Twentiseventh Day, Twentiseventh Mission : First Duel
End of the flash back.
(Name) terpingkal-pingkal mendengar akhir cerita dari Killua. Sementara Killua hanya mampu tersenyum hambar, rasanya menyedihkan melihat (name) tertawa dengan manisnya seperti itu. Padahal, gadis itu adalah musuhnya sekarang ini.
Kalau saja Killua tahu sejak awal, mungkin perasaannya terhadap gadis itu tidak akan sama.
"Jadi, kau kabur dari rumah dan mencariku, begitu?" tanya (name) sambil terkekeh. "Nah, saat kau sampai di rumah, kau harus tetap membersihkan kamar mandi, Killua."
Killua mengangguk menanggapinya. (Name) tersenyum tipis, seraya beranjak bangkit dari duduknya, gadis itu berbisik tepat di telinga Killua, "Itupun kalau kau masih bisa pulang ke rumah setelah bertarung denganku, Killua."
Deg!
Jantung Killua seolah ditusuk dengan pisau. Atau memang seperti itu kenyataannya, (name) menusukkan pisaunya ke jantung Killua di dada kirinya namun tertahan oleh tangan Killua. Tangan Killua berdarah-darah akibat menahan pisau (name) yang berhasil menembus telapak tangannya.
Killua mendundukkan kepalanya. Helaian rambut silver Killua menutupi ekspresi wajahnya, kecuali bibirnya yang melengkungkan senyuman getir.
"Refleks yang bagus," puji (name), tersenyum miring melihat serangan pembukanya berhasil ditangkis Killua. "Aku juga ingin melihat kecepatanmu, Killua."
Srat!
(Name) menebaskan pisaunya ke arah Killua, namun Killua dengan cepat mencekal pergelangan tangan (name) menggunakan tangan yang satunya. Killua memalingkan muka, tak ingin melihat (name) yang tersenyum miring ketika serangannya lagi-lagi dapat ditahan oleh Killua.
'Refleks yang bagus, kecepatan tinggi, dan kekuatan yang mengerikan,' batin (name), menganalisa kemampuan Killua dalam bertarung. 'Sepertinya akan sedikit sulit untuk mengecohnya. Baiklah, aku akan membuatnya mengeluarkan kemampuannya, mencari kelemahannya, dan menyerangnya.'
(Name) menyusun siasat dalam hati, sementara lisannya berucap, "Kau memang pantas menjadi seorang pembunuh bayaran, Killua."
"Aku bukan pembunuh bayaran!"
Gadis itu tersentak kaget mendengar teriakan Killua. Tangan Killua yang mencekal pergelangan tangan (name) gemetar dan berkeringat dingin, berusaha tetap mencekal pergelangan tangan gadis itu. Suara Killua ketika berbicara pun bergetar, "Setidaknya ... sudah bukan lagi, dan tidak lagi."
(Name) tidak berusaha melepaskan cekalan Killua, bahkan saat Killua justru mengusap tangan gadis itu sembari menatapnya dengan tatapan sendu. Gurat kesedihan, penyesalan, kekecewaan tampak jelas di wajah Killua.
"Aku tidak ingin melukaimu, (name)," ujar Killua pelan. "Aku tidak ingin melukai dirimu, hatimu, perasaanmu, atau keluargamu."
Kali ini, (name) yang merasakan hatinya berdenyut sakit. Kalau dikatakan seperti itu, (name) juga tidak mau jika dirinya, hatinya, perasaannya, atau keluarganya dilukai sedemikian rupa. Sebisa mungkin gadis itu menyingkirkan rasa sakit di hatinya yang hanya akan menghambat aksinya.
"Aku juga tidak mau melakukan ini," balas (name). "Tapi, aku harus melakukan ini."
Cruak!
Pisau (name) menancap di punggung tangan Killua. Darah Killua bermuncratan mengotori wajah gadis itu dan mengucur deras mengotori tangan (name) dan lengan Killua sendiri. Killua sengaja melepas cekalannya, sehingga tangan (name) dapat terbebas lagi.
"Aku tahu kau sengaja," kata (name), membaca arti pergerakan Killua barusan.
"Aku tidak mau me--"
"Aku juga tidak mau menyakitimu," potong (name). "Karena itu sama saja menyakiti diriku sendiri."
