04. Yang Lebih Kuat Dari Benci?

Mereka bersujud, hampir benar-benar menyentuh tanah.

"Eh? Tunggu dulu! Kumohon angkat kepala kalian" pintaku, gugup menjadi tak karuan.

"Penghormatan ini, sudah sepantasnya kami berikan kepada anda Amaterasu-sama" Amane angkat bicara, menggantikan suami nya yang telihat kesulitan bicara.

"Kumohon angkat kepala kalian! " teriakku.

"Oyakata-sama! Apa anda baik-baik saja? " Shinobu menerobos masuk, pedangnya digenggam erat, memasang ancang-ancang.

"Ma-maafkan aku" cicitku, diam, menciut mengingat betapa tak sopannya aku terhadap pemilik kediaman ini.

"Kami baik-baik saja Shinobu, kau bisa menunggu diluar" elak Kagaya, Shinobu terlihat berpikir dan enggan meninggalkan kami.

Ubayashiki Kagaya tersenyum menenangkan, membuatnya mengalah pada perintah.

"Aku benar-benar minta maaf" ulangku.

"Kami benar-benar berterimakasih anda mau turun dari Takamagahara dan mendengar doa kami-"

(Takamagahara disini biasanya disebut surga,  tapi ada juga umat kepercayaan Shinto yang nyebut itu kerajaan langit tempat dewa-dewi mereka)

"Tunggu sebentar! Sebelum percakapan ini tenggelam terlalu dalam, aku akan meluruskan satu hal!"

Mereka diam, menunggu kelanjutan dari kalimatku. Ku ambil nafas sebanyak yang kubisa, dan menghembuskanya perlahan.

"Aku ini bukan Amaterasu-san" mereka cukup terkejut dengan pernyataan ku.

Namun tidak dengan Ubayashiki Kagaya, wajahnya tetap tenang. Begitupula dengan senyumnya yang masih terpatri abadi, meskipun telah kuhancurkan harapamnya lewat pernyataanku.

"Aku tau" balasnya, singkat, ku dapati rasa kecewa dari nada bicaranya.

"Aku paham, bahwasanya seorang dewa setingkat Amaterasu-sama takkan datang kemari, ia memiliki tugas mengatur waktu, senja, dan terbitnya sang mentari, aku tak bisa berharap banyak dari itu-"

"Amaterasu-san!" kembali kupotong ucapannya, terdengar suara Shinobu bangkit dari luar pintu, namun tak kupedulikan.

Aku marah, orang ini!

"Amaterasu-san bukan dewi yang hanya mementingkan bagian penting aspek kehidupan, ia juga memperhatikan setiap doa jemaatnya, ia adalah sosok dewi yang bijaksana, hangat dan baik hati" bibirku terkatup rapat, mencoba menemukan sebuah kata tepat yang benar-benar menggambarkan sosok misterius Amaterasu.

Himeko benar-benar menghormatinya, ia juga datang padaku dan memberiku rumah untuk kembali. Memberiku tujuan hidup yang baru, dan meyakinkan ku, bahwa aku pantas untuk menjalani hidup.

"Amaterasu-san itu, menghargai setiap keinginan manusia" tegasku.

"Baiklah, aku mengerti, maafkan ucapanku sebelumnya, sebenarnya aku ingin meminta sedikit bantuan pada Amaterasu-sama, aku mempunyai pengelihatan dimana Amaterasu-sama akan datang kepada kami, kurasa aku terlalu percaya diri pada prediksi ku dan terpaksa haru mengurungkan permintaan ku padanya uhuk... " Kagaya terbatuk, cukup keras.

"Tuanku? " Amane membelai punggungnya, berharap dapat membantunya sidikit.

"Tak apa Amane" pria itu kesakitan, dilihat dari manapun , ia tengah menahannya.

Senyumannya bukan hal palsu, keinginannya murni.

