Bab 8
Fiore terbangun saat matahari sudah tinggi di atas kepala. Rexton tidak ada, entah pergi kemana. Menggunakan kesempatan itu, Fiore yang terbiasa bekerja menyingsingkan lengan baju untuk membersihkan kamar. Meskipun jujur saja tidak banyak yang harus dibersihkan karena memang tidak terlalu kotor. Ranjang nyaris tidak ada noda, lemari bebas dari debu, begitu pula dapur yang tidak pernah dipakai. Menyapu, mengepel, dan ia sedang membersihkan kamar mandi saat Rexton muncul.
"Fiore, kamu ngapain?"
Mendongak dengan tangan dan kaki basah, Fiore tersenyum kecil. "Bersih-bersih."
"Buat apa? Kamar dibayar sudah termasuk dengan pembersihan. Keluar sini, aku bawa pakaian dan makan siang."
"Kamu sibuk sekali, Rexton."
"Nggak, sekalian ambil motorku di rusunmu. Kalau motormu, aku udah minta diantar kemari sama satpam rusun. Udah aku bayar juga."
Rexton menyerahkan kunci motor pada Fiore yang tertegun. Sekali lagi Fiore menerima kebaikan hati Rexton. Bukan hanya membawa makanan tapi juga pakaian. Setelah itu mengantar ke kamar yang berada tepat di seberang. Pemilik kos adalah seorang perempuan paruh baya bertubuh gemuk dengan wajah ramah. Memberikan kunci pada Fiore dan menjelaskan sedikit peraturan kosan.
"Aku nggak peduli kamu mau bawa siapa ke kamar, di sini bebas tapi harus jaga keamanan dan kenyamanan penghuni lain. Tidak ada aturan ketat, asalkan kalian bisa menjaga lingkungan agar tetap bersih."
Fiore masuk ke kamarnya, tertegun melihat betapa bersih dan luas. Mempunya perabot mirip dengan kamar Rexton, dengan jendela kecil menghadap ke teras samping.
"Pasti mahal uang sewa, makanya kamar bisa sebagus ini. Ada AC pula," gumam Fiore.
"Nggak terlalu mahal, masih mampulah kita bayar. Kamu bisa menempati selama sebelas bulan."
Meneguk ludah, Fiore mendesah. Tidak menyangka dengan keberuntungannya. Entah bagaimana ia bisa mendapatkan bantuan dari orang yang tidak dikenal. Duduk di pinggir ranjang dan mengusap permukaan sprei, ia memikirkan tentang Fariz. Pasti menyenangkan kalau bisa tinggal bersama, tapi untuk mewujudkannya akan sangat sulit. Sudah pasti Dornia tidak akan melepaskan Fariz begitu saja.
"Kenapa diam? Kayaknya kamu bingung." Rexton menghenyakkan diri di sampingnya. "Ada sesuatu yang kamu pikirin?"
Fiore menggeleng. "Nggak ada, aku cuma mikir buat masak sendiri. Pasti bakalan lebih hemat."
Rexton menunjuk dapur kecil dekat pintu. "Tempat secuil begitu bisa buat masak selain mi instan?"
"Tentu saja bisa. Seandainya aku punya peralatan memasak, apa pun bisa aku masak."
"Aku percaya, kamu memang hebat. Ngomong-ngomong, aku harus pergi kerja. Kamu istirahat aja. Besok kuliah jam berapa?"
"Jam sepuluh pagi."
"Nanti aku antar. Malam ini jangan beli makan, biar aku bawa dari restoran."
"Makasih, maaf udah ngerepotin."
"Santai aja, kayak siapa aja."
Rexton bangkit meninggalkan kamar Fiore, menuju kamarnya sendiri dan berganti pakaian. Ia harus ke restoran sekarang karena ada banyak hal untuk dilakukan. Dengan Fiore tinggal di seberangnya membuat hatinya tenang, setidaknya gadis itu akan aman dan tidak lagi takut dipukuli. Ia sudah mengatakan kondisi Fiore pada pemiliik minimarket, dan memberikan ijin untuk istirahat selama beberapa hari. Menuruni tangga menuju lantai satu, Rexton berpapasan dengan beberapa gadis. Mereka menyapa centil, memintanya untuk mampir dan diberi tanggapan hanya berupa anggukan. Ia tidak berminat terlibat lebih jauh dengan gadis yang tidak dikenalnya, takut akan mendapatkan banyak masalah. Di teras langkahnya terhenti saat bertemu dengan pemilik kos. Alih-alih dirinya yang menyapa, perempuan itu mendekat dan menyapa dengan sopan.
