25. Api Yang Padam.

Seeetttt...

Dalam sekali hentakan, Tanjirou memotong kepalanya.  Wajah Enmu terlihat begitu tak percaya. 

Tubuhnya membeku, sementara kepalanya menggelinding. 

Meskipum telah terpenggal,  ia bisa masih berbicara dengan tenang. Tertawa seolah-olah itu bukan hal buruk. 

"Ahahaha... Itu geli sekali,  karna aku sedang merasa begitu bahagia bisa menelan orang sebanyak ini dalam semalam,  plus gadis dibelakangmu itu, akan kuberitahu sesuatu"

Ia tak segera menghilang bak debu. 

"Ini bukan tubuh asliku "

Dengan begitu Enmu menghilang,  terserap dan menyatu dengan kereta yang memang telah menjadi satu dengannya.

Nampak ekspresi Tanjirou begitu panik.

"Tanjjrou-kun! Tanjirou-kun! " panggilku.

"Jika aku tak melakukan sesuatu,  semua orang akan-"

"Tanjirou kun!  Lihat aku! " kau menepuk pipinya,  cukup keras hingga ia memperhatikan mu. 

"(Name) -san! " cicitnya tak begitu jelas. 

"Jangan pikir kan apapun!  Yang harus kita lakukan saat ini adalah melindungi keselamatan orang-orang didalam kereta,  Enmu memang menghilang,  tapi serangannya tak kan berhenti!  Kita harus menolong yang lainnya"

Saranmu menepis pergi kepanikannya. 

Ia mengangguk mantap,  tangannya melingkar di pinggang mu, mendekapmu erat.

"Hu-huwaaaaa! " teriakmu,  ketika Tanjirou membawamu melompat masuk kembali kedalam kereta. 

Kalian menabrak Rengoku,  yang ternyata berdiri tepat di dekat jendela kalian kau dan Tanjirou menerobos masuk. 

Meskipun kalian berdua menabraknya. Pria itu tak kunjung tumbang.

"(Name)!  Nak Kamado? "

Kau menggenggam dadamu,  jantungmu tak mau berhenti berdegup kencang,  membayangkan jika saja Tanjirou terpeleset dan kalian berdua jatuh terlindas kereta. 

"Rengoku-san dengar!  Iblis ini tubuh aslinya adalah kereta ini sendiri!  Bagaimana kita bisa mengalahkannya!" teriak Tanjirou,  panik kembali melandanya. 

"Penggal kepalanya! " titah Rengoku. 

"Apa kau tak mendengarkan ku?  Ia menyatu dengan keretanya Rengoku-san!  " pekik bocah itu lagi. 

Rengoku menepuk bahunya, tatapannya serius membungkam Tanjirou. 

"Apapun bentuknya,  setiap Iblis memiliki kepala sebagai kelemahannya! Fokus! " perintah Rengoku,  menatap tepat di kedua mata khawatir milik Tanjirou. 

"Aku mengerti!  Akan kucari kepalanya! Terimakasih (Name)-san" Tanjirou, percaya pada Rengoku. 

Ia melesat pergi meninggalkan mu dibelakang. 

"Lihat dirimu?  Sudah ku katakan untuk tetap berada didekatku,  agar aku bisa melindungimu! " Rengoku mendekat. 

Mengusap luka lecet di sekitar wajahmu dan mendekapmu kuat-kuat. 

"Kyoujurou... " kau membalas pelukannya,  rambut nya menusukmu geli. 

Tapi kau menyukainya,  semua yang ada di Rengoku,  aroma tubuhnya,  kharismanya,  suaranya yang berisik dan khas,  senyumnya,  tawanya. 

Saat ini hanya sebatas itu yang kau tau tentangnya,  tapi tak apa...

Waktu akan berjalan dan kalian akan saling mengenal,  ia memberimu banyak waktu untuk belajar mencintainya. 

Meskipun kau sadar benih cinta itu masih baru saja tumbuh beberapa waktu lalu menjadi sebuah tunas bercabang kecil.