"Anda tidak sepenuhnya salah Ubayashiki-san" potongku, tak tahan melihatnya seperti ini, lantas akan kupercepat percakapan ini, lalu ia bisa beristirahat.

"Maaf? Apa maksud anda? " tanya Amane padaku.

Ku genggam erat kimono di atas dadaku, dibaliknya ada sebuah tanda matahari, yang di percayakan Amaterasu-san padaku.

"Aku ini, pengganti Amaterasu-san" ruangan ini dalam sekejap menjadi sehening malam.

Mereka terlihat sangat terkejut.

"Benarkah itu? " celetuk salah satu anak mereka.

"Sulit dipercaya memang, tapi Amaterasu-san menunjukku sebagai penggantinya dan memberiku simbol segel matahari disini" aku menunjuk dada kanan ku.

"Lantas apa segel itu bisa diturunkan? Atau dibagi? " Amane menanggapi ku dengan antusias, berbeda dengan karakter anggun nya yang hilang entah kemana.

Tangan Ubayashiki Kagaya menahan pundak wanita itu, memperingatkan istrinya untuk tetap menjaga rasa hormat.

"Aku rasa tidak mungkin" balasku ragu.

"Lalu bisakah kami meminjamnya? " timpal Kagaya.

"Kurasa ini bukan sesuatu yang bisa dipinjamkan" tawa ku renyah.

"La-lagipula, aku juga tak mengerti cara memindahkannya, menurunkannya, melepasnya atau membuangnya" jelasku.

"Kalau begitu, bisakah kau dengarkan permintaan kami? " tanya Ubayashiki.

Aku mengangguk, gugup, ingin sekali memenuhi keinginan mereka. Memenuhi ekspetasi Amaterasu-san.

"Bisakah kau memberikan kami petunjuk untuk menemukan klan pengguna nafas Matahari? "

Aku diam, tenggelam dalam hening. Tak tau mengapa mendengar pernyataan itu membuatku bernostalgia dengan sesuatu yang tak kusukai. Nafas matahari? Aku bahkan tak tau benda macam apa itu.

Tapi hatiku bergemuruh marah, ada kebencian didalamnya.

"Kami benar-benar putus asa, seolah dihadapkan dengan tembok menjulang yang terus menekan kami ke belakang" Amane menghentakku, menarik kesadaranku keluar dari lamunan.

"Oni berkembang pesat, mereka tak dapat dibunuh dengan apapun kecuali dengan sinar mentari dan pedang Nichirin. Sebuah besi yang menyerap sinar mentari. Singkat kata, matahari selalu membantu kami."

"Tapi matahari tak melindungi kami selamanya, ketika malam datang Oni akan bergerak dan merenggut semua jiwa yang ada tanpa ampun, mereka melahap satu keluarga dan menyisakan anak-anak sendirian, merasakan kesepian dan kebencian"

"Terkadang pula mereka membuat seseorang menjadi oni, hingga insting kelaparan mereka mendorong hati nurani dan memakan keluarga sendiri"

"Populasi manusia dipukul mundur, kebencian ditebar, kami percaya pada para generasi pendekar pedang yang terus lahir dan mendedikasikan diri sebagai pembasmi Iblis"

"Tapi kami juga tak boleh lupa, bahwa mereka juga terlahir dari kebencian yang para Iblis tebar, kehilangan keluarga, kehilangan orang yang dicinta, kami semua telah berusaha menebas rantai keputusasaan ini, agar tak ada lagi anak-anak atau generasi yang harus menjadi pembasmi Iblis karna kebencian"

disana...

Di raut wajah yang terlihat selalu tegar itu kini terukir sebuah kesedihan, entah telah berapa lama rantai keputusasaan ini telah membelenggu orang-orang ini, sampai kapan? Akankah benar umat manusia harus terus melahirkan generasi pembasmi iblis dari tragedi darah dan kebencian yang mendorong mereka untuk maju semakin kuat.

