38. Penempa Pedang

Mau tak mau kau akhirnya kembali lagi ke tempat ini, kediaman kupu-kupu, milik Shinobu. 

Sekujur tubuh mu masih terasa begitu sakit, seluas mata mu memandang tak lagi nampak apapun,  hanya gelap yang kau temui, beserta nyeri yang begitu menyakitkan.

Tidak!  Kau memastikan dirimu belum mati, orang mati tak lagi merasa kesakitan, meraba sekitar kau menemui selang infus yang tergantung di dekat mu, menarik-nariknya. 

Sementara itu kau mendengar suara bising,  benda berjatuhan. Kemudian seseorang memeluk mu erat, ia tak bersuara,  kehadirannya bak ketenangan bunga. 

"A-anu! Siapa kau? " tanyamu tak nyaman,  kau membalas pelukannya. 

Pinggulnya kecil, kemudian beralih ke wajahnya,  bibirnya,  surainya dikucir samping. 

"Ka-kanao? " tebak mu. 

Ia masih tak menjawab,  namun tangannya menggenggam mu erat-erat,  sekarang kau yakin orang itu adalah Kanao.

Kauraba kembali pipinya, dingin dan lembab,  kau merasa bersalah, ia telah menangisi mu semalaman,  kantung matanya cekung dan ia tidak tidur. 

"Kanao?  Apa semuanya baik-baik saja? " tanyamu tersenyum simpul.

Tak sepatah katapun gadis itu ucapkan, sayangnya kau tak lagi bisa membaca air mukanya. 

"Kanao,  maafkan aku tapi aku tidak mengerti" sesalmu.

"Tanjirou-kun sudah bangun, Inosuke dan Zenitsu-san telah pergi bertugas" untuk pertama kalinya sejak kalian berdua berjumpa,  ini kali pertama kau dengar suaranya..

Tidak ada yang salah dengan suara Kanao,  tidak sejelek yang kau bayangankan. 

"Begitu yah" kau tersenyum lega. 

Tak ada yang bisa kau lakukan dengan hilang nya penglihatan mu,  khawatir?  Tentu saja kau khawatir.  Bagian terpenting yang menjamin masa depan mu kini tak lagi bisa kau gunakan untuk meniti karir. 

"Sishou,  telah melakukan sebisa yang ia mampu,  Oyakata-sama memerintahkannya untuk merawatmu sampai sembuh, tapi... " Kanao menggantung kalimatnya. 

Kau tertawa ringan,  tak mau membuatnya kecewa biarpun khawatirmu sedang membuncah. 

"(Name)!  Bukan berarti kau tak bisa sembuh,  dengan terapi Shinobu-san setidaknya enam bulan lagi kau bisa melihat " hibur Kanao. 

"Benarkah? " timpal mu, menanggapi antusiasme gadis itu. 

"Iya!  Sishou tak bisa melakukan apapun,  ia hanya bilang kau bisa sembuh lebih singkat jika bisa menemukan tanaman berdaun merah dengan ruas hijau, para Kakushi devisi rumah kupu-kupu sedang berusaha mencarinya" lanjut Kanao.

"Syukurlah"

Kau tarik selang infus dan tongkat kayu pelan dan tertatih, kautapaki pasti, sedikit demi sedikit ruangan ini.  

Akan kemana kau setelah ini? Akan pergi kemana kau? Siapa yang akan menuntunmu? Memberimu petunjuk? Apa yang harus kulakukan setelah ini? 

asal-usulmu tak jelas, ingin sekali menyerah disini. Meskipun begitu kau tak diperbolehkan untuk berhenti. Seluruh tubuh mu masih terasa sakit.

Biar tak dapat lagi melihat,  tubuhmu hafal skema kediaman kupu-kupu ini, dimana ruang latihan,  ruang perawatan,  ruang pemulihan, dapur, bahkan kamar-kamar penghuni lainnya.

