Twelfth Day, Twelfth Missions : The Real Date


"Yosh! Kami sudah sering kencan. Jadi, pasti akan baik-baik saja dan berjalan lancar!"

Miu tertawa mendengar seruan (name) yang bersemangat untuk berkencan dengan Killua—sebagai pasangan baru—melalui video call. Mereka memang sudah sering bermesraan tanpa status pacaran, seharusnya (name) biasa saja. Namun, ia tetap merasa gugup dan masih malu-malu.

"Apakah Miu-nee yakin aku tak perlu membawa apapun?" tanya (name). Pasalnya, usul Miu untuk tidak membawa apapun—kecuali tas selempang kecil yang berisi beberapa perlengkapan—sedikit meragukan.

"Tentu," jawab Miu sambil mengangguk. "Tapi, mungkin nanti kau bisa membelikan sesuatu yang Killua sukai, anggap saja memberi hadiah."

"Killua tidak sedang berulang tahun."

"Aku juga tahu."

"Memangnya Miu-nee tahu kapan Killua berulang tahun?"

"Tidak."

(Name) pun menghela napas. "Hm ... mungkin Killua suka bunga-bunga di taman kota."

Miu menjedotkan kepalanya ke dinding kamar tidurnya setelah mendengar ucapan sang adik sepupu. Aksi konyol Miu tersebut membuat (name) kebingungan melihat kakak sepupunya bertingkah layaknya orang stres.

"Pokoknya, jalani saja sesuai perkataanku, paham?" pungkas Miu, (name) mengangguk mengerti meskipun tidak sepenuhnya.

"Ya sudah, aku mau mengisi daya ponselku. Selamat bersenang-senang, (name)!"

Setelah itu, video call berakhir. (Name) bergegas menuju kafe tempat sebagai yang dijanjikan oleh Killua untuk bertemu.

Pintu kafe dibukakan dari dalam ketika (name) hendak melangkah masuk. "Selamat datang!" sambut seorang butler seraya meletakkan tangan kanannya di depan dada dan sedikit membungkuk. Rambut hitam jabriknya yang mencuat tampak lucu, serasi dengan senyuman manis yang terlukis di wajah lugunya.

(Name) balas tersenyum manis dan mengikuti butler tersebut ke meja untuk dua orang yang masih kosong, letaknya di pojok kafe dekat jendela. Tempat yang cocok untuk berduaan.

"Ingin pesan apa?"

"Satu spageti dan minumnya satu iced tea."

"Baiklah, satu spageti dan iced tea. Pesanan akan diantar dalam lima belas menit, mohon ditunggu."

Lalu, butler tersebut pergi meninggalkan (name) yang memandang keluar jendela kafe sambil bertopang dagu. Menunggu Killua datang tidak akan lama, karena berselang beberapa detik orang yang ditunggu akan muncul.

Pintu kafe kembali terbuka, terlihat sosok Killua berjalan masuk dengan santainya.

'Tuh, kan. Pasti langsung muncul,' batin (name) sambil tersenyum saat melihat Killua berjalan ke arahnya. Killua terlihat keren mengenakan hoodie berwarna merah dipadu celana jeans panjang, serta sepatu yang berwarna senada dengan hoodie.

"Hai, (name). Menunggu lama?" sapa sekaligus tanya Killua seraya menarik kursi dan mendudukinya. (Name) menjawab, "Aku juga baru datang."

Killua tersenyum lega karena tidak membuat pacarnya menunggu lama. "Sudah memesan makanan?" tanyanya, (name) mengangguk. "Aku pesan satu spageti dan iced tea. Makannya satu piring berdua, boleh? Kau tidak keberatan, kan?"

"Apapun untukmu, (name)."

Sementara itu, di meja kasir. Butler yang tadi melayani (name) diam-diam mengawasi mereka dari jauh. Butler itu memerhatikan hal-hal yang mereka lakukan; bercakap-cakap dan bercanda tawa bersama.

Namun, konsentrasinya buyar ketika salah seorang rekan kerjanya menegur, "Kau tadi melayani pesanan meja nomor 19 ya, Gon?"

Gon sang lelaki berambut hitam jabrik yang sedang menyamar bekerja menjadi seorang butler demi mengawasi Killua—beserta pacar temannya itu—lantas terkejut.

"Eh? Iya, ada apa, Akito-san?"

Akito meminta Gon untuk kembali mengantarkan pesanan sepasang kekasih yang sedang bermesraan di tengah keramaian itu. Gon menolak karena tidak ingin ketahuan menguntit temannya. Walaupun sudah menggunakan hatsu agar tidak terdeteksi Killua, tetap saja Killua dapat mengenalinya dengan mudah. Jadilah Akito yang mengantar pesanan tersebut.

