Bab 9
Pagi ini Rexton mengatakan ingin mengantar Fiore ke kampus. Kebetulan ada beberapa urusan dengan dosen. Menatap motor Rexton yang ternyata berukuran besar, berbeda dengan motornya yang mungil, Fiore menyadari sesuatu.
"Rexton, gajimu jadi pelayan banyak?"
"Nggak, biasa aja. Kenapa memangnya?"
"Pelayan restoran tapi bisa menyewa kos besar dan mahal, motormu juga keluaran terbaru yang mahal. Bisa ikut pendidikan pasca sarjana di kampus bergengsi. Kayaknya kamu lebih dari seorang pegawai restoran. Apa pekerjaanmu yang sebenarnya?"
Rexton tersenyum, menatap Fiore yang sedang bertanya. Dalam hatinya berkata, belum waktunya untuk Fiore tahu tentang dirinya. Ia sedang menunggu waktu yang tepat untuk bicara, mungkin nanti kalau mereka sudah lebih akrab dan saling percaya.
"Sebenarnya aku ada satu pekerjaan lagi, tapi ini rahasia."
Fiore mengerjap. "Rahasia? Kenapa?"
"Nggak kenapa-napa, beberapa orang memang nggak suka kalau urusan pribadinya diketahui orang lain. Termasuk klienku ini. Jadi, aku itu ngajar les privat ke orang kaya dan hasilnya lumayan."
"Hah, les privat?"
"Hooh, dia orang kaya tapi hanya lulus SMA. Kamu tahu nilaiku lumayan bagus'kan? Makanya aku jadi tutor pribadi, karena dia berniat masuk ke perguruan tinggi terkenal. Orangnya royal dan baik hati, motor ini dia yang berikan. Kalau soal kos, aku rela habiskan uang banyak karena letaknya strategis, dekat kampus, restoran, dan rumah muridku itu."
Terlanjur berbohong, dengan lancar Rexton mengatakan beberapa hal yang ada di otaknya. Selain soal murid dan motor, sisanya adalah kebenaran. Memang kosan ini letaknya sangat strategis, makanya ia suka tinggal sini dari pada rumah pribadinya.
"Wah, ternyata begitu. Pantas saja kamu bisaa beli ini dan itu. Ckckck, coba Anne tahu kalau kamu nggak semiskin yang dipikirnya, pasti dia nyesal."
"Nggak usah mikirin Anne lagi, ayo, naik. Nanti kamu terlambat."
Fiore melompat ke boncengan Rexton. Memang benar saat ini adalah waktu terbaik melupakan Anne. Lagipula setelah kejadian itu mereka tidak pernah bertemu lagi. Biasanya Fiore menjemput Anne untuk berangkat kuliah bareng, siang sering makan di kantin dan sore berpisah. Anne pulang, Fiore bekerja. Kala malam sering bertemu di minimarket karena Rexton akan mengajak Anne belanja. Rutinitas itu sudah berlangsung beberapa bulan.
Ada waktu tertentu Fiore sangat iri pada Anne karena mempunyai keluarga utuh dan harmonis, serta pacar yang baik dan pengertian. Ia menginginkan hal yang sama tapi cukup tahu diri kalau tidak secantik dan sepopuler Anne. Dari awal mereka berteman, Anne banyak dikagumi cowok sedangkan dirinya seolah tidak terlihat. Tidak terbersit pula rasa iri, bagi Fiore hidup itu keras dan kejam, harus dilalui dengan kerja keras. Namun saat mengenal Rexton hatinya pun ikut terhanyut.
Ia selalu menyukai laki-laki yang tidak pernah memandang rendah orang lain. Rexton yang pekerja keras, dan juga rajin belajar. Saat Fiore membutuhkan teman untuk berdiskusi, entah tentang film, buku, ataupun mata kuliah maka Rexton akan menjadi lawan sekaligus teman diskusi yang baik. Sering kali kebersamaan mereka membuat Anne marah.
"Aku ini pacarnya Rexton, tapi kenapa justru tersisih, ya? Fiore, jangan monopoli pacarku, please?"