(Name) menyimpan pisaunya di kantung rok hitam selutut yang dikenakannya. Tangan kanannya menarik kedua tangan Killua yang sudah bolong ditembus oleh pisaunya. Tangan kiri (name) merogoh kantung jaket tanpa mempedulikan darah Killua yang mengotori jaket putihnya. Gadis itu mengambil segulung perban, lalu membalut luka tusukan pada kedua tangan Killua.
Killua memandangi kedua tangannya yang sedang diperban dengan cekatan oleh (name). Killua tak habis pikir, bagaimana bisa (name) begitu santai membalut kedua tangannya dalam keadaan seperti ini, seolah luka tersebut bukan disebabkan olehnya.
Killua membatin, 'Dia tidak bisa melukaiku, tapi bukan karena aku, melainkan karena dirinya sendiri.'
(Name) menatap kedua tangan Killua yang kini terbalut oleh perban. "Yah, untunglah aku tahu cara membalut luka," kata gadis itu pada dirinya sendiri.
"Kenapa...?"
Gadis itu menatap Killua yang masih menatap balutan perban pada kedua tangannya. Punggung Killua tampak bergetar, samar-samar (name) mendengar Killua menggeretakan giginya. Meski tidak terdengar isakan dan tertutupi helaian rambutnya, gadis itu tahu kalau Killua tengah menahan tangisnya.
Killua menangis bukan karena kesakitan. Killua tidak pernah menangis akibat luka dari serangan musuhnya, (name) tahu itu.
Dan (name) tahu kalau Killua tidak ingin menunjukkan kelemahannya di hadapan gadis itu.
"Kenapa?" tanya (name), mencoba bersikap setenang mungkin.
"Kenapa kau membalut luka ini ... kalau kau ingin aku terluka lebih dari ini?"
Senyuman sinis terlukis di wajah gadis itu. Killua tak mau melihatnya, melihat ekspresi keji (name) yang sangat berbeda dari biasanya, seakan gadis itu bukanlah (name).
Kedua tangan (name) dilipat di depan dada. Senyuman sinisnya kian melebar. (Name) balik bertanya, "Buat apa kau bertanya seperti itu padaku, Killua?"
Killua terdiam, tak menjawab. Sehingga (name) menjawab pertanyaannya sendiri dengan enteng, "Aku tahu, luka di hatimu sudah lebih daripada luka pada kedua tanganmu."
Tersentak kaget, Killua tiba-tiba mengangkat wajahnya. Mendapati gadis itu tersenyum getir, begitupun dengan mata beriris (your eyes colors) yang menatapnya sendu.
Bibir (name) bergerak mengucapkan kata-kata, "Oleh karena itu, biar kutambah lebih banyak lagi lukamu."
***
Di sisi lain, kelima agen Hunter ketar-ketir melihat serangan (name) dapat ditangkis Killua dengan mudah. Meskipun Killua tetap mendapatkan luka, tetapi (name) justru membalut luka yang diberikannya tersebut.
Satu hal yang dipikirkan kelima agen Hunter pro tersebut, 'Apa yang gadis itu pikirkan sebenarnya?'
Kelima agen Hunter itu tidak bisa melancarkan serangan untuk saat ini. (Name) tidak memberikan aba-aba untuk menyerang, oleh karena itu tidak ada yang boleh bergerak sekarang. Kesepakatan tersebut tidak boleh dilanggar.
Lagipula, memang sebaiknya tidak ada yang menunjukkan kemampuan Nen di tempat umum seperti ini, walaupun sedang sepi dan tidak ada kamera pengintai di sekitar mereka.
Kelima agen Hunter itu hanya bisa menunggu sampai (name) memberikan izin untuk menyerang.
***
Kembali pada Killua dan (name). Killua tidak bereaksi setelah mendengar kata-kata gadis itu, kepalanya kembali tertunduk dengan pandangan jatuh ke bawah. (Name) sendiri juga belum melakukan apapun selain menunggu Killua meresponnya.
"Begitukah?"
(Name) menaikkan sebelah alisnya saat akhirnya Killua mengeluarkan suara, "Kau tahu tidak mudah untuk melukaiku dengan serangan payah seperti tadi, bukan?"
Intonasi suaranya merendah dan cara bicaranya berubah, (name) menangkap sinyal bahaya dari Killua. 'Sepertinya Killua sudah mulai serius,' pikir (name). Gadis itu tersenyum tipis dan berkata, "Tentu saja, itu hanya pembukaan dariku."
"Kalau begitu, berikan aku kesempatan untuk menyerang," pinta Killua seraya mengangkat kembali wajah dengan ekspresi pembunuhnya.
