Nineteenth Day, Nineteenth Mission : Gon's Spy Mission
Dua puluh menit berlalu. (Name) menunggu pesanannya datang sambil menonton kartun di televisi. Awalnya, ia hendak memakan camilan selagi pesanannya diantar. Namun, lantaran khawatir kenyang sebelum makan, (name) berusaha menahan lapar dan menghindari iklan-iklan makanan atau minuman di televisi.
Tok tok!
"Permisi!"
Pesanan yang ditunggu-tunggu akhirnya datang. "Sebentar!" sahut (name) seraya menyambar dompetnya di atas meja dan berlari menuju pintu.
Pintu dibuka, menampakkan seorang lelaki berambut hitam jabrik sedang berdiri sambil memegang sebungkus plastik berlogo kafe dengan kedua tangan.
Lelaki itu memiliki wajah yang manis dengan iris mata berwarna cokelat, ditambah senyuman lebar yang tersungging di bibirnya. Gon-sang lelaki manis-yang mengantarkan pesanan tersebut tampak pangling dengan seragam khusus delivery driver; kemeja putih yang dipadu celana panjang hitam.
Karena seragam butler hanya dikenakan selama bekerja di kafe, maka gadis itu takkan mengenal si butler yang membukakan pintu kafe untuknya. Gon sengaja tidak menyembunyikan sosok aslinya-pengecualian untuk kewajiban mengenakan seragam bagi para pegawai kafe, termasuk dirinya-karena Gon tahu kalau gadis di hadapannya itu tidak mengenalinya sama sekali.
"Ini pesanan Anda, nona. Satu spageti dan satu chocolate milkshake," ujar Gon sembari mengulurkan kedua tangan untuk menyerahkan pesanan yang dibawanya.
"Dan ini struk pembeliannya."
(Name) menerima pesanannya dengan senyuman dan mengucapkan terima kasih. "Terima kasih kembali," balas sang delivery driver sambil tersenyum manis. "Selamat menikmati!"
Setelah membayar dan memberikan uang tip kepada delivery driver yang manis itu, ia masuk ke dalam rumah dan duduk bersantai di ruang tengah bersama televisi yang menyala. "Anak itu manis juga," kekehnya.
Walaupun (name) sempat mendengar nama Gon disebut beberapa kali-dalam obrolan Killua dan Kurapika ketika di pameran malam itu-namun ia tidak tahu bagaimana sosoknya. Padahal, Gon berada tepat di hadapannya tadi.
Lagi pula, (name) tak sempat melihat tanda pengenal si delivery driver. Bahkan, ia tak sadar selama Gon fokus memandanginya, menilik gadis itu dengan gyo melalui mata beriris cokelatnya.
Gadis itu membuka sebungkus plastik berisi pesanannya; spageti beserta segelas chocolate milkshake. Sendok dan garpu plastik telah tersedia dalam plastik tersebut, lengkap dengan beberapa lembar tisu dan saus sachet.
"Itadakimasu!" (Name) pun mulai menyantap makanannya dengan lahap.
Sementara (name) menikmati santapannya, sang delivery driver tidak benar-benar pergi meninggalkan rumah gadis itu. Gon bersembunyi di balik pagar tembok depan rumah (name). Setelah memastikan (name) berada di dalam ruangan, Gon mengendap-endap ke belakang rumah, memutari ruang tengah tempat gadis itu berada. Lalu, Gon memanjat tembok pagar dan menyusup memasuki pekarangan.
Gon dapat mendengar suara (name) dengan jelas dari luar rumah, tepatnya posisi Gon saat ini-sedang berjongkok-bersembunyi di bawah jendela ruang tengah. Gon mengaktifkan In sehingga auranya tak terdeteksi oleh gadis itu.
Suara (name) ketika menyeruput minumannya terdengar cukup jelas berkat pendengaran Gon yang tajam. Gon tahu, menguping bukanlah hal yang baik. Tetapi ini harus dilaksanakan dalam misi memata-matai gadis itu untuk memperoleh berbagai informasi penting-bagi Gon yang mengerjakan misinya. Dan sebagai bukti, Gon membawa sebuah alat perekam suara.
'Killua pasti marah kalau tahu aku melakukan ini, tapi ini demi dirinya juga,' batin Gon.
Mengesampingkan pekerjaan sambilannya di kafe, Gon mulai menyalakan alat perekam suara itu saat mendengar (name) menerima telepon dari seseorang.
"Miu-nee? Ah, tumben sekali menelepon. Apakah ada masalah, Miu-nee?"
Gadis itu terdiam beberapa saat, mendengarkan Miu-orang yang meneleponnya-yang tidak biasanya menelepon pada siang bolong. "Oh, ternyata Miu-nee yang sangat sibuk sekarang mempunyai waktu luang," ujar (name) setengah mengejek sambil tersenyum. "Kalau begitu, akan kulaporkan sekarang juga."
