Bab 23
Kedekatan Rexton dan Fiore memancing tanya dari beberapa teman. Tentang status hubungan apakah lebih dari sahabat? Orang-orang itu juga tahu kalau Rexton dulunya mantan Anne. Melihat Rexton antar jemput Fiore ke kampus, membuat mereka penasaran apa yang terjadi.
"Lo pacaran sama Rexton?"
Fiore menjawab jujur tentu saja. "Nggak, kami temenan aja."
"Mana ada temenan tapi antar jemput gitu?"
"Ada, ini gue diantar jemput sama Rexton."
"Hah, pasti ada sesuatu yang lebih dari kalian berdua."
"Nggak, sumpah deh! Kami hanya satu kosan. Bukan satu kamar, ya? Satu kos yang sama."
Tidak tahu siapa yang menyebarkan informasi tentang Fiore satu kos dengan Rexton, kabar terdengar hingga ke telinga Anne. Gadis itu meradang, menghentikan langkah Fiore saat jam kuliah berakhir.
"Jalang nggak tahu malu. Apa yang lo bilang sama Rexton sampai-sampai dia mau satu kosan sama lo!"
Pertanyaan Anne yang tanpa basa-basi membuat Fiore terkejut. Ia menatap dua orang di belakang Anne, mengenali sebagai pendamping sekaligus tukang kompor untuk semua masalah. Laki-laki melambai itu malah terkenal sangat pedas mulutnya. Banyak yang mengatakan enggan berdebat dengan laki-laki yang mulutnya jauh lebih sadis dari perempuan.
"Gue nggak ngerti apa maksud lo?" Fiore mengarahkan pandangan ke sekeliling, ingin berlari dari tiga orang merepotkan ini.
"Halah, jangan sok lugu lo!" Tence berteriak, berkacak pinggang di depan Fiore. "Semua yang ada di sini, semua orang yang gue kenal udah tahu kalau lo sok lugu. Sok pura-pura baik padahal hati lo busuk. Selama ini lo naksir Rexton'kan? Sengaja bikin masalah Anne dan Rexton memburuk, terus lo ambil keuntungan?"
Fiore menghela napas panjang. "Gila, teori dari mana itu? Drama banget loh!"
"Hei, lo nggak ngaku?" bentak Susi. Melirik dua temannya, secara tiba-tiba mendorong Fiore hingga tersudut di dinding. "Jalang! Suka rebut cowok orang!"
"Kalian ini ngomong nggak ngaca?" Fiore menolak untuk takut. Ia kenal Susi dan Tence dengan baik karena mereka sahabat Anne. Tidak sedikitpun rasa takut berhadapan dengan kedua orang itu. "Siapa yang selingkuh? Bukan gue tapi Anne. Kenapa kalian ngamuk ke gue? Aneh amat!"
"Ngomong terus lo!" Anne maju, tangannya berada di pinggang dengan sikap menantang. "Emangnya gue nggak tahu kalau lo sengaja pindah kosan biar bareng Rexton? Kalau lo nggak naksir, nggak suka, nggak. Bakalan lo kayak gitu!"
Fiore menghela napas panjang, menatap layar ponselnya yang berdering. Panggilan dari adiknya. Ia harus ke rumah susun untuk membereskan masalah utang piutang Dornia dan adiknya. Setelah itu harus ke restoran untuk intervew kerja magang selama beberapa hari. Anne dan gerombolannya membuatnya kesulitan bergerak.
"Anne, gue nggak ngerti sama lo. Kemarin dah baik-baik pacaran sama Rexton, lo malah selingkuh sama Ardan. Sekarang dah pacaran sama Ardan, lo mau balik ke Rexton. Nggak ada harga diri lo?" semprot Fiore. "Lo pikir semua orang bakalan nurutin lo karena lo cantik dan populer? Semua orang juga bakalan ngerasa eneg ketemu modelan cewek kayak lo!"
"Sialan! Apa lo bilang?"
"Cewek pick me. Gue berharap nggak ketemu dan ngomong sama lo lagi, Anne!"
Anne yang geram mengangkat tangan ingin menampar. Secara tiba-tiba Fiore berteriak keras dan membuat semua orang terkejut.
"Rexton! Hai, kami di sini!"
Saat tiga orang di depannya menoleh, Fiore menggunakan kesempatan itu untuk berlari cepat dan meninggalkan mereka.