"Maaf dan terima kasih, Akito-san."

"Tidak masalah. Aku mengerti, kau merasa iri pada mereka."

Namun, Gon tidak mengerti kalimat terakhir yang Akito ucapkan.

***

"Ayo dimakan, nanti spagetinya dingin."

"Ah, iya."

Killua dan (name) mulai mengambil sumpit masing-masing. Sepiring spageti yang sedari tadi tak tersentuh itu pun disantap oleh mereka. "Kudengar di sini makanannya enak," ujar Killua setelah mengunyah dan menelan spagetinya.

"Oh, ya? Aku jarang makan di luar rumah, jadi kurang tahu," timpal (name). Keduanya sesekali bertukar pendapat tentang tempat makan di kota yang kabarnya makanan di sana enak.

(Name) menyumpit spageti dan memasukkannya ke dalam mulut lalu menyeruputnya, membuat ujung spageti tersebut perlahan memendek. Seutas spageti terakhir yang agak terangkat di ujungnya itu membuat (name) kebingungan, ia pun segera menyadari sesuatu.

Benar saja, ujung satunya dari seutas spageti itu juga berada di mulut Killua. Keduanya terlihat hendak memakan seutas spageti yang sama. Lantaran sadar kondisi, Killua pun mengambil kesempatan.

Mata sebiru samudra milik Killua sengaja menenggelamkan (name) dalam tatapan, membuat gadis itu diam tak berkutik dan membiarkan Killua melancarkan aksinya.

Lama-kelamaan, seutas spageti tersebut semakin pendek seiring Killua menyeruputnya dari satu sisi. Sementara (name) tetap diam menunggu apa yang akan Killua lakukan.

Killua mendekatkan kepalanya ketika seutas spageti yang dimakannya semakin pendek. Jarak antara mulutnya dan mulut (name) hanya tinggal beberapa senti, membuat (name) tersadar akan apa yang Killua lakukan.

Namun, sudah terlambat. Killua mengalungkan lengannya ke leher (name), mengunci sang gadis sehingga tidak dapat bergerak. Lengan Killua hampir menutupi seluruh wajah (name) yang sangat dekat tanpa jarak dengan wajahnya. Helai rambut silver Killua menyembunyikan apa yang dia lakukan pada pacarnya.

Ketika sepasang mata keduanya bertemu pandang, sebelum sang pemilik mata biru memejamkannya, mata (your eyes color) yang berkilau indah itu membulat karena hal yang dilakukan si pemilik mata biru.

***

Kembali pada Gon yang masih mengintai dari balik meja kasir tempatnya melayani para pelanggan. Karena sekarang waktu istirahat untuknya, Gon tidak membantu Akito dan yang lainnya bekerja.

Dari sana, Gon dapat melihat apa yang Killua dan pacarnya lakukan di meja nomor 19 yang terletak di pojok kafe. Posisi Killua yang seolah sedang memeluk pacarnya tersebut membuat Gon merasa curiga.

Namun, rasa curiga itu kemudian menghilang, tergantikan oleh rasa terkejut bukan main. Gon tidak tahu harus berkata apa terhadap apa yang dilihatnya.

"Ya ampun...."

***

Bersambung....

A/N : Hai, semuanya! Lama tidak berjumpa denganku, Afina Hahahahachim /bukan/

Maaf hampir tidak pernah update, judulnya 30 hari tapi update-nya 30 abad 😂 ya ampun, silakan pukul aku pakai sandal /eh, jangan deh :v/

Karena chapter ini keambiguannya sudah tingkat provinsi, mohon jangan bermimpi sampai ke langit ketujuh. Pokoknya, apapun yang terbesit di kepala kalian tentang bagian akhir chapter ini jangan sampai membuat kalian ter-PHP-kan karena akan dijelaskan lagi di chapter berikutnya.

Ini chapter yang aku up setelah beberapa hari lalu USBN. Ya, aku masih SD mau SMP, masih kecil :v tapi bikin fanfic yang ... aduh, aku sendiri heran bagaimana bisa menjadi seperti ini?

Baiklah, asalkan ceritaku yang satu ini bisa menghibur pembaca, tidak apa-apa. Aku sendiri tidak sadar kalau yang baca sudah 1,39k dan mendapat 164 vote!

Terima kasih semuanya XD! Senang rasanya banyak yang baca, walaupun yang vote sedikit, kalau ceritaku masih dibaca orang aku tetap senang. Yang penting dibaca, itu prinsipku. Kalau tidak suka, maaf. Kalau suka, terima kasih sudah baca/vomment, semoga ceritaku ini bisa menghibur dan bikin klepek-klepek, ehehe.

Baiklah, kurasa sampai di sini saja. Cukup sekian dan terima kasih.

Regards,
Afina H.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top