'Apa yang akan ia laporkan? Jangan-jangan ia bersekongkol dengan seseorang, ataukah ia seorang agen rahasia, mata-mata yang dikirim? Apa tujuannya?' Gon bertanya-tanya dalam hati, tak mengerti dengan perkataan gadis itu. Gon pun kembali menyimak percakapan (name) dengan sang kakak sepupu melalui telepon.
"Kirim lewat e-mail? Tapi, itu kusimpan di buku catatan, bukan di ponsel," kata (name) sambil menghela napas. "Baiklah, akan kukirim foto catatanku saja."
Kemudian Gon mendengar langkah kaki gadis itu menjauh dari ruang tengah, meninggalkan makanannya dan televisi yang masih menyala. "Sial," umpat Gon. "Buku catatan, ya? Semoga ia tidak menaruhnya di tempat tertutup."
Gon celingak-celinguk, lalu menemukan sebatang pohon besar yang tumbuh di halaman belakang rumah. Pohon itu cukup tinggi hingga mencapai kamar (name) di lantai dua dengan puncak yang melebihi atap rumah. Terlebih lagi, posisi jendela kamar gadis itu berhadapan dengan pohon tersebut sehingga mempermudah aksi Gon.
Perlahan namun pasti, Gon memanjat dan berhasil sampai di salah satu dahan pohon. Gon melanjutkan pengintaian sambil bersembunyi di balik dedaunan rimbun. Gon dapat melihat (name) sedang memotret isi buku catatannya menggunakan ponsel. Gon pun menajamkan penglihatannya, berusaha untuk melihat tulisan dalam buku catatan gadis itu.
Gon tidak memerlukan teropong, karena indra penglihatannya yang tajam sudah lebih dari cukup. Selain alat perekam suara-yang telah dimatikan-Gon tidak membutuhkan peralatan mata-mata lainnya.
Sepasang mata beriris cokelat itu terbelalak ketika mendapati tulisan nama Killua-bahkan tertulis nama Kurapika, namun Killua lebih mendominasi-tertera pada halaman buku catatan gadis itu. Di sana pun terdapat sejumlah paragraf yang menceritakan peristiwa yang terjadi dalam kurun waktu akhir-akhir ini. Dan yang paling mengejutkan adalah serangkaian kalimat berupa misi yang harus gadis itu jalani.
Misi selanjutnya; menjadi seseorang yang terbuka terhadap orang lain sesuai batas wajar. Jangan sampai ada suatu hal yang menimbulkan kecurigaan, kejanggalan atau perselisihan yang akan menghambat misi. Cobalah untuk mengarang cerita sebagai alibi, belajar berdalih dengan memanfaatkan keadaan, melindungi niat buruk dengan kebohongan yang baik.
Gon kembali mengamati (name) yang telah menyelesaikan tulisannya. "Sudah, Miu-nee. Aku tahu apa yang harus kulakukan," ucapnya. "Eh? Apa maksudmu menghindari mereka?"
'Mereka siapa?' batin Gon sambil mengerutkan dahi, tidak ada gambaran tentang 'mereka' yang dimaksud oleh gadis itu.
(Name) menyimak setiap penjelasan dari sang kakak sepupu. "Oh, begitu. Tidak ada masalah dalam hubungan kami," ujarnya sambil mengangkat bahu tak acuh, lalu mendengarkan kakak sepupunya dengan tenang.
Gon bergeming, tiba-tiba terpikirkan dalam benaknya sosok yang memiliki hubungan dengan gadis itu. 'Mungkinkah Killua sedang dilibatkan dalam percakapan ini?' pikirnya.
Gon mulai memutar otak. Apabila Killua memang terlibat dalam percakapan si gadis dan kakak sepupunya, maka dapat diperkirakan kalau 'mereka' yang dimaksud adalah orang lain yang juga memiliki hubungan dengan Killua; sehingga secara berantai ujungnya akan tersambung lagi dengan gadis itu sebagai mata rantai.
Artinya, maksud dari 'mereka' di sini adalah teman-teman Killua; dan Gon salah satunya.
"Baiklah, Miu-nee. Selamat beristirahat. Sampai jumpa nanti," pungkas (name), sambungan telepon pun terputus.
Ia meletakkan buku catatan di atas nakas bersama ponselnya. Ketika hendak menutup pintu, gadis itu melirik sekilas ke arah pohon yang berhadapan dengan jendela kamarnya. Gon terkesiap dan buru-buru menyamarkan dirinya di balik daun-daun yang lebat, menghasilkan suara gemeresak serta menggugurkan beberapa helai daun. Dahan pohon itu sedikit bergoyang akibat pergerakan Gon.
"Ada tupai di pohon itu, ya?" Ia menghampiri jendela dan menutupnya sebelum beranjak keluar dari kamar seraya menutup pintu.