Kau raih pintu geser kediaman Shinobu-san, hari ini juga kau harus pergi. Kau melewatkan sesi latihan mu bersama Yabo hari ini, dan selama kau masih hidup, tak sekalipun aku boleh melewatkannya. 

Yabo telah bersusah payah meluangkan waktunya untuk melatihmu, dari 800 dewa-dewi Shinto, hanya dia yang memandangmu layak, mengingkari ekspetasinya adalah hal yang mustahil kaulakukan. 

"(Name)-san!" sebuah suara kujumpai dari balik pintu, suara sang pemilik kediaman ini seolah berdiri di depan mu, memandangmu marah. 

"Shi- Shinobu-san? " kau masih tak percaya, bagaimana ia bisa ada di depan pintu?

Gadis itu seolah-olah tengah menunggu mu, tau bahwa kau sekali lagi akan mencoba meninggalkan kediamannya. Ia menunggu mu, tanpa tau kapan kau akan membuka mata siuman. 

"Kenapa kau ada disini?" tanyamu. 

Ia menarik nafasnya panjang, amarah itu meluap entah kemana. Nampaknya wanita itu telah belajar,  bahwa marah pada gadis dengan kepala batu itu percuma. Ia menggiringmu, ke teras belakang kediaman. 

Kalian berdua duduk disana, kunang-kunang berterbangan mengerubungi kalian.  Mereka tak kunjung bersembunyi, meskipun tau subuh tinggal menghitung menit. 

"Shinobu-san aku-" Kalimatmu menggantung,  

"Hm? " suara wanita itu tidak berubah.

Jauh di lubuk hati,  kau kecewa. Sampai kapan ia akan melahap semua kegelisahan itu sendirian? 

"Aku minta maaf, telah meninggalkan kediaman mu tanpa izin" sambungmu.

"Aku begitu naif,  berpikir dapat melakukan sesuatu dengan kekuatan ini, siapa aku?  Berasal dari tanah,  atau bahkan tak lebih dari segumpal darah,  aku berfikir sanggup melakukan sesuatu dengan kedudukan dan berkah yang kupunya"

Perban matamu basah,  sungguh...
Kau tengah menahan apapun yang mencoba meresak keluar dari kedua bola mata yang tak lagi dapat menangkap pemandangan lagi.

"Tapi aku terlalu memandang lemah musuh, hanya karna mereka tak pernah berpijak di Takamagahara,  hanya karna mereka makhluk hina aku... "

Kau tak sanggup mengucapkan, sepatah katapun, menghina makhluk yang tercipta dengan adanya campur tangan dewa-dewi adalah penghinaan atas nama besar mereka. 

Terlebih pandanganmu, akan dunia yang damai itu dimana kita semua bisa saling mengerti dalam kasih dan sayang. 

"Terimakasih banyak telah berjuang untuk kami"

Shinobu membelai puncak kepalamu,  ucapannya begitu tulus.  Ia juga kehilangan,  sosok yang di hargainya,  ia kehilangan sosok seorang kawan yang sedang sama-sama berjuang di jalan yang sama. 

"Aku pernah bilang,  bahwa kami bersedia mengorbankan nyawa kami, kami tak berbohong atau bahkan merasa ragu soal itu,  tapi ikatan yang telah kami tempa di benteng ini,  lebih berharga daripada nyawa kami,  ketika aku pergi,  atau pillar lain mendahuluiku,  rasanya akan sangat menyakitkan" hanya sebentar,  kau dengar suaranya bergetar.

"Kita semua itu naif,  kita semua egois tak terkecuali dirimu,  merasa menyesal akan apa yang kau perbuat adalah bukti bahwa kau telah tumbuh dewasa, jadi nikmatilah (Name), proses itu adalah hal yang tak boleh kau lewati" saran Shinobu san. 

----***----

Pagi-pagi sekali,  kau dan Tanjirou mendapatkan panggilan dari Oyakata-sama.  Hanya Tanjirou yang berangkat ke benteng itu,  karna kau masih kesulitan untuk berjalan. 