Settt...

Crashhhh...

Zenitsu yang terlelap melesat maju,  menusuk para iblis di belakang Rengoku dengan cepat,  dan kasar. 

Aura mengerikan terpancar kuat di sekeliling tubuhnya, ia sempat menatap kalian berdua yang saling berpelukan, lalu membuang tatapannya sebal. 

Kau tertawa hambar,  meskipun matanya tengah tertutup, kesadarannya begitu tajam. 

"Kyoujuro,  bisa lepaskan aku?  Kupikir Zenitsu-kun lebih membutuhkan bantuan mu di sana" tawamu lagi. 

"Benar juga! " buru-buru Rengoku melepasmu,  tingkahnya yang tiba-tiba menjadi begitu konyol dan menggemaskan membuatmu tertawa. 

"Aku akan memelukmu sepuasnya begitu kita menyelesaikan misi ini! " pekiknya membelah iblis itu. 

Kau mengangguk pasrah,  rasanya kini tubuhmu bukan cuma milikmu seorang. 

Kenangan buruk kembali singgah,  hanya sebentar,  karna suara bising pertarungan sengit membuatmu sadar dan menggeleng kuat-kuat. 

Kau mengedarkan pandangan, Zenitsu sibuk di gerbong ujung,  kilat petirnya masih terlihat sedikit terang dari tempatmu berdiri. 

Rengoku,  bolak-balik menebas cepat bagian tubuh Enmu yang menyerang lima gerbong sekaligus. 

Sementara Nezuko berkali-kali membelah Enmu di gerbong yang sama tempatmu berada. 

Mereka kewalahan,  orang -orang memang berkumpul di gerbong yang sama dengan para pemburu iblis,  memudahkan mereka melindungi. 

Tapi tak bisa begini, pikirmu kau harus melakukan sesuatu. 

"Stamina mereka cepat atau lambat akan segera habis!  Aku harus melakukan sesuatu!"

Permukaan dada kanan mu memanas,  mendorong tekat api mu melindungi orang-orang tak bersalah ini dari serangan membabi buta Enmu. 

Berlari ke ujung gerbong sendirian,  kau semakin membulatkan tekad. 

"Amaterasu-san memilihku karna sesuatu!  Dan aku yakin inilah alasannya! " kau percaya pada wanita itu. 

Ia memberimu nama dan tempatnya.  Kau tak akan mengecewakannya...

Sampai di gerbong paling ujung, kau memisahkan penghubung dengan gerbong itu dengan gerbong depan lain. 

Membuang bautnya jauh-jauh,  dan membuat kalian terpisah. 

"Enmuuuuuu! Kau mau darahku bukan?  Aku disini!!! " teriakmu masih di dengar kereta yang melaju cepat meninggalkan mu yang berhenti disana. 

"Halooo! " sapa Enmu,  kepalanya bergelantungan di ambang pintu gerbong. 

Tangannya terjulur masuk,  buru-buru kau menutup pintunya kuat-kuat hingga tangan Enmu putus terpotong besi pintu. 

"Kau pandai sekali,  memancingku kemari dan memisahkan keretanya,  aku sampai harus memindahkan sebagian besar kesadaranku ke gerbong terakhir ini,  yah meskipun kepala ku masih ada di ruang masinis sih ahahah! " tawanya. 

Kau bersiaga,  mendengar langkah0 kakinya yang berjalan di atas kereta. 

Benar-benar bersih tak bersenjata,  kau hanya yakin akan tekad mu,  juga berharap keberuntungan akan memihakmu. 

Tak lama,  langkahnya berhenti.  Memberi mu kesempatan untuk pergi lari dari gerbong sempit ini. 

"Padahal sedikit lagi aku bisa memakan semua orang dan menjadi iblis bukan atas,  melayani orang itu"

Kau menatap tubuhnya yang perlahan menghilang,  bak debu tertiup angin. 

