06. Rengoku Kyoujurou.

Aku mendongak,  menatap wajahnya yang tebilang tampan,  alisnya agak tebal dan lucu,  namun rahangnya gagah,  kulitnya putih bersih, hidungnya mancung,  surainya sebahu, berantakan dan mencuat ke mana-mana, menggelitik geli pipiku. 

"Apa kau baik-baik saja? " ujarnya menyentak lamunan ku. 

"Ah! Eh!?  Bahu ku baik-baik saja" tawaku sungkan. 

Merasa malu karna memandang wajah orang lain,  terlebih orang asing, lama sekali membuatku gugup menjawab tanpa persiapan

Ia membantuku berdiri,  memegang bahuku perlahan.

"Lihat siapa yang datang, ada keperluan apa Kyoujurou? " suara Kagaya menyapa nya,  membuatnya mengalihkan pandangan tanpa melepas tangannya pada bahuku. 

"Oyakata-sama!  Aku kemari untuk menyampaikan laporan atas misi yang kau berikan sebelumnya" ini bukan hanya perasaanku. 

Namun cara bicara pria ini, terdengar menggebu-gebu, semangat dan benada tinggi. 

"Benarkah? Baiklah (Name), terimakasih telah memenuhi panggilanku, kau bisa kembali bersama para Kakushi dan kumohon, tolong pikirkan baik-baik tentang pembicaraan kita" ucapnya, prediksinya luar biasa.

Ia berhenti memanggilku dengan sebutan "yang mulia", paham tanpa ku beritahu, aku tak terlalu suka dengan keformalan itu. 

" Dan Kyoujurou,  Shinobu kemarilah! aku minta maaf telah membuatmu menunggu"

"Sampai kapanpun aku tidak akan menyetujui ide itu. Kalau begitu aku permisi! " pamitku, melenggang pergi begitu saja.

---***---

Aku terus menatap awan yang selalu bergerak tak menentu,  senja menutup usia,  digantikan oleh malam. Burung-burung gagak milik para pemburu iblis berputar-putar diatas bangunan sambil terus bersuara. 

"Yuma" begitulah aku memanggil nama bayi ini,  namanya kutemukan terajut di selimutnya. Kini ia kembali terlelap dalam dekapan ku. 

Setelah tangisnya menyibukkan seluruh penghuni kediaman kupu-kupu.  Padahal ia begitu mudah ditenangkan. 

Tak ada salah satupun dari kami yang bisa menyusuinya,  beruntung Tanjirou menyarankan untuk memberinya makan secara manual. 

"Himeko~" rintihku.

Sekarang ini pikiran ku sedang kalut, pekerjaan kuil belum selesai,  aku belum menyeleksi tumpukan doa yang telah menggunung itu.  Belum juga menguasai tarian kagura,  dan parahnya lagi sebentar lagi ujian masuk universitas ku akan segera dimulai. 

Sebelumnya,  semuanya telah tertata rapih,  setelah tahun baru berlalu, dan kesibukan kuil usai. Aku bisa belajar, menyusul ketertinggalan nilai milikku.

Semuanya jadi kacau,  aku terdampar di masa lalu,  107 tahun yang lalu. Di era paling bar-bar dan berbahaya.  Tanpa ku ketahui sebabnya.

Terbesit di benakku,  akan mengunjungi kuil dewa lain disekitar sini dan bertanya,  cara untuk kembali setelah aku mengembalikan Yuma pada orang tuanya. 

Aku tak bisa meninggalkannya begitu saja. 

"Ah!  Ternyata kau ada disini (Name)-san" panggil Shinobu,  muncul entah dari mana. 

"Kouchou-san" sahutku. 

Ia mengambil tempat duduk tepat di sebelahku tanpa meminta izin,  aku sama sekali tak mempersalahkannya dan tetap menatap lurus ke arah taman kediaman ini. 

"Kumohon panggil aku Shinobu saja, lagipula aku telah memanggil nama depan mu" balasnya. 

"Terimakasih banyak Shinobu-san" tanpa banyak komplain aku setuju memanggil nama depannya.

"Sulit dipercaya kau datang dari masa depan" tawanya, suara Shinobu benar-benar unik dan lembut. 