Salahkan teknik pernapasan mu,  yang tak menyingkron dengan baik perawatan maupun obat-obatan milik Shinobu. 

Shinobu mendiagnosis mu,  ia mengatakan alasan mengapa kau masih belum juga sembuh,  karna teknih pernapasan mu yang tak seberapa,  sementara di pertarungan antara hidup dan mati malam itu,  kau memaksakan semuanya. 

Wanita itu juga sempat bertanya bagaimana bisa teknik pernapasan sederhana, seperti itu bisa membawa mu menghadapi Iblis bulan atas? 

Tak pelit,  kau membeberkam rahasianya,  menceritakan bahwa kau memiliki guru yang tak lain juga seorang dewa jalanan,  yang begitu kuat. 

Shinobu sendiri sempat percaya, namun tidak ada alasan yang menguntungkan mu jika kau berbohong. 

Hanya saja,  pria itu akan lekas dilupakan oleh Shinobu,  jangankan namanya,  wanita itu bahkan lupa kalau kau berguru padanya. 

Itu yang terjadi pada dewa yang tak memiliki kuil.  Mereka tak memiliki pengikut setia,  hingga orang-orang melupakannya.  Dan ketika seorang dewa di lupakan,  kalian pun menghilang, karna pada dasarnya dewata itu lahir dari harapan serta keinginan manusia. 

Beruntung Yabo adalah dewa kehancuran,  meskipun rasanya sedih menghadapi kenyataan,  asalkan masih ada kejahatan di muka bumi ini, tak diragukan lagi Yabo pasti akan tetap memiliki pengikut. 

Itu adalah jalan hidup tragis yang Yabo ceritakan padamu. 

Hal ini berlaku pada Shinobu,  dalam sekejap ia melupakan siapa itu Yabo.

Menatapi pekarangan rumah, kau bersenandung kecil, sebuah lagu penghantar tidur yang pernah almarhum nenek mu lantunkan. 

Sepoi angin,  menyapu dahi dan menerbangkan surai (H/l) mu.  Menggelitik wajah mu,  sang angin seolah berkata.

"(Name)-san! " Tanjirou menyela,  ia kembali bersama beberapa derap langkah orang. 

"Tanjirou-kun,  ohayou" sapamu. 

"Ohayou,  langsung saja ke intinya,  Oyakata-sama memerintahkan kita untuk pergi ke desa para penempa pedang, ia memintaku mencari seorang penempa pedang yang mau memperbaiki pedangku dan melakukan sesuatu dengan lukamu yang tak lekas sembuh itu" Tanjirou menggaruk pipinya,  tertawa hampa. 

Itu benar,  ia tak boleh mengandalkan Haganezuka, jangankan mengandalkan,  jika pria itu tau bahwa Tanjirou mematahkan pedangnya sekali lagi, Tanjirou pasti habis dibunuhnya. 

"Hanya aku dan Tanjirou-kun?"tanyamu memastikan. 

"Huum" pria imut itu membalasmu polos. 

"Baiklah,  aku akan segera bersiap-siap " kau merangkak naik, meraba- beberapa carik kertas dan sebuah kuas seperti biasanya. 

Menyeret kedua kakimu perlahan,  beberapa kali rasa nyeri yang teramat menyerang otot kaki mu. 

Hingga membuatmu ingin menangis tiap kali berusaha untuk bergerak. 

"Ah!  (Name)-san!" Tanjirou tanggap menangkap tubuhmu,  yang siap jatuh ke belakang,  tepat di tanah pekarangan rumah. 

"Te-terimakasih" balas mu terbata,  mengapa?  Mengapa seorang bocah imut seperti Tanjirou bisa membuatmu merasa gugup? 

Kau juga tak habis pikir mengapa.

