05. Phoniex Dalam Jiwa
"Aku yakin jawabannya adalah cinta" sahutku mantap.
"Cinta yah~" Kagaya nampak terlihat ragu, otak cerdiknya itu seolah memikirkan sesuatu.
"Aku mengatakannya bukan tanpa sebab, memang cinta adalah jawaban paling tepat untuk pertanyaan mu, seseorang bisa termotivasi karna kebencian tapi seharusnya dilihat dari awal mereka membenci karna kehilangan" mata itu...
Mungkin tak lagi bewarna dan tak dapat melihat wajahku, tapi telinganya pasti masih berfungsi hingga ia menunjukkan tanda-tanda percaya padaku.
"Mereka membenci karna direnggut, seseorang kadang membenci takdir yang dari awal sudah di gariskan bahkan ada juga yang membenci tuhan yang dinilai tak adil"
"Bukankah Ubuyashiki-san sendiri yang bilang, para pembasmi kuat, para pilar, semuanya disini terdorong? Sesuatu telah direnggut dari mereka, mereka membenci lalu menjadi kuat. Tapi membenci kadang tak cukup untuk terus maju, harus ada cinta untuk melindungi sesuatu"
"Mereka melindungi generasi selanjutnya, agar tak ada lagi yang merasa kehilangan " balas Amane, serasa tak terima dengan pernyataan ku barusan.
"Hanya itu?" tegas ku, Amane menautkan kedua alisnya heran, begitupula Kagaya.
"Oh tidak! Maksudku adalah, katakan pada mereka juga untuk melindungi hal yang penting bagi diri mereka, mereka melindungi generasi berikutnya? Lantas bagaimana dengan perasaan mereka sendiri? Apa mereka punya yang sangat ingin mereka lindungi? Ubuyashiki-san, seseorang yang kuat akan kebencian akan berhenti hanya di sana-sana saja"
"Mereka tak memiliki alasan kuat untuk maju, tak ada lagi yang tersisa, yang telah kehilangan hanya tak ingin orang lain merasakan hal yang sama dengan mereka, berhenti hanya sebatas garis itu, dan yang terus melangkah maju adalah orang-orang yang ingin menjadi kuat karna masih ada yang mereka cintai, mereka mempunyai alasan maju melewati orang-orang yang kuat karna kebencian" aku menutup ucapanku.
Rasanya sebagai tamu disini, tak wajar banyak bicara melebihi sang tuan rumah.
"Kurasa ada benarnya" Kagaya mengalah.
"Tuanku!? " tinggal Amane yang masih belum sepenuhnya setuju dan anak-anak mereka yang tetap diam, tak cukup umur untuk mengerti.
"Namun yang telah pergi takkan kembali, yang mereka cintai tak mungkin hidup lagi, kenyataan ini tak bisa kami ubah" sambung Kagaya.
Aku diam, tak ada yang bisa kusangkal. Terlebih tak ada yang bisa kulakukan juga.
"Benar juga, bagaimana kalau begini saja!" Kagaya menatap lurus padaku, senyumnya merekah indah membuatku bertanya-tanya, apa yang tengah terlintas di pikirannya.
"Aku meyakini bahwa para pengguna napas matahari ada hubungannya langsung dengan yang mulia Amaterasu-sama, lantas bisakah kau sebagai penggantinya membantu kami? " tanya nya.
"Tentu! Dengan senang hati aku akan membantu! " balasku senang, akhirnya kami menemukan titik terang.
"Kumohon dengan sangat, menikahlah (Last Name)-sama, aku yakin anak-anakmu kelak akan menjadi jawaban atau bahkan pedang untuk memutus rantai tragedi ini"
Apa? Menikah katanya? Anak-anak? Apa orang-orang ini waras? Tidak! Aku tidak merasakan niat jahatnya. Namun menikah? Benarkah hanya itu yang jawaban yang terpikirkan oleh pimpinan pemburu iblis?
"Aku tidak bisa! " sentakku.
"Apa tidak ada orang yang kau cintai? " tanya Amane padaku.
"Tidak ada! Namun itu bukan alasan utama aku menolak ide ini!" tentang ku lagi.
"Kalau begitu, kami akan mencarikan pria terbaik, sesuai tipe (Last Name)-sama, aku yakin wanita secantik dan sebaik (Last Name)-sama akan mudah mendapatkan pria terbaik di negeri ini" Amane menimpali ku, aku tau maksudnya adalah menenangkan diriku.
"Pernikahan itu sesuatu yang terhormat, bahkan jika (Last Name) sama tidak memiliki cinta, perlahan waktu akan mengubah akan mengubahnya" sambungnya, membuatku semakin marah.
