Second Day, Second Mission : Waiting You


Keesokan harinya, si gadis berambut (your hair color) terbangun pagi-pagi buta. Di luar jendela, langit malam nan kelam perlahan memudar warnanya, berganti dengan biru sendunya sang cakrawala. Rembulan telah berpaling dari sana, namun sang surya belum menampakkan dirinya.

Kelopak matanya pun terbuka, memperlihatkan sepasang berlian (your eyes color) di baliknya kepada dunia. Detik demi detik berlalu, penglihatan (name) yang semula buram pun menjadi jernih dan terbiasa dengan suasana ruang kamarnya.

Gadis itu menerawang langit-langit kamar yang gelap gulita. Sembari mengumpulkan nyawanya, ia mengingat apa dan siapa yang ditemuinya kemarin hari.

•°•°• Flashback •°•°•


"Bolehkah aku meminta nomor teleponmu?"

Pemuda itu bertanya dengan penuh sopan santun. Nona manis di hadapannya tampak terkejut sekaligus bingung saat bibir sang pemuda membentuk sebuah bulan sabit yang indah, tanpa sadar membuat si nona terkesima dengan rona merah muda mewarnai kedua pipi gembilnya.

Killua merogoh saku celananya dan mengambil sebuah ponsel pintar keluaran terbaru dari merek ternama yang (name) ketahui harganya mahal selangit.

'Orang kaya,' batinnya takjub. Dengan mata melebar nan berbinar bak batu pijar, (name) berdecak kagum dalam hatinya tatkala melihat barang branded tersebut di genggaman si anak beruang.

Permata (your eyes color) kembar gadis itu kembali menatap sepasang mata biru lawan bicaranya. Walaupun sebenarnya ia merasa risi, (name) bertanya pada Killua sambil memamerkan senyuman semanis daifuku supaya tidak terkesan curiga terhadap sang pemuda, "Maaf sebelumnya, tapi, ada perlu apa kamu meminta nomor teleponku?"

"Yah ... kau tahu, untuk berkenalan. Seandainya kau merasa malu atau canggung saat berbicara empat mata, setidaknya kita bisa mengobrol melalui media sosial. Mungkin kau mau chatting denganku, atau ...." Killua mengulum senyum, terlihat ragu hendak melanjutkan ucapannya.

(Name) menaikkan sebelah alisnya, menatap Killua yang menggantung kata-katanya dengan heran. Ia lantas menyahut, "Atau?"

"Atau ... jangan-jangan kamu tidak punya ponsel, ya?"

Killua pun tertawa terbahak-bahak setelah melontarkan guyonan yang menyebalkan tersebut. Sebenarnya, si pemilik mata biru tergelak bukan sebab gurauannya yang lucu, melainkan wajah (name) yang memerah-karena kesal-bagaikan buah persik saat merengut akibat Killua mengejek dan menertawakannya amat sangat lucu.

'Memang tidak salah aku membalas dendam dengan membunuhnya. Dia menjengkelkan sekali,' pikir gadis itu sambil cemberut. Ia pun membuang muka, tak menyadari tatapan sepasang mata biru milik Killua yang tertuju padanya.

(Name) membenci seluruh anggota keluarga Zoldyck yang telah membantai keluarga kecilnya. Bahkan, ia sampai menaruh dan menyimpan dendam kesumat. Sekarang (name) paling benci terhadap anak tengah dari keluarga pembunuh bayaran terkenal yang kini berdiri tegak tepat di hadapannya.

Bibir mungilnya mengerucut seraya dalam hati ia bersungut-sungut. Akan tetapi, di mata biru sang pemuda, gadis manis dengan pipi yang menggembung dan merona seperti kue mochi stroberi itu benar-benar menggemaskan.

Killua terkekeh seraya menyalakan ponsel mewahnya. "Aku hanya bercanda, jangan marah," godanya, tersenyum geli melihat (name) yang memasang wajah sinis-namun bagi Killua tetap saja manis-sembari melipat kedua tangannya di depan dada.

"Siapa yang marah? Aku juga punya ponsel, kok," balas (name) dengan ketus. Sedetik kemudian, ekspresinya pun terhapus. Ia seketika waspada kala mendapati Killua tiba-tiba saja tersenyum miring dan mengarahkan tatapan penuh arti ke arahnya.

