15. Seorang Dewa Kehancuran
"Siapa namamu? " tanyamu lagi.
Ia mencoba mengacuhkanmu, ini kesekian kalinya kau bertanya padanya.
"Katakan siapa namamu! " ulangmu.
"Itu tidak ada urusannya dengan mu! " balasnya sarkas, meninggalkan mu dibelakang.
"Tentu saja ada!" kau mengejarnya dengan Kaki-kaki kecil itu, langkah nya begitu besar, membuatmu kesulitan.
Benar, hanya sebatas kesulitan, namun tak membuatmu menyerah menanyakan namanya.
"Kau begitu kuat! Aku merasakan ada yang berbeda dengan mu! Kau ini seorang dewa kan? Orang-orang pasti sangat terbantu dengan kekuatanmu! " pujimu.
Benar-benar kagum akan keahlian pedang miliknya.
"Wanita itu berisik sekali! Kenapa tak sekalian kau menebasnya? " pedang itu menimpali kalian.
"Wah! Apa ia seorang Shinki?" tanya mu kagum, Shinki itu seperti pelayan para dewa.
Mereka hidup dibawah nama tuan mereka, melayani dan melindungi mereka, mengabdi dan menyerahkan seluruh hidup mereka pada tuan mereka.
Shinki sebenarnya hanyalah roh orang mati, yang tak diterima di surga ataupun neraka, Himeko pernah mengatakan padamu, mereka adalah orang-orang yang bernasib buruk dan mati karnanya, berkeliaran tanpa mengetahui jati diri mereka.
Menjadi mangsa siluman lain, atau bahkan menjadi siluman itu sendiri, sebuah wadah yang menerima kebencian dan kutukan manusia, merugikan manusia bahkan bisa merenggut nyawa mereka.
Mengusir makhluk tak kasat mata yang hanya bisa dilihat segelintir orang itu adalah pekerjaan para pendeta, yang bekerja dengan meminjam kekuatan para dewa.
"Benar juga! Kau benar! Manusia sangat berterimakasih padaku, mereka menginginkan ku memudahkan pekerjaan mereka, kau tau bagaimana mereka memanggilku" pria itu mengacungkan pedangnya padamu.
"Dewa kehancuran " tatapannya mengerikan.
Kau tak bergeming, menatapnya terkejut. Kedua matanya itu menyimpan kebohongan.
"Aku tidak bertanya kau ini dewa apa! Aku hanya ingin mengetahui namamu" ujarmu marah.
"Persetan dengan dewa apa kau ini, aku tidak peduli! Aku tak ingin memanggil mu sebagai dewa kehancuran! " sambungmu lagi.
Ia menatap mu aneh.
"Kau ini, seorang anak manusia-"
"Bukan! Aku merasakan keberadaan mu yang berbeda dengan manusia biasa"
"Aku ini pengganti dewi Matahari!" kau menekan dada mu.
"Tapi aku tak peduli dengan semua itu! Aku punya nama! Kau juga pasti punya bukan? Namamu siapa? " ujarmu.
Ia tak bergeming, keringat dingin mengalir deras di sekitar dahinya. Meskipun udara di pegunungan dingin sekali.
"Bunuh dia! Bunuh dia! Tusuk jantungnya!" ujar Shinkinya menghasut.
"Kau benar!" dalam sekejap mata ia menghilang dari hadapanmu, dan muncul kembali mengarahkan pedangnya tepat di hadapanmu.
Keras kepala kau tak menghindar, percaya akan tatapan yang ia berikan padamu itu.
Ia meleset! Alih-alih menusuk jantungmu, ia menusuk bahumu.
"Kau ini! Jangan menusuk orang yang ingin berteman denganmu! " kau menarik kerah kimononya, membawanya mendekat dan menyundulnya.
Pria itu terhuyung, menjauh darimu.
"Kau juga! Jika ia tuan mu jangan menghasutnya berbuat jahat! " dengan rasa sakit yang amat, kau mencabut pedang itu dari bahumu dan membuangnya jauh-jauh, di dasar jurang curam.