Kau mengatupkan kedua tanganmu,  terpejam berdoa semoga ia mendapat tempat yang lebih baik,  dan mendapat pengampunan. 

Menatap kedepan kau berlari,  melihat ujung kereta yang menciut berhenti diujung sana. 

Kakimu tergores beberapa kerikil, namun tetap berlari maju. 

Ada perasaan tak tenang di dadamu,  sebuah pertanda yang mengganggu perasaanmu. 

"Kyoujurou! " panggil mu.

Entah mengapa harus nama pria itu...
Mungkin kah sesuatu tengah terjadi padanya? 

"Aku harus bergegas! " mensugesti diri kau berlari,  menyeret kaki dan tubuhmu yang terluka itu. 

Bagaimana rasanya?  Sekian lama tak merasakan berjuang sekuat tenaga seperti ini. 

Mereka lah alasannya,  ketiga bocah dan Rengoku adalah alasan mu berjuang mati-matian seperti ini, jika bukan karna mereka mungkin kau tak peduli lagi. 

Merebahkan diri di kereta itu sambil menunggu pertolongan.  Terlampau bodoh bergerak dengan luka seperti itu, darah akan mengalir dan kau harusnya akan segera merasa pusingz kehilangan banyak darah. 

"Aku bisa!  Aku bisa memperlambat pendarahannya dengan pernafasan penuh! Apapun yang terjadi aku harus segera kesana! " pekikmu. 

Mentari yang tak kunjung terbit tak mau memberimu sedikit bantuan berupa penerangan. 

Menyulitkan melewati bebatuan kecil ini,  terkadang tersandung rel,  terkadang tersandung batas kemampuan. 

"kobarkan semangat api dalam hati mu! "

Kata itu mendorong mu maju.

"Aku akan segera kesana Kyoujurou! "

---***---

Matahari terbit,  perlahan menyinari setiap ujung dunia ini.  Burung-burung berkicau,  pagi di depan mata. 

Kau melihat gerombolan manusia, para penumpang yang satu-persatu turun saling membantu satu-sama lainnya.

Menerobos para penumpang kereta lainnya,  kau melihat Inosuke yang berdiri mematung di dekat kepala kereta,  Zenitsu yang sibuk memasukkan Nezuko ke dalam kotaknya dan Tanjirou yang duduk bersama Rengoku yang terhalang tubuh Tanjirou. 

"Tanjirou-kun! Zenutsu-kunnn,  Inosuke-kunnn, Nezuko-chann! Kyoujurou!!!! Syukurlah kalian baik-baik saja! " teriakmu dari kejauhan. 

Mereka menatap mu,  kau nafasmu terengah.  Air mata bahagia terlihat samar di wajah mu. 

"(Name) -san? " Tanjirou menggantung kalimat. 

Tubuhnya agak menyingkir,  memperlihatkan Rengoku yang duduk bersimbah darah. 

"Kyou-" kau berhenti,  menganga tak percaya. 

Lalu berlari sekuat tenaga,  kau menghampiri pria itu.  Pria yang dua tahun lagi akan menjadi pendamping hidupmu. 

Tanjirou memberi mu tempat di sisinya,  untuk menatap langsung dan berbicara padanya. 

Tanganmu bergetar menyentuh mata dan dahinya yang berlumuran darah.

"Kyoujurou..." lalu pandangan mu beralih pada luka besar di perutnya. 

"Tidak!  Tidak! Kyoujurou... " tangis mu menjadi.

"Maafkan aku..." ujarnya lemah. 

Kau menggeleng, air mata memabasahi pipi. 

"Tidak!  Tidak mau! Jangan katakan itu!  Benar!  Gunakan pernafasan untuk memperlambat pendarahannya,  aku saja bisa melakukannya lihat!  Kyoujurou kau pasti bisa! " kau ingin membuatnya bungkam. 

Menyimpan tenaganya untuk fokus dan menggunakan pernafasan. 

"Luka ku begitu besar,  saat ini tidak ada yang bisa menyembuhkan lukanya" tawanya, indah bersama sinar matahari.