Si pemilik mata biru menyiratkan sesuatu yang (name) tidak tahu apa itu. Entah mengapa, ia justru tidak merasakan adanya ancaman dari orang yang berbahaya semacam Killua ketika bersitatap dengannya. Kendati demikian, tetap saja (name) harus berhati-hati untuk menjaga dan melindungi diri.

Killua mengulurkan tangan kanannya, lalu cengar-cengir dengan wajah tak berdosa seraya berkata, "Kalau begitu, aku boleh minta nomor teleponmu, dong."

Rasanya (name) ingin sekali melemparkan ponselnya ke wajah Killua saat itu juga saking kesalnya. Tetapi, ia hanya bisa bersabar menghadapi sasaran balas dendam yang berpotensi membuatnya hipertensi.

'Pokoknya, aku harus membunuhnya sebelum aku mengalami darah tinggi,' batin (name), meneguhkan hati dan menguatkan tekadnya untuk membunuh sosok mengesalkan yang tampak terhibur melihatnya uring-uringan.

"Baiklah, baiklah. Aku menyerah." (Name) mengangkat kedua tangannya seperti pencuri yang terpojok dan ditodong pistol oleh polisi, ia menghela napas pasrah dan akhirnya mengalah.

Killua pun bersorak girang layaknya anak kecil. "Hore, dapat nomor telepon aktris!" serunya, berkelakar sambil tergelak sementara (name) memelototinya dengan galak.

"Canda, aktris." Killua tersenyum jenaka, si gadis hanya menggelengkan kepala seraya mengeluarkan ponsel dari dalam tasnya. Tak mau kalah, (name) memperlihatkan ponselnya yang dibalut casing berwarna (your favorite color) berhiaskan stiker lucu pada Killua sambil berkata, "Lihat, ini ponselku. Imut, kan?"

"Tidak, ah. Pemilik ponselnya lebih imut."

Tas selempang milik (name) menghantam wajah Killua, sementara si pelaku melarikan diri dari tempat kejadian perkara dengan pipi merona.

Tidak ada angin, tidak ada hujan. Entah bagaimana, Killua tahu-tahu sudah berada di kasir terlebih dahulu. Padahal, (name) baru saja meninggalkan Killua setelah menampar wajah tampannya menggunakan tas, kemudian bergegas memacu kedua tungkainya berlari menuju kasir.

Hebat, pemuda itu sukses mendahuluinya membayar sekeranjang chocorobo-kun di kasir secepat kilat. Sedangkan (name) terengah-engah seraya menghentikan laju larinya dan berjalan dengan tempo yang lambat.

Waktu seakan terhenti ketika sepasang mata (your eyes color) gadis itu bertemu pandang dengan si pemilik mata biru. Killua membalikkan tubuhnya, melayangkan tatapan tajam ke arah si gadis sambil mengukir senyum penuh kemenangan.

Sorot mata birunya menyiratkan rasa senang lantaran berhasil membuat (name) menampangkan raut wajah tercengang. "Aku tunggu di luar, ya," ujar Killua diiringi kekehan kecil.

(Name) melangkahkan kaki mendekati kasir, bola matanya bergerak mengikuti Killua yang beranjak menuju pintu konbini. Killua sempat menoleh dan melemparkan senyum tipis pada (name) sebelum pergi keluar, lalu berdiri di samping pintu layaknya satpam yang sedang berjaga.

Setelah membayar belanjaannya, (name) pun keluar dan menghampiri Killua yang menunggunya. Ia menunduk, memandangi dua pasang kaki berbalut sepatu yang berdiri berdampingan. Sebenarnya, (name) merasa bersalah. Akan tetapi, di saat yang sama (name) juga malu mengakui kesalahannya.

'Salah sendiri, dia yang mulai mengatakan hal semacam itu tanpa permisi,' batin gadis itu, menyalahkan Killua yang berdiri di sebelahnya. (Name) melirik sang pemuda yang ternyata juga meliriknya melalui ekor mata, membuat ia terkejut lantaran tertangkap basah mencuri pandang ke arah si pemilik mata biru.

Killua melemparkan senyum menggoda, gemas memerhatikan tingkah laku gadis itu. "Kamu marah, ya? Maafkan aku, tadi aku mau melawak saja," kata Killua, membujuk rayu (name) supaya memaafkannya, sembari diam-diam menikmati setiap perubahan raut wajah manis sang gadis.

(Name) memutar bola matanya sambil mendengus. Ia pun membalas dengan ketus, "Melawak atau meledek, nih?"