"Kau baik-baik saja? " tanyamu menghampirinya.
"Hiiro-, dimana Hiiro? " racaunya.
"Jadi namanya Hiiro? Aku membuangnya!" balasmu jujur.
Ia menatapmu tak percaya, sebelah matanya berlumuran darah. Sementara tangan-tangannya berusaha meraihmu.
Merasa ada yang aneh dengannya, kau hendak membuka suara untuk bertanya. Namun sebuah noda hitam merambat hingga pipinya, menjawab semua pertanyaan mu.
"Kau tersengat? " itulah yang mereka sebut sebagai noda.
Sebutan bagi tuan seorang Shinki yang ternoda karna ulah pelayan nya.
"Kita harus memandikanmu! Katakan dimana kuilmu? Apa ada disekitar sini? " kau yang tak pernah memiliki seorang Shinki bertindak cepat.
Himeko telah menjelaskannya, bagi mereka yang memiliki pelayan yang terkontrak dengan nama tuannya, bisa menusuk, menodai dan menyakiti tuannya.
Seorang manusia sepertimu yang memiliki Shinki dapat ternoda, cara menanganinya adalah memandikan wujud spiritual mereka dengan air suci yang biasanya berada di kuil.
Namun jiwamu yang masih dibalut wujud manusia, daging, darah dan tulang itu, tak ada yang bisa menyentuhnya, terlalu beresiko membuat kontrak dengan Shinki dengan keadaanmu yang masih memiliki wujud nyata seperti ini.
Nafasnya berderu berat, bibirnya bungkam seolah tak ingin menjelaskan dirinya lebih jauh dari ini.
"Aku tak memiliki kuil!" ujarnya, menyentak hati nuranimu.
Segera kau membopongnya, tak ada batang akar pun jadi. Tak ada kuil, air manapun jadi.
Begitulah pikirmu, kau akan mencari air di sekitar sini dan memurnikannya dengan kertas mantra mu.
"Kita akan pergi kemana? " tanyanya.
"Kumohon simpanlah tenagamu, padahal sedang tersengat, namun kau masih bisa bertarung tanpa henti dengan Oni itu, kau ini benar-benar luar biasa! Mulai dari sini serahkan semuanya padaku! " pujimu.
Ia bungkam, lebih memilih diam dan menggunakan tenaganya yang tersisa untuk membantumu, dengan menggerakkan kedua kakinya.
Tak ada yang bisa kau harapkan dengan jalur pegunungan yang ekstrim, bebatuan yang membeku dan tertutup salju licinnya bukan main.
Beberapa kali kalian berdua terperosok jatuh, sementara tak satupun sungai bisa kalian gunakan karna membeku, kau juga tak bisa berharap pada embun.
"Apa yang kau lakukan di sini? Ini jalan buntu " tanyanya.
Kebingungan kau menatap kembali tebing batu itu.
"Apa maksudmu? Jelas sekali aku bisa melihat air terjun disini" balasmu.
Kalian berdebat, yang ia lihat di tebing itu tak lebih dari sekedar bebatuan membeku dan kau yang terus mengatakan terdapat air tejun besar disana.
Tak banyak bicara kau mendorongnya ke kubangan itu. Pria itu hampir melontarkan kata kutukannya padamu.
Namun ia sadar, bahwa dirinya kini tengah berendam di sebuah kolam teratai. Kepalanya mendongak tak percaya, menatap air terjun yang anggun berjatuhan dari ujung tebing.
"Kau menemukannya" racaunya.
"Menemukan apa? " bersiap menulis kata "suci" di kertas mantra kau bertanya balik padanya.
"Sebuah sumber" sambungnya.
"Apa? Oh air terjun ini? Jadi ini sumber perairan gunung ini?" kau mendongak.
"Apa diatas sana berarti ada sebuah desa? " tanyamu.
"Kau tidak mengerti! Yang tengah mengalir deras di depan mu ini tempat paling suci di dunia kotor ini!"