"ADA! pasti ada seseorang yang bisa menyembuhkan luka mu!  Kyoujurou!  Bertahanlah!  Kumohon!  Jangan tinggalkan aku,  aku-"

Ibu jarinya menyapu bibirmu,  menghiasi ranum bibirmu dengan darah segar miliknya. 

"Jangan katakan itu, kumohon!  Aku hanya memiliki beberapa menit waktu tersisa,  pria yang melamarmu dan melanggar janjinya untuk menikahimu ini, tidak pantas mendapatkan cintamu, pada akhirnya,  akulah yang meninggalkan luka di hatimu" ujarnya menangis. 

Kau menggenggam erat tangannya,  berkali-kali menggeleng tidak setuju dengan pendapatnya.

"Bertahanlah Kyoujurou!  Kumohon,  jika kau sembuh aku berjanji akan menikahimu! Tak butuh waktu lama!  Aku tak butuh dua tahun untuk belajar mencintaimu! Cinta kita akan tumbuh bersemi,  di keluarga kecil kita,  Kumohon!" tangismu menjadi. 

"Ucapanmu bak mimpi indah bagiku,  aku ingin melihatnya! Aku ingin melihatmu mengenakan kimono putih, berlambangkan keluarga Rengoku,  melihatmu menggunakan dapur rumah dan memasak sesuatu yang enak seperti kare di hari itu"

"Iya!  Iya!  Aku akan melakukannya! Aku akan melakukan semuanya,  asal kau sembuh! "

"Aku ingin mendengar, tangis pertama anak-anak kita,  aku yakin genetik ku begitu kuat,  tapi aku mau salah satu anak kita memiliki parasmu,  keberanian mu dan tulus milikmu,  dengan begitu aku takkan merasa kesepian lagi, Senjurou memiliki keponakan yang bisa diajaknya bermain,  dan ayah juga pasti bahagia memiliki cicit yang menemani hari-hari pensiunnya"

"Huum!  Katakan lagi apa saja yang kau inginkan! Aku akan memberi semuanya,  akan ada hari dimana aku akan memberimu sake pernikahan karna umurku belum cukup ahaha!  Kau akan meminumnya menggantikan aku,  Kyoujurou!  Kau harus hidup untuk melihat itu semua terwujud" tawamu. 

Kau tetap ingin tersenyum untuknya meskipun air mata terus mengalir. 

"Tidak...  " Rengoku membalas senyummu. 

"Kau yang harus terus hidup,  menggantikan ku mewujudkan mimpi itu,  meskipun bukan aku pria yang akan duduk di sampingmu nanti"

"Kyoujurou..." kau tidak bisa mengatakan apapun lagi. 

"Kumohon... Kumohon... " isakan mu mendalam. 

Berdoa tapi siapa yang mendengar? 

"Nak Kamado,  aku ingin kau menemui adikku Senjurou,  katakan padanya untuk mengikuti apa kata hatinya"

"Dan ini sedikit permintaan egois ku untukmu,  tolong... "

Rengoku menatapmu sekilas,  tersenyum untuk yang terakhir kalinya. Kau tak lagi bisa membalas senyumnya dengan kepura-puraan. 

"Nak Kamado,  kutitipkan (Name)  padamu!  Nak Inogashira,  bocah berambut kuning aku percaya pada kalian"

Dan dengan itu, sang pilar api telah lenyap.  Phoniex merah membara yang selalu ada di dekat Rengoku sebagai perwujudan eksistensi nya hilang. 

Meninggalkan kobaran api berkilat,  yang kalah ditelan sinar mentari. 

"Kyoujurouuuuu!!! " jeritan mu membelah pagi. 

Menerbangkan para burung pipit yang bercicit damai di dahan-dahan, pilu ditemani isakan Inosuke dan tangisan Tanjirou. 

Kau sendirian...

Lagi, kau harus meratap perih perpisahan...

To be continue~

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top