"Karna itu kumohon, (Last Name) - sama, kumohon bantuannya untuk memberi kami sebuah petunjuk tentang keberadaan para pengguna nafas matahari"

"Aku-" aku benar-benar tak suka mendengar nya, tapi perasaan ku bentrok membayangkan akan ada anak lain yang kehilangan orang-orang terkasih mereka seperti bayi malang itu.

"Para pengguna napas Matahari adalah pembasmi Iblis yang kuat, 300 tahun lalu di era Sengoku terdapat sebuah desas-desus bahwa salah satu dari pengguna napas Matahari hampir merenggut nyawa induk dari semua Iblis, Iblis pertama yang menciptakan rantai keputusasaan ini"

"Keluarga Ubayashiki sendiri telah menjadi pemimbimbing para pemburu Iblis di setiap era, selama ratusan tahun lamanya, sayang kami tak bisa menemukan catatan apapun dari leluhur kami mengenai para pengguna nafas matahari, selain potongan-potongan kecil yang menyebutkan mereka adalah orang-orang terpilih dengan sebuah tanda merah di dahinya"

"Kami terus memperkecil kemungkinan, dari mana asalnya orang-orang terpilih yang mereka maksud ini, bagaimana cara menemukannya, atau bagaimana cara menciptakannya, lalu terlintas sebuah pemikiran dimana Amaterasu-sama yang tak lain adalah dewi matahari sendiri pasti tau jawabannya" sambung mereka.

"Aku tidak tau dimana orang yang kau cari ini, pengguna napas matahari ini asal-usulnya, aku baru saja dipasrahi segel dewi matahari oleh Amaterasu-san selama enam bulan terakhir ini, tapi jika memang Amaterasu-san tau sesuatu aku akan menanyakannya! Masalahnya adalah-"

Kugigit bibir bawahku, sekali lagi menemui jalan buntu, aku tau mereka menaruh harapan pada negosiasi ini.

"Amaterasu-san telah menghilang tanpa jejak" jujurku.

Wajah-wajah itu tak bisa menerima kenyataan yang baru saja ku katakan, seolah-olah tak yakin, bagaimana seorang dewi bisa lenyap.

"Para pelayan kuilnya bilang, ia benar-benar menghilang, dewa-dewi langit pun tak ada yang mengetahuinya dimana"

"Para pelayan langit bilang, mungkin Amaterasu-san telah tiada, tapi tak perlu khawatir karna selama ada manusia yang menaruh keinginan pada sosoknya, ia akan terlahir kembali sebagai Amaterasu-san yang baru" ujarku membagi kegelisahan ini bersama mereka.

"Sejujurnya aku tak tau, apa ada yang bisa melenyapkan seorang dewa, tapi kenyataan bahwa Amaterasu-san menunjukku sebagai gantinya mungkin ia merasa ajalnya telah tiba dan untuk sementara waktu menyerahkan kewajiban ini padaku" cicitku ragu.

"Tapi aku akan membantu kalian sebisa ku!" aku tersenyum, sudah sewajarnya jika manusia menaruh harapan mereka padaku.

"Syukurlah, terimakasih telah mengulurkan bantuan pada kami" ucapnya lagi.

"Kumohon jangan menunduk! Aku belum tau apa keberadaanku akan berguna atau tidak" pintaku melihatnya hampir kembali memberi hormat, Ubuyashiki membalasku dengan senyum hangatnya.

"Sekarang kami hanya punya satu kemungkinan lagi"

"Apa itu" tanyaku.

"Selama ini pembasmi Iblis dan para pilar, kebanyakan dari mereka para orang kuat terlahir dari kebencian pada Oni, namun tak satupun mampu menyentuh para bawahan Muzan sang induk Iblis, yang berarti kebencian saja tak cukup menciptakan para pembasmi iblis seperti pengguna nafas matahari, lantas..."

"Apa yang lebih kuat dari kebencian? " Kagaya bertanya-tanya.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top