Kau menatapnya tak percaya, dongeng apa lagi ini?
"Sebulan sudah aku terjebak disini, mencari tempat ini untuk membersihkan sengatan, tapi tak pernah menemukannya, tempat ini bisa menghilangkan kutukan, beberapa rumor mengatakan ini adalah anak sungai Zanshu" ujarnya.
"Uwah! Sungai Zanshu!? Apa itu artinya aku telah mendorong mu ke akhirat? Uwah maafkan aku! Ayo pergi dari sini sebelum mereka membawamu! " kau mengulurkan tangan, berniat menariknya.
Khawatir, jika ia terbawa ke akhirat.
"Apa kau bodoh? " tanyanya, menusuk hatimu.
"Apa kau bilang! " bentakmu sarkas.
"Dewa gelandang seperti ku takkan pergi kemanapun" ia menatap langit abu-abu.
"Tidak ke langit, tidak ke surga, tidak juga ke neraka, kami hanya akan menghilang entah kemana" ujarnya parau.
"Kenapa? " tanyamu polos.
Lagi-lagi ia menatapmu tajam, tangannya menarik ujung kimonomu, hingga mau tak mau kau ikut jatuh dan tenggelam di dalam air itu.
Lama tak segera muncul ke permukaan, kepala mu menyembul, sementara gigi-gigimu menggeletuk kedinginan.
Bibirmu mengutuknya pelan.
"Haha! Maafkan aku! Aku lupa kau ini separuh dewa, tubuh manusia mu sangat lemah yah! Hahaha" tawanya melengking, kau mengutuknya, berkali-kali dengan bibir yang membiru kedinginan itu.
Tapi kau senang, melihatnya yang ternyata bisa tertawa itu. Tak lagi melihat kesepian di kedua iris biru itu.
"Syukurlah kau tertawa! " celetukmu, membuatnya bungkam.
"Jadi? Apa yang membawamu ke masa ini? " tanyanya padamu.
Kini giliran mu yang membungkam.
"Kau tau? "
"Aku pernah bertemu dengan Amaterasu, 400 tahun yang lalu di era Sengoku, ia begitu cantik dan sehat, kau pikir dewi seperti dirinya bisa hidup berapa tahun? 500 tahun atau 1000 tahun hanya angka kecil baginya, kudengar dari para pelayannya ia sosok yang kuat, lantas mengapa kini ia memberikan posisi nya padamu? Makhluk yang tak bisa hidup tanpa bantuan orang lain "
Perkatannya begitu menusuk mu.
"Maaf! " hanya itu yang sanggup kau katakan.
"Para pelayan Amaterasu-san dan dewa lainnya juga sering mengatakan itu padaku, wujudku yang hanya seorang manusia biasa membuat semuanya menjadi terbatas, tak bisa membuat kontrak dengan Shinki dan lemah" balasmu parau.
"Namun aku akan terus mengemban posisi ini seperti yang Amaterasu-san inginkan " putusmu.
"Setelah banyak sekali yang menentangmu berada di posisi tertinggi itu, mengapa kau masih bersih keras ingin mempertahankannya? Bukankah dewi besar seperti Amaterasu itu bisa berenkarnasi meskipun ia telah mati" balasnya, naik ke permukaan sembari mengibaskan rambut hitam kebiru-biruan miliknya.
"Benar juga!" kau menatap langit, warna biru tersisip diantara mendung abu-abu.
"Hari itu aku hanya kebetulan bertemu Amaterasu-san, ia terlihat sehat dan baik-baik saja, namun dengan keputusannya memilihku yang hanya manusia biasa ini sebagai penggantinya, aku berpikir pasti Amaterasu-san tak memiliki pilihan lain, ia mungkin putus asa dan tak memiliki pilihan lain selain menaruh harapan padaku"
Kalimatmu berhenti, bibir mungil mu memasang senyum tulus.
