21. Mugen Resha
"Shinobu-san! Aku berangkat! " pamitmu.
Menemukan wanita itu terlelap di meja nya, berkutat bersama puluhan wadah kaca dan tumpukan kertas statistik.
"Shinobu-san! Shinobu-san! Kau bisa demam tidur di tempat seperti ini! " kau mencoba membangunkannya.
Namun nihil, hanya deru nafas tenang miliknya yang kau dapat, teh Chamomile itu benar bekerja.
Kau mengamit tiga buah selimut pasien dari lemari penyimpanan, dan menutupi tubuh kecilnya yang telah nyaman bermain di alam mimpi.
"Tidur lah dengan nyenyak Shinobu-san" ujarmu, meninggalkannya yang baru kembali dari misi pagi ini.
Memastikan jendela telah tertutup rapat hingga takkan ada hawa dingin yang bisa masuk, kau segera pergi.
Ada tempat yang akan kau tuju, menjawab rasa penasaran yang semalaman mengganggu lelap mu.
"Apapun yang terjadi nanti! Aku tidak akan merubah perasaanku! Bahkan jika itu memang Ibu, akan ku katakan terus terang padanya bahwa aku bisa hidup sendirian!" Memantapkan hati kau melangkah pergi dari kediaman ini.
---***---
"J-Jadi ini penguasa daratan itu!? " Inosuke menatap tak percaya sebuah transportasi berbahan dasar besi dan baja, yang berbentuk panjang dan bersuara mengerikan.
Baginya benda itu terlihat seperti ular raksasa, melebihi ular terbesar yang pernah ia temui di gunung tempatnya berasal.
"Kalian jangan membangunkannya yah sialan! " pekiknya, menjauh perlahan.
"Apa yang kau lakukan babi hutan!!! Kembali kesini!" cegah Zenitsu.
"Tanjirou! Katakan sesuatu padanya!" pinta bocah kuning itu.
"Inosuke hentikan! Benda ini mungkin dewa pelindung daerah ini"
Yang di panggil, masih menatap benda itu takjub.
"Kau juga! Dasar kampungan!" pekik Zenitsu, menampar pipi Tanjirou.
"Dengar yah! Ini namanya kereta uap! Transportasi yang akan membawa kita ke misi selanjutnya! Berhentilah bermain-main dan bersikap kampungan kalian membuatku merasa malu! " jelasnya, hampir menangis pasrah.
Kereta api berbunyi, tanda keberangkatan tak lama lagi.
Inosuke terlonjak kaget mendengar suara siulan keras itu, sampai mengeluarkan kedua katananya.
"Ia bangun! Kalian terlalu berisik sampai ia bangun! Sialan! " teriaknya tak kalah keras.
"Inosuke tenanglah! " pinta Tanjirou.
"Hei!! Yang disana! Apa yang kalian lakukan!? " seorang petugas kereta api berteriak menghampiri mereka.
"Apa itu sebuah pedang!? Heiii!! " teriaknya lagi, semakin mendekat.
"Inilah kenapa aku tak mau bersama kalian! Kabur! Ayo lari!" ia mengamit lengan Inosuke, yang masih bersih keras memotong kereta itu dengan pedangnya.
Tanjirou ikut membantu membawa manusia bar-bar yang benar-benar tak peduli apapun selain hasrat bertarung miliknya.
"Huftt! Huftt! Apa ia masih mengejar? " tanya Zenitsu mengatur nafasnya.
"Cih lemah! " celetuk Inosuke, membuat pria itu hampir memukul kepalanya babinya.
"Sepertinya kita harus menyembunyikan Nichirin kita" saran Tanjirou.
"Seperti ini? " tanya Inosuke memamerkan kedua Nichirin yang berada dipunggungnya tanpa pakaian atasan.
"Itu masih terlihat dengan jelas idiot!" teriak Zenitsu.
"Zenitsu, aku akan melakukan sesuatu pada pedang Inosuke" ujar Tanjirou menengahi perkelahian mereka.
"Baik kalau begitu, aku akan membeli tiket sebentar, kalian jangan kemana-mana mengerti!? " putusnya pergi.
---***---
"KITA BERADA DI DALAM PERUTNYA! " Teriak Inosuke, menarik perhatian penumpang lain.
"Sudah kubilang untuk diam bukan!!" Zenitsu menyumpal mulutnya.