"Maaf menyela Kamado-san,  (Last Name)-sama,  tapi kita harus berangkat pagi-pagi sekali,  memastikan tidak ada satupun yang mengikuti kita"  sela seorang Kakushi dengan suara lembut bak wanita. 

"Demi menjaga rahasia,  desa penempa pedang kami mohon maaf, tapi kami harus menutup mata,  dan telinga kalian" izin mereka formal. 

"Ah!  Aku tidak keberatan karna aku juga tidak bisa melihat tapi bagaimana kita berjalan?  Apa kalian akan menuntun kami sampai ke desanya? " tanyamu. 

"Untuk menghemat waktu, kami akan menggendong kalian" balasnya. 

"Ah penciuman ku sangat tajam,  kupikir tidak ada gunanya menutup mata dan telingaku" sela Tanjirou. 

"Kalau begitu,  permisi,  hidung anda juga harus kami sumpal" tanpa memerlukan izin,  Kakushi itu telah menyumpal hidung Tanjirou dengan kain.

Bersama Nezuko yang terlelap di dalam kotak,  kau bisa merasakan bahwa kalian telah bergerak.  Dan kau memanfaatkan waktu tersebut untuk terlelap dalam perjalanan.

---***---

"(Last Name)-sama? (Last Name)-sama)! Bangunlah,  kita telah sampai di desa penempa"

Perlahan kau membuka kelopak matamu,  menampakkan iris (E/c) itu pada dunia. 

Disapa oleh aroma yang tak biasa,  kau tau desa ini pasti begitu megah,  aroma pepohonan berpadu dengan besi yang menjadi ciri khas pedang. 

"Terimakasih banyak telah mengantar kami" Tanjirou berpamitan pada para Kakushi. 

Karna pada dasarnya tugas mereka telah usai,  tak lupa kau juga mengucapkan salam sebagai rasa terimakasih telah mengangkutmu hingga sampai ke tempat ini. 

Sekuat tenaga kau menopang tubuhmu dengan tongkat yang kau temukan di sini. 

"Tanjirou-kun,  dan Nezuko-chan bisa duluan, melihat kondisi ku yang saat ini pasti menghabiskan waktu yang lama untuk sampai ke rumah tetua desa" saran mu tulus. 

Tanjirou tak mengucapkam sepatah-kata pun,  ia menurunkan kotak Nezuko dan memindahkannya ke depan. 

Ia sedikit merunduk, agar kau bisa dengan mudah memanjat di punggungnya. 

"Naiklah! Aku akan menggendongmu (Name)-san! " paksanya. 

"Ehhhh!?  Ti-tidak bisa!  Tidak mau!  Tidak boleh!  Tanjirou-kun juga banyak terluka bukan?  Belum lagi Tanjirou-kun juga membawa Nezuko-chan bersamamu,  aku tak bisa merepotkan mu lebih dari ini" pekikmu menolak. 

Tanjirou mendengus kesal,  tidak!  Ia tidak marah,  hanya kesal.  Entah mengapa bersamanya sebentar saja kau jadi bisa dengan mudah menebak ekspresinya yang mungkin bisa ditebak siapapun. 

Ia menurunkan kotak Nezuko, buru-buru ia menarik lengan mu dan mengaitkannya ke lehernya.  Kau berjengit,  ketika Tanjirou mulai bergerak,  hingga tak sadar kakimu juga telah terkait erat di pinggulnya. 

Barulah setelah itu,  Tanjirou menyambar kotak Nezuko. 

"Maafkan aku banyak merepotkan mu" ujarmu menyesal. 

"Kita ini teman,  merepotkan juga tak apa,  apalagi kita sudah makan dan tinggal di atap yang sama,  kita ini keluarga!  Direpotkan pun aku tidak keberatan" senyumnya, khas milik Tanjirou Kamadou. 

Tak bisa berhenti tersenyum kau dibuatnya,  pria yang menanggung beban orang lain kah? 

Kau menyukainya...

To be continue~

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top