(Name) melebarkan senyumannya. "Silakan saja."
Kedua insan itu mengaktifkan Ten masing-masing dalam waktu bersamaan. Namun Killua juga mengaktifkan Ren dan Hatsu untuk digunakan dalam menyerang.
Killua memaku tatapan tajamnya pada (name), membuat gadis itu tak dapat berkutik sementara Killua mulai berjalan pelan memutarinya.
Langkah Bayangan, salah satu jurus Killua untuk memulai penyerangan terhadap musuh. Killua berjalan dengan lambat dan irama tertentu sehingga menimbulkan banyak refleksi dirinya yang membingungkan musuhnya. Jurus Killua berhasil membingungkan (name), saat gadis itu lengah, Killua menggunakan Kanmuru : Denkosekka untuk berlari secepat kilat ke arah (name).
Prik, prik! Percikan-percikan listrik memancar dari kedua tangan Killua sehingga menghancurkan perban yang membalut lukanya, memperlihatkan kondisi kedua tangan Killua yang baik-baik saja seolah tak pernah ada luka sebelumnya di sana. Percikan listrik tersebut kian membesar sampai mengalir ke seluruh tubuh Killua.
Killua melompat tinggi, merentangkan salah satu tangannya ke arah (name) dan berseru, "Narukami!"
Srat! Zzztt!
Narukami Killua berhasil menyambar tubuh gadis itu. Killua hanya diam, menatap dingin pada (name) yang terbelalak merasakan arus listrik menyengat seluruh tubuhnya sampai gadis itu tak mampu mengeluarkan suara.
Namun tiba-tiba, ctas!
Tanpa diduga, aliran listrik yang menyambar tubuh (name) terputus, membuat Killua terkejut bukan main melihat serangannya dipatahkan dengan mudah.
Killua mendarat selamat di depan (name), memperhatikan sang gadis yang sibuk merapikan rambutnya yang menjadi kering dan keriting akibat sambaran listrik tadi. "Aduh, rambutku jadi berantakan," keluh gadis itu, seolah serangan Killua tidak berefek apa-apa baginya. Atau memang begitulah adanya.
Sepasang bola mata biru Killua membulat sempurna. "Bagaimana bisa...?" tanya Killua lirih.
(Name) melirik Killua sekilas, kembali sibuk menata rambutnya sambil menjawab, "Kau belum tahu, ya? Tipe Nen-ku adalah Tokushitsu, yang artinya aku dapat menguasai Nen lain seutuhnya. Tadi itu aku menggunakan salah satu teknik Nen Henka yang kukuasai, aku menyebutnya Material Nen."
Killua terperanjat mendengar jawaban gadis itu. "Maksudmu, kau mengubah Nen-mu sehingga seranganku tidak berefek padamu?" tanya Killua.
Gadis itu tersenyum manis dan mengedipkan sebelah matanya. "Tepat sekali," jawab (name). "Kau cerdas dan cepat tanggap, ya? Sepertinya tanpa kujelaskan pun kau sudah paham."
Killua membatin, 'Jadi, tipe Nen-nya itu Tokushitsu? Aku tak pernah tahu dan tidak pernah menanyakannya. Aku harus berhati-hati, gadis ini tidak bisa diremehkan dengan serangan biasa!'
Killua mengaktifkan Gyo pada matanya. Kedua mata Killua terbelalak melihat Nen gadis itu, bentuk dan warnanya seperti karet.
'Dia mengubah sifat kimia Nen-nya menjadi karet yang merupakan isolator, pantas saja,' batin Killua seraya menonaktifkan kembali Gyo-nya.
"Ada apa, Killua?" (Name) sedikit memiringkan kepalanya sambil tersenyum manis. "Apa kau mau pindah ke tempat yang lebih luas supaya lebih leluasa menyerangku?" tawar (name), memberikan kode kepada kelima agen Hunter untuk menuju gedung kosong.
Tentu saja Killua tak akan menyia-nyiakan kesempatan itu.
"Terserah padamu, (name)."
Bersambung....
A/N : Yeu, Killua -_- katanya tidak menyia-nyiakan kesempatan tapi bilangnya terserah, maunya apa :')
Killua : Suka-suka sayalah ( '3')
Untung sayang :')
Killua : Situ yang ketik -_-
O i a, lupa :v /langsung dibasmi Killua dengan pestisida (X○X)/
Killua : Jaa~
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top