Sementara Tanjirou terus membungkuk, meminta maaf pada penumpang lain, yang merasa terganggu oleh kegaduhan mereka.
"Jadi? Kita harus menemui si pilar api itu? " tanya Zenitsu mengikuti langkah Tanjirou.
"Iya, namanya Rengoku-san" balas Tanjirou terus berjalan, sembari sesekali melihat kanan-kirinya.
"Lalu apa kau tau bagaimana rupanya sih Rengoku-san ini? " Zenitsu masih menggenggam erat Inosuke, khawatir ia akan berulah lagi.
"Jangan khawatir, aku pernah bertemu dengannya sekali, lagipula aku bisa mencium baunya"
"Itu dia! " Tanjirou menunjuk seorang pria yang duduk sendirian, mulutnya tak berhenti mengunyah.
"Enak! Enak sekali! Ini enak sekali! " tumpukan kotak makanan telah dibersihkan oleh pelayanan kereta.
Mereka cukup kesulitan membersihkan kotak-kotak makanan yang telah dihabiskan Rengoku.
Zenitsu menatapnya tak percaya.
"Bukankah ia hanya seorang yang rakus? " tanyanya blak-blak an.
"Rengoku-san? " sapa Tanjirou.
---***---
"Aku telah mendengarnya dari Kochou" timpal Rengoku, membuat Tanjirou merasa sedikir lega, tak perlu menjelaskan inti masalahnya lagi.
"Jadi apa kau mengerti sesuatu tentang napas dewa api? "
"Tidak! Aku belum pernah mendengarnya! Aku ingin melihatmu menggunakan teknik itu secara langsung! Tapi mari kita sudahi pembicaraan ini! " putus Rengoku.
"Ehhhhh... Kumohon berikan aku informasi sedikit lagi! " balas Tanjirou tak terima.
"Napas Api, Air, Batu, dan Udara selalu menjadi napas inti yang selalu ada mewakili para pillar, Suara Kabut, Petir dan yang lainnya ada bentuk percabangan dari keempat napas utama"
"Nak Mizoguchi siapa namamu dan apa warna Nichirinmu? " tanya Rengoku.
"Aku Kamado Tanjirou warna Nichirinku hitam " balas Tanjirou tak kalah bersemangat.
"Begitu yah! Ini sulit... " Rengoku nampak menimang-nimang.
"Sulit bagaimana? " terdengar nada khawatir pada suara Tanjirou.
"Oh! Aku belum pernah menemui Hashira yang memiliki Nichirin bewarna Hitam, mereka begitu langkah, aku tak mengetahui teknik apa yang kau gunakan" jelas Rengoku.
Nampak mereka berdua menemukan jalan buntu.
"Nak Kamado! Jadilah Tsuguko ku! Aku akan melatihmu! " tawar Rengoku.
"Benar-benar membantu? " bocah berusia 15 tahun itu terlihat begitu muram.
"UWOOOOO! BENDA INI BERGERAK SANGAT CEPAT! AKU AKAN TURUN DAN TANDING KECEPATAN DENGANNYA! " Teriak Inosuke, bersiap melompat turun dari kereta.
Beruntung Zenitsu mencengkram celananya, kuat-kuat.
"Itu bahaya bodoh! Bodoh itu ada batasnya!" pekik Zenitsu terus menahan tubuh Inosuke.
"Wah itu bahaya! Aku tak tau kapan Iblis akan muncul" celetuk Rengoku, menatap duo lawak itu.
"Iblis? Kau bercanda? Iblis akam muncul di tempat seperti ini? " tanya Zenitsu suaranya melengking, mengalahkan deru kereta api.
"Iya!" jawab Rengoku enteng.
"Iya!??? TIDAKKKK!! JADI KITA TIDAK AKAN KETEMPAT IBLIS TAPI IBLISNYA YANG AKAN KEMARI? TIDAAAKKKK!" Jeritnya mukai berderaian air mata.
"Dalam waktu singkat lebih dari 40 orang akan menghilang di kereta ini, kami mengirim beberapa Kisatsutai disini, tapi tak seorang pun yang kembali, jadi aku kemari sebagai seorang pilar untuk mengecek nya sendiri "
(Kisetsutai = Kisetsu Butai/ Pasukan Pemburu Iblis)
"HAAAA!? BEGITU YAH??? AKU MAU TURUN" tangis Zenitsu.
Rengoku mengangguk antusias.