Killua mendadak terpesona melihat (name) memanyunkan bibir ranumnya, bersamaan dengan pipi gembil yang mengembang bagai roti. Si pemilik mata biru terpaku pada gadis manis yang minta dicubit itu.

(Name) menekuk wajahnya, semakin kesal dengan Killua yang terbengong-bengong memandanginya. Ia menghela napas, lalu mengeluarkan ponselnya dan mengulurkan tangan kanannya kepada Killua, bermaksud meminjam ponsel berharga tinggi milik sang pemuda untuk menambahkan nomor telepon dalam kontaknya.

Killua termangu menatap uluran tangan kecil (name) dan malah menjabat tangannya tanpa permisi. Kedua mata (your eyes color) si gadis membelalak, ia terperanjat. "Hei!" pekiknya, refleks melepaskan jabatan tangan Killua yang sama kagetnya.

Killua berkedip sekali, kesadarannya pun kembali. Sepertinya, pemuda itu sedang linglung tadi. "Ah, maafkan aku. Kukira kau mengajakku berjabat tangan," ucap Killua sambil cengar-cengir seolah tak bersalah.

Namun, jauh di lubuk hati yang paling dalam, Killua merasa bahagia dapat menyentuh tangan halus dan mulus milik gadis yang kini menampilkan wajah ketus sambil mendengus.

(Name) melipat kedua tangannya di depan dada. "Aku mau memberikan nomor teleponku, apa kau sudah tidak mau mendapatkannya lagi?"

"Tentu saja aku mau!" Killua bersemangat kembali, dia buru-buru mengeluarkan ponselnya dan mencatat nomor telepon gadis itu.

Ketika hendak menuliskan nama kontak, seulas senyuman terpatri di wajahnya. Killua menatap (name) dengan mata biru yang berbinar-binar seraya bertanya, "Oh, ya, siapa namamu?"

"(Your full name), panggil saja aku (name)."

Sang gadis melukiskan senyum manisnya kepada pemuda yang lagi-lagi terpukau melihatnya. Setelah menyimpan kontak (name) di ponselnya, Killua mengulurkan tangan untuk mengajaknya berkenalan. Senyuman si pemilik mata biru merekah saat (name) menyambut uluran tangannya.

"Namaku Killua, salam kenal, (name)."

"Senang bertemu denganmu, Killua Zoldyck."

Kedua mata biru pemuda itu membelalak, terkejut bukan kepalang mendengar nama lengkapnya disebut oleh gadis yang mengapit kartu lisensi Hunter miliknya menggunakan telunjuk dan jari tengah.

(Name) tanpa ragu menunjukkan identitas dirinya sebagai Hunter profesional. Sesuai dugaannya, (name) sudah tahu alasan Killua hanya mengangkat tangan kosong sambil cengar-cengir.

"Aku tidak punya lisensi Hunter, hehe."

•°•°• End of flashback •°•°•

Usai memutar ulang memori dalam benaknya, pipi gembil (name) pun merona. Ia berbalik badan, lalu menenggelamkan wajahnya yang memerah pada bantal. (Name) merutuki betapa konyolnya pertemuan pertama antara dirinya dan Killua.

Kesan pertama (name) terhadap Killua adalah; menjengkelkan. Awalnya, pemuda itu berbicara sesuai tata krama. Jujur saja, (name) menyukainya sewaktu Killua bertanya untuk meminta nomor teleponnya dengan kata-kata formal, yang membuat Killua terkesan seperti pemuda supel yang asyik diajak bercengkerama saat pertama kali berjumpa.

Auranya terasa begitu berbeda dan sanggup menutupi aura jahat khas pembunuh yang disembunyikan dengan sempurna. Killua memang pantas mendapatkan label sebagai pembunuh bayaran yang andal atas dasar tersebut, (name) pun dengan senang hati akan bertepuk tangan dan memujinya.

"Aku sempat mengira akan menyenangkan jika aku mengobrol bersama Killua, ternyata tidak semudah yang kubayangkan. Kupikir berbincang dengannya selama lima menit tidak buruk juga, tapi ... ah, sudahlah." Si gadis membalikkan tubuhnya dan kembali berbaring menghadap langit-langit kamar.

Sayang seribu sayang, selang beberapa saat, sosok Killua yang kordial lenyap dalam sekejap. Sifat aslinya yang menjengkelkan dengan cepat muncul ke permukaan. (Name) merasa kesal ketika Killua menunjukkan sikap yang terkesan meremehkannya, walaupun ia tahu Killua tidak bermaksud merendahkan dirinya.