"Aku juga tak percaya ini akan terjadi"

"Katakan padaku (Name)-san,  bagaimana masa depan? Masa di mana kau hidup itu" tanyanya. 

Lantas apa yang harus kujawab?  Apa aku harus menjelaskan betapa tingginya gedung pencakar langit?  Atau kereta-kereta bawah tanah super cepat?  Alat-alat canggih lainnya?  Kurasa tidak! Bukan itu yang ingin Shinobu ketahui. 

"Disana anak-anak dididik secara merata, mereka menghabiskan waktu dengan bermain dan belajar, bersenang-senang,  kaum remaja bahkan bisa berkeliaran di malam hari tanpa ada ketakutan ataupun hal yang membelenggu mereka" jawabku. 

"Mereka bebas memilih jalan mereka Shinobu-san" tambahku. 

Senyum merekah di bibir Shinobu,  ekspresinya berubah menjadi begitu lega. 

"Syukurlah" ujarnya menutup mata. 

Aku tak kuasa memasang senyum melihat Shinobu saat ini. 

"Apa Ubuyashiki-san yang memberitahumu masalah ini? " tanyaku, penasaran darimana ia mengetahui asal-usul ku. 

"Iya,  Oyakata-sama hanya tak ingin kau kerepotan menyembunyikan jati dirimu" jujurnya.

"A-apa,  Ubuyashiki-san mengatakan hal lain? " panikku.

Shinobu menggeleng, syukurlah orang itu tak memberitahu siapapun tentang identitasku yang lainnya. 

"Oh iya,  Oyakata-sama juga bilang akan mengabari mu kapan bisa mengembalikan anak ini pada orang tuanya" ucapnya mengundang antusiasme dariku. 

"Benarkah?  Kalau begitu kapan? "

Matanya menatap awan,  sambil mengingat-ingat ucapan orang yang paling ia hormati itu. 

"Bisa jadi minggu depan atau bahkan bulan depan" jawabannya benar-benar membuatku jatuh,  pecah berserakan. 

"Kalau begitu,  selama kau disini maukah kau menolong ku? " aku mengangguk pasrah. 

Mengiyakan segala keinginannya,  sementara aku masih bergelut dengan perasaan kecewa ku. 

"Kalau begitu mulai besok, bisakah kau bekerja disini? " tawarnya,  tidak!  Tanyanya. 

"Ha?  Tidak, tidak, tidak mustahil bagiku menjadi pemburu iblis" tolakku spontan. 

Ia tertawa,  terkikik, aku benar-benar menyukai tawanya. 

"Biar bagaimanapun aku masih memiliki perasaan,  lagipula masih ada pekerjaan disini selain menjadi pemburu iblis,  jika di pikirkan lagi bahkan para devisi Kakushi juga kekurangan orang,  namun melihatmu yang masih harus bertanggung jawab atas Yuma rasanya tak mungkin mengirimmu ke devisi Kakushi, jadi bekerjalah disini!  Di kediaman kupu-kupu ini" pintanya.

"Aku mengerti,  terimakasih banyak Shinobu-san" ujarku tulus. 

Wanita itu beranjak pergi, setelah bulan sepenuhnya telah nampak terang dilangit.

"Kalau begitu aku akan pergi,  sudah waktunya bagi kami para pemburu iblis berpatroli, jaga dirimu baik-baik (Name)-san,  jangan pernah meninggalkan tempat ini ketika malam tiba,  mereka mengincar yang lemah sepertimu dan Yuma" ia memperingatiku. 

"Aku mengerti, terimakasih!  Shinobu-san juga berhati-hati lah,  pastikan kau kembali dengan selamat oke! " senyumku mengantar kepergiannya. 

Sekilas ku lihat irisnya berkilauan,  menampakkan keterkejutan. Namun hanya sebentar sampai ku dapatkan senyumannya kembali. 

"Kau benar-benar terlihat seperti seorang Ibu (Name)-san" cicitnya , yang masih bisa kudengar samar. 

"Sampai kapanpun,  aku tak bisa menjadi seorang Ibu, Shinobu-san" balasku berbisik. 