"Tidakkkk! Aku mau turun! Mati! Aku bisa mati sekarang!!!!! " ia terus menangis, mendapat sebuah tonjokan dari sang babi yang merasa terganggu.
"Tolong perlihatkan tiketnya" pinta seorang petugas kereta.
Rengoku memperlihatkan kertas kecil yang mereka sebut dengan "tiket" itu, begitupula dengan Tanjirou. Segera Zenitsu dan Inosuke yang tengah duduk di sisi kiri kereta juga akan memperlihatkan tiket mereka.
Sang petugas menandai semua tiket dengan noda kecil diujungnya. Dan segera pergi meninggalkan mereka, memeriksa tiket penumpang lain.
Tanjirou terus menatap punggung petugas itu, yang kian waktu kian mengecil, menjauh dari pandangan mereka, wajahnya tersirat begitu khawatir hingga tak bisa melepaskan orang itu.
"Hei pria besar! Apa kau menyembunyikan keberadaan Iblismu? " Rengoku menarik pedangnya.
"Sangat sulit merasakan keberadaan mu"
"Akan tetapi, jika kau mengarahkan taringmu kepada orang tak bersalah"
Rengoku membuat kuda-kuda, kakinya berdiri mantap, tatapannya tajam, menatap lurus dimana mata pedangnya akan memenggal kepala sang Iblis.
"Sang pedang merah api, Rengoku"
"Akan membakarmu hingga tulang-belulang mu"
"Napas Api! Jurus pertama! Lautan Api! "
Cepat, sangat cepat pedang Rengoku memenggal kepalanya dalam sekali gerakan lurus yang tak akan melukai siapapun kecuali sang iblis.
"Itu teknik pedang yang luar biasa! Kau hebat sekali Aniki! Jadikan aku muridmu! " puji Tanjirou kagum.
"Tentu! Akan ku didik kau menjadi ahli pedanh yang hebat!" Rengoku bersidekap dada.
Berucap dengan bangga, yang nyatanya keahliannya memang diatas pemburu lain.
"Aku juga!" Zenitsu berseru antusias.
"Aku juga! " diikuti Inosuke.
"Akan kudidik kalian semua, secara langsung! " pria itu membalas para calon muridnya, tanpa memilih.
"Yeayyy! Rengoku Aniki! "
"Rengoku Aniki!! "
"Anikiii"
Mereka bersorak-ramai, menyoraki nama sang pembimbing sekaligus senior yang berbaik hati telah menerima mereka sebagai murid.
"Oya! Tanjirou-kun ? Apa itu kau Tanjirou-kun ? Ah... Itu benar kau" pekikmu tak sadar memeluknya.
"Zenitsu-kun dan Inosuke-kun juga ada disini!? Kebetulan sekali! " sapamu pada mereka berdua.
"(Name)-swannnnnn!!! " Zenitsu berhamburan, melepas pengawasannya pada Inosuke dan memelukmu.
Kau menepuk punggung pria kuning itu, terus memujinya, karna telah berjuang keras selama masa pelatihan.
"Apa yang kalian lakukan disini? " tanyamu.
"Kami sedang menjalani misi!" Tanjirou mencoba melepaskan diri.
Tubuhnya tak nyaman berada di pelukan mu, ia tak terbiasa bersama seorang wanita, terlebih merasakan sesuatu menekan lengannya.
"Heee, misi yah, kebetulan sekali bisa bertemu disini" kau melepaskan mereka, menatap senang ketiga bocah itu.
"Neeee~ (Name) - swannnnn! Puji aku lagi!! Aku akan berjuang 3 kali lipat dari mereka berdua, puji aku lagi! " pinta Zenitsu.
Suaranya jadi tak jelas.
"Yosh! Yosh! Zenitsu-kun berjuanglah!" kau menepik surai kuning, kejinggaan miliknya, memujinya sesuai dengan keinginan Zenitsu.
"Uwahhh!!! Tanjirouuu!!!! Aku melihat matahari! Matahari begitu dekat! "
Zenitsu melompat senang, wajahnya tak bisa menyembunyikan perasaannya.
"Hoo! Jadi kau melihat matahari nak Mizoguchi!? Jadi? Apa kau siap terbakar oleh api? "
Rengoku mencengkram bahu Zenitsu, memaksanya diam dan tenggelam dalam intimidasi sang pilar api.
"Kyou-"
"Kyoujurou-san? "
To be continue~
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top