14. Salam Perpisahan
Cepat ia mendekapmu, membawamu yang gemetaran dalam pelukan hangat sang pilar api.
"Sudahlah! Aku senang kau baik-baik saja, maafkan aku telah membebani perasaan mu" suara terdengar lirih.
Buru-buru kau mendongak, menatap wajahnya yang begitu dekat itu dan menggelang kuat-kuat.
"Kau sama sekali bukan beban! Aku hanya! Aku hanya ketakutan! Akan ikatan pernikahan, perasaanku tak siap, aku belum yakin, aku akan menjawabnya! Beri aku waktu lagi! " tak ingin mengecewakannya kau berdalih.
Mungkin Ubuyashiki Kagaya benar, kau harus memberi kesempatan pada seseorang, Amane mungkin juga benar, bahwasanya cinta bisa hadir kapan saja hanya dengan kalian berjanji saling bersama.
Rengoku tersenyum, ikhlas terukir di wajahnya.
"Ambil waktumu sebanyak yang kau mau, aku akan menunggumu selamanya" ujarnya.
Membuatmu menangis, Rengoku tak hanya baik, ia tulus, kau takut mengecewakannya, Tidak! Ada yang lebih kau takutkan daripada hal itu.
Kau takut, perasaanmu tak bisa membalasnya.
Tak bisa mencintainya...
---***---
Kalian buru-buru kembali, meskipun sang tuan penginapan memaksa kalian tinggal lebih lama dan ingin berterimakasih telah menyelamatkan putri semata wayang mereka.
Namun kau harus bergegas, sementara Rengoku mendapat misi penting dari gagaknya.
"kalau begitu aku pamit dulu! titipkan salam ku pada Nezuko-chan dan Shinobu-san " pamitmu.
Tanjirou dan yang lainnya tak begitu terkejut mendengarmu yang akan pergi. Awalnya telah kau siapkan alasan untuk pulang ke tempat asalmu, namun mereka tau kau berasal dari masa depan.
Ini semua karna Rengoku yang serta-merta menyebarkan asal-usulmu.
Yah... Kau tak begitu khawatir, mereka takkan banyak bertanya soal apa yang ada di masa depan jika kau segera pergi.
Kecuali Zenitsu yang terus menangisi kepergian mu dan tentunya satu orang lagi.
"Kyoujurou! " kepala meraknya menyembul di balik gerbang pembatas kediaman kupu-kupu.
Ia terus mencuri waktu bersamamu sejak malam itu, kau memanggil nama depannya tanpa sungkan lagi.
"Katakan sesuatu jika kau ada disini! " ujarmu, mulai terbiasa akan keberadaannya yang selalu membara meski bibirnya diam.
"Kau selesai berpamitan? " tanyanya, kau mengangguk.
"Dan kau? Apa kau selesai berkemas untuk misi selanjutnya? " tanya mu balik.
"Aku sudah membawa semua yang kubutuhkan! Aku bahkan sudah mandi! " balasnya berapi-api.
"Cepat sekali! " celetuk mu kagum.
"Aku akan mengantarmu sampai gunung" tawarnya.
"Aku menolaknya! "
Ia bertanya-tanya mengapa?
"Sudah ku katakan bukan? Perpisahan itu menyakitkan! Biarpun kau bisa mengatasinya, belum tentu aku bisa! " ujarmu.
Membawa kesedihan di wajahnya.
Kau mendesah pelan, menarik pita yang mengikat rapih rambutmu dan mengikatkannya di lengan kanan Rengoku.
"Meskipun masih terlihat bagus, aku membelinya dari masa ku sendiri, hari itu sangat panas dan aku mendapatkannya dengan harga murah, benda ini satu-satunya yang kubawa bersamaku dari masa depan, kau boleh menyimpannya" ujarmu menyembunyikan wajamu yang mulai memanas.
Ia menatap pita itu dengan tatapan tak bisa kau artikan.
"Benar juga! Tidak ada pria menyukai pita di lengannya bukan? Kalau begitu sebagai gantinya apa kau mau jimat? Aku bisa membuatkannya" kau menunjukkan kertas dan kuas, seolah bertanya jimat macam apa yang ia inginkan.
Rengoku memasang senyum lemah, ia mengganggam lengan kanannya sendiri.
"Aku akan memyimpannya baik-baik, sampai kau kembali" ujarnya lirih.
Wajahnya bersemu merah, rasa bersalah itu kembali mengerumuni hati mu.
"Kami-sama! Tolong lindungi Kyoujurou-san ! " tepuk mu tiga kali, lalu berdoa di depannya.
Ia menggenggam tanganmu, wajahnya mendekat dan nafasnya menerpa kulit wajahmu.
"Terimakasih" ujarnya.
Merasa malu, buru-buru kau menarik tanganmu dan berlari kikuk, meninggalkannya.
Selama perjalanan, kau mengingat jalan-jalan menuju gunung itu, meskipun ini bukan masamu, namun otakmu merekam baik-baik kejadian malam itu.