Setelah itu Fiore menjaga sikap untuk tidak terlalu akrab dengan Rexton. Menahan diri untuk tidak banyak bertanya dan mengobrol seperlunya saja. Sebagai sesama perempuan terlebih bersahabat, harus saling menghargai satu sama lain.
Sekarang status Rexton bukan lagi kekasih Anne. Fiore membebaskan dirinya untuk tersenyum sepanjang jalan, sibuk berceloteh dan mengomentari semua yang dilihat. Rexton pun menanggapi dengan gembira dan tidak terlihat risih meskipun semua perkataannya bisa dibilang bukan hal penting. Ia juga menyadari kalau banyak perempuan saat di jalan memperhatian Rexton lebih lama. Tidak aneh memang dengan tinggi tubuh di atas rata-rata, berkulit putih, serta bersih dan wangi, Rexton memang menarik meskipun menaiki motor.
Tiba di tempat parkir kampus, Fiore menyerahkan helm pada Rexton. "Aku ke kelas dulu. Bentar lagi dimulai."
Rexton mengangguk. "Oke, ketemu lagi ntar malam di minimarket."
Fiore melambaikan tangan sebelum berlalu. Rexton menyimpan helm, melangkah cepat menuju ruang dosen. Ada beberapa hal yang harus ditanyakan terkait pendidikannya. Ia berada di ruang dosen selama tiga puluh menit, berniat untuk ke restoran mi dan langkahnya terhenti saat menyusuri lorong panjang di samping ruang dosen. Sekelompok mahasiswa sedang berkumpul sambil mengobrol dan merokok. Rexton mengenali salah seorang dari mereka adalah Ardan, pacar baru Anne. Tidak ingin menyapa dan berurusan dengan mereka, ia melanjutkan langkah dengan cepat. Sialnya Ardan mengenalinya dan menghadang langkahnya.
"Eh, kayak pernah lihat. Lo siapa?"
Rexton tersenyum cepat. "Bukan siapa-siapa."
Ardan memiringkan kepala, mengamati Rexton dari atas ke bawah dengan cermat. Seakan-akan Rexton adalah obyek seni yang menarik.
"Ah, gue ingat sekarang.Lo tukang antar makanan. Waktu itu lo antar ke apartemen." Rexton terbahak-bahak, seolah kesadaran tentang siapa Rexton adalah hal besar dan membahagiakan. "Gue nggak tahu kenapa, tapi pacar gue langsung pucat dan lesu setelah makan mie dari lo."
"Hamil kali," celetuk salah seorang cowok.
"Makanya kalau ngajak tidur, suruh pakai KB."
Rexton heran, ada sekelompok laki-laki yang mengolok-olok kekasih orang lain. Ardan juga tidak membantu, ikut mengolok-olok Anne. Sungguh kumpulan manusia tanpa empati dan hormat pada perempuan. Rexton mendesah, menyingkirkan tubuh Rexton yang menghalanginya.
"Minggir, kalian ngalingin jalan. Baiknya sebelum mengolok cewek kalian harus ingat kalau ibu kalian juga cewek!"
Ardan terdorong minggir, merentangkan tangan ke arah Rexton yang menjauh. "Hei, kenapa marah lo. Kita cuma basa-basi biasa. Ngomong-ngomong beliin gue mi bawa ke sini. Hei, lo pelayan budek!"
"Pelayan gila! Sombong amat!"
"Baru juga jadi tukang anter makanan, udah belagu!"
Rexton mengabaikan omongan miring mereka, tidak ada gunanya ditanggapi. Hanya buang-buang energynya saja. Restoran sedang membutuhkan bantuannya, tidak perlu buang-buang waktu untuk mereka. Ia sedang menstarter motor saat melihat sosok Anne dari kejauhan. Memikirkan pesan yang dikirim gadis itu. Anne ingin bertemu, ia menimbang sesaat apakah harus bicara sekarang atau tudak. Akhirnya memilih untuk pergi. Sedang tidak ada energy untuk mendengarkan pembelaan dan omong kosong dari gadis yang sudah berselingkuh.