Killua bercanda dan cuma dia yang tertawa, sementara (name) hanya bisa mengelus dada. Gadis itu menyindir sambil mencibir, "Orang kaya, mah, bebas."

(Name) mengubah posisinya menjadi duduk, menyudahi kilas balik hal ihwal semalam yang membuat perasaannya campur aduk. Senang sekaligus sebal, (name) tidak mengerti kenapa hatinya tak menentu karena Killua.

Pikirannya semrawut tatkala ingatannya tanpa sengaja menayangkan adegan Killua membandingkan sebuah ponsel dengan pemiliknya. Suara tawa sang pemuda terngiang-ngiang di telinga si gadis dan menggema dalam benaknya.

Bak kaset rusak, satu per satu kejadian yang telah berlalu pun kembali menyeruak. (Name) menyaksikan sebuah rekaman film yang diperankan oleh Killua dan dirinya sebagai pemeran utama.

Rona merah muda menjalari kedua pipinya. (Name) menggelengkan kepala, menepis siaran memalukan dan mendebarkan yang membuat jantungnya berdetak tak karuan. Ia bergumam, "Oke, tenangkan dirimu. Ayo, lupakan dan abaikan. Jangan baper semudah itu."

Selepas menarik dan mengembuskan napas, ia menggapai ponsel yang tergeletak di atas nakas samping tempat tidur. (Name) tersenyum melihat baterai ponselnya penuh setelah diisi daya, lalu menyalakan ponselnya dan mengirimkan pesan kepada Miu untuk menanyakan satu dua hal.


(Name) yakin kakak sepupunya yang sibuk itu akan membalasnya ketika malam tiba, maka ia beralih membuka notifikasi pesan yang masuk di ponselnya. Sepasang mata (your eyes color) gadis itu lantas berbinar mendapati salah satu notifikasi pesan yang masuk berasal dari Killua.

(Name) pun membaca pesan dengan teliti untuk mencari kalimat yang kira-kira mencurigakan. "Hm ... tidak ada yang aneh, tapi kenapa kata-katanya manis sekali?"

Sembari membaca pesan dari Killua, gadis itu menatap lekat kata demi kata dalam pesan itu. (Name) menghela napas seraya menyudahi interogasi pesan. "Tidak ada yang aneh, hanya ada serangkaian kalimat dengan kata-kata yang manis," simpulnya.

(Name) beralih menatap foto profil kontak Killua, gadis itu menatap tepat pada sepasang mata beriris biru bagaikan samudra yang membuatnya terhanyut dalam tatapan.

"Dari tampangnya, dia memang seperti bocah cool yang cuek dan kekanakan, mungkin juga agak tsundere. Tapi, kalau sisi lainnya muncul, dia benar-benar psikopat," gumam (name), gadis itu meringis saat menyadari targetnya yang satu ini tak sebanding dengan dirinya.

(Name) sempat kebingungan hendak membalas pesan Killua. Akhirnya, ia hanya mengetikkan kata-kata yang ada di pikirannya saja. Lantaran bosan menunggu balasan pesan dari Killua, (name) pun membuka aplikasi media sosial di ponselnya.

Tiba-tiba, suatu ide muncul di benaknya. Gadis itu mendapatkan cara untuk mencari tahu tentang Killua lebih dalam melalui media sosial. Siapa tahu, Killua juga mempunyai akun media sosial layaknya orang biasa.

"Hm ... aku coba saja, deh."

Gadis itu pun mulai menjalankan aksinya mencari akun media sosial dengan nama Killua. Tak lama kemudian, (name) berseru riang, "Ternyata ada!"

Rupanya, (name) dapat menemukan akun media sosial Killua dengan sangat mudah. Namun, tiba-tiba muncul notifikasi pesan yang merupakan balasan dari Killua.

(Name) kembali menginterogasi pesan dari Killua seteliti mungkin. Akan tetapi, hasil usahanya tetap nihil. Gadis itu hanya bisa menghela napas. "Sudahlah, kurasa dia benar-benar tak curiga padaku."

Pada detik berikutnya, gadis itu menyadari sesuatu. (Name) berasumsi, "Atau, dia sengaja menyembunyikan sesuatu dariku dan aku tak menyadarinya sama sekali."