Beberapa kali menumpang kereta kuda peternak yang tengah membawa hasil tani. Kau akhirnya sampai di kaki gunung.
Salju menumpuk, badai dua hari lalu menerpa pegunungan ini, membuat pemandangan yang kau lihat benar-benar berbeda dari sebelumnya.
Tapi tak apa! Kau bisa menemukannya! Sumur itu dekat dengan kuil. Kau bisa merasakan keadaan spiritual sesuatu. Maka dari itu yakin kau bisa menemukan kuil itu.
"Di sekitar sini! Tempat itu sudah dekat! " senyummu bahagia, melihat pohon yang diikat oleh rangkaian kertas mantra.
Sumurnya terlihat, benar-benar di samping kuil. Tanpa pembatas, tanpa bangunan yang menutupinya.
Melongok ke bawah sana, kau menatap tak percaya.
"Airnya, airnya tidak ada! " bisikmu.
Kekeringan? Tidak mungkin! Baru saja seminggu lewat dua hari yang lalu kau meninggalkannya, tidak ada air yang bisa menguap secepat itu di tempat sedingin ini, selembab ini.
Tidak juga ada jejak membeku, sumurnya benar-benar kering, hanya ada bebatuan kerikil di dasar sana.
"Aku harus bagaimana? " pikirmu.
Ragu bisa menemukan kuil lain di sekitar sini dan bertanya pada dewa penunggu nya.
Tiba-tiba burung-burung berterbangan dari ufuk barat pepohon sana. Beberapa pohon besar tumbang, dan terdengar suara ledakan, seperti longsor.
"Oni? " pikirmu.
Tak butuh mengumpulkan keberanian, kaki mu telah berlari. Lawanmu adalah Oni, makhluk abadi yang takkan mati bahkan jika jatuh dari ketinggian ataupun tertusuk ribuan anak panah.
Manusia mana yang bisa bertahan melawan makhluk macam itu? Jika kau berdiam diri sambil mengumpulkan keberanian, bisa-bisa kau terlambat menyelamatkannya.
"Dimana? Dimana? " pandangan mu terus mencari.
Nafasmu berat, udara pegunungan yang tipis serta serpihan salju yang masih sedikit terkandung disana seolah membekukan paru-paru mu.
Sebuah pohon tumbang lagi, buru-buru kau menerjang berlari ke arah itu.
Irismu mendelik tak percaya, pembantaian habis-habisan tengah terjadi di depan mu.
Seorang Oni berkulit pucat yang sekarat dan seorang pria bertatapan tajam menginjak tubuhnya.
"Apa yang-" kau tak tau harus berkata apa.
Seorang pemburu iblis? Sepertinya bukan, ia tak mengenakan seragam pemburu iblis, melainkan kimono abu-abu polos dan membawa samurai biasa, tak berwarna seperti pedang Nichirin.
"Apa kau baik-baik saja? " tanyamu menghampirinya.
"Seorang manusia! Akhirnya" kepala Iblis itu datang entah dari mana, bersiap melahap mu hidup-hidup.
SYUUT...
NGING...
Pedang pria itu menancap tepat dikepalanya, membuatnya terjebak di salah satu pohon super besar.
"Terimakasih! " ujarmu.
Ia tak banyak bicara, tatapannya mengerikan.
"Makhluk apa ini? " balasnya dingin.
"Kupotong kakinya tumbuh lagi, kutusuk perutnya, ia masih bergerak, ku penggal kepalanya ia masih hidup" sambungnya menatap kosong, tubuh dan kepala Oni yang saling terpisah itu.
"Aku juga baru mengetahui beberapa ini namun orang-orang dimasa ini memberi tahu, bahwa ada monster abadi yang takkan mati berapa banyak pun luka yang mereka terima, mereka memanggilnya Oni, sang pemakan manusia" ujarmu.
"Jadi ini makhluk yang di rumor kan itu? Tuhan pasti sangat gila, sampai menciptakan makhluk seperti ini" ujarnya tak berperasaan.
"Hanya pedang Nichirin dan cahaya matahari yang bisa membunuhnya! " potongmu sebelum, pria itu menyakiti Oni tak berdaya itu.
"Jadi begitu! "
Pria itu mencabut pedangnya, membelah dua sampai tiga pohon besar dan tebing bebatuan dengan sekali gerakan.
Membuat sinar mentari berhasil menembus tempat ini.
Sang Iblis menggeliat kesakitan, air mata jatuh sembari bibirnya terus merintih. Ia hilang bak abu benda terbakar dan berterbangan di langit.
Kau menutup mata dan mengatupkan kedua telapak tangan mu. Berdoa, semoga ia mendapat tempat yang layak dan tenang di alam sana.
Sebagai ganti puluhan tahun atau bahkan ratusan tahun kehidupannya yang tak bisa ia jalani sepenuh hati sebagai seorang manusia dan bukannya Oni.
Semoga ia memiliki akhir yang bahagia, setidaknya dialam sana.
"Hey! Siapa namamu? " tanyamu pada pria itu.
To be continue~
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top