"Tuan, semua sudah saya siapkan untuk Nona Fiore. Peralatan memasak akan diantar sore ini."
Rexton mengangguk. "Bagus kalau gitu, terima kasih bantuannya, Bu."
"Ah, bukan apa-apa, Tuan. Hal kecil itu."
Tidak ada yang tahu kalau kosan ini milik Rexton. Para penghuni, satpam, dan pengurus hanya tahu Rexton penyewa. Satu-satunya yang tahu keadaan sebenarnya hanya perempuan yang menyamar sebagai pemilik. Pada dasarnya dia adalah orang kepercayaan Rexton.
Mengendarai motor, Rexton menuju ke restoran makanan China yang ada di dekat kampus. Memarkir motor dan melangkah cepat menuju ke kantor yang ada di bagian belakang dekat dapur. Manajer restoran bangkit dari kursi saat melihatnya datang.
"Tuan, hari ini ada pesanan untuk ulang tahun sekitar tiga puluh orang."
Rexton duduk di balik meja, membuka catatan dan mulai mempelajarinya. "Semua sudah siap? Makanan, minuman, dan camilan?"
"Sudah, Tuan."
"Pastikan pelayan yang bertugas bukan orang baru. Untuk meminimalisir kesalahan."
"Baik, Tuan."
Sama seperti halnya kosan, restoran ini pun dikelola langsung oleh Rexton tanpa banyak orang tahu. Kecuali para pelayan tetap, manajer, serta beberapa koki, semua mengira kalau Rexton pegawai biasa. Sesekali ia melayani, mengantar makanan, dan juga membersihkan meja. Semua dilakukannya tanpa mengeluh bila restoran sedang ramai. Tidak hanya satu restoran, ia mengelola tiga sekaligus. Satu di antaranya restoran khusus penyedia masakan mie, sedangkan satu lagi fancy restoran yang letaknya di pusat kota.
Rexton sengaja turun langsung menangani restoran karena ada proyek yang dipegang. Tidak ingin orang lain ikut campur karena takut hasilnya tidak sesuai. Ia ingin bekerja sendiri dan mendapatkan hasil yang sesuai. Sebagai gerasi ketiga Genaro Group, banyak orang meragukan kemampuannya. Menganggapnya hanya anak manja yang cuma bisa berfoya-foya. Kuliah di luar negeri, ia kembali. Bukan menerima sanjungan tapi cemooh.
"Pulang hanya untuk mengetek pada daddy, anak kecil tahu apa? Lebih baik kamu kembali ke luar negeri, main-main dan pacaran di sana. Biarkan perusahaan kami yang urus."
Itu adalah kata-kata kakak sepupunya yang pertama bernama Martin. Seorang laki-laki berumur tiga puluh lima tahun dengan seorang istri dan anak. Martin sudah bekerja di perusahaan keluarga dari lulus kuliah dan merasa paling mengerti segalanya.
"Rexton, menjadi pimpinan itu berat. Kamu tidak akan kuat, biar aku dan Martin yang bersaing. Kamu sama Riona cukup duduk diam dan terima hasil."
Ejekan juga datang dari sepupu keduanya bernama Edy. Laki-laki berumur tiga puluh tahun yang ambisius. Sama seperti Martin, Edy juga merasa kalau kepulangan Rexton hanya penghalang bagi kemajuan perusahaan. Mereka tidak setuju kalau pimpinan jatuh tangan Rexton. Sampai akhirnya sang kakek turun tangan untuk mendamaikan situasi anak-anak dan cucunya.
"Rexton adalah pewaris sah, Genaro Group. Karena papanya juga direktur utama. Kalian tahu bukan, jasa Gabino yang membuat perusahaan sebesar ini. Dia berhak mewariskan tapuk pimpinan pada Rexton."