"Bukan! Bukan seperti itu!" hentakku memukul tatami ruangan.
"Lalu? " ekspresi tak mengerti milik Amane, seolah membuatku paham, semua yang dikatakannya tentang pernikahan itu.
Semuanya, adalah apa yang ia alami...
"Pikirkan tentang anak-anak! Kalian menginginkan jawaban yang dapat memutus rantai keputusaasaan. Namun kalian berharap dari anak-anak yang lahir dari cinta, pikirkan perasaan mereka jika tau, kehadiran mereka telah direncanakan! Tidakkah kalian bayangkan jika mereka mempunyai mimpi lain? " aku menggebu-gebu, sampai udara panas berkeliaran di sekitar mulutku.
"La-lagi pula aku masih berusia sangat muda! Usia ku masih 18 tahun! Kehamilan diusia muda besar resikonya! " imbuhku.
Jujur saja aku menolak ide ini, didasari rencana mereka menaruh harapan pada anak-anakku kelak. Aku benar-benar tak tau-menau tentang pengguna nafas matahari ini, jadi tak ada kepastian apa anak-anak yang lahir dari kekuatan Amaterasu Omikami ini akan menjadi pengguna nafas matahari atau tidak.
"(Last Name)-sama, usia anda sudah cukup untuk menikah dan membesarkan anak-anak, usia anda bukanlah hal tabu untuk menikah, bahkan anak-anak berusia 15 tahun sudah sewajarnya memiliki seorang tunangan" timpal Amane.
Baiklah, kini aku marah besar!
"Bagaimana bisa kalian bilang seperti itu! Aku masih harus meneruskan sekolah! Ujian kelulusan ku hanya tinggal menghitung bulan! Lagipula jika menikah sekarang bagaimana kelangsungan kehidupan keluarga kami? Setidaknya aku harus mempersiapkan secara matang demi masa depan anak-anakku! Biaya telepon, biaya asuransi, bill pajak, pendidikan anak-anak! Apa kalian tidak memikirkannya? " ujarku menyemprot satu keluarga itu, sambil terus menampik tatami ruangan ini.
Mereka diam, memasang wajah kebingungan.
"Apa itu Asuransi jiwa? " celetuk salah satu anak mereka.
"A-apa! " kagetku tak percaya, terbesit sesuatu yang tak kupercaya di benakku.
"Tunggu sebentar! Tahun berapa dan era apa ini? " tanyaku, semoga tidak benar, semoga yang terlintas dibenakku itu hanya sebuah ketakutanku saja.
"Tahun 1912, Era Taisho yang mulia (Last Name)-sama" jawab salah seorang anak mereka yang lain.
"Apaaaaaaaa!? " teriakku, langsung bangkit, beranjak pergi.
Kepalaku berputar-putar, pikiran ku melayang, masih berusaha meyakinkan hati ini, bahwa ini semua hanyalah mimpi.
Buru-buru kubuka pintu Shoji, pintu tradisional jepang itu.
"Tunggu sebentar Rengoku-san! Oyakata-sama sedang berbicara"
"Apa kau tak dengar suara berisik dari dalam ruangan ini? Aku akan tetap masuk untuk memastikan! " kedua suara itu saling beradu ribut.
Iris (E/C) ku melebar, seraya kutemukan seorang pria muncul dari balik pintu itu dan tak sengaja mendorongku, nampak jelas di kedua mataku seekor api phoenix membara di belakang nya.
Kehilangan keseimbangan, aku mencoba meraih tepi pintu untuk berpegangan. Tapi nyatanya tangan ini tak sampai.
Reflek pria itu menarik tanganku, sayang hanya refleksnya saja yang bagus. Tidak dengan keberuntungannya.
Kaki pria itu tersandung pembatas pintu dan ikut terjatuh, ia mengambil tindakan berani untuk memelukku.
BRUKKK...
Bersama kami jatuh, sambil berpelukan. Tidak! Jika kuperhatikan baik-baik, kedua lengannya memelukku erat hanya untuk melindungi ku, itu sebabnya bahu ku yang telah terluka sebelumnya tak terasa begitu sakit, meskipun kami jatuh menghantam lantai.
"Anu! " aku berniat menatapnya, mengucapkan terimakasih.
Namun kudapati mata kami saling bertemu, beradu dalam pandangan pertama orang asing, iris kuning keemasan miliknya menatapku tanpa berkedip, kedua alisnya saling bertautan dan tak bisa ku jelaskan ekspresinya.
Dadaku berdetak tak karuan.
Tidak mungkin kan?
Tidak mungkin ini...
To Be Continue~
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top