"Sialan! Kita dikerjai!" bentak Anne.
"Cewek licik!" Tence ikut memaki.
Bersandar pada dinding sambil mengusap wajah, Anne sangat geram karena Fiore berhasil lolos dari tangannya. Ia sengaja menyudutkan gadis itu untuk memberinya ancaman dan pelajaran agar jauh dari Rexton tapi ternyata salah.
"Di mana kosan Si Jalang itu?" tanya Susi tiba-tiba. "Kita samperin aja."
Anne menggeleng. "Jangan, udah pasti Rexton akan membelanya. Kita cari kesempatan lain untuk ngasih pelajaran sama dia."
Ketiganya meninggalkan tempat, melangkah berdampingan ke arah mobil. Tidak menyadari pandangan Ardan yang tertuju pada mereka. Ardan mengepalkan tangan, merasa sangat marah dengan apa yang baru didengarnya. Rupanya Anne menyembunyikan rahasia darinya tentang Rexton. Berpacaran lebih dulu dengan Rexton sebelum mendekatinya. Ia tidak masalah dengan itu tapi cara Anne yang tidak jujur membuatnya muak. Menoleh pada temannya, Ardan memberi perintah.
"Cari tahu, gimana hubungan antara Anne, Fiore, dan cowok yang namanya Rexton."
"Oke, Boss!"
Anne boleh berbohong, dan ia akan membongkar dengan caranya sendiri. Ia tidak akan sudi dibodohi oleh Anne yang licik itu.
**
Sudah lama sekali dari terakhir datang, Rexton menginjak kantor sang papa. Biasanya saat ke kantor ia pergi ke ruangan Sutoko, Barry, ataupun ruangan sang kakek. Jarang sekali datang kemari karena tidak ingin mengganggu papanya bekerja. Ia mengamati sang papa yang bicara serius dengan sekretaris, membicarakan jadwal dan beberapa dokumen yang harus diperiksa.
Rexton berdiri memunggungi sang papa untuk menatap jendela yang menunjukkan pemandangan luar berupa gedung-gedung bertingkat. Teringat saat dirinya masih kecil sering dibawa saat sang papa bekerja. Kala itu masih berada di gedung lama yang disewa dari orang lain. Papanya bekerja keras dibandingkan dua saudara lainnya, mengembangkan usaha, memperluas relasi, dan menambah pundi-pundi keuntungan. Kurang dari dua puluh tahun, Genaro berubah menjadi raksasa perusahaan yang menguasai beragam produksi dari pabrik palstik, sparepart, dan terakhir makanan. Untuk pabrik makanan diserahkan sang papa untuknya. Karena itulah Rexton berada di restoran milik keluarga untuk belajar secara langsung.
Ia tidak menepikan bantuan dari dua pamannya. Mereka juga orang yang bisa dibilang sangat berjasa. Karena itulah jabatan direktur cabang diberikan untuk Martin dan Edy. Semua tidak lepas dari jasa yang diberikan dua paman. Sayangnya dua sepupunya tidak mengerti niat baik sang kakek dan juga papanya, selalu ingin bersaing dan merasa diri lebih pintar dan lebih layak untuk jadi pewaris utama. Padahal ia tidak pernah ingin bermusuhan dengan sepupu sendiri.
"Rexton, kenapa melamun?"
Teguran sang papa membuat Rexton sadar. Saat menoleh si sekretaris sudah pergi dan tersisa hanya papanya seorang diri.
"Sudah makan, Pa?"
Gabino menggeleng, duduk di sofa dan menepuk tempat kosong di sampingnya. "Belum sempat. Kamu mau temani papa makan siang?"
"Ayo, Papa mau apa dan di mana?"
"Di kantor aja, papa lagi malas keluar. Bisa pesan makanan dari salah satu restoranmu?"
"Oke, biar anak buahku yang kirim kemari. Mau nasi atau mi?"
"Nasi aja, sesekali makan yang kenyang. Kalau ada mamamu, dia akan jejali papa dengan nasi merah, sayur dan daging rebus. Bukan papa mengeluh, sesekali ingin makan yang berlemak dan sedikit berminyak."
Rexton tergelak, meraih ponsel dan mengetikkan pesan untuk manajer restoran. "Kalau gitu kita pesan bebek peking, nasi goreng daging, dan sayuran. Tunggu beberapa saat biar mereka antar kemari."