Keputusan sang kakek membuat seluruh keluarga besar ribut dan terjadi perdebatan sengit. Saat itu Rexton baru saja menginjakkan kaki di tanah air, menatap sedih pada dua sepupu, paman, dan bibinya yang berebut kekuasaan. Sang papa tidak bisa berbuat banyak untuk membantunya karena memang yang dilawan adalah keluarga sendiri. Demi menghindari perpecahan keluarga, akhirnya sang kakek membuat keputusan yang bisa diterima semua orang.
"Aku memberi waktu Rexton tiga tahun untuk meningkatkan laba perusahaan, membuat inovasi baru, dan menunjukkan pada kami dia mampu menjadi pewaris. Kalau dia bisa menunjukkan, secara otomatis akan menjadi pimpinan utama."
Meskipun awalnya ditentang, akhirnya semua orang sepakat untuk memberi waktu pada Rexton bekerja selama tiga tahun. Waktu yang sempit diberikan pada Rexton yang tidak berpengalaman, membuat semua orang pesimis. Namun Rexton menerima tantangan itu dengan senang hati.
"Kakek, jangan kuatir. Aku tidak akan mempermalukan keluarga kita."
Di tahun pertama Rexton menghabiskan waktu di balik meja untuk mempelajari berkas-berkas dan dokumen. Selalu ada di setiap rapat, dan mengikuti semua kegiatan sang papa. Sampai akhirnya ia mempunyai ide, dan memutuskan untuk keluar dari rumah keluarga besarnya. Tinggal di dua tempat, rumah pribadinya yang lebih kecil atau sesekali di kosan. Menangani langsung tiga restoran dan bersiap meluncurkan ide terbaru. Selama ini pula ia bekerja sama dengan kakak iparnya, Barry. Karena hanya Barry yang bisa membantu dan dipercaya olehnya.
Tiga tahun waktu yang sangat sebentar untuk membuktikan, Rexton harus bekerja keras. Di samping itu juga harus menyelesaikan pendidikan pasca sarjana. Tidak ada yang tidak mungkin kalau semua dijalani dengan tekun, pasti akan membuahkan hasil yang bagus. Selesai memeriksa keuangan, ia berpesan pada koki yang ditemuinya.
"Tolong buatkan aku dua menu istimewa. Dibungkus, ya?"
Saat pulang nanti, ia akan membawa makan malam untuk Fiore. Entah kenapa rasanya menyenangkan punya teman untuk berbagai makanan. Fiore tidak pernah rewel soal makanan, berbeda dengan Anne yang pemilih. Rexton sedang mengemas barang-barangnya saat satu panggilan masuk ke ponselnya. Dari Anne dan ia berniat mengabaikannya. Tiga panggilan ia diamkan sampai akhirnya satu pesan panjang muncul di layar.
"Rexton, aku ingin ketemu. Kita butuh untuk bicara dan mengobrol panjang lebar dari hati ke hati. Please, Rexton. Kita butuh ketemu segera."
Rexton tidak membuka apalagi membalas pesan itu, baginya Anne hanya masa lalu dan tidak ingin diungkitnya lagi. Tidak perlu memohon pada perempuan yang sudah menyakitinya. Pulang ke kosan dengan menenteng makanan, Fiore menyambutnya di depan pintu.
"Hai!"
Rexton mengangkat kantong di tangan. "Makan di mana? Kamarmu atau kamarku?"
Fiore membuka pintu kamarnya lebar-lebar. "Kamarku aja. Kamu pasti nggak percaya apa yang aku dapatkan." Dengan antusias Fiore menunjukkan peralatan memasak yang ada di dapur. Tempat kecil itu kini dipenuhi beragam perlatan memasak dari panci, penggorengan hingga penanak nasi baru. "Dari Ibu Kos, katanya dia punya beberapa set dan membiarkan aku memakai satu set. Padahal ini barang mahal, loh?"
"Berarti dia orang baik. Kita makan sekarang?"
Sama seperti Rexton, Fiore juga memiliki meja pendek untuk makan. Mengambil dua set piring, gelas, dan sendok, mereka makan bersama. Situasi yang begitu indah dan menggembirakan bagi Fiore, makan bersama pujaan hatinya.
.
.
Di Karyakarsa update bab 25.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top