Kalau ditanya apakah perasaan cintanya masih ada untuk Anna, Rexton tidak akan berani menjawab secara lugas. Karena memang sudah terlanjur sakit hati, Ibarat pisau yang sudah menggoreskan luka, meskipun lukanya sudah diobati dan mengering tapi rasa nyeri dan sakitnya masih tersisa. Rexton memilih untuk menjauh hingga benar-benar sembuh. Tiba di restoran, Rexton dikejutkan dengan kedatangan seorang laki-laki berambut putih dan berkacamata yang menunggunya di depan restoran. Ia menghampiri laki-laki yang menunduk hormat saat melihatnya.
"Apa kabar, Tuan Muda?"
Rexton membalas dengan anggukan kecil. Laki-laki berambut putih itu bernama Sutoko, asisten pribadi sekaligus sekretaris sang papa.
"Pak Sutoko, ada apa kemari?"
Sutoko mendekat lalu bicara dengan sedikit membungkuk. "Saya datang atas perintah Tuan Gabino. Beliau meminta agar Tuan Muda datang ke rapat akhir tahun."
"Bukankah masih lama? Akhir bulan depan?"
"Tidak, Tuan. Jadwal dimajukan karena ada kunjungan dari klien dari Korea. Menjadi awal bulan depan."
"Begitu rupanya, oke. Aku mengerti. Padahal Pak Sutoko bisa menelepon, kenapa repot-repot datang."
Sebenarnya Sutoko datang dengan niat lain, memang ingin menyampaikan pesan dari Gabino, tapi hal lainnya adalah ingin mengamati keadaan restoran secara langsung. Ia sudah di sini dari satu jam yang lalu, menandaskan satu piring nasi berikut minuman. Di dalam mobilnya bahkan ada dua kotak untuk take away. Cukup puas dengan hasil masakan dan juga pelayanan di restorang yang sangat rapi dan cepat. Hidangan disajikan dengan menarik. Berbeda dengan saat manajer pertama yang menangani, hanya sekedar restoran biasa tanpa seni. Sutoko yakin kalau Gabino akan senang mendengar hasil kerja anaknya.
"Satu pesan lagi Tuan Muda, minggu depan diharapkan untuk makan malam bersama di rumah. Tuan Besar akan datang dan ingin melihat cucu-cucunya berkumpul."
Rexton mengeluh dalam hati, pertemuan seluruh keluarga berarti bertemu dengan para sepupu dan pamannya, akan ada banyak keluhan, perdebatan, dan kesombongan tentang pencapaian yang tiada henti. Sejujurnya Rexton tidak berminat datang kalau bukan karena sang kakek. Ia lebih suka tidak terlibat dengan pertengkaran yang tidak perlu dengan mereka. Selain sang kakek, ia juga memikirkan Riona. Kasihan kakaknya itu, pasti tekanan batin kalau makan malam tanpa dirinya.
"Baiklah, aku akan datang."
Sutoko mengangguk. "Terima kasih, Tuan Muda. Kalau begitu saya permisi dulu."
Rexton menatap laki-laki tua itu masuk ke mobil dan menghilang di jalan raya. Menghela napas panjang, pikirannya sibuk berkelana. Memikirkan rapat tahunan dan juga makan malam keluarga. Ia bukan pengecut, akan menghadapi apa pun yang terjadi tapi tidak dengan menjadi musuh keluarganya sendiri. Banyak keluarga yang bertikai bukan hanya demi kekuasaan tapi juga demi harta, ia mengenal beberapa teman yang keluarganya berantakan karena uang. Berharap hal serupa tidak terjadi pada keluarganya, kalau tidak sungguh kasihan pada sang kakek yang sudah renta.
Saat masuk ke restoran, mendapati ada banyak pelanggan datang. Ia bergegas ke belakang, memakai celemek dan mulai menangani pesanan. Masalah perusahaan dan keluarga bisa menunggu nanti, sekarang ini yang penting adalah restorannya.
.
.
.
Di karyakarsa update bab 30.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top