh permukaan tanah, sisanya masih berterbangan entah kemana.

Aku sampai tak berkedip di buatnya, rasanya jika aku berkedip aku akan dibawa kembali ke realita.

Tanganku mengadah, menunggu dedaunan Ginko hinggap di sana.

Dua helai daun Ginko menjawab keinginanku.

Tanpa sadar bibirku membentu kurva, aku tersenyum mengingat kedua kakak-beradik itu.

"Cantik sekali"

Aku berbalik, menemukan seorang bocah yang memanggul ranting kayu di punggungnya.

Tatapannya begitu lugu, dia anak yang begitu polos.

"Oh! Kau sudah datang? " Aku duduk sejajar dengan tinggi anak itu, tersenyum menyambutnya ramah.

"Anu, Onee-san ini siapa? Apa Onee-san ini peri pohon Ginko disini? "

Aku tertawa canggung, Kubersihkan dedaunan Ginko yang hinggap di puncak kepalanya.

Hanya karna penampilan ku yang cukup megah nan senada dengan suasana tempat ini, sudah diasumsikan sebagai peri pohon Ginko.

"Mmmm... Benar" Aku mengiyakan.

"Onee-san, aku sudah bisa mengingat tentang ayah dan ibuku, keduanya sudah tidak ada di dunia ini kan? " Ujarnya.

"Sayang sekali, tapi itu memang benar" Aku menimpali.

"Kalau begitu aku akan pergi sekarang" Ia melihat jejak yang ia tinggalkan dibelakang.

Hampir saja memutar balik, aku menarik tangan kecilnya.

"Kalau begitu apa kau juga sudah mengingat kakakmu? Yuichirou? " Tanyaku.

Angin menerbangkan begitu banyak dedaunan kering Ginko, dan Yuichirou muncul dari salah satu batang pohon besar, sembari memanggul kayu bakar bawaannya.

Ia berteriak dari tempat cukup jauh, dari tempat Muichirou berdiri.

"Muichirou! Ayo cepat sedikit! Hari mulai gelap"

Seolah seperti keberadaan mu tiba tiba tiada, Muichirou berlarian setelah menyahuti kakaknya.

Dan kau melihat, sisa kenangan dimana mereka lebih sering tidak akur.

Semuanya begitu cepat, pada akhirnya sebelum benar-benar pergi, Muichirou kembali menemuimu.

Kali ini dengan sosok aslinya yang sudah jauh lebih besar dari pada raga bocah itu.

Tatapannya kosong, kenangan tentang kakaknya yang terakhir memukul Muichirou hingga kehilangan diri.

"Hei" Panggilmu.

"Ah! "

"Yosei-san"

(Yosei disini berarti Ibu Peri)

"Kakakku sudah meninggal dunia" Kami saling berhadapan, aku melihatnya berkaca-kaca.

"Aku sangat tidak berguna, seperti Mu dalam namaku" Tangannya mengepal kuat.

Tidak...

Tidak seperti itu.

Itu nama yang jelek.

Di kamus literasi bahasa Jepang yang kupinjam dari perpustakaan, ada huruf kanji yang juga berbunyi Mu.

Sampailah aku tersadar.

Tanganku menggenggam nya erat, sampai kedua netra kami berjumpa.

Tersenyum sederhana aku akhirnya mengetahui maksud dari nama Muichirou.

"無 (Mu) memang memiliki arti tidak berguna, jika ditulis sendirian "

"Tapi Mu juga memiliki arti lain yang berarti tidak terbatas, bukan kah itu juga digunakan dalam bahasa sehari-hari Mu-teki dan Mu-gen"

"Namamu memiliki arti kemungkinan yang tak terbatas"

Tbc~

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top