(Name) membaca ulang pesan dari Killua lagi, gadis itu mencatat beberapa kata yang menurutnya memiliki artian lain atau bermakna ganda. Bisa saja terdapat makna tersirat atau pesan tersembunyi dari Killua. Akan tetapi, (name) tetap tidak mendapatkan apapun.

"Masalahnya, dia sangat pintar menutupi sesuatu, bahkan saat aku mengatakan bahwa aku seorang Hunter," pikirnya.

(Name) yang merasa kecewa pun menghela napas lelah. "Dia seolah tidak pernah mengenalku maupun mengetahui keberadaanku. Padahal, aku sengaja mendekatinya, supaya dia merasa curiga dan mengeluarkan sedikit kemampuan Nen-nya untuk berjaga-jaga."

Karena merasa kesal dengan ketidakpekaan Killua, (name) pun menyimpulkan satu ciri-ciri Killua; tidak peka terhadap hal-hal tertentu, seperti perasaan orang lain.

"Yah, aku balas saja, deh," gumam (name) tak acuh. Saat membalas pesan Killua, gadis itu merasa aneh, kenapa ia bisa mengobrol santai-bahkan seolah sudah akrab-dengan Killua. Dalam hati, (name) mencaci maki dirinya sendiri.

"Nah, tunggu balasannya sambil melihat-lihat pengeposannya."

(Name) pun membuka akun media sosial Killua yang dipenuhi oleh pengeposan tentang chocorobo-kun, makanan manis, kegiatan normal sehari-hari Killua bersama teman-temannya, dan foto temannya yang Killua ambil secara diam-diam.

"Kukira, dia akan mengeposkan foto saat menjelma menjadi psikopat," gerutunya, kemudian (name) merasa bodoh dengan perkiraannya tersebut. "Aku lupa kalau dia jenius," rutuk (name), gadis itu mengakui bahwa topeng yang Killua kenakan selama ini sangatlah sulit untuk dibongkar saking hebatnya keluarga Zoldyck yang satu ini.

"Kok, tidak dibalas lagi, ya?" Merasa heran dan kecewa karena Killua belum membalas pesannya, (name) memutuskan untuk mencari biodata yang mungkin tertera pada akun media sosial Killua.

"Apa-apaan ini?"

Begitu (name) menemukan apa yang dicarinya, ia kebingungan harus tertawa mengejek atau menghela napas kecewa.

'Aku seorang bocah.'

Wajah datar (name) berubah ekspresi menjadi geli bercampur kesal setelah melihat biodata singkat Killua. Gadis itu menggeram, "Aku tahu, dasar bocah labil!"

Sebutan untuk Killua tersebut terdengar aneh bagi (name) sendiri. "Argh, aku harus menyebutnya apa!? Aku bahkan tak ingin memanggil namanya!"

Beberapa saat memikirkan julukan aneh, (name) memutuskan untuk menyebut Killua dengan sebutan bocah labil dengan keanehannya sebagai alasan.

"Hm ... kok, lama dibalasnya?" (Name) terus menatap penuh harap pada layar ponselnya sambil mengira-ngira apa balasan pesan dari Killua untuknya.

"Ah, jangan deh!" Beberapa kali gadis itu menghapus pesan yang diketiknya, (name) memikirkan berbagai pertanyaan normal yang bisa ditanyakan kepada Killua dan langsung mengirimnya begitu selesai.

"Ih, dibalasnya lama banget."

Gadis itu mengerucutkan bibir, merasa kesal karena pesannya belum dibalas juga. "Balas pesanku dong, Kill-bocah labil!"

(Name) berkali-kali meneriaki dan mengomeli ponselnya, ia bertingkah seperti seorang gadis yang sedang menunggu pesan dari laki-laki yang disukainya.

Namun, Killua bukan-belum menjadi-orang yang (name) sukai.

"Tuh, kan, aku jadi aneh begini...."

Tak mau mengakui perasaannya, (name) menyalahkan Killua yang tak kunjung membalas pesannya. "Bocah labil satu ini benar-benar, deh," gerutunya. Kesal karena tak ada notifikasi pesan masuk dari Killua, (name) mengabaikan ponselnya dan beralih merapikan kamarnya.

"Daripada diam menunggu di sini, lebih baik langsung bertemu saja. Mungkin aku bisa menjebaknya dengan caraku sendiri."

(Name) beranjak ke kamar mandi dan mempersiapkan diri untuk bertemu langsung dengan Killua.

*

*

*

Scroll ke bawah untuk baca chapter selanjutnya!

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top