---***---

"Eh?  Kediaman keluarga pilar api? " tanyaku berhenti memotongi lobak, memastikan pendengaranku tak salah, karna suasana dapur kediaman kupu-kupu saat ini tengah berisik menjelang makan siang. 

"Iya" jawab Aoi setengah berteriak. 

"Ini alamatnya" tak biasanya wanita penuh tanggung jawab itu menyerahkan kewajibannya pada orang lain, hal ini membuatku bertanya-tanya mengapa. 

"Itu!" jemarinya menunjuk halaman,  dimana ada 3 orang bar-bar saling mengejar satu-sama lain.

Wajah Aoi masam, lingkar hitam kentara di bawah kedua matanya. 

"Kau pikir siapa lagi yang bertanggung jawab menjinakkan ketiga orang pembuat onar itu? " tanyanya pasrah padaku. 

Tanjirou,  Zenitzu dan Inosuke, mereka selalu jadi langganan pembuat onar di kediaman ini. Terutama Inosuke, tingkah lakunya macam orang purba,  menghancurkan banyak fasilitas kediaman kupu-kupu.

Zenitsu juga sama merepotkannya, ia terus menganggu para wanita kediaman kupu-kupu,  Tanjirou adalah sebuah pengecualian, hanya saja ia terlalu baik dan bertanggung jawab hingga selalu terseret kedua teman tak warasnya itu. 

Aku mengangguk,  turut merasakan duka untuknya. 

"Aku mengerti Aoi-san, serahkan saja padaku!  Aoi-san kau sebaiknya istirahat sebentar,  wajahmu pucat sekali!  Aku akan berangkat setelah menyiapkan makan siang" saranku,  mengantungi alamt itu. 

"Aku bersyukur sekali kau ada disini!  Disini hanya ada Aku,  dan Kanao,  Hina, Sumi dan Kiyo masih terlalu kecil untuk mengurus hal-hal berat dan Kano-" Aoi menggantung kalimatnya. 

Tanpa diteruskan pun aku mengerti, Aoi ingin akrab dengan Kanao,  namun nampaknya sulit akrab dengan sang Tsuguko pillar serangga itu. 

Setelah menyiapkan cukup sajian untuk semua penghuni kupu-kupu, ku bungkus beberapa buah tempura udang dan berkemas aku segera berangkat, mengetahui Yuma yang masih tertidur pulas. 

Jujur saja, meskipun aku memegang alamat yang di maksud Aoi,  aku masih tak mengerti daerah ini. Beruntung gagak sang pilar api menjemputku dan menuntunku.

Aku sampai di sebuah kediaman luas khas jepang,  tamannya tertata rapih.

"Permisi! " teriakku, Dinginnya udara membuat kaki dan tangan ku mati rasa, serta tenggorokan ku mengering. 

"Permisi " ucapku lagi,  namun tak mendapat jawaban, membuatku mulai berpikir bahwa aku telah tersesat. 

"Permi-" seorang pria berkimono membuka pintu masuk kediaman mereka.

"Siapa? " aku mengenal wajahnya,  pria baik hati yang sama,  yang telah menolong ku di kediaman Ubuyashiki. 

"Ah,  ini aku!  Kita pernah bertemu sebelumnya bukan?  Terimakasih banyak telah menolongku waktu itu" aku membungkuk. 

Namun ketika mendongak,  ku temukan wajah bingungnya.  Ini hanya perasaan ku, atau ia terlihat lebih tua dari pertemuan terakhir kami beberapa hari yang lalu?

"Aku tidak mengenalmu!" jawabnya,  lalu meninggalkan ku. 

"Tunggu sebentar! " ku tarik lengan kimono nya. 

"Kochou Shinobu-san memerintahkan ku datang kemari atas perminataan mu" mungkin ia melupakan ku,  aku takkan menyalahkannya jika ia tak mengingatku,  namun aku tak bisa pergi tanpa melakukan tugas ku terlebih dahulu. 

Ia berbalik,  tatapannya terlihat mengerikan padaku.  Tiba-tiba tangannya mencengkram seragam ku, dan mengangkatnya tinggi-tinggi. 

"Aku tidak butuh bantuan pemburu Iblis, pergi dari rumahku! "

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top