"Mengetahui itu membuatku bersemangat! Lagipula aku tak ingin berpikiran buruk tentang Amaterasu-san, ia memberiku rumah dan namanya, berkat itu aku bisa bertemu dengan Himeko, satu-satunya pelayan Amaterasu-san yang mau menerima dan membimbingku "
Jujur mu, mengagumi wanita cantik itu sampai akhir pertemuan kalian yang sebentar itu.
"Luka mu! Apa baik-baik saja? " ia mengalihkan pembicaraan kalian.
"Ah! Kalau dirasakan lagi, bahuku sudah baik-baik saja! Lihat! Kenapa yah? Padahal aku terluka dua kali di tempat yang sama" kau memutar bahu mu ke depan dan belakang, tak merasa kesakitan sama sekali.
"Maaf! " cicitnya pelan, tak bisa kau dengar.
"Ha? "
"Maksudku, pasti airnya menyembuhkanmu!" sambungnya.
"Heeee, kenapa bisa begitu yah? " tanyamu penasaran, menatap kembali air jernih itu.
"Mana kutahu! Aku hanya sebatas mendengar rumor, berbeda dengan dewa-dewi yang memiliki pengetahuan lebih banyak diatas sana, pasti yang lebih tua memberitahu yang lebih muda, sementara dewa tak berkuil yang tak pernah melihat Takamagahara seperti ku ini, harus bertahan hidup sendirian" jelasnya, kembali memandang sedih.
"Apa kau ingin sekali melihat Takamagahara? "
"Aku ingin!" jawabnya cepat.
"Aku-" ia menggantung kalimatnya.
"Aku yang sekarang ini tak bisa memanggil dewa lain, apalagi naik ke Takamagahara, biasanya Himeko yang selalu membantuku, tapi aku berjanji! Jika aku kembali ke masa ku nanti aku akan menemuimu dan mengajak mu naik kesana!" kau mengulurkan kelingking mu.
"Apa ini? " tanyanya.
"Ini janji jari kelingking, kau tak tau? Manusia melakukannya sebagai bukti janji mereka" jelasmu.
"Hmph! Aku tak mau naik kesana dan berpura-pura sebagai pelayanmu! " tolaknya.
"Apa yang kau katakan! Tentu saja aku akan membawamu sebagai seorang teman."
Buru-buru ia menatapmu, kedua matanya berkilauan, senyumnya polos bak bocah ingusan yang dijanjikan akan melihat taman bermain di akhir pekan.
Perlahan ia menautkan kelingking nya ke kelingking mu, kalian berjanji.
"Ngomong-ngomong, ini hanya dugaan ku tapi, apa kau tak bisa kembali? " tanyanya, membuatmu mematung.
"Jadi benar yah, kau tak bisa kembali? "
"Huwaa! Bagaimana ini! Di masaku sekarang ini aku sedang sibuk-sibuknya, mengurus doa para pengikut Amaterasu-san! Himeko akan membunuhku! " Kau merengek bak bayi yang tersesat dan khawatir akan kehabisan makan malam.
"Kupikir kau takkan bisa kembali, sebelum menyelesaikan tugasmu dimasa ini" ujarnya, menatapmu serius.
"Tugas? "
"Aku tak tau siapa yang berani bermain-main dengan mu, tapi mengirimmu ke masa lalu wajar jika memang itu yang diinginkan takdir, ada dua orang yang bisa menjelajah dan kembali ke masa lalu tanpa kehilangan kewarasan mereka"
"Yang pertama ia harus sangat kuat untuk menghadapi penjaga waktu para dewa masuk golongan ini khususnya dewa atas seperti Amaterasu atau mereka harus sangat lemah untuk mengelabui sang penjaga waktu, selain itu semuanya akan musnah menjadi abu sebelum bisa mengubah masa lalu"
"Jadi kau golongan yang mana? " tanyanya.
"Aku? " kepalamu berputar, kebingungan, seseorang seolah mempermainkan perasaan mu dan memaksamu bungkam hingga kau tak sanggup menjawabnya.
"Baik! Jelas sudah sekarang, kurasa ada yang tengah mempermainkan mu! "
To be continue.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top