"Kedengerannya enak, papa nggak nyangka kamu mengelola restoran dengan baik. Padahal dulu kuliahmu hukum. Kenapa nggak buka kantor pengacara saja?"
Rexton menggeleng. "Nggak minat. Aku sekarang lagi study manajemen dan pemasaran. Lebih menyenangkan dari pada belajar hukum. Ngomong-ngomong saol hukum, apa kita kerja sama dengan Bashar and Frend's law office?"
Gabino menggeleng. "Tidak. Mereka menawarkan kerja sama, mengajukan permintaan untuk menjadi wakil hukum kita tapi papa sudah cukup puas dengan kinerja pengacara kita sekarang. Kenapa kamu tanya masalah itu?"
"Nggak ada, cuma lagi mikir mau pakai jasa mereka untuk perusahaan yang aku pegang nanti. Wakil hukum kita takut keteter kalau memegang terlalu banyak masalah. Tapi aku ingin melihat proposal mereka lebih dulu. Menurut Papa gimana?"
Gabino menatap sang anak lekat-lekat. Melihat ada yang berbeda dari cara bicara dan berpikir Rexton. Ia yakin kalau anaknya menyimpan rahasia yang tidak ingin diketahuinya, karena tidak biasanya ingin melibatkan pengacara.
"Kalau papa setuju, apa kamu akan mengatakan masalah yang sebenarnya?"
"Masalah apa, Pa?"
"Kenapa kamu mendadak ingin menggunakan jasa mereka?"
Rexton tertawa lirih. "Paa, anak Bashar itu teman sekampusku. Dengar-dengar mereka punya kantor yang besar, hanya ingin tahu saja kerjanya."
"Nggak ada yang lain?"
Tentu saja Rexton menggeleng. Tidak mungkin mengatakan pada sang papa kalau alasannya menggunakan kantor pengcara keluarga Ardan adalah untuk memberi sedikit pelajaran pada pemuda itu. Selama ini Ardan terlalu semena-mena dan sombong, merasa paling kaya dan paling hebat. Padahal di atas langit masih ada langit. Ardan tidak sadar akan hal itu. Ditambah dengan kedekatannya dengan Fania, makin menambah arogansinya.
"Nggak ada, Pa."
Gabino menepuk paha anaknya. Meskipun tidak terlalu yakin dengan jawaban Rexton tapi memilih untuk percaya kalau apa pun keputusan yang diambil tidak akan merugikan perusahaan dan nama keluarga.
"Baiklah, terserah apa maumu. Papa akan bantu."
Rexton tersenyum lebar. "Terima kasih, Pa."
"Bagaimana dengan Fania? Kamu tertarik menjalin kedekatan dengannya? Kakekmu menyukai gadis itu."
"Aku belum ada keinginan untuk hubungan serius, Pa. Termasuk dengan Fania. Sebentar lagi pendidikan S2 selesai, ingin fokus belajar."
"Begitu? Sungguh rencana yang bagus sekali. Papa dengar kamu menitipkan gadis magang pada Pak Sutoko?"
Rexton mendesah tidak berdaya. "Ya ampun, aku nggak bisa punya rahasia di sini."
Gabino tergelak, senang melihat reaksi anaknya. Tidak mau dijodohkan dengan Fania bukan karena tidak siap menjalin hubungan tapi karena tidak suka. Nyatanya Rexton bersikap sangat protektif dengan gadis yang disukainya.
"Pa, aku minta tolong untuk jaga rahasia. Jangan sampai Fiore tahu kalau aku anak Papa."
"Namanya Fiore?"
Rexton mengangguk. "Satu kampus dan kami belum berpacaran. Sedang mencoba ke tahap sana. Tapi dia belum tahu kalau aku anak Papa. Tahunya aku mahasiswa pasca sarjana yang miskin. Tolong, Pa. Bantu aku jaga rahasia."
"Baiklaah, kali ini papa akan bantu kamu. Meskipun papa tidak mengerti kenapa harus berahasia tapi janji tidak akan membocorkan tanpa seijinmu."
Rexton percaya dengan janji sang papa tapi tidak dengan orang lainnya. Sutoko, Riona, dan Barry adalah musuh utama dalam misinya merahasiakan jati diri dari Fiore.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top