Gon sedikit melongokkan kepalanya, mengintip dari balik dedaunan dan menghela napas lega. "Aku bukan tupai," decaknya kesal. "Untung saja buku catatan itu tidak ditaruh di dalam laci."
Gon menyibak ranting pohon yang menghalangi pandangannya, lalu merentangkan tangan dan menggunakan Shu-teknik lanjutan setelah mengaktifkan Ten-untuk membuka jendela kamar (name) sepelan mungkin agar tidak menimbulkan suara. Setelah jendela terbuka, Gon berganti mengarahkan Shu pada buku catatan dan menerbangkannya ke pohon tempat persembunyiannya tanpa hambatan.
"Yosh, dapat!" Gon tersenyum lebar melihat buku catatan tersebut kini berada di genggamannya. "Nah, mari kita lihat isinya."
Gon membaca buku catatan milik gadis itu mulai dari halaman paling depan. Tampaknya buku catatan itu belum lama diisi, masih cukup banyak halaman kosong pada bagian belakang. Sementara halaman depan yang telah terisi dipenuhi dengan catatan kejadian yang dialami tiap hari dan berbagai misi yang harus dijalani.
"Mirip buku agenda harian," komentar Gon sambil melanjutkan kegiatannya.
Lambat laun, Gon mulai paham dengan akar permasalahan (name) beserta cabang-cabangnya yang menjalar hingga menjerat Killua bersama teman-temannya. Gon mengerti maksud tujuan gadis itu melakukan sandiwara yang melibatkan pembalasan dendam terhadap keluarga Killua, dan Gon mengetahui langkah yang akan (name) lakukan selanjutnya.
Seusai membaca, Gon mengambil ponsel di kantung celananya untuk memotret isi buku catatan tersebut. "Ini akan menjadi bukti yang kuat," katanya sambil membolak-balik halaman buku catatan dan memotretnya.
"Aku harus segera menghentikannya sebelum gadis itu bertindak lebih jauh."
"Aku juga akan menghentikanmu sampai di sini."
Sepasang mata cokelatnya membelalak, Gon menoleh ke arah asal suara dan terperanjat kala menyadari kehadiran sosok yang tiba-tiba saja sudah berdiri di dahan lain. Gadis itu menatap Gon dengan tajam, sementara bibirnya menyunggingkan senyum sinis.
Untuk pertama kalinya, Gon bertemu pandang dengan gadis itu.
"Sejak kapan kau-?!"
"Sejak tupai di pohon ini diam-diam mencuri buku catatanku," sela gadis itu sembari melipat kedua tangannya di depan dada. Tatapan tajam (name) tertuju pada sang delivery driver yang mengantarkan pesanannya tadi.
(Name) merutuk dalam hati, sangat menyesali kelengahannya terhadap orang asing yang berada dalam lingkup tempat tinggalnya sendiri. Seharusnya, ia tetap waspada, bisa saja orang yang ditemuinya adalah musuh-seperti lelaki berambut hitam jabrik di hadapannya.
Napas Gon tertahan di tenggorokan; terasa sesak. Gon membalas tatapan tajam sang gadis yang menangkap basah dirinya, menantang sepasang mata (your eyes color) yang mengintimidasi. Dengan tenang, Gon memasukkan ponselnya ke dalam kantung celana, lalu melemparkan buku catatan tersebut kepada pemiliknya.
"Tangkap!"
Ia pun menangkap buku catatannya dengan satu tangan, tanpa mengalihkan tatapan tajamnya dari Gon yang bangkit berdiri-berhadapan dengan (name). Angin berembus meniup dedaunan hingga jatuh ke permukaan tanah, bersamaan dengan sang bayu menggoyangkan setiap helai rambut kedua insan tersebut.
"Bukankah kau harus kembali bekerja?" tanya (name) sambil mengibaskan tangannya, terkesan mengusir. "Daripada memata-mataiku, kau masih punya pekerjaan lain yang lebih penting, kan?"
Gon bungkam, tidak membalas pertanyaan gadis itu. Walaupun sepasang matanya terpaku pada (name), namun pikiran Gon saat ini sedang semrawut; memikirkan seribu satu cara untuk menghentikan gadis pembawa petaka kepada temannya dan-mungkin saja-dirinya sendiri.
Namun, Gon segera menyingkirkan segala pemikirannya itu untuk sementara waktu. Yang harus dilakukannya sekarang adalah bergegas pergi dari hadapan gadis itu.
Gon lantas melompat turun, kemudian mendarat dengan selamat-menapakkan kedua kakinya di permukaan tanah-sementara (name) berdiam diri di tempatnya dengan pandangan mata yang mengawasi tindak-tanduk Gon.
"Aku akan kembali," cetus Gon seraya berbalik badan, lalu melangkahkan kaki dan beranjak pergi. Dalam hati, Gon melanjutkan, 'Aku akan kembali menjalankan misiku!